Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya pelaksanaan Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM) yang sesuai standar kesehatan di sekolah dan madrasah untuk meningkatkan kesehatan remaja putri. Terdapat tiga tantangan utama dalam pelaksanaan MKM di sekolah yaitu keterbatasan sarana dan prasarana, kurangnya informasi, serta rendahnya pengetahuan guru tentang MKM. Diperlukan kebijakan strategis dan kerja s
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
Policy Brief Manajemen Kebersihan Menstruasi 2017
1. C. Pilihan Kebijakan dan Strategi Pelaksanaan MKM D. Peran dan Tanggung jawab Pemangku Kebijakan di
Setiap Level Pemerintah dalam Pelaksanaan MKM
• Advokasi kebijakan, program dan koordinasi dan
penyediaan bantuan teknis MKM
• Penyiapan kebijakan, modul/panduan, sistem evaluasi
dan monitoring MKM
• Advokasi program,pendanaan dan koordinasi
• Penguatan Kapasitas Kota/Kabupaten
• Monitoring dan evaluasi pelaksanaan MKM di tingkat
kabupaten dan kota
• Revitalisasi Tim UKS Provinsi
• Advokasi pimpinan daerah untuk pengalokasian
anggaran MKM
• Perbaikan dan pembangunan Toilet berikut sarana
dan prasarana MKM
• Revitalisasi Tim UKS Kabupaten dan Kota
• Memperkuat kapasitas guru tentang MKM
• Mengembangkan strategi dan materi komunikasi
MKM yang sesuai dengan kearifan lokal
• Memberikan laporan perkembangan implementasi
MKM ke Provinsi dan Pusat
Tugas dan Fungsi
Kabupaten/Kota
Tugas dan
Fungsi Provinsi
Tugas
dan
Fungsi
Pusat
5
Disusun oleh :
Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
1
Burnet Survey: Menstrual Hygiene Management in
Indonesia “ Understanding practices, determinants and
impacts among adolescent school girls” Final Report, 2015
2
PLAN International Indonesia, Hasil Penelitian Manaje-
men Kebersihan Menstruasi di NTB, 2016
Ketidak cukupan air, fasilitas sanitasi, dan keber
diberbagai sekolah dan madrasah. Hal ini menjadi tantangan ter
bagi siswa putri yang sedang menstruasi. Selain toilet yang
(jauh?) dan tidak bersih serta kurangnya privasi menyebabkan
perempuan enggan unutuk mengganti pembalut di sekolah.
PERAN STRATEGIS
SEKOLAH DAN MADRASAH
IMPLEMENTASI MANAJEMEN
KEBERSIHAN MENSTRUASI
(MKM)
Isu Strategis Pilihan Kebijakan Strategi Pelaksanaan
Sarana dan prasarana
MKM yang terbatas
Supply
Meningkatkan
danmembangun sarana
prasarana MKM (toilet)
setiap sekolah yang terpisah
antara perempuan dan laki-
laki sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan
• Memperbaiki dan Membangun sarana prasarana toilet yang
terpisah antara siswa laki-laki dan perempuan
• Melengkapi setiap sarana dan prasarana toilet sesuai
kebutuhan MKM, seperti, menyediakan pembalut cadangan di
ruang UKS atau toilet siswa perempuan
• Mengembangkan skema sumbangan sukarela orangtua murid
(komite sekolah) untuk pembangunan sarana prasarana MKM
• Advokasi Tim Pembina UKS Nasional kepada Pemerintah
Daerah untuk peningkatan anggaran perbaikan dan
pembangunan dalam APBD
• Mengembangkan kerjasama dengan pihak ketiga netral
(misalnya CSR) untuk membangun sarana prasarana MKM
Kurangnya Informasi
terkait MKM
Demand
Mengembangkan materi
materi komunikasi MKM
secara berjenjang dengan
memanfaatkan semua
saluran komunikasi yang
ada
• Mengembangkan strategi komunikasi MKM secara nasional
• Mengembangkan materi-materi komunikasi MKM yang inovatif
dan kontekstual
• Menyampaikan materi komunikasi MKM melalui saluran
komunikasi yang sesuai kearifan lokal (tarian, musik, cerita dan
sebagainya)
• Kemitraan dengan media massa
Rendahnya pengetahuan
guru tentang MKM Enabling Environment
Meningkatkan kapasitas
pemerintah daerah dan
guru tentang MKM secara
berkelanjutan
• Mengembangkan modul/ panduan pelaksanaan MKM untuk
guru sekolah ditingkat SD, SMP dan SMA
• Melaksanakan penguatan kapasitas para guru secara
berkelanjutan dalam koordinasi Tim UKS
• Menerbitkan Surat Edaran Kepala Daerah tentang pelaksanaan
MKM di sekolah dan madrasah
MKM
Untuk menjadikan sekolah dan madrasah sebagai entitas strategis dalam penerapan MKM, diperlukan kebijakan
strategis yang spesifik. Pilihan kebijakan tersebut baru akan efektif jika dilakukan secara sinergis antara 3 (tiga)
komponen pelaksanaan MKM, yakni Supply (sarana prasarana), Demand (informasi perubahan perilaku) dan
Enabling Environment (kelembagaan/kebijakan). Uraian ketiga komponen ini akan memudahkan untuk merumus-
kan strategi pelaksanaan MKM di tingkat sekolah.
