SlideShare a Scribd company logo
1 of 18
AMBIGUS GENITALIA

I.

PENDAHULUAN
Ambigus genitalia adalah suatu kelainan perkembangan seks yang atipikal
secara kromosomal, gonadal, dan anatomis yang umumnya ditandai dengan adanya
organ genitalia eksterna yang tidak jelas laki-laki atau perempuan, atau mempunyai
gambaran kedua jenis kelamin. Hal ini termasuk kriptorchidisme bilateral, hipsopadia
perineum dengan skrotum, klitoromegali, fusi labia posterior, adanya fenotipe wanita
dengan gonad yang dapat dipalpasi (dengan atau tanpa hernia inguinal), dan bayi
dengan genitalia bertentangan dengan kromosom seks nya. 1, 2
Bayi yang lahir dengan abnormalitas perkembangan genitalia cukup sulit
didiagnosis dan dirawat oleh dokter pediatrik saat perawatan awal kelahiran.
Ambigus genitalia adalah kasus kedaruratan neonates. Sangat penting untuk
menegakkan diagnosis secepat mungkin sehingga penatalaksanaan yang tepat dapat
segera dilakukan untuk meminimalisasi komplikasi medis, psikologis, dan sosial. 1,3
Untuk mencapai hasil yang diharapakan, paling sedikit harus dikelola oleh tim
yang terdiri dari ahli endokrin anak, ahli bedah urologi anak, ahli genetik dan ahli
psikiatrik anak, yang bekerja sama dengan keluarga agar dapat mencapai dua tujuan
utama, yaitu: menetapkan diagnosis yang tepat dan dengan asupan dari orang tua,
menentukan jenis kelamin berdasarakan pada diagnosis dan anatomi bayi.4
Untuk menetapkan jenis kelamin, tiap kasus memerlukan pertimbangan
tersendiri berdasarkan pemeriksaan fisik, laboratorium dan pertimbangan orang tua.
Sebagian besar kasus, diperlukan rujukan ke fasilitas perawatan tersier untuk
memperoleh evaluasi yang optimal.4

II.

EPIDEMIOLOGI
Insidens Ambigu genitalia atau yang sekarang dikenal dengan istilah disorders
of sex development (DSD) adalah 1:4500 -1: 5500 bayi lahir hidup. Dimana 50%
kasus 46, XY dapat diketahui penyebabnya dan 20% secara keseluruhan dapat
didiagnosis secara molekular. Walaupun dalam bahasa pergaulan di Indonesia sering
kita dengar tentang banci, bencong, atau waria, namun istilah tersebut belum
1
mempunyai

makna

sesungguhnya

dari

Interseksualitas.

Angka

kejadian

interseksualitas belum pernah dilaporkan di Indonesia. Namun, tujuan tulisan ini
untuk mengingatkan kembali perlunya kehati-hatian kita dalam menentu kan jenis
kelamin seseorang bila kita melihat suatu keanehan atau keragu-raguan pada
kelaminnya. Pemberitahuan jenis kelamin bayi yang pertama kali akan mempunyai
arti yang sangat mendalam bagi orangtuanya.5
III.

ETIOLOGI
Penyebab penyakit interseksualitas sangat kompleks, terbanyak oleh karena
kelainan genetik, namun pengaruh lingkungan terutama penggunaan obat-obat
hormonal pada masa kehamilan merupakan salah satu yang diduga. Paparan pada
masa kehamilan yang mengakibatkan ambiguitas seksual pada bayi perempuan
dengan kromosom 46,XX semestinya dipertimbangan dengan hati-hati pada ibu
hamil, pemakaian obat hormonal yang tidak terlalu perlu. 4,5,6

IV.

PATOFISIOLOGI
Untuk memahami ambigus genitalia, terlebih dahulu harus dipahami
mengenai perkembangan seks pada manusia. Manusia mempunyai 46 kromosom
yang di setiap dalam tubuh kita terdiri dari 23 pasang. Pasangan kromosom yang ke
23 adalah sepasang kromosom seks yang menentukan jenis kelamin anak, wanita bila
mempunyai dua buah kromosom X (46,XX) dan laki-laki bila mempunyai salah satu
kromosom X dan satu buah kromosom Y (46,XY).7 Sampai pada minggu ke-6 masa
kehamilan, gonad embrio masih belum dapat dibedakan lelaki atau perempuan. Pada
masa ini janin telah mempunyai premordial saluran genital yaitu saluran Muller dan
saluran Wolf, serta mempunyai premordial genitalia eksterna.4, 5, 6
Perkembangan genitalia lelaki merupakan suatu proses aktif. Pada minggu ke7 kehamilan, atas prakarsa Testes Determining Factor yang diproduksi oleh kode gen
untuk seks lelaki, yaitu gen SRY (sex determining region of the y chromosome).
Perkembangan genitalia laki-laki sangat tergantung dari faktor pembentukan testis
dan regresi dari duktus mullerian, sehingga dalam pembentukan testis terdapat
susunan yang kompleks dan banyak gen yang terlibat dalam proses tersebut.
Kromosom Y pada laki-laki mempunyai gen SRY yang terdapat dilengan pendek
2
(Yp) kromosom tersebut. Gen tersebut membuat gonad menjadi testis (laki-laki) pada
usia kehamilan 6 minggu, sehingga terjadi regresi dari gonad yang membentuk
traktus reproduksi wanita. 6,7
Gen SRY terletak dekat dengan perbatasan pseudoautosomal sehingga gen ini
dapat bertranslokasi ke kromosom X. Pertukaran X-Y dari material genetik dapat
melebihi dari batas pseudoautosomal dan dapat ditemukan insersi dari gen SRY pada
kromosom X. 7 Mutasi dari gen SRY berhubungan dengan gonadal dysgenesis dan
swyer’s syndrome, namun penderita ambigus genitalia yang mengalami mutasi gen
SRY hanya di temukan sebanyak 15-20%. Hal ini mengindikasikan bahwa ada gen
lain yang menentukan dalam pembentukan testis seperti DAX 1 (Double dose
sensitive locus-Adrenal hipoplasia congenital, critical region of X, gene 1) pada
kromosom X, SF1 (steroidogenic factor 1) pada 9q33, WT1 pada 11p13, SOX9
(SRY-Box-related) pada 17q24-q25, dan AMH (Anti Mullerian Hormone) pada
19q13.3. 7, 8

Gambar 1. Pemetaan Gen yang berhubungan dengan Penentuan Seks 8

3
Proses diferensiasi ini melibatkan 3 kelompok sel utama yaitu sel Sertoli dan
sel-sel lainnya yang terbentuk dari tubulus seminiferus, sel Leydig dan komponen
lainnya dari intersisium, dan spermatogonia.Pada minggu ko8 s/d ke-12 masa
kehamilan, kadar gonadotropin korion plasenta meningkat, dan merangsang sel
Leydig janin untuk mengeluarkan testoteron serta merangsang sel sertoli untuk
mengeluarkan Mullerian inhibiting factor. Testosteron akan merangsang diferensiasi
saluran Wolf menjadi epididimus, vasa deferens, vesikula seminalis, dan saluran
ejakulator lelaki. Sedangkan Mullerian inhibiting factor akan menyebabkan involusi
pada prekusor embriogenik dari tuba fallopii, uterus, serviks, dan sepertiga bagian
atas vagina.Pada minggu ke-9 kehamilan, enzim 5 Reduktase dari sel target akan
mengubah sebagian testosteron menjadi 5 Dihidrotestosteron, dan Dihidrotesteron
inilah yang merangsang terjadinya diferensiasi alat kelamin luar lelaki, merangsang
pertumbuhan tuberkel genital, fusi lekuk uretra, den pembengkakan labioskrotal
untuk membentuk glans penis, penis, dan skrotum. 4,5,6

Gambar 2. Gambaran Skematik Perkembangan Embrio pada Laki-laki. 7

Perkembangan genitalia perempuan lebih sederhana bila dibandingkan dengan
perkembangan genitalia lelaki. Pada minggu ke-7 s/d ke-12 masa kehamilan,
sejumlah sel germinal mengalami transisi dari oogonia menjadi oosit, sehingga terjadi
diferensiasi dari gonad menjadi ovarium. Saluran Muller berkembang menjadi tuba
4
fallopii, uterus, serviks, dan sepertiga bagian atas vagina, sedangkan saluran Wolf
menjalani proses regresi. 4,5,6
Pada diferensiasi genitalia eksterna perempuan, tuberkel genital tetap kecil
dan membentuk klitoris. Lekuk uretra membentuk labia minora, dan lekuk
labioskrtital membentuk labia mayora. Bila terjadi gangguan pada proses
perkembangan genitalia yang demikian kompleks, maka akan terjadi kelainan pada
genitalia sesuai dengan pada tahapan mana gangguan terjadi.4, 5, 6

V.

