Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, rukun, hukum, tujuan, dan kewajiban pernikahan menurut agama Islam beserta penjelasan mengenai perceraian dan masa iddah. Juga membahas perkawinan menurut perundang-undangan di Indonesia.
3. Pengertian Pernikahan
• Menurut bahasa, nikah berarti
menghimpun, mengumpulkan. Sedangkan
menurut istilah, nikah adalah suatu ikatan
lahir dan batin antara seorang laki-laki
dengan perempuan yang bukan muhrim
sebagai suami istri dengan tujuan untuk
membina suatu rumah tangga yang bahagia
berdasarkan tuntunan Allah SWT.
4. • Perintah untuk melaksanakan nikah terdapat dalam Al
Qur’an surat Ar Rum ayat 21 sebagai berikut :
• Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(Q.S.
Ar Rum (30) : 21 )
5. Hukum Nikah
• Pada dasarnya hukum nikah adalah mubah artinya
boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Jika dilihat
dari situasi dan kondisi dan niat seseorang yang
akan menikah, maka hukum nikah dapat dibedakan
sebagai berikut :
•
a. Wajib
Yaitu bagi seseorang yang sudah mampu dan sudah
memenuhi syarat, serta khawatir akan terjerumus
melakukan perbuatan dosa besar jika tidak segera
menikah.
6. Hukum Nikah
• b. Sunnah
Yaitu bagi seseorang yang sudah mampu untuk
berumah tangga, mempunyai keinginan (niat)
nikah dan apabila tidak melaksankan nikah masih
mampu menahan dirinya dari perbuatan dosa
besar (zina).
•
c. Makruh
Bagi seseorang yang belum mampu atau belum
mempunyai bekal mendirikan rumah tangga.
•
d. Haram
Bagi seeorang yang bermaksud tidak akan
menjalankan kewajibannya sebagai suami atau
istri yang baik.
7. Tujuan dan Hikmah Pernikahan
• Untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia dengan cara yang
suci dan halal serta melestarikan kehidupan manusia.
• Untuk memelihara kesucian dan kehormatan dari perbuatan zina
• Untuk membentuk rumah tangga yang Islami yang sejahtera lahir
dan batin
• Mengikuti sunnah Rasul dan untuk meningkatkan ibadah kepada
Allah SWT
• Untuk mencari keturunan yang soleh dan berakhlak mulia.
• Mendidik dan memberi motivasi kepada seseorang agar memiliki
rasa tanggung jawab dalam memelihara dan mendidik anak-
anaknya.
• Menyatukan keluarga masing-masing pihak
sehingga hubungan silaturahmi semakin kuat.
8. Rukun Nikah
• Ada calon suami, dengan syarat: laki-laki yang sudah dewasa
(19 tahun), islam, tidak dipaksa/terpaksa, tidak dalam ihram haji
atau umroh, dan bukan mahram calon istrinya.
• Ada calon istri, dengan syarat: sudah cukup umur (16
tahun), islam, tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang
lain, bukan mahram calon suami dan tidak dalam ihram
haji/umrah.
• Ada wali nikah, dengan syarat: laki-laki beragama
islam, baligh, dan berakal, merdeka, adil, tidak fasik, dan tidak
ihram haji atau umrah.
• Wali nikah ada 2 macam:
• A) wali nasab : wali yang mempunyai pertalian darah dengan
mempelai wanita
b) Wali Hakim. Yaitu jika wali nasab tidak ada semua atau ada
tetapi berhalangan hadir atau ada tetapi menyerahkan kepada
9. Rukun Nikah
• Dua orang saksi, dengan syarat: laki-
laki, islam, baligh, berakal sehat,dapat mendengar, dapat
melihat, dapat berbicara, adil dan tidak dalam ihram haji
atau umrah.
