Dokumen tersebut membahas pengertian, kondisi, dan berbagai landasan bimbingan dan konseling di sekolah, termasuk landasan psikologis, sosiologis, pedagogis, agama, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi."
2. Pembahasan
Pengertian Bimbingan dan Konseling
Kondisi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Landasan Psikologis Bimbingan dan Konseling
Landasan Sosiologis Bimbingan dan Konseling
Landasan Pedagogis Bimbingan dan Konseling
Landasan Agama Bimbingan dan Konseling
Landasan Perkembangan IPTEK Bimbingan dan Konseling
Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling
3. 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan terjemahan dari “guidance” dan
“counseling” . Istilah “guidance” mengandung arti 1) mengarahkan (to
direct), 2) memandu (to pilot), 3) mengelola (to manage), dan 4) menyetir
(to steer).
Shertzer dan Stone (1971:40) mengartikan bimbingan sebagai “…
process of helping an individual to understand himself and his world
(proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami diri
dan lingkungannya)”.
4. Lebih lanjut untuk memudahkan ingatan kita tentang pengertian umum bimbingan, Prayitno (2004)
(Sukardi, 2008: 2) mengemukakan akronim sebagai unsur-unsur pokok dalam sebuah proses bimbingan, yaitu:
B = bantuan
I = individu
M = mandiri
B = bahan
I = interaksi
N = nasihat
G = gagasan
A = alat dan asuhan
N = norma
5. Dengan memasukkan semua unsur di atas dapat dikatakan bahwa bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada individu atau kelompok agar mereka
dapat mandiri melalui berbagai bahan, interaksi, nasihat, gagasan, alat, dan
asuhan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku.
Adapun pengertian konseling menurut Robinson (M. Surya dan Rohman N.,
1986:25) adalah sebagai semua bentuk hubungan antara dua orang, dimana yang
seorang, yaitu klien dibantu untuk lebih mempu menyesuaikan diri secara efektif
terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.
6. Pietrofesa dan kawan-kawan (1980:75) mengemukakan ciri-ciri konseling
professional sebagai berikut:
a. Konseling merupakan suatu hubungan professional yang diadakan oleh
seorang konselor yang sudah dilatih untuk pekerjaannya itu.
b. Dalam hubungan yang bersifat professional itu, klien mempelajari
keterampilan pengambilan keputusan, pemecahan masalah, serta tingkah laku
atau sikap-sikap baru.
c. Hubungan professional itu dibentuk berdasarkan kesukarelaan antara klien
dan konselor.
7. Untuk memudahkan ingatan kita tentang pengertian umum konseling maka Prayitno (2004) (Sukardi, 2008:
5) mengemukakan akronim dari unsur-unsur pokok yang ada dalam usaha konseling, yaitu;
K = kontak
O = orang
N = menangani
S = masalah
E = expert (ahli)
L = laras
I = integrasi
N = norma
G = guna
8. Dengan demikian, pengertian konseling adalah kontak antara dua orang
(yaitu konselor dan konseli) untuk menangani masalah konseli, dalam
suasana keahlian yang laras dan terintegrasi, berdasarkan norma-norma
yang berlaku, untuk tujuan-tujuan yang berguna bagi konseli.
9. 2. Kondisi Bimbingan dan Konseling (BK) di Sekolah
Berbicara tentang pendidikan nasional atau sekolah di negara ini, yang sering menjadi
sorotan adalah masalah nilai atau kemampuan kognitif siswa, bangunan sekolah, dan
kesejahteraan guru. Jarang sekali isu kepribadian siswa yang dijadikan sorotan, apalagi peran
guru Bimbingan dan Konseling atau konselor sekolah dalam pembentukan pribadi siswa.
Bimbingan Konseling seolah menjadi topik yang tidak menarik untuk dibicarakan.
Padahal, jika kita merujuk ke negara yang pendidikannya maju, seperti Amerika Serikat,
Singapura, bahkan Malaysia, peran guru BK sangat diperhatikan. Sedangkan di Indonesia isu
tentang BK menjadi isu yang belum terlalu menjadi sorotan, kalaupun ada, namun bukanlah
menjadi sorotan nasional tetapi hanya sekedar sorotan lingkup daerah saja. Gerakan yang
terlihat malah dari daerah, bahkan dari sekolah-sekolah. Isu BK seperti ini mengakibatkan
sekolah-sekolah tidak memiliki paradigma yang tunggal terhadap BK.
10. Ada beberapa paradigma yang berkaitan dengan BK di sekolah:
1. Sekolah yang sadar betul pentingnya BK untuk membangun karakter siswa.
2. Sekolah yang sadar akan kedudukan BK dalam pembentukan pribadi siswa,
tetapi tidak didukung oleh materi, tenaga dan yayasan atau pemerintah.