KLASIFIKASI
Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi ambigus genitalia berdasarkan
penyebabnya :
Secara sederhana, ambigus genitalia dapat dikelompokkan menjadi dua: 9, 10
A. Wanita yang mengalami maskulinisasi (Female Pseudohermaphroditism)
Ada tiga hal yang dapat menyebabkan pseudohermafrodit pada wanita, yaitu
hiperplasia adrenal congenital, defisiensi aromatase plasenta, dan produksi
hormone pria berlebihan dari garis maternal
1. Hiperplasia adrenal congenital (CAH = Congenital Adrenal Hyperplasia)
CAH merupakan penyebab yang paling sering dari ambigus genitalia pada
neonatus yang menyebabkan perempuan mengalami maskulinisasi. CAH
disebabkan karena defek pada enzim 21-hidroksilase pada sintesis jalur
hormone steroid di kelenjar adrenal yang menyebabkan kelenjar adrenal
memproduksi androgen dalam jumlah besar.

11. 12

Androgen yang berlebihan

menyebabkan pembesaran klitoris pada perempuan, sehingga menyerupai
penis.4 Defek pada enzim 21-hidroksilase ini didapat dari gen autosomal
resesif yang dalam artian orangtua yang membawa gen ini berkesempatan
25% per kehamilan bayi perempuan.
2. Defisiensi aromatase
Defisiensi aromatase yang disebabkan enzym aromatase pada plasenta tidak
dapat melindungi janin wanita dari efek androgen sirkulasi ibu.

5
3. Produksi hormone pria berlebihan
Hal ini dapat disebabkan oleh CAH seperti diatas yang membuat hormon pria
dengan konsentrasi yang tinggi masuk kedalam plasenta via ibu misalnya saat
ibu mendapatkan terapi progesterone untuk menghindari keguguran atau pada
ibu yang memiliki hormone yang memproduksi tumor.
B. Laki-laki

yang

sedikit

mengalami

maskulinisasi

(Male

Pseudohermaphroditism)
Penyebab pseudohermafrodit pada pria adalah hipolpasia sel Leydig, defek
biosintesis testosterone, defisiensi 5-alfa reduktsae, dan insensitivitas androgen
1. Sindrom insensitivitas androgen. Kelainan ini disebabkan karena gangguan
produksi androgen atau respon inadekuat terhadap androgen yang
menimbulkan maskulinisasi tak sempurna pada seorang individu dengan
kariotip 46,XY. Bayi yang terkena complete androgen insensitivity syndrome
memiliki testis (umumnya masih tetap di dalam abdomen) dan genitalia
eksterna perempuan, walaupun tidak mempunyai uterus maupun ovarium. 11,12
Bayi laki-laki ini tidak merespon terhadap androgen (testosterone) yang
disebakan karena defek pada reseptor androgen pada kromosom X sehingga
disebut dengan X-linked recessive. Ibu yang memiliki gen ini mempunyai
kesempatan 50/50 untuk mendapatkan anak laki-laki dengan sindrom
insensitivitas androgen, sememntara untuk anak perempuannya memiliki
kesempatan 50/50 untuk menjadi pembawa gen ini.
2. Defisiensi 5-alpha reduktase menyebabkan testosterone tidak dapat diubah
menjadi dihidrotestosteron (DHT) yang berperan dalam perkembangan
maskulin fetus laki-laki. Kelainan ini disebabkan karena gen autosomal resesif
sehingga orangtua yang membawa gen ini memiliki kemungkinan sebesar
12,5% per kali kehamilan bayi pria.
C. Hermafrodit sejati (True Hermaphroditsm)
Merupakan kelainan yang jarang dijumpai. Diagnosis True Hermaphroditism
ditegakkan apabila pada pemeriksaan jaringan secara mikroskopis ditemukan
gonad yang terdiri dari jaringan ovarium (perempuan) dan testis (laki-laki).
Kedua jaringan gonad tersebut masing-masing dapat terpisah tetapi lebih sering
6
ditemukan bersatu membentuk jaringan ovotestis. Pada analisis kromosom 70%
dari kasus yang dilaporkan dijumpai 46,XX, sisanya dengan 46,XY, campuran
kromosom laki dan perempuan dengan kombinasi 46,XX/46,XY, 45,X/46,XY,
46,XX/47,XXY atau 46,XY/47,XXY.6, 13
Manifestasi klinik dan profil hormonal tergantung pada jumlah jaringan gonad
yang berfungsi. Jaringan ovarium sering kali berfungsi normal namun sebagian
besar infertil. Sekitar 2/3 dari total kasus true hermaphrodite dibesarkan sebagai
laki-laki. Meski pun demikian alat genital luar pada penderita kelainan ini
biasanya ambigus atau predominan wanita dan disertai pertumbuhan payudara
saat pubertas. Jaringan Gonad dapat ditemukan pada rongga perut, selakang atau
lebih kebawah pada daerah bibir kemaluan atau skrotum. Jaringan testis atau
ovotestis lebih sering tampak di sebelah kanan. Spermatozoa biasanya tidak
ditemukan. Sebaliknya oosit normal biasanya ada, bahkan pada ovotestis. Jika
pasien memilih jenis kelamin pria, rekontruksi genital dan pemotongan gonad
selektif menjadi indikasi. Jika jenis kelamin wanita yang dipilih, tindakan bedah
yang dilakukan akan menjadi lebih sederhana.6,13

VI.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Anamnesis harus meliputi semua gangguan endokrin pada ibu selama masa
kehamilan, derajat maturitas/ prematuritas umur kehamilan, ibu mengkonsumsi
hormon dari luar juga cara yang digunakan untuk membantu reproduksi dan atau
konrasepsi yang digunakan selama kehamilan. Riwayat keluarga digunakan untuk
menskrining beberapa kelainan urologi, kematian neonatal yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya, anomali organ genital, pubertas dini, amenorrhea,
infertilitas pada keluarga dekat atau keterkaitan keluarga. Virilisasi atau tampilan
cushingoid pada ibunya bila ada, harus dicatat. Kelainan yang didapat pada saat
USG prenatal atau ketidaksesuaian kariotipe fetus dengan genitalia pada saat
USG.5,6

7
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dari mencari kemungkinan adanya sindrom/
malformasi tertentu. Secara umum harus dilihat adanya dismorfik, bila ada maka
merupakan petunjuk manifestasi suatu sindrom, juga leher pendek dan lebar,
puting susu berjarak jauh, dll.5, 6
Genitalia eksterna diperiksa secara teliti untuk menunjukkan derajat virilisasi.
Ukuran penis diukur panjang penis teregang dan diameternya, ada tidaknya korda
penis, lemak prepubis yang berlebihan seringkali menutupi ukuran penis yang
sesungguhnya. Pada bayi baru lahir cukup bulan, panjang penis teregang harus
berukuran sekurang-kurangnya 2 cm. Harus dinilai sampai sejauh mana sinus
urogenital telah menutup, dengan mengidentifikasi posisi meatus uretra ekterna,
yang kadang-kadang perlu menunggu sampai bayi buang air kecil. Dicatat lipatan
labioskrotal dalam keadaan penuh, simetri atau tidak dan kerutannya. Apabila
lipatan labioskrotal asimetris, maka gonad seringkali dapat dipalpasi pada sisi
yang lebih banyak mengalami virilisasi dan sering didapatkan hernia inguinal.
Harus dilakukan palpasi gonad pada masing-masing sisi dengan jari tangan
pemeriksa mengurut disepanjang garis kanalis inguinalis kearah labium atau
skrotum sedangkan tangan yang lain memegang sesuatu yang mungkin gonad bila
ada. Manuver ini memerlukan tangan yang hangat dan kesabaran yang cukup.5,6, 7
Genitalia eksterna pada lelaki adalah skrotum, penis dan gland penis, sedangkan
genitalia eksterna pada perempuan adalah labia mayora, labia minora dan klitoris.
Quigley mengelompokkan kriteria skema perubahan genitalia eksterna dari lakilaki ke perempuan pada penderita ambigus genitalia berdasarkan 7 tingkatan
sesuai dengan gambar berikut : 7