• Ijab Kabul, adalah perjanjian yang berupa perkataan dari
pihak wali (ijab) dan diterima oleh mempelai laki-laki
(Kabul), suami wajib memberikan mas kawin ( mahar)
kepada istrinya, karena merupakn syarat nikah, tetapi
mengucapkan dalam akad nikah hukumnya sunah.
10. Rukun Nikah
• Suruhan memberikan mas kawin terdapat dalam Al-
Qur’an
•
• Artinya “Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita
(yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan.” (Q.S. An Nisaa:4)
11. Muhrim
• Muhrim adalah wanita yang haram dinikahi
• Penyebab seorang wanita haram dinikahi ada empat
macam, yaitu:
• -wanita yang haram dinikahi karena keturunan
• -wanita yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan
• -wanita yang haram dinikahi karena perkawinan
• -wanita yang haram dinikahi karena punya pertalian
muhrim dengan istri
12. Kewajiban Suami
• Memberi nafkah, sandang,pangan dan tempat tinggal kepada
istri dan anak-anaknya.
• Memimpin serta membimbing istri dan anak-anaknya agar
berguna bagi diri sendiri dan orang lain.
• Bergaul dengan istri dan anak-anaknya dengan baik.
• Memelihara istri dan anak-anaknya dari bencana lahir dan batin
• Membantu istri dalam tugas sehari-hari
• Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (Q.S. At-
Tahrim:6)
13. Kewajiban Istri
• Taat kepada suami dalam batas sesuai ajaran Islam
• Memelihara diri serta kehormatan dan harta benda suami
• Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan
keselamatan keluarga
• Menerima dan menghormati pemberian suami
• Hormat dan sopan kepada suami dan keluarganya
• Memelihara, mengasuh dan mendidik anak agar menjadi
anak yang soleh
14. Perceraian
• Pemutusan ikatan perkawinan antara suami dan istri. Salah
satu sebabnya adalah perselisihan atau pertengkaran
antara suami- istri yang tidak dapat didamaikan lagi.
• Hal hal yang dapat memutuskan ikatan perkawinan, yaitu:
• Talak, fasakh, li’an, khulu’, zihar dan ila’
15. Penyebab Rusaknya Pernikahan
• Talak
• Pelepasan ikatan perkawinan dengan pengucapan secara
sukarela ucapan talak dari pihak suami ke istri. Hukumnya
makruh.
• Sabda Rasul SAW :“Sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah
ialah talak.” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah )
• Macam-macam talak :
a. Talak Roj’i ; yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap
istrinya kurang dari tiga kali. Pada talak ini seorang suami
masih diperbolehkan rujuk kembali tidak melalui akad nikah
dan mahar baru selama masih dalam masa iddah.
b. Talak Ba’in ; yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap
istrinya tiga kali atau lebih. Pada talak ini suami tidak boleh
rujuk kembali kecuali adanya muhallil.
16. Penyebab Rusaknya Pernikahan
• Ila’
Yaitu sumpah seorang suami yang menyatakan bahwa dia
tidak akan meniduri istrinya selama empat bulan atau lebih.
Akibat dari ila’ adalah suami tidak boleh meniduri
istrinya, kecuali setelah membayar kafarat.
• Li’an
Tuduhan seorang suami dengan disertai bersumpah atas nama
Allah, bahwa istrinya telah berbuat zina, sumpah tersebut
diucapkan sekurang-kurangnya empat kali, kemudian pihak istri
membela dengan mengangkat sumpah bahwa dirinya tidak
pernah melakukan seperti yang dituduhkan suaminya. Akibat
li’an suami tidak boleh menikah kembali terhadap mantan
istrinya untuk selama-lamanya.
17. Penyebab Rusaknya Pernikahan
• Khulu’
Gugatan seorang istri untuk minta diceraikan oleh
suaminya, dengan cara pihak istri memberikan tebusan (iwadh)
kepada suaminya. Akibat dari khuluk adalah menjadi talak ba’in
jika seluruh ganti rugi terpenuhi, dan jika ganti rugi tidak
terpenuhi maka menjadi talak biasa.
