2. Oleh:
• Adi Try Laksono
• Azizah Sara FAR
• Ikhtiara Adababsari
• Irvan Afandi
• Nova Angelia E
• Yuli Agutina
3. Ketentuan Hukum
Perkawinan
1. Pernikahan hukumnya WAJIB
Bagi orang yang sudah mampu untuk
melangsungkan perkawinan, namun nafsunya
sudah mendesak dan takut terjerumus dalam
perzinaan wajiblah bagi dia untuk kawin,
sedangkan untuk itu tidak dapat dilakukan dengan
baik kecuali dengan jalan kawin.
Kata Qurtuby : Orang bujang yang sudah
mampu kawin dan takut dirinya dan agamanya
jadi rusak, sedang tidak ada jalan untuk
menyelamatkan diri kecuali dengan kawin, maka
tidak ada perselisihan pendapat tentang wajibnya
dia kawin. Allah berfirman :
4. “ Hendaklah orang-orang yang tidak mampu kawin
menjaga dirinya sehingga nanti Allah mencukupkan
mereka dengan karunia-Nya,” (QS. An-Nuur : 33).
“Dari Abdullah bin Mas’ud. Ia berkata : telah
bersabda Rasulullah saw, kepada kami : hai
golongan orang-orang muda! Siapa-siapa dari
kamu mampu berkawin, hendaklah dia berkawin,
karena yang demikian lebih menundukkan
pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan,
dan barang siapa tidak mampu, maka hendaklah ia
bersaum, karena ia itu pengebiri bagimu”.(Ibnu
Hajar Al-Asqalani, A Hassan, 2002 : 431).
5. 2. Perkawinan hukumnya Sunnah
adapun bagi orang-orang yang nafsunya
telah mendesak lagi mampu kawin, tetapi
masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina,
maka sunnahlah ia kawin. Kawin baginya lebih
utama dari bertekun diri dalam ibadah, karena
menjalankan hidup sebagai pendeta sedikitpun
tidak dibenarkan islam. Thabrani meriwayatkan
dari Sa’ad bin Abi Waqash bahwa Rasulullah
bersabda :
“ Sesungguhnya Allah menggantikan cara
kependetaan dengan cara yang lurus lagi
ramah (kawin) kepada kita”. (Sayyid Sabiq 6,
1996 : 23).
6. 3. Perkawinan Hukumnya Haram
Bagi seseorang yang tidak mampu
memenuhi nafkah lahir dan batin kepada istrinya
serta nafsunyapun tidak mendesak, haramlah ia
kawin. Qurthuby berkata : “Bila seorang laki-laki
sadar tidak mampu membelanjai istrinya atau
membayar maharnya atau memenuhi hak-hak
istrinya, maka tidaklah boleh ia kawin, sebelum
ia terus terang menjelaskan keadaannya kepada
istrinya atau sampai datang saatnya ia mampu
memenuhi hak-hak istrinya.”
Allah berfirman :
“…Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri kedalam kebinasaan dengan tanganmu
sendiri…” (QS. Al-Baqarah : 195). (Al-qur’an dan
terjemahan, Departemen Agama RI, 2002 : 36)
7. 4. Perkawinan hukumnya Makruh
Makruh kawin bagi seorang yang lemah
syahwat dan tidak mampu memberi belanja
istrinya, walaupun tidak merugikan istri, karena
ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat
yang kuat. Juga makruh hukumnya jika karena
lemah syahwat itu ia berhenti dari melakukan
sesuatu ibadah atau menuntut sesuatu ilmu.
5. Perkawinan hukumnya Mubah
Bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-
alasan yang mewajibkan segera kawin atau
karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk
kawin, maka hukumnya mubah.
8. Kompilasi Hukum Islam merumuskan bahwa
tujuan pernikahan adalah “untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah,mawaddah,
dan warahmah, yaitu rumah tangga yang tentram,
penuh kasih saying, serta bahagia lahir dan batin”
Rumusan ini sesuai dengan firman Allah SWT
dalam QS. Ar-Ruum(30) ayat 21 yang artinya:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
yang menciptakan untukmu istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepada-
Nya, dan jadikan-Nya diantaramu rasa dan kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
1.Tujuan Pernikahan
9. Tujuan pernikahan tidak hanya terbatas pada hal-
hal yang bersifat biologis yang menghalalkan
hubungan seksual antara kedua belah pihak, tetapi
lebih luas, meliputi segala aspek kehidupan rumah
tangga, baik lahiriah maupun batiniah.
Sesungguhnya pernikahan itu ikatan yang mulia dan
penuh barakah. Allah SWT mensyari’atkan untuk
keselamatan hambanya dan kemanfaatan bagi
manusia, agar tercapai maksud-maksud yang baik
dan tujuan-tujuan yang mulia. Dan yang terpenting
dari tujuan pernikahan ada 2 yaitu :
1. Mendapatkan keturunan atau anak
Dianjurkan dalam pernikahan tujuan
pertamanya adalah untuk mendapatkan
keturunan yang shaleh, yang menyembah pada
Allah dan mendo’akan pada orang tuanya. Jadi
inilah salah satu dari tujuan pernikahan.
10. 2. Menjaga diri dari yang haram
Tidak diragukan lagi bahwa yang terpenting dari
tujuan nikah adalah memelihara dari perbuatan zina dan
semua perbuatan-perbuatan keji, serta tidak semata-
mata memenuhi syahwat saja. Memang bahwa
memenuhi syahwat itu merupakan sebab untuk bias
menjaga diri, akan tetapi tidaklah terwujud iffah
(penjagaan) itu kecuali dengan tujuan dan niat. Maka
tidak benar memisahkan dua perkara yang satu dengan
lainnya,karena manusia bila mengarahkan semua
keinginannya untuk memenuhi keinginannya untuk
memenuhi syahwatnya denagn menyadarkan pada
pemuasan nafsu atau jima’ yang berulang-ulang dan tidak
ada niat memelihara diri dari zina, maka dimanakah
perbedaannya antar manusia dengan binatang??
Oleh karena itu, maka harus ada bagi laki-laki dan
perempuan tujuan mulia dari perbuatan bersenang-senang yang
mereka lakukan itu, yaitu tujuannya memenuhi syahwat dengan
cara yang halal agar hajat mereka terpenuhi, dapat memelihara
diri, dan berpaling dari yang haram.
11. Hikmah Pernikahan
• Dapat menyalurkan naluri seksual dengan cara sah dan terpuji.
Bagi manusia naluri tersebut sangat kuat dan keras serta
menuntut adanya penyaluran yang baik. Jika tidak, dapat
mengakibatkan kegoncangan dalam kehidupannya. Dengan
perkawinan, kehidupan manusia menjadi segar dan tentram
serta terpelihara dari perbuatan keji dan rendah
• Memelihara dan memperbanyak keturunan dengan terhormat,
sehingga dapat menjaga kelestarian hidup umat manusia.
• Naluri keibuan dan kebapakan akan saling melengkapi dalam
kehidupan rumah tangga bersama anak-anak
• Melahirkan organisasi dengan pembagian tugas/tanggung
jawab tertentu,serta melatih kemampuan bekerjasama
• Terbentuknya tali kekeluargaan dan silaturrahmi antar keluarga