Gambar 3. Quigley Stage 7

8
Interpretasi Quigley Stage : 7
• Grade 1 adalah normal maskulinisasi di dalam kandungan
•

Grade 2 adalah gambaran ekternal laki-laki dengan defek yang ringan

contohnya isolated hypospadia
• Grade 3 adalah gambaran fenotip laki-laki dengan defek yang berat pada
maskulinisasi contohnya, penis yang kecil, perineoscrotal hypospadia, skrotum
terbelah, dan atau crytochidism
• Grade 4 adalah ambiguitas genital yang berat dengan klitoris seperti phallus,
adanya lipatan labioscrotal , lubang tunggal pada perineum,.
• Grade 5 adalah gambaran fenotip wanita dengan fusi pada bagian belakang
labia dan klitoromegali
• Grade 6/7 adalah gambaran fenotip wanita (grade 6 bila ditemukan rambut
pubis, grade 7 bila tidak di temukannya rambut pubis pada keadaan dewasa)

Tingkat virilisasi genitalia eksterna wanita dilakukan dengan pemeriksaan fisik
dengan menggunakan kriteria menurut Prader sebagai berikut : 7

Gambar 4. Skala virilisasi menurut Prader 7

Interpretasi skala virilisasi Prader : 7
• Prader 1 adalah Genitalia ekterna dengan klitoromegali
• Prader 2 adalah Klitoromegali dengan fusi parsial labia yang membentuk sinus
urigenital berbentuk corong.
• Prader 3 adalah peningkatan pembesaran phallus, fusi labioscrotal komplit
membentuk sinus urigenital dengan satu lubang.

9
• Prader 4 adalah fusi scrotal komplit dengan pintu urigenital di dasar batang
phallus. Prader 5 adalah genitalia eksterna laki-laki normal

Gambar 5 a. Genitalia eksterna bayi
perempuan normal. 14

Gambar 5 b. Hymen (selaput dara) dan labia
minora pada bayi perempuan normal. 14

Gambar 5 a. Genitalia eksterna bayi
perempuan normal. 14

Gambar 5 b. Hymen (selaput dara) dan labia
minora pada bayi perempuan normal. 14

Untuk diagnosis banding dan persiapan pengobatan, yang sangat penting adalah
temuan pada pemeriksaan fisik teraba satu atau dua gonad. Bila tidak teraba
gonad, semua kategori ini mungkin terjadi (pseudohemafrodit perempuan,
pseudohemafrodit laki-laki, disgenesis gonad, hermafrhodit murni). Dari keempat
10
kemungkinan tersebut yang paling sering adalah pseudohemafrodit perempuan,
diikuti oleh disgenesis gonad campuran. Bila gonad teraba maka kemungkinan
besar adalah testes. jika satu gonad teraba, maka dapat disingkirkan
pseudohemafrodit perempuan dan disgenesis gonad murni, namun masih mungkin
disgenesis gonad campuran, hermafrodit murni, dan pseudohemafrodit laki-laki.
Bila kedua gonad teraba, mungkin pseudohemafrodit laki-laki. 5,6

Gambar 7 a. Neonatus dengan CAH yang
memperlihatkan ambigus genitalia. 16

Gambar 7 b. Mikropenis dan hipospadia
(kepala anak panah). Skrotum terbelah dua
dengan celah ditengahnya. 16

Gambar 8 a. Genitalia eksterna pada bayi
perempuan pseudohermafrodit. Lipatan
labiaskrotal dextra mempunyai ovotestis. 17

Gambar 8 b. Skrotalisasi Penis dan selendang
berkerut seperti skrotum 17

11
Pasien harus diperiksa diruang yang hangat, terlentang posisi “frog leg” dengan
kedua kaki bebas. Bila gonad teraba, yang sangat penting adalah memeriksa
ukuran, lokasi dan tekstur kedua gonad. Pada kriptokirdisme testes mungkin
didapatkan pada kanalis inguinalis, kantung inguinal superfisial, dibagian atas
skrotum, atau pada keadaan yang sangat jarang didaerah femoral, perineal, atau
region skrotal kontralateral. 5,6
Yang juga harus dicatat adalah perkembangan dan pigmentasi lekukan
labioskrotal

dan kelainan bawaan lain. Kelainan ukuran penis

harus

didokumentasikan dengan ukuran lebar dan panjang penis teregang. Harus
dideskripsikan posisi meatus uretra eksterna dan ada tidaknya korda dan bila ada
jumlah orifisium. Yang sangat penting dicari adanya uterus pada pemeriksaan
fisik, yang dapat teraba dengan jari pada pemeriksaan colok dubur.5,6
C. Pemeriksaan laboratorium dan Pencitraan
Genitalia internal pada lelaki yaitu vasa deferens, vesikula seminalis, dan
epididimus, sedangkan genitalia internal pada perempuan yaitu tuba falopi, uterus,
dan sepertiga bagian atas vagina. Modalitas utama radiologi untuk memeriksa
bagian internal dari genitalia adalah USG.

Gambar 9a. Uterus dan ovarium
normal pada bayi perempuan. 16

Gambar 9b. Pembesaran glandula
adrenalis dextra pada bayi
perempuan pseudohermafrodit 16

Gambar 9b. Pembesaran glandula
adrenalis sinistra berbentuk
‘serebriform’ 16

Selain genitalia interna, USG juga dapat mengindentifikasi kelenjar adrenal yang
mengalami perubahan karena CAH merupakan penyebab paling sering ambigus
genitalia pada bayi.
12
Gambar 10a Pseudohermafrodit pada
wanita, tidak ada uterus dan ovarium
pada rongga pelvis 16

Gambar 10b. Testis kanan pada
kanalis inguinalis. Pasien datang
dengan amenore. 16

Gambar 10b. Testis kiri pada
kanalis inguinalis. 16

Karena CAH merupakan penyebab paling sering ambigous genitalia pada bayi
baru lahir, maka skrining biokimia untuk penyakit ini harus dilakukan pada bayi
yang mengalami maskulinisasi simetris dengan gonad tidak teraba. Kadar
elektrolit serum harus diperiksa dengan segera dan dipantau dengan cermat
sampai diagnosis ditegakkan dan dibuat rencana pengelolaan. Analisis kromosom
harus dilakukan pada pemeriksaan awal, umumya hasil dapat diperoleh dalam
waktu 72 jam dengan teknik standar. Apabila telah dapat ditetapkan diagnosis
CAH, maka tes diagnosis lebih lanjut tidak perlu dilakukan.5,6

Gambar 3. Skema alur untuk mengarahkan pada ambiguous genitalia 4

13
VII.

PENATALAKSANAAN
A. Pengobatan endokrin
Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan pengobatan endokrin adalah
mendorong perkembangan maskulinisasi dan menekan berkembangnya tandatanda seks feminisasi (membesarkan ukuran penis, menyempurnakan distribusi
rambut dan massa tubuh) dengan memberikan testosteron. Bila pasien menjadi
perempuan, maka tujuan pengobatan adalah mendorong secara simultan
perkembangan karakteristik seksual kearah feminin dan menekan perkembangan
maskulin (perkembangan payudara dan menstruasi yang dapat timbul pada
beberapa individu setelah pengobatan estrogen). 4,5,6
Pada CAH diberikan glukokortikoid dan hormon untuk retensi garam.
Glukokortikoid dapat membantu pasien mempertahankan reaksi bila terjadi stres
fisik dan menekan perkembangan maskulinisasi pada pasien perempuan.
Pengobatan dengan hormon seks biasanya mulai diberikan pada saat pubertas dan
glukokortikoid dapat diberikan lebih awal bila dibutuhkan, biasanya dimulai pada
saat diagnosis ditegakkan. Bilamana pasien diberikan hormon seks laki-laki,
hormon seks perempuan atau glukokortikoid, maka pengobatan harus dilanjutkan
selama hidup. Misalnya, hormon seks laki-laki dibutuhkan pada saat dewasa
untuk mempertahankan karakteristik maskulin, hormon seks perempuan untuk
mencegah osteoporosis dan penyakit kardiovaskular, dan glukokortikoid untuk
mencegah hipoglikemi dan penyakit-penyakit yang menyebabkan stres. 4,5,6
B. Pengobatan pembedahan
Tujuan pembedahan rekonstruksi pada genitalia perempuan adalah agar
mempuyai genitalia eksterna feminin, sedapat mungkin seperti normal dan
mengkoreksi agar fungsi seksualnya normal. Tahap pertama adalah mengurangi
ukuran klitoris yang membesar dengan tetap mempertahankan persyarafan pada
klitoris, dan menempatkannya tidak terlihat seperti posisi pada wanita normal.
Tahap kedua menempatkan vagina keluar agar berada diluar badan di daerah
bawah klitoris. Tahap pertama biasanya dilakukan pada awal kehidupan.