• Fasakh
pembatalan pernikahan karena sebab- sebab tertentu. Akibat
perceraian dengan fasakh, suami tida boleh rujuk kepada
bekas istrinya. Jika ingin kembali, harus melalui akad nikah
baru.
• Zihar
Ucapan suami yang menyerupakan istrinya
dengan ibunya.Jika tidak dilanjutkan dengan
menalak istrinya, suami wajib bayar kafarat.
18. Iddah
• Ikatan pernikahan antara suami-istri dinyatakan habis baik di
waktu hidupnya (yakni bercerai) maupun meninggal salah satu
diantara keduanya. Disetiap keadaan ini terdapat kewajiban
masa iddah yaitu waktu terbatas (menunggu untuk menikah
lagi) secara syar’i.
• Masa iddah ini terbagi atas 4 macam, yaitu :
• Iddah masa kehamilan, yaitu waktunya sampai masa
kelahiran kandungan yang dikarenakan thalaq ba’in (perceraian
yang mengakibatkan tidak kembali kepada suaminya)
atau talaq raj’i (perceraian yang dapat kembali kepada
suaminya) dalam keadaan hidup atau wafat.
• Iddah muthlaqah (masa perceraian), yaitu masa iddah yang
terhitung masa haidh, maka wanita menunggu tiga quru’ (3 kali
masa suci)
19. Iddah
• Perempuan yang tidak terkena haidh, yakni ada dua jenis
perempuan yaitu perempuan usia dini yang tidak/belum terkena
haidh dan perempuan usia tua yang telah berhenti masa
haidhnya (menopause)
• Istri yang ditinggal suaminya karena wafat, Allah
menjelaskan masa iddahnya sebagai berikut :
• “Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan
meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan
dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.” QS. Al-Baqarah ;
234
•
20. Rujuk
• Rujuk adalah kembalinya suami istri pada ikatan pernikahan
setelah terjadi talak roj’i dan masih dalam masa iddah. Rujuk itu
tidak memerlukan akad nikah lagi, cukup suami menyatakan
niatnya untuk kembali kepada istrinya yang telah diceraikan.
Pada dasarnya hukum rujuk adalah jaiz (boleh). Tetapi jika
dilihat dari kondisi dan niat seseorang maka hukum rujuk
dibedakan sebagai berikut :
a. Sunah, Jika suami bermaksud memperbaiki keluarganya dan
rujuk dipandang lebih menguntungkan kedua belah pihak.
b. Wajib, bagi suami yang menceraikan istrinya sebelum dia
menyempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang
ditalaknya.
c. Makruh, apabila perceraian itu dianggap lebih baik dan
bermanfaat bagi keduanya.
d. Haram, Jika suami memiliki maksud menyakiti istrinya
setelah ia rujuk.
21. Perkawinan Menurut Perundang- undangan
di Indonesia
• Pasal 2 dan 3 : Pernikahan adalah akad yang sangat kuat
untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah
• Pasal 4 : menerangkan sahnya suatu pernikahan
• Pasal 5 dan 6 : menerangkan tentang pencatatan perkawinan
• Pasal 7 ayat 1 : menerangkan akta nikah yaitu surat
keterangan yang dibuat Pegawai Pencatat Nikah yang
menerangkan tentang pelaksanaan perkawinan dan data suami
serta istri
• Pasal 53 ayat 1, 2, dan 3 tentang kawin hamil menerangkan
perkawinan seorang wanita hamil di luar nikah dengan pria
yang menghamilinya tidak dapat menghapus dosa zina yang
mereka lakukan.