Tabel Pilihan Kebijakan dan Strategi Pelaksanaan MKM
2. Pelaksanaan Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM) yang sesuai standar keseha-
tan
merupakan fondasi peningkatan derajat kesehatan remaja perempuan. Entitas sekolah
dan
madrasah
adalah lingkungan yang tepat untuk sosialisasi, penerapan, dan pengawasan
implementasi MKM.
Terdapat bukti yang kuat bahwa intervensi pendidikan dapat meningkat-
kan praktik MKM bagi perempuan. Oleh karena itu, koordinasi antara Kementerian
Kesehatan
(Kemenkes), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kementerian Agama
(Kemenag), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) sebagai Tim Pembina Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) Nasional harus diperkuat untuk meningkatkan pendidikan menstruasi melalui
intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
Sebagian besar sekolah dan madrasah di Indonesia belum kondusif untuk mendukung
kegiatan
MKM. Ada 3 (tiga) keterbatasan yang menyebabkan lingkungan sekolah dan madrasah belum
optimal dalam melaksanakan MKM yakni dalam hal: a) sarana dan prasarana, b) informasi
dan media MKM, serta c) pengetahuan guru. Tim UKS Nasional sejatinya bisa menjadi wadah
strategis untuk merespon tiga keterbatasan tersebut. Agar UKS efektif mengawal implementasi
MKM di sekolah diperlukan kebijakan strategis yang memastikan MKM menjadi bagian dari
program prioritas Tim UKS baik di pusat maupun daerah.
A. Urgensi Masalah
Lingkungan Sekolah/Madrasah dengan sanitasi yang baik akan menjamin kualitas dan
proses pendidikan. Salah
satu komponen terpenting dari sanitasi sekolah adalah Manajemen
Kebersihan Menstruasi (MKM). UNICEF
menemukan fakta bahwa 1 dari 6 anak perempuan tidak masuk sekolah pada saat mereka sedang menstruasi. 1
Sanitasi Sekolah/Madrasah dan MKM di Indonesia merupakan bagian dari Program
Usaha Kesehatan
Sekolah
(UKS). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian
Kesehatan, Kementerian Dalam
Negeri dan
Kementerian Agama bersama-sama
mengelola dan
melaksanakan program UKS. Di bawah payung
kelembagaan
program UKS, Sanitasi Sekolah/ Madrasah berpotensi menjangkau lebih dari 26 juta siswa pada lebih dari 250.000
sekolah dan madrasah di seluruh Indonesia. Meskipun terdapat potensi yang besar untuk
melaksanakan Sanitasi
Sekolah/Madrasah dan MKM pada program UKS dan dalam materi pembelajaran di
sekolah, hingga saat ini kedua
isu tersebut belum mendapatkan perhatian dan penanganan yang terintegrasi. 1
Pengelolaan MKM yang sehat dan berkelanjutan memerlukan payung kebijakan yang spesifik (legalitas
formal).
Dasar penyusunan dan penerbitan aspek legalitas ini bisa didasarkan kepada Peraturan Pemerintah No 61
tentang
Kesehatan Reproduksi. Untuk itu diperlukan sesegera mungkin sebuah draf rumusan kebijakan (policy brief) yang
kelak menjadi bahan pertimbangan kementerian terkait untuk menerbitkan kebijakan MKM secara nasional.
Kegiatan MKM di Indonesia sudah diinisiasi oleh UNICEF, Plan Indonesia, SNV, Wahana Visi Indonesia, GIZ
Fit for School, dan Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL). Berbagai studi dan uji coba
yang
sudah dilakukan memperlihatkan masih begitu banyak hal yang perlu dikerjakan serta pentingnya para pelaku
(stakeholders) terkait anak, kesehatan, dan pendidikan untuk terlibat dalam pelaksanaan MKM.
Melalui sebuah lokakarya pertukaran pembelajaran MKM yang dilaksanakan bulan Maret 2017, ditemukan 3 isu
strategis pelaksanaan MKM di tingkat sekolah.
Beberapa penelitian menunjukkan ada empat dampak negatif apabila MKM tidak ditangani secara serius,
yaitu :
• Dampak Kesehatan:
Sekitar 25% remaja putri dilaporkan mengalami gangguan kesehatan seperti gatal-gatal dan iritasi pada
organ reproduksinya ketika menstruasi. Hal ini disebabkan, salah satunya karena siswa perempuan
jarang atau tidak pernah mengganti pembalut ketika berada di sekolah. Tidak layaknya kondisi sanitasi
di sekolah membuat mereka tidak merasa nyaman untuk mengganti pembalut di sekolah dan
memilih
untuk mengganti pembalut di rumah. Selain itu, mitos seperti larangan untuk keramas dan makan
daging ketika menstruasi justru meningkatkan resiko kesehatan 1
.