14
Sedangkan tahap kedua mungkin lebih berhasil bilamana dilakukan pada saat
pasien siap memulai kehidupan seksual. 4,5,6
Pada laki-laki, tujuan pembedahan rekonstruksi adalah meluruskan penis dan
merubah letak uretra yang tidak berada di tempat normal ke ujung penis. Hal ini
dapat dilakukan pada satu tahapan saja. Namun demikian, pada banyak kasus hal
ini harus dilakukan lebih dari satu tahapan,khususnya bilamana jumlah jaringan
kulit yang dapat digunakan terbatas, lekukan pada penis terlalu berat dan semua
keadaan-keadaan tersebut bersamaan sehingga mempersulit teknik operasi.1,2,3,4,8
Bilamana pengasuhan seks sudah jelas kearah laki-laki, maka dapat dilakukan
operasi rekonstruksi antara usia 6 bulan sampai 11 tahun. Secara umum sebaiknya
operasi, sudah selesai sebelum anak berusia 2 tahun, jangan sampai ditunda
sampai usia pubertas. 4,5,6
Bilamana pengasuhan seks sudah jelas kearah perempuan, bilamana pembukaan
vagina mudah dilakukan dan klitoris tidak terlalu besar, maka rekonstruksi vagina
dapat dilakukan pada awal kehidupan tanpa koreksi klitoris. Bilamana maskulisasi
membuat klitoris sangat besar dan vagina tertutup (atau lokasi vagina sangat
tinggi dan sangat posterior), maka dianjurkan untuk menunda rekonstruksi vagina
sampai usia remaja. Namun hal ini masih merupakan perdebatan, beberapa ahli
menganjurkan agar rekonstruksi dilakukan seawal mungkin atau setidaknya
sebelum usia dua tahun, namun ahli yang lain menganjurkan ditunda sampai usia
pubertas agar kadar estrogennya tinggi sehingga vagina dapat ditarik kebawah
lebih mudah. 4,5,6
C. Pengobatan psikologis
Sebaiknya

semua

pasien

interseks

dan

anggota

keluarganya

harus

dipertimbangkan untuk diberikan konseling. Konseling dapat diberikan oleh ahli
endokrin anak, psikolog, ahli psikiatri, ahli agama, konselor genetik, atau orang
lain dimana anggota keluarga lebih dapat berbicara terbuka. Yang sangat penting
adalah bahwa yang memberikan konseling harus sangat familier dengan hal-hal
yang berhubungan dengan diagnosis dan pengelolaan interseks. Sebagai
tambahan, sangat membantu bilamana konselor mempunyai latar belakang terapi
seks atau konseling seks. 4,5,6
15
Topik yang harus diberikan selama konseling adalah: pengetahuan tentang
keadaan anak dan pengobatannya, infertilitas, orientasi seks, fungsi seksual dan
konseling genetik. Bilamana pada suatu saat disepanjang hidupnya, pasien dan
orangtuanya mempuyai masalah dengan topik tersebut, maka dianjurkan untuk
berkonsultasi. 4,5,6

VIII. KESIMPULAN
Kasus ambigus genital interseksualitas bisa ditemukan dalam praktek seharihari, oleh sebab itu pendekatan diagnostic interseksualitas cukup layak untuk lebih
dipahami. Dalam menentukan jenis kelamin seseorang diperlukan minimal 7 sifat,
yaitu: susunan kromosom, jenis gonad, morfologi genital interna, morfologi genital
eksterna, hormone seks, pengasuhan, serta nperanan dan orientasi.
Interseksualitas dapat diklasifikasikan dalam 4 kelompok secara umum, yaitu:
gangguan pada gonad dan atau kromosom, maskulinisasi pada genetic perempuan,
maskulinisasi tak lengkap pada genetic laki-laki, dan gangguan pada embryogenesis
yang tidak melibatkan gonad ataupun kromosom. Untuk menentukan penyebab
terjadinya diperlukan kerjasama interdisipliner/intradisipliner, tersedianya sarana
diagnostic, dan sarana perawatan.
Petunjuk pada kecurigaan terhadap adanya interseksualitas:
1. Genitalia eksterna yang bersifat 2 atau tak lengkap
2. Genitalia eksterna laki-laki: skrotum kosong, testes ada tapi kecil,
hipospadia, penis kecil
3. Genitalia eksterna perempuan: klitoris membesar, bentuk vulva tak
sempurna, benjolan-benjolan di inguinal atau labia mayora, dan
berperawakan pendek
4. Pada riwayat keluarga, ada keluarga dengan kelainan jenis kelamin
5. Riwayat ibu sewaktu hamil memperoleh obat androgen atau progesteron

16
DAFTAR PUSTAKA
1. Ambigous

Genitalia

[online

journal]

http://www.kairos2.com/56_Ambiguous%20genitalia.pdf
2. Wasilah, Siti. Abnormalitas Kromosom pada Penderita Ambigus Genitalia . Master
Tesis Program Pasca Sarjana Univ.Diponegoro. 2008.
3. Gender Centre. Ambigous Genitalia : Definition and Causes. [online article].
http://www.gendercentre.org.au/pdf/fact-sheets/ambiguous-genitalia.pdf . 2008.
4. Susanto, Rudi. Ambiguous Genitalia pada Bayi Baru Lahir. http://pediatricsundip.com/journal/ambiguitas%20genitalita%20pada%20bayi%20baru%20lahir.pdf
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Univ. Diponegoro. 2006.
5. Siregar Charles D. Pendekatan Diagnostik Interseksualitas pada Anak. Dalam:
Cermin Dunia Kedokteran. 2006:126:p.32-36.
6. Genitalia Ambigua. Diakses tanggal 5 Desember 2011.[Medline].
7. Hughes I.A. Intersex. BJU International. 2002: 90:p.769-776.
8. MacLaughlin, Donahoe. Sex Determination and Differentiation. Review article in
The New England Journal Medical 2004:350:367-78
9. American Academy of Pediatrics. Evaluation of the Newborn With Developmental
Anomalies

of

the

External

Genitalia

[online

article].

http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;106/1/138 2000.
10. Lucile Packard’s Children Hospital. Ambiguous Genitalia [online article]
http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/urology/ambiggen.html. 2007
11. Maharaj. Intersex condition in children and adolescents; surgical, ethical and legal
considerations. Journal Pediatr Adolescend Gynecology. 2005
12. Lucile P. Ambigous Genitalia. In : Diabetes & Other Endocrine And Metabolic
Disorders

2007.

available

in

URL

:

http://www.lpch.org/diseaseHealthInfo/healthLibrary/diabetes/ambiggen.html
13. Hassan R. Dr, Alatas H Dr. Interseksualitas. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1985. Halaman 222-227
14. Images. : http://newborns.stanford.edu/PhotoGallery/AmbiguousGenitalia2.html
15.
17
16. Chavhan, G., Parra DA, Oudjhane K, et.al. Imaging of Ambiguous Genitalia :
Classification

and

Diagnostic

Approach.

[online

journal].

http://radiographics.rsna.org/content/28/7/1891.full. In : RadioGraphics. 2008(28):
p.1891-1904
17. Osifo OD, Amusan TI. Female Children with Ambiguous Genitalia in AwarenessPoor

Subregion

[online

journal].

http://www.ajol.info/index.php/ajrh/

article/viewFile/55755/44224. In : African Journal of Reproductive Health Vol.13.
2009(4):p.129-136
18. Ng SF, Boo NY, et.al. A Rare Case of Ambiguous Genitalia [online journal].
http://smj.sma.org.sg/4809/4809cr9.pdf In : Singapore Med J. 2007:48(9):p858.