3. Sekolah yang masih menerapkan manajemen BK “jadul”.
4. Sekolah yang belum memiliki manajemen BK.
11. Motif dan Motivasi
Konflik dan Frustasi
Sikap, Pembawaan dan Lingkungan, dan Perkembangan Individu
Penyesuaian Diri
Belajar
Kepribadian
12. Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan
seseorang berperilaku.
Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,baik
dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu
(motivasi ekstrinsik), menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas
tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh
individu semenjak dia lahir, seperti: rasa lapar, bernafas dan sejenisnya
motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh
pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya.
13. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali individu
menghadapi beberapa macam motif yang saling
bertentangan satu sama lain. Dengan demikian
individu tersebut berada dalam keadaan konflik
psikis, yaitu suatu pertentangan batin, suatu
kebimbangan, suatu keragu-raguan untuk
memutuskan motif mana yang akan diambil.
Motif-motif yang dihadapi individu itu kadang
positif, kadang negatif dan kadang campuran
keduanya.
Konflik
mendekat-mendekat
Konflik
menjauh-menjauh
Konflik
mendekat-menjauh
Menurut Syamsu Yusuf, frustasi dapat
diartikan sebagai kekecewaan dalam diri
individu yang disebabkan oleh tidak
tercapainya keinginan.
Pengertian lain dari frustasi adalah
perasaan kecewa yang mendalam karena
tujuan yang dikehendaki tidak kunjung
terlaksana.
Frustasi Lingkungan
Frustasi Pribadi
Frustasi Konflik
Marah, bertindak
secara eksplosif,
berperasaan tak
berdaya,
kemunduran,
tertekan, dan
lain sebagainya.
14. • Thurstone (Yusuf, 2009: 169) berpendapat bahwa sikap
merupakan suatu tingkatan afeksi, baik bersifat positif
maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek
psikologis, seperti: simbul, prase, slogan, orang, lembaga,
cita-cita dan gagasan.
• Sarlito Wirawan Sarwono (Yusuf, 2009: 169)
mengemukakan bahwa “sikap adalah kesiapan seseorang
bertindak terhadap hal-hal tertentu”.
15. Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang
membentuk dan mempengaruhi perilaku individu.
Pembawaan yaitu segala sesuatu
yang dibawa sejak lahir dan
merupakan hasil dari keturunan,
yang mencakup aspek psiko-fisik,
seperti struktur otot, warna kulit,
golongan darah, bakat,
kecerdasan, atau ciri-ciri-
kepribadian tertentu. Pembawaan
pada dasarnya bersifat potensial
yang perlu dikembangkan dan
untuk mengoptimalkan dan
mewujudkannya bergantung pada
lingkungan dimana individu itu
berada.
Lingkungan, ada individu yang
dibesarkan dalam lingkungan
yang kondusif dengan sarana dan
prasarana yang memadai,
sehingga segenap potensi bawaan
yang dimilikinya dapat
berkembang secara optimal.
Namun ada pula individu yang
hidup dan berada dalam
lingkungan yang kurang kondusif
dengan sarana dan prasarana yang
serba terbatas sehingga segenap
potensi bawaan yang dimilikinya
tidak dapat berkembang dengan
baik.dan menjadi tersia-siakan.
16. Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan
berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal)
hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik,
bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.
Menurut Syamsu Yusuf (2009: 172) faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan individu meliputi: Hereditas atau keturunan, lingkungan, dan
kelompok teman sebaya.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai
aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat
arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan
faktor pembawaan dan lingkungan.
17. Proses penyesuaian diri,
menimbulkan berbagai masalah
terutama bagi diri sendiri.
Jika individu berhasil memenuhi
kebutuhannya sesuai dengan
lingkungannya dan tanpa
menimbulkan gangguan atau
kerugian bagi lingkungannya,
hal itu disebut
”well adjusted” atau
penyesuaian dengan baik.
Dan sebaliknya jika individu
gagal dalam proses penyesuaian
diri tersebut disebut
“maladjusted” atau salah suai.
Individu
KebutuhanLingkungan
Penyesuaian
Diri
Penyesuaian
Normal
Penyesuaian
Menyimpang
18. Secara psiklogis belajar dapat diartikan sebagai proses memperoleh perubahan tingkah laku,
baik dalam kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Dalam kegiatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi pelajar itu sendiri maupun
pengajar. Bagi siswa sendiri, masalah-masalah belajar yang mungkin timbul misalnya
pengaturan waktu belajar, memilih cara belajar, mempergunakan buku-buku pelajaran, memilih
mata pelajaran yang cocok dan sebagainya.
Mengidentifikasi Kasus
Mengidentifikasi Letak Masalah
Mengidentifikasi Faktor-faktor
Penyebab Masalah
Prognosis
Treatment
Langkah-
langkah
dalam
membantu
mengatasi
masalah
belajar
19. Kecerdasan Kreativitas Stres
Terdapat kecerdasan
majemuk, kecerdasan
emosional, dan
kecerdasan spiritual
sebagai gambaran
dari seorang individu
tersebut.