• Dampak Pendidikan:
Satu dari enam siswa perempuan memilih untuk absen (tidak masuk sekolah) ketika menstruasi
terakhir mereka. Beberapa penyebabnya adalah akses sanitasi di sekolah yang tidak memadai dan tidak
nyaman, tidak tersedianya pembalut cadangan ketika dibutuhkan, tidak tersedianya tempat sampah
dan
pembungkus untuk membuang pembalut bekas di sekolah, malu dan takut apabila siswa laki-laki
mengetahui jika sedang menstruasi, dan tidak dapat mengelola rasa nyeri dan sakit ketika menstruasi 1
.
Ketidakhadiran siswa perempuan di sekolah membuat mereka ketinggalan pelajaran.
• Dampak Partisipasi Sosial:
Banyak kepercayaan dan kebiasaan masyarakat yang membuat perempuan membatasi
aktivitasnya.
Akibatnya, kaum perempuan kehilangan kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial.
Setidaknya 11% remaja putri menyatakan bahwa menstruasi berpengaruh signifikan pada aktivitas
sosial mereka 1
. Beberapa budaya lokal juga membatasi aktivitas perempuan saat mereka menstruasi.
• Dampak terhadap Lingkungan
Tidak tersedianya tempat untuk membuang pembalut bekas pakai akan mendorong siswi perempuan
untuk membuangnya di lubang kloset atau di sembarang tempat di jamban sekolah. Akibatnya, kloset
dan jamban tersumbat, tidak berfungsi, dan kotor sehingga pada akhirnya tidak digunakan. Penelitian
PLAN International Indonesia pada tahun 2015 menyebutkan hanya 25% anak perempuan yang diajar-
kan cara membuang pembalut secara benar 2
.
PESAN POKOK
Tabel Isu Strategis MKM di Tingkat Sekolah
Isu Strategis Deskripsi
2 3 4
Sarana dan prasarana
MKM yang terbatas
Kurangnya informasi
terkait MKM
Rendahnya pengetahuan
guru tentang MKM
B. Dampak Negatif Dari Buruknya Pengelolaan Kebersihan Menstruasi
Ketidakcukupan air, fasilitas sanitasi, dan kebersihan sering
ditemukan di berbagai sekolah dan madrasah. Hal ini menjadi
tantangan tersendiri bagi siswi putri yang sedang menstruasi.
Selain toilet yang terlalu (jauh?) dan tidak bersih serta kurangnya
privasi menyebabkan siswa perempuan enggan unutuk mengganti
pembalut di sekolah.
Hampir semua fasilitas air, sanitasi dan kebersihan di sekolah dan
madrasah tidak dapat diakses oleh siswa berkebutuhan khusus
yang memiliki keterbatasan fisik dan non fisik. Akibatnya, remaja
putri terpaksa pulang ke rumah untuk mengganti pembalut atau
tidak menggantinya sama sekali selama lebih dari delapan jam.
Kurangnya fasilitas air, sanitasi, dan kebersihan serta ketakutan
akan ‘bocor’ dan menghadapi ejekan (bullying) dari siswa lain
terutamalaki-lakimenyebabkanpartisipasisiswiperempuanyang
sedang menstruasi di sekolah dan kegiatan sosial menurun.
Ketidakcukupan pengetahuan tentang menstruasi, siklus
menstruasi dan MKM berakibat pada kurangnya persiapan siswa
perempuan pada saat menstruasi pertama, miskonsepsi
(kesalahpahaman) tentang cara pembuangan sampah pembalut,
dan kurangnya pengetahuan tentang bagaimana mengelola
menstruasi dengan aman di sekolah. Sementara itu, ibu, teman,
dan guru merupakan sumber informasi utama tentang menstruasi
tidak dapat memberikan informasi yang akurat dan menyeluruh.
Keyakinan dan kepercayaan bahwa menstruasi itu kotor atau tidak
bersih berdampak pada praktik MKM. Hampir semua siswi
perempuan mengatakan mereka harus mencuci pembalut bekas
sebelum dibuang, akan tetapi sebagian besar sekolah tidak
menyediakan air yang cukup atau tempat tersendiri untuk praktik
MKM tersebut. Terlebih lagi, hanya sedikit sekolah yang
menyediakan tempat sampah untuk membuang pembalut di dalam
toilet, dan siswi perempuan merasa malu saat membuang sampah
pembalut yang dapat terlihat orang lain.
Pengetahuan para guru terkait MKM masih rendah dikarenakan
MKM belum menjadi materi yang wajib disampaikan kepada siswa,
terutama dalam mata pelajaran tertentu. Sebagian guru pada
sekolah dan madrasah telah mampu secara baik menyampaikan
tentang kesehatan reproduksi tetapi khusus terkait MKM belum
dibahas secara mendalam.