18

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

Kardiotokografi
KardiotokografiKardiotokografi
Kardiotokografi
 
Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
 
Hemoroid
HemoroidHemoroid
Hemoroid
 
Hipotiroid
HipotiroidHipotiroid
Hipotiroid
 
VAKUM & FORCEP
VAKUM & FORCEPVAKUM & FORCEP
VAKUM & FORCEP
 
Abortus
AbortusAbortus
Abortus
 
Wsd
WsdWsd
Wsd
 
3. laring
3. laring3. laring
3. laring
 
KEHAMILAN KEMBAR
KEHAMILAN KEMBARKEHAMILAN KEMBAR
KEHAMILAN KEMBAR
 
Terapi cairan pada anak
Terapi cairan pada anakTerapi cairan pada anak
Terapi cairan pada anak
 
Ca mammae
Ca mammaeCa mammae
Ca mammae
 
Rumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack ConvertedRumus Johnson Toshack Converted
Rumus Johnson Toshack Converted
 
Resusitasi cairan
Resusitasi cairanResusitasi cairan
Resusitasi cairan
 
221524892 preskas-ureterolithiasis
221524892 preskas-ureterolithiasis221524892 preskas-ureterolithiasis
221524892 preskas-ureterolithiasis
 
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatriwawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
 
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptxPerbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
Perbedaan EDH SDH SAH ICH Berdasar CT Scan.pptx
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialis
 
Referat mioma uteri
Referat mioma uteriReferat mioma uteri
Referat mioma uteri
 
USG dasar dalam kehamilan
USG dasar dalam kehamilanUSG dasar dalam kehamilan
USG dasar dalam kehamilan
 
Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPH
 

Viewers also liked

Viewers also liked (20)

Ambiguous genitalia
Ambiguous genitaliaAmbiguous genitalia
Ambiguous genitalia
 
SISTEM REPRODUKSI WANITA
SISTEM REPRODUKSI WANITASISTEM REPRODUKSI WANITA
SISTEM REPRODUKSI WANITA
 
Hermaphroditism
HermaphroditismHermaphroditism
Hermaphroditism
 
Sistem Reproduksi Wanita
Sistem Reproduksi WanitaSistem Reproduksi Wanita
Sistem Reproduksi Wanita
 
Organ reproduksi wanita
Organ reproduksi wanitaOrgan reproduksi wanita
Organ reproduksi wanita
 
Askep congenital adrenal hyperplasia
Askep congenital adrenal hyperplasiaAskep congenital adrenal hyperplasia
Askep congenital adrenal hyperplasia
 
PEDI GU REVIEW intersex
PEDI GU REVIEW intersexPEDI GU REVIEW intersex
PEDI GU REVIEW intersex
 
ANFIS sistem reproduksi
ANFIS sistem reproduksiANFIS sistem reproduksi
ANFIS sistem reproduksi
 
Intersex people
Intersex peopleIntersex people
Intersex people
 
Desarrollo del aparato genital masculino y femenino Pt. 2
Desarrollo del aparato genital masculino y femenino Pt. 2Desarrollo del aparato genital masculino y femenino Pt. 2
Desarrollo del aparato genital masculino y femenino Pt. 2
 
Approach to a case of ambiguous genitalia
Approach to a case of ambiguous genitaliaApproach to a case of ambiguous genitalia
Approach to a case of ambiguous genitalia
 
D 4-postterm gebelik- induksiyon-2009
D 4-postterm gebelik- induksiyon-2009D 4-postterm gebelik- induksiyon-2009
D 4-postterm gebelik- induksiyon-2009
 
Sistem reproduksi
Sistem reproduksiSistem reproduksi
Sistem reproduksi
 
Pmx fisik endokrin
Pmx fisik endokrinPmx fisik endokrin
Pmx fisik endokrin
 
Seher başaran (1)
Seher başaran (1)Seher başaran (1)
Seher başaran (1)
 
10. diferensiasi organ reproduksi [autosaved]
10. diferensiasi organ reproduksi [autosaved]10. diferensiasi organ reproduksi [autosaved]
10. diferensiasi organ reproduksi [autosaved]
 
Tugas reproduksi wanita
Tugas reproduksi wanitaTugas reproduksi wanita
Tugas reproduksi wanita
 
Intersex Article
Intersex ArticleIntersex Article
Intersex Article
 
revision on cases of reproductive endocrinology
revision on cases of reproductive endocrinology revision on cases of reproductive endocrinology
revision on cases of reproductive endocrinology
 
Practical 3 07
Practical 3 07Practical 3 07
Practical 3 07
 

Similar to AMBIGUS GENITALIA

Infertilitas new
Infertilitas newInfertilitas new
Infertilitas newkesehatan
 
123479073 referat-infertilitas
123479073 referat-infertilitas123479073 referat-infertilitas
123479073 referat-infertilitasazil ikram
 
70233922-HIPOSPADIA.doc
70233922-HIPOSPADIA.doc70233922-HIPOSPADIA.doc
70233922-HIPOSPADIA.docDoctorAmbrul
 
Referat amenorea sekunder
Referat amenorea sekunderReferat amenorea sekunder
Referat amenorea sekunderdani yan sadli
 
Maret 2021 artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docx
Maret 2021   artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docxMaret 2021   artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docx
Maret 2021 artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docxmarketingIndogen
 
Sistem reproduksi manusia part 5 (newest)
Sistem reproduksi manusia part 5 (newest)Sistem reproduksi manusia part 5 (newest)
Sistem reproduksi manusia part 5 (newest)Fitria Ningsih Taea
 
Mola Hidatosa - BST.pdf
Mola Hidatosa - BST.pdfMola Hidatosa - BST.pdf
Mola Hidatosa - BST.pdfdradekurnia24
 
Reproduksi manusia
Reproduksi manusiaReproduksi manusia
Reproduksi manusiasalmafirda
 
M 2 kb3 kelainan seks dan kromosom
M 2 kb3 kelainan seks dan kromosomM 2 kb3 kelainan seks dan kromosom
M 2 kb3 kelainan seks dan kromosompjj_kemenkes
 
Kb3 kelainan seks dan kromosom
Kb3 kelainan seks dan kromosomKb3 kelainan seks dan kromosom
Kb3 kelainan seks dan kromosompjj_kemenkes
 

Similar to AMBIGUS GENITALIA (20)

Sistem reproduksi part 3
Sistem reproduksi part 3Sistem reproduksi part 3
Sistem reproduksi part 3
 
Referat infertilitas
Referat infertilitasReferat infertilitas
Referat infertilitas
 
Pubertas prekoks
Pubertas prekoksPubertas prekoks
Pubertas prekoks
 
Infertilitas new
Infertilitas newInfertilitas new
Infertilitas new
 
123479073 referat-infertilitas
123479073 referat-infertilitas123479073 referat-infertilitas
123479073 referat-infertilitas
 
70233922-HIPOSPADIA.doc
70233922-HIPOSPADIA.doc70233922-HIPOSPADIA.doc
70233922-HIPOSPADIA.doc
 
Referat amenorea sekunder
Referat amenorea sekunderReferat amenorea sekunder
Referat amenorea sekunder
 
Maret 2021 artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docx
Maret 2021   artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docxMaret 2021   artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docx
Maret 2021 artikel 1 - deteksi hormon fertilitas dengan teknik elisa.docx
 
Bab 10 Sistem Reproduksi.pptx
Bab 10 Sistem Reproduksi.pptxBab 10 Sistem Reproduksi.pptx
Bab 10 Sistem Reproduksi.pptx
 
Pubertas prekoks
Pubertas prekoksPubertas prekoks
Pubertas prekoks
 
Fertilisasi
FertilisasiFertilisasi
Fertilisasi
 
Sistem reproduksi manusia part 5 (newest)
Sistem reproduksi manusia part 5 (newest)Sistem reproduksi manusia part 5 (newest)
Sistem reproduksi manusia part 5 (newest)
 
Infertilitas
InfertilitasInfertilitas
Infertilitas
 
Buku xi bab 9
Buku xi bab 9Buku xi bab 9
Buku xi bab 9
 
Mola Hidatosa - BST.pdf
Mola Hidatosa - BST.pdfMola Hidatosa - BST.pdf
Mola Hidatosa - BST.pdf
 
Reproduksi manusia
Reproduksi manusiaReproduksi manusia
Reproduksi manusia
 
INFERTILITAS
INFERTILITASINFERTILITAS
INFERTILITAS
 
Aberasi kromosom
Aberasi kromosomAberasi kromosom
Aberasi kromosom
 
M 2 kb3 kelainan seks dan kromosom
M 2 kb3 kelainan seks dan kromosomM 2 kb3 kelainan seks dan kromosom
M 2 kb3 kelainan seks dan kromosom
 