•
Editor's Notes
fasik (al-fisq) bermakna maksiat, meninggalkan perintah Allah, dan menyimpang dari jalan yang benar. Fasik juga berarti menyimpang dari agama dan cenderung pada kemaksiatan; sebagaimana iblis melanggar (fasaqa) perintah Allah, yakni menyimpang dari ketaatan kepada-Nya. -urutan wali nasab Ayah kandung -Kakek dari pihak ayah-Saudara laki-laki sekandung -Saudara laki-laki seayah-Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung-Anak laki-laki saudara laki-laki seayah-Paman dari pihak ayah-Anak laki-laki paman dari pihak ayah
Apa itu Mahram/Muhrim?Mahram adalah orang perempuan atau laki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antara keduanya. Penggunaan kata muhrim untuk mahram perlu dicermati.Muhrim dalam bahasa Arab berarti orang yang sedang mengerjakan ihram (haji atau umrah). Tetapi bahasa Indonesia menggunakan kata muhrim dengan arti semakna dengan mahram (haram dinikahi). (KBBI, hal. 669 dan juga lihat hal.614)Mahram Sebab KeturunanMahram sebab keturunan ada tujuh. Tidak ada perbedaan pendapat di antara para 'Ulama. Allah berfirman; "Diharamkan atas kamu untuk (mengawini) (1)ibu-ibumu; (2)anak-anakmu yang perempuan (3) saudara-sauda-ramu yang perempuan; (4) saudara-saudara ayahmu yang perempuan; (5)saudara-saudara ibumu yang perempuan; (6)anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; (7)anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan" (An Nisà'4/23)Dari ayat ini Jumhùrul 'Ulàmà', Imam 'Abù Hanifah, Imam Màlik dan Imam Ahmad bin Hanbal memasukan anak dari perzinahan menjadi mahram, dengan berdalil pada keumuman firman Allàh "anak-anakmu yang perempuan" (An Nisà'4/23). Diriwayatkan dari Imam Asy Syàfi'iy, bahwa ia cenderung tidak menjadikan mahram (berati boleh dinikahi) anak hasil zina, sebab ia bukan anak yang sah (dari bapak pelaku) secara syari'at. Ia juga tidak termasuk dalam ayat:"Allàh mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk)anak-anakmu. Yaitu: bagian anak lelaki sama dengan dua bagian orang anak perempuan" (An Nisà'/4:11). Karena anak hasil zina tidak berhak menda-patkan warisan menurut 'ijma' maka ia juga tidak termasuk dalam ayat ini. (Al Hàfizh 'Imàduddin Ismà'il bin Katsir, Tafsirul Qurànil Azhim 1/510)Mahram Sebab SusuanMahram sebab susuan ada tujuh. Sama seperti mahram sebab keturunan, tanpa pengecualian. Inilah pendapat yang dipilih setelah ditahqiq (ditelliti) oleh Al Hàfizh 'Imàduddin Ismà'il bin Katsir. (Tafsirul Qurànil Azhim 1/511). Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Darah susuan mengharamkan seperti apa yang diharamkan oleh darah keturunan" (HR. Al Bukhàri dan Muslim).Al-Qur'àn menyebutkan secara khusus dua bagian mahram sebab susuan: "(1) Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; (2)dan saudara-saudara perem-puan sepersusuan" (An Nisà'/4:23).Mahram Sebab perkawinanMahram sebab perkawinan ada tujuh."Dan ibu-ibu istrimu (mertua)" (An Nisà'/4:23)"Dan istri-istri anak kandungmu (menantu)" (An Nisà'/4:23)"Dan anak-anak istrimu yang dalam pemelihraanmu dari istri yang telah kamu campuri" (An Nisà'/4:23). Menurut Jumh urul `Ulàmà' termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya. Anak tiri menjadi mahram jika ibunya telah dicampuri, tetapi jika belum dicampuri maka dibolehkan untuk menikahi anaknya. Sedangkan ibu dari seorang perempuan yang dinikahi menjadi mahram hanya sebab aqad nikah, walaupun si puteri belum dicampuri, kalau sudah aqad nikah maka si ibu haram dinikahi oleh yang menikahi puteri itu."Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri)". (An Nisà'/4:22). Wanita yang dinikahi oleh ayah menjadi mahram bagi anak ayah dengan hanya aqad nikah, walaupun belum dicampuri oleh ayah, maka anak ayah tak boleh menikahinya."Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara" (An Nisà'/4:23)Rasulullàh Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menghimpunkan dalam perkawinan antara perempuan dengan bibinya dari pihak ibu;Dan menghimpunkan antara perempuan dengan bibinya dari pihak ayah. Nabi bersabda: "Tidak boleh perempuan dihimpun dalam perkawinan antara saudara perempuan dari ayah atau ibunya" (HR. Al Bukhàriy dan Muslim)Jadi, keponakan (perempuan) tidak boleh dihimpun dengan bibinya dalam perkawinan, demikian pula bibi tidak boleh dihimpun dengan keponakan perempuan dalam perkawinan. Secara mudah, bibi dan keponakan perempuan tidak boleh saling jadi madu.Larangan menghimpun antara perempuan dengan bibinya dari pihak ayah atau ibu berdasarkan hadits-hadits mutawàtirah dan 'ijmà`ul `ulàmà'. ( Muhammad bin Muhammad Asy Syaukàniy, Fathul Qadir 1/559).Mahram disebabkan keturunan dan susuan bersifat abadi, selamanya, begitu pula sebab pernikahan. Kecuali, menghimpun dua perempuan bersaudara, menghimpun perempuan dengan bibinya, yaitu saudara perempuan dari pihak ayah atau ibu, itu bila yang satu meninggal lalu ganti nikah dengan yang lain, maka boleh, karena bukan menghimpun dalam keadaan sama-sama masih hidup. Dzun Nùrain, Utsmàn bin 'Affàn menikahi Ummu Kultsùm setelah Ruqayyah wafat, kedua-duanya adalah anak Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.Zina dengan seorang perempuan semoga Allàh menjauhkan kita semua dari itu tidak menjadikan mahram anaknya ataupun ibunya. Zina tidak mengharamkan yang halal.Wanita yang bersuamiAllàh mengharamkan mengawini wanita yang masih bersuami."Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami" (An Nisà'/4:24). Perempuan-perempuan yang selain di atas adalah bukan mahram, halal dinikahkan. "Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untk berzina" (An Nisà'/4:24). Wallàhu 'a`làm (Asri Ibnu Tsani)
Nikah Muhallil ialah seorang laki-laki mengawini seorang wanita yang sudah ditalak tiga setelah berakhir masa iddahnya, kemudian dia mentalaknya lagi supaya mejadi halal kawin lagi dengan mantan suaminya yang pertama. Atau pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya dengan tujuan untuk menghalalkan si wanita tadi untuk dikawin kembali oleh bekas suaminya.
Kafarat adalah sejenis denda yang dilaksanakan ketika seorang Muslim melanggar sesuatu hal yang berhubungan dengan ibadah yang mengakibatkan ia berdosa. Kafarat itu macam-macam tergantung pelanggarannya:misalnya kafarot ila’ adalah; memerdekakan budak, jika tidak mampu memberi makan kepada fakir miskin, jika tidak mampu berpuasa tiga hari.
Fasakh yang disebabkan karena cacat hukum antara lain :a. Setelah akad dilakukan, dikemudian hari diketahui pasangan suami istri ditemukan adanya cacat hukum misalnya suami istri ternyata masih muhrimnya.b. Anak yang belum balig dinikahkan oleh walinya, yang bukan ayah kandungnya atau kakeknya. Kemudian setelah dewasa, anak tersebut memilih tidak melanjutkan pernikahannya.Sedangkan fasakh yang disebabakan sesuatu yang datang kemudian, sehingga akad tidak bisa dilanjutkan antara lain :a. Apabila setelah pernikahan suami atau istri menyatakan keluar dari agama Islam (murtad).b. Salah satu suami atau istri masih musyrik, karena laki-laki muslim tidak boleh menikah dengan wanita musyrik dan sebaliknya.