Bagaimana mereka
dalam bersikap,
mengendalikan diri,
mengatasi sebuah
masalah, dan lain
sebagainya.
Kreativitas dapat
diartikan sebagai
kemampuan untuk
menciptakan
sesuatu produk yang
baru, atau
kemampuan untuk
memberikan
gagasan-gagasan
yang baru dan
menerapkannya
dalam pemecahan
masalah.
Stres meruapakan
fenomena psikofisik
yang dapat dialami oleh
setiap orang.
Stres pada umumnya
berdampak negatif pada
individu, seperti marah,
menghilangkan rasa
percaya diri, bahkan
depresi. Namun stres
juga berdampak positif
dengan dapat mendorong
individu untuk
melakukan sesuatu.
20. 4. Landasan Sosiologis (Sosial-Budaya) Bimbingan dan Konseling
Faktor-faktor sosial budaya yang menimbulkan kebutuhan akan bimbingan
menurut John J. Pietrofesa dkk.,(1980); M. Surya & Rochman N.,(1986); dan
Rochman N., (1987) adalah sebagai berikut;
1. Perubahan Konstelasi Keluarga
2. Perkembangan Pendidikan
3. Dunia Kerja
4. Perkembangan Kota Metropolitan
21. 5. Perkembangan Komunikasi
6. Seksisme dan Rasisme
7. Kesehatan Mental
8. Perkembangan Teknologi
9. Kondisi Moral dan Keagamaan
10.Kondisi sosial Ekonomi
22. 5. Landasan Pedagogis Bimbingan dan Konseling
Sunaryo kartadinata (2011: 23) mengemukakan bahwa bimbingan dan
konseling adalah upaya pedagogis untuk memfasilitasi perkembangan individu
dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya sesuai dengan
potensi yang dimiliki oleh setiap individu, sehingga bimbingan dan konseling
adalah sebuah upaya normatif.
23. Tohirin (2007: 103) mengatakan bahwa landasan bimbingan dan
konseling setidaknya berkaitan dengan:
(1) Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan
merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan,
(2) Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan
(3) Pendidikan sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.
24. 6. Landasan Agama Bimbingan dan Konseling
1.Hakikat Manusia Menurut Agama
2.Peranan Agama
a. Memelihara Fitrah
b. Memelihara Jiwa
c. Memelihara Akal
d. Memelihara Keturunan
25. 3. Persyaratan Konselor
Prayitno dan Erman Amti mengemukakakan persyaratan bagi
konselor, yaitu sebagai berikut;
a. Konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik
keimanan dan ketaqwaannya sesuai dengan agama yang dianutnya.
b. Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama
secara garis besar yang relevan dengan masalh klien.
c. Konselor harus benar-benar memperhatikan dan menghormati agama
klien.
26. 7. Landasan Ilmiah dan Teknologi (Perkembangan IPTEK)
1. Keilmuan Bimbingan dan Konseling
Tohirin (2007: 101) mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling
merupakan kegiatan professional yang dilaksanakan atas dasar keilmuan baik yang
menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangannya.
2. Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
Ilmu bimbingan dan konseling bersifat multireferensial, artinya suatu disiplin
ilmu dengan rujukan atau referensi dari ilmu-ilmu lain seperti psikologi, ilmu
pendidikan, ilmu sosiologi, antropologi, ekonomi, ilmu agama, ilmu hukum, filsafat,
dan lain-lain.
27. 3. Pengembangan Bimbingan Konseling Melalui Penelitian
Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling boleh
jadi dapat dikembangkan melalui proses pemikiran dan perenungan, namun
pengembangan yang lebih lengkap dan teruji didalam praktek adalah apabila
pemikiran dan perenungan itu memperhatikan pula hasil-hasil penelitian
dilapangan.
28. 8. Sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia
Pelayanan Konseling dalam system pendidikan Indonesia mengalami
beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan
Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama
menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang. Layanan BK
sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru
diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian
disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir di
dalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001.
30. SUMBER REFERENSI
Kartadinata, Sunaryo. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya Pedagogis.
Bandung: UPI Press
Sukardi, Dewa Ketut Drs. MBA. MM. dan Desak P.E. Nila Kusmwati, S.Si, M.Si. (2008). Proses
Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Syamsu, Yusuf Dr., L.N. dan Dr. A. Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung: Rosda
Tohirin, Drs. M. Pd. (2007). Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/11/kedudukan-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah-90963.html
(diakses tanggal 23 Februari 2015)
http://kadosorehari.blogspot.com/2013/04/semua-tentang-bk.html (diakses tanggal 23 Februari 2015)