Kb3 kelainan seks dan kromosom
Kb3 kelainan seks dan kromosomKb3 kelainan seks dan kromosom
Kb3 kelainan seks dan kromosom
 

More from Faradhillah Adi Suryadi

Topic : Retinal Conditions and Ocular Trauma
Topic : Retinal Conditions and Ocular TraumaTopic : Retinal Conditions and Ocular Trauma
Topic : Retinal Conditions and Ocular TraumaFaradhillah Adi Suryadi
 
Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdf
Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdfIntraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdf
Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdfFaradhillah Adi Suryadi
 
Fundus evaluation - special test for cataract surgery
Fundus evaluation - special test for cataract surgeryFundus evaluation - special test for cataract surgery
Fundus evaluation - special test for cataract surgeryFaradhillah Adi Suryadi
 
Measurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptx
Measurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptxMeasurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptx
Measurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptxFaradhillah Adi Suryadi
 
Fundus evaluation - special test for preoperative cataract surgery
Fundus evaluation - special test for preoperative cataract surgeryFundus evaluation - special test for preoperative cataract surgery
Fundus evaluation - special test for preoperative cataract surgeryFaradhillah Adi Suryadi
 
[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdf
[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdf[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdf
[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdfFaradhillah Adi Suryadi
 
Hubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1c
Hubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1cHubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1c
Hubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1cFaradhillah Adi Suryadi
 
Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur
Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur
Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur Faradhillah Adi Suryadi
 
Closed Fractur 1/3 Middle Femur Sinistra
Closed Fractur 1/3 Middle Femur SinistraClosed Fractur 1/3 Middle Femur Sinistra
Closed Fractur 1/3 Middle Femur SinistraFaradhillah Adi Suryadi
 

More from Faradhillah Adi Suryadi (20)

Topic : Retinal Conditions and Ocular Trauma
Topic : Retinal Conditions and Ocular TraumaTopic : Retinal Conditions and Ocular Trauma
Topic : Retinal Conditions and Ocular Trauma
 
Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdf
Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdfIntraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdf
Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.pdf
 
Fundus evaluation - special test for cataract surgery
Fundus evaluation - special test for cataract surgeryFundus evaluation - special test for cataract surgery
Fundus evaluation - special test for cataract surgery
 
Measurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptx
Measurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptxMeasurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptx
Measurement visual function - external examination - slitlamp examination.pptx
 
Fundus evaluation - special test for preoperative cataract surgery
Fundus evaluation - special test for preoperative cataract surgeryFundus evaluation - special test for preoperative cataract surgery
Fundus evaluation - special test for preoperative cataract surgery
 
LKB IIM.pptx
LKB IIM.pptxLKB IIM.pptx
LKB IIM.pptx
 
ambliopia
ambliopiaambliopia
ambliopia
 
[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdf
[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdf[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdf
[FAR] Faradhillah A. Suryadi - Pemeriksaan Refraksi Objektif - cor.pdf
 
TIME OUT EED.docx
TIME OUT EED.docxTIME OUT EED.docx
TIME OUT EED.docx
 
Hubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1c
Hubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1cHubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1c
Hubungan tingkat kepatuhan minum obat penderita DM tipe 2 terhadap kadar hb a1c
 
Kesehatan reproduksi
Kesehatan reproduksiKesehatan reproduksi
Kesehatan reproduksi
 
Tumor Glandula Lacrimal
Tumor Glandula LacrimalTumor Glandula Lacrimal
Tumor Glandula Lacrimal
 
Techniques for the Difficult Airway
Techniques for the Difficult AirwayTechniques for the Difficult Airway
Techniques for the Difficult Airway
 
Tanatologi
TanatologiTanatologi
Tanatologi
 
Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur
Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur
Case Report : closed fracture 1/3 middle left femur
 
Closed Fractur 1/3 Middle Femur Sinistra
Closed Fractur 1/3 Middle Femur SinistraClosed Fractur 1/3 Middle Femur Sinistra
Closed Fractur 1/3 Middle Femur Sinistra
 
Lupus Eritematous Discoid
Lupus Eritematous DiscoidLupus Eritematous Discoid
Lupus Eritematous Discoid
 
Abses hepar
Abses heparAbses hepar
Abses hepar
 
Pemeriksaan gangguan penghidu.pptx
Pemeriksaan gangguan penghidu.pptxPemeriksaan gangguan penghidu.pptx
Pemeriksaan gangguan penghidu.pptx
 
Unstable Angina Pectoris
Unstable Angina PectorisUnstable Angina Pectoris
Unstable Angina Pectoris
 

Recently uploaded

1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptxssuser1f6caf1
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxfania35
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar KepHaslianiBaharuddin
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 

Recently uploaded (20)

1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 

AMBIGUS GENITALIA

  • 1. AMBIGUS GENITALIA I. PENDAHULUAN Ambigus genitalia adalah suatu kelainan perkembangan seks yang atipikal secara kromosomal, gonadal, dan anatomis yang umumnya ditandai dengan adanya organ genitalia eksterna yang tidak jelas laki-laki atau perempuan, atau mempunyai gambaran kedua jenis kelamin. Hal ini termasuk kriptorchidisme bilateral, hipsopadia perineum dengan skrotum, klitoromegali, fusi labia posterior, adanya fenotipe wanita dengan gonad yang dapat dipalpasi (dengan atau tanpa hernia inguinal), dan bayi dengan genitalia bertentangan dengan kromosom seks nya. 1, 2 Bayi yang lahir dengan abnormalitas perkembangan genitalia cukup sulit didiagnosis dan dirawat oleh dokter pediatrik saat perawatan awal kelahiran. Ambigus genitalia adalah kasus kedaruratan neonates. Sangat penting untuk menegakkan diagnosis secepat mungkin sehingga penatalaksanaan yang tepat dapat segera dilakukan untuk meminimalisasi komplikasi medis, psikologis, dan sosial. 1,3 Untuk mencapai hasil yang diharapakan, paling sedikit harus dikelola oleh tim yang terdiri dari ahli endokrin anak, ahli bedah urologi anak, ahli genetik dan ahli psikiatrik anak, yang bekerja sama dengan keluarga agar dapat mencapai dua tujuan utama, yaitu: menetapkan diagnosis yang tepat dan dengan asupan dari orang tua, menentukan jenis kelamin berdasarakan pada diagnosis dan anatomi bayi.4 Untuk menetapkan jenis kelamin, tiap kasus memerlukan pertimbangan tersendiri berdasarkan pemeriksaan fisik, laboratorium dan pertimbangan orang tua. Sebagian besar kasus, diperlukan rujukan ke fasilitas perawatan tersier untuk memperoleh evaluasi yang optimal.4 II. EPIDEMIOLOGI Insidens Ambigu genitalia atau yang sekarang dikenal dengan istilah disorders of sex development (DSD) adalah 1:4500 -1: 5500 bayi lahir hidup. Dimana 50% kasus 46, XY dapat diketahui penyebabnya dan 20% secara keseluruhan dapat didiagnosis secara molekular. Walaupun dalam bahasa pergaulan di Indonesia sering kita dengar tentang banci, bencong, atau waria, namun istilah tersebut belum 1
  • 2. mempunyai makna sesungguhnya dari Interseksualitas. Angka kejadian interseksualitas belum pernah dilaporkan di Indonesia. Namun, tujuan tulisan ini untuk mengingatkan kembali perlunya kehati-hatian kita dalam menentu kan jenis kelamin seseorang bila kita melihat suatu keanehan atau keragu-raguan pada kelaminnya. Pemberitahuan jenis kelamin bayi yang pertama kali akan mempunyai arti yang sangat mendalam bagi orangtuanya.5 III. ETIOLOGI Penyebab penyakit interseksualitas sangat kompleks, terbanyak oleh karena kelainan genetik, namun pengaruh lingkungan terutama penggunaan obat-obat hormonal pada masa kehamilan merupakan salah satu yang diduga. Paparan pada masa kehamilan yang mengakibatkan ambiguitas seksual pada bayi perempuan dengan kromosom 46,XX semestinya dipertimbangan dengan hati-hati pada ibu hamil, pemakaian obat hormonal yang tidak terlalu perlu. 4,5,6 IV. PATOFISIOLOGI Untuk memahami ambigus genitalia, terlebih dahulu harus dipahami mengenai perkembangan seks pada manusia. Manusia mempunyai 46 kromosom yang di setiap dalam tubuh kita terdiri dari 23 pasang. Pasangan kromosom yang ke 23 adalah sepasang kromosom seks yang menentukan jenis kelamin anak, wanita bila mempunyai dua buah kromosom X (46,XX) dan laki-laki bila mempunyai salah satu kromosom X dan satu buah kromosom Y (46,XY).7 Sampai pada minggu ke-6 masa kehamilan, gonad embrio masih belum dapat dibedakan lelaki atau perempuan. Pada masa ini janin telah mempunyai premordial saluran genital yaitu saluran Muller dan saluran Wolf, serta mempunyai premordial genitalia eksterna.4, 5, 6 Perkembangan genitalia lelaki merupakan suatu proses aktif. Pada minggu ke7 kehamilan, atas prakarsa Testes Determining Factor yang diproduksi oleh kode gen untuk seks lelaki, yaitu gen SRY (sex determining region of the y chromosome). Perkembangan genitalia laki-laki sangat tergantung dari faktor pembentukan testis dan regresi dari duktus mullerian, sehingga dalam pembentukan testis terdapat susunan yang kompleks dan banyak gen yang terlibat dalam proses tersebut. Kromosom Y pada laki-laki mempunyai gen SRY yang terdapat dilengan pendek 2
  • 3. (Yp) kromosom tersebut. Gen tersebut membuat gonad menjadi testis (laki-laki) pada usia kehamilan 6 minggu, sehingga terjadi regresi dari gonad yang membentuk traktus reproduksi wanita. 6,7 Gen SRY terletak dekat dengan perbatasan pseudoautosomal sehingga gen ini dapat bertranslokasi ke kromosom X. Pertukaran X-Y dari material genetik dapat melebihi dari batas pseudoautosomal dan dapat ditemukan insersi dari gen SRY pada kromosom X. 7 Mutasi dari gen SRY berhubungan dengan gonadal dysgenesis dan swyer’s syndrome, namun penderita ambigus genitalia yang mengalami mutasi gen SRY hanya di temukan sebanyak 15-20%. Hal ini mengindikasikan bahwa ada gen lain yang menentukan dalam pembentukan testis seperti DAX 1 (Double dose sensitive locus-Adrenal hipoplasia congenital, critical region of X, gene 1) pada kromosom X, SF1 (steroidogenic factor 1) pada 9q33, WT1 pada 11p13, SOX9 (SRY-Box-related) pada 17q24-q25, dan AMH (Anti Mullerian Hormone) pada 19q13.3. 7, 8 Gambar 1. Pemetaan Gen yang berhubungan dengan Penentuan Seks 8 3
  • 4. Proses diferensiasi ini melibatkan 3 kelompok sel utama yaitu sel Sertoli dan sel-sel lainnya yang terbentuk dari tubulus seminiferus, sel Leydig dan komponen lainnya dari intersisium, dan spermatogonia.Pada minggu ko8 s/d ke-12 masa kehamilan, kadar gonadotropin korion plasenta meningkat, dan merangsang sel Leydig janin untuk mengeluarkan testoteron serta merangsang sel sertoli untuk mengeluarkan Mullerian inhibiting factor. Testosteron akan merangsang diferensiasi saluran Wolf menjadi epididimus, vasa deferens, vesikula seminalis, dan saluran ejakulator lelaki. Sedangkan Mullerian inhibiting factor akan menyebabkan involusi pada prekusor embriogenik dari tuba fallopii, uterus, serviks, dan sepertiga bagian atas vagina.Pada minggu ke-9 kehamilan, enzim 5 Reduktase dari sel target akan mengubah sebagian testosteron menjadi 5 Dihidrotestosteron, dan Dihidrotesteron inilah yang merangsang terjadinya diferensiasi alat kelamin luar lelaki, merangsang pertumbuhan tuberkel genital, fusi lekuk uretra, den pembengkakan labioskrotal untuk membentuk glans penis, penis, dan skrotum. 4,5,6 Gambar 2. Gambaran Skematik Perkembangan Embrio pada Laki-laki. 7 Perkembangan genitalia perempuan lebih sederhana bila dibandingkan dengan perkembangan genitalia lelaki. Pada minggu ke-7 s/d ke-12 masa kehamilan, sejumlah sel germinal mengalami transisi dari oogonia menjadi oosit, sehingga terjadi diferensiasi dari gonad menjadi ovarium. Saluran Muller berkembang menjadi tuba 4
  • 5. fallopii, uterus, serviks, dan sepertiga bagian atas vagina, sedangkan saluran Wolf menjalani proses regresi. 4,5,6 Pada diferensiasi genitalia eksterna perempuan, tuberkel genital tetap kecil dan membentuk klitoris. Lekuk uretra membentuk labia minora, dan lekuk labioskrtital membentuk labia mayora. Bila terjadi gangguan pada proses perkembangan genitalia yang demikian kompleks, maka akan terjadi kelainan pada genitalia sesuai dengan pada tahapan mana gangguan terjadi.4, 5, 6 V. KLASIFIKASI Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi ambigus genitalia berdasarkan penyebabnya : Secara sederhana, ambigus genitalia dapat dikelompokkan menjadi dua: 9, 10 A. Wanita yang mengalami maskulinisasi (Female Pseudohermaphroditism) Ada tiga hal yang dapat menyebabkan pseudohermafrodit pada wanita, yaitu hiperplasia adrenal congenital, defisiensi aromatase plasenta, dan produksi hormone pria berlebihan dari garis maternal 1. Hiperplasia adrenal congenital (CAH = Congenital Adrenal Hyperplasia) CAH merupakan penyebab yang paling sering dari ambigus genitalia pada neonatus yang menyebabkan perempuan mengalami maskulinisasi. CAH disebabkan karena defek pada enzim 21-hidroksilase pada sintesis jalur hormone steroid di kelenjar adrenal yang menyebabkan kelenjar adrenal memproduksi androgen dalam jumlah besar. 11. 12 Androgen yang berlebihan menyebabkan pembesaran klitoris pada perempuan, sehingga menyerupai penis.4 Defek pada enzim 21-hidroksilase ini didapat dari gen autosomal resesif yang dalam artian orangtua yang membawa gen ini berkesempatan 25% per kehamilan bayi perempuan. 2. Defisiensi aromatase Defisiensi aromatase yang disebabkan enzym aromatase pada plasenta tidak dapat melindungi janin wanita dari efek androgen sirkulasi ibu. 5
  • 6. 3. Produksi hormone pria berlebihan Hal ini dapat disebabkan oleh CAH seperti diatas yang membuat hormon pria dengan konsentrasi yang tinggi masuk kedalam plasenta via ibu misalnya saat ibu mendapatkan terapi progesterone untuk menghindari keguguran atau pada ibu yang memiliki hormone yang memproduksi tumor. B. Laki-laki yang sedikit mengalami maskulinisasi (Male Pseudohermaphroditism) Penyebab pseudohermafrodit pada pria adalah hipolpasia sel Leydig, defek biosintesis testosterone, defisiensi 5-alfa reduktsae, dan insensitivitas androgen 1. Sindrom insensitivitas androgen. Kelainan ini disebabkan karena gangguan produksi androgen atau respon inadekuat terhadap androgen yang menimbulkan maskulinisasi tak sempurna pada seorang individu dengan kariotip 46,XY. Bayi yang terkena complete androgen insensitivity syndrome memiliki testis (umumnya masih tetap di dalam abdomen) dan genitalia eksterna perempuan, walaupun tidak mempunyai uterus maupun ovarium. 11,12 Bayi laki-laki ini tidak merespon terhadap androgen (testosterone) yang disebakan karena defek pada reseptor androgen pada kromosom X sehingga disebut dengan X-linked recessive. Ibu yang memiliki gen ini mempunyai kesempatan 50/50 untuk mendapatkan anak laki-laki dengan sindrom insensitivitas androgen, sememntara untuk anak perempuannya memiliki kesempatan 50/50 untuk menjadi pembawa gen ini. 2. Defisiensi 5-alpha reduktase menyebabkan testosterone tidak dapat diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT) yang berperan dalam perkembangan maskulin fetus laki-laki. Kelainan ini disebabkan karena gen autosomal resesif sehingga orangtua yang membawa gen ini memiliki kemungkinan sebesar 12,5% per kali kehamilan bayi pria. C. Hermafrodit sejati (True Hermaphroditsm) Merupakan kelainan yang jarang dijumpai. Diagnosis True Hermaphroditism ditegakkan apabila pada pemeriksaan jaringan secara mikroskopis ditemukan gonad yang terdiri dari jaringan ovarium (perempuan) dan testis (laki-laki). Kedua jaringan gonad tersebut masing-masing dapat terpisah tetapi lebih sering 6
  • 7. ditemukan bersatu membentuk jaringan ovotestis. Pada analisis kromosom 70% dari kasus yang dilaporkan dijumpai 46,XX, sisanya dengan 46,XY, campuran kromosom laki dan perempuan dengan kombinasi 46,XX/46,XY, 45,X/46,XY, 46,XX/47,XXY atau 46,XY/47,XXY.6, 13 Manifestasi klinik dan profil hormonal tergantung pada jumlah jaringan gonad yang berfungsi. Jaringan ovarium sering kali berfungsi normal namun sebagian besar infertil. Sekitar 2/3 dari total kasus true hermaphrodite dibesarkan sebagai laki-laki. Meski pun demikian alat genital luar pada penderita kelainan ini biasanya ambigus atau predominan wanita dan disertai pertumbuhan payudara saat pubertas. Jaringan Gonad dapat ditemukan pada rongga perut, selakang atau lebih kebawah pada daerah bibir kemaluan atau skrotum. Jaringan testis atau ovotestis lebih sering tampak di sebelah kanan. Spermatozoa biasanya tidak ditemukan. Sebaliknya oosit normal biasanya ada, bahkan pada ovotestis. Jika pasien memilih jenis kelamin pria, rekontruksi genital dan pemotongan gonad selektif menjadi indikasi. Jika jenis kelamin wanita yang dipilih, tindakan bedah yang dilakukan akan menjadi lebih sederhana.6,13 VI. DIAGNOSIS A. Anamnesis Anamnesis harus meliputi semua gangguan endokrin pada ibu selama masa kehamilan, derajat maturitas/ prematuritas umur kehamilan, ibu mengkonsumsi hormon dari luar juga cara yang digunakan untuk membantu reproduksi dan atau konrasepsi yang digunakan selama kehamilan. Riwayat keluarga digunakan untuk menskrining beberapa kelainan urologi, kematian neonatal yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, anomali organ genital, pubertas dini, amenorrhea, infertilitas pada keluarga dekat atau keterkaitan keluarga. Virilisasi atau tampilan cushingoid pada ibunya bila ada, harus dicatat. Kelainan yang didapat pada saat USG prenatal atau ketidaksesuaian kariotipe fetus dengan genitalia pada saat USG.5,6 7
  • 8. B. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dimulai dari mencari kemungkinan adanya sindrom/ malformasi tertentu. Secara umum harus dilihat adanya dismorfik, bila ada maka merupakan petunjuk manifestasi suatu sindrom, juga leher pendek dan lebar, puting susu berjarak jauh, dll.5, 6 Genitalia eksterna diperiksa secara teliti untuk menunjukkan derajat virilisasi. Ukuran penis diukur panjang penis teregang dan diameternya, ada tidaknya korda penis, lemak prepubis yang berlebihan seringkali menutupi ukuran penis yang sesungguhnya. Pada bayi baru lahir cukup bulan, panjang penis teregang harus berukuran sekurang-kurangnya 2 cm. Harus dinilai sampai sejauh mana sinus urogenital telah menutup, dengan mengidentifikasi posisi meatus uretra ekterna, yang kadang-kadang perlu menunggu sampai bayi buang air kecil. Dicatat lipatan labioskrotal dalam keadaan penuh, simetri atau tidak dan kerutannya. Apabila lipatan labioskrotal asimetris, maka gonad seringkali dapat dipalpasi pada sisi yang lebih banyak mengalami virilisasi dan sering didapatkan hernia inguinal. Harus dilakukan palpasi gonad pada masing-masing sisi dengan jari tangan pemeriksa mengurut disepanjang garis kanalis inguinalis kearah labium atau skrotum sedangkan tangan yang lain memegang sesuatu yang mungkin gonad bila ada. Manuver ini memerlukan tangan yang hangat dan kesabaran yang cukup.5,6, 7 Genitalia eksterna pada lelaki adalah skrotum, penis dan gland penis, sedangkan genitalia eksterna pada perempuan adalah labia mayora, labia minora dan klitoris. Quigley mengelompokkan kriteria skema perubahan genitalia eksterna dari lakilaki ke perempuan pada penderita ambigus genitalia berdasarkan 7 tingkatan sesuai dengan gambar berikut : 7 Gambar 3. Quigley Stage 7 8
  • 9. Interpretasi Quigley Stage : 7 • Grade 1 adalah normal maskulinisasi di dalam kandungan • Grade 2 adalah gambaran ekternal laki-laki dengan defek yang ringan contohnya isolated hypospadia • Grade 3 adalah gambaran fenotip laki-laki dengan defek yang berat pada maskulinisasi contohnya, penis yang kecil, perineoscrotal hypospadia, skrotum terbelah, dan atau crytochidism • Grade 4 adalah ambiguitas genital yang berat dengan klitoris seperti phallus, adanya lipatan labioscrotal , lubang tunggal pada perineum,. • Grade 5 adalah gambaran fenotip wanita dengan fusi pada bagian belakang labia dan klitoromegali • Grade 6/7 adalah gambaran fenotip wanita (grade 6 bila ditemukan rambut pubis, grade 7 bila tidak di temukannya rambut pubis pada keadaan dewasa) Tingkat virilisasi genitalia eksterna wanita dilakukan dengan pemeriksaan fisik dengan menggunakan kriteria menurut Prader sebagai berikut : 7 Gambar 4. Skala virilisasi menurut Prader 7 Interpretasi skala virilisasi Prader : 7 • Prader 1 adalah Genitalia ekterna dengan klitoromegali • Prader 2 adalah Klitoromegali dengan fusi parsial labia yang membentuk sinus urigenital berbentuk corong. • Prader 3 adalah peningkatan pembesaran phallus, fusi labioscrotal komplit membentuk sinus urigenital dengan satu lubang. 9
  • 10. • Prader 4 adalah fusi scrotal komplit dengan pintu urigenital di dasar batang phallus. Prader 5 adalah genitalia eksterna laki-laki normal Gambar 5 a. Genitalia eksterna bayi perempuan normal. 14 Gambar 5 b. Hymen (selaput dara) dan labia minora pada bayi perempuan normal. 14 Gambar 5 a. Genitalia eksterna bayi perempuan normal. 14 Gambar 5 b. Hymen (selaput dara) dan labia minora pada bayi perempuan normal. 14 Untuk diagnosis banding dan persiapan pengobatan, yang sangat penting adalah temuan pada pemeriksaan fisik teraba satu atau dua gonad. Bila tidak teraba gonad, semua kategori ini mungkin terjadi (pseudohemafrodit perempuan, pseudohemafrodit laki-laki, disgenesis gonad, hermafrhodit murni). Dari keempat 10
  • 11. kemungkinan tersebut yang paling sering adalah pseudohemafrodit perempuan, diikuti oleh disgenesis gonad campuran. Bila gonad teraba maka kemungkinan besar adalah testes. jika satu gonad teraba, maka dapat disingkirkan pseudohemafrodit perempuan dan disgenesis gonad murni, namun masih mungkin disgenesis gonad campuran, hermafrodit murni, dan pseudohemafrodit laki-laki. Bila kedua gonad teraba, mungkin pseudohemafrodit laki-laki. 5,6 Gambar 7 a. Neonatus dengan CAH yang memperlihatkan ambigus genitalia. 16 Gambar 7 b. Mikropenis dan hipospadia (kepala anak panah). Skrotum terbelah dua dengan celah ditengahnya. 16 Gambar 8 a. Genitalia eksterna pada bayi perempuan pseudohermafrodit. Lipatan labiaskrotal dextra mempunyai ovotestis. 17 Gambar 8 b. Skrotalisasi Penis dan selendang berkerut seperti skrotum 17 11
  • 12. Pasien harus diperiksa diruang yang hangat, terlentang posisi “frog leg” dengan kedua kaki bebas. Bila gonad teraba, yang sangat penting adalah memeriksa ukuran, lokasi dan tekstur kedua gonad. Pada kriptokirdisme testes mungkin didapatkan pada kanalis inguinalis, kantung inguinal superfisial, dibagian atas skrotum, atau pada keadaan yang sangat jarang didaerah femoral, perineal, atau region skrotal kontralateral. 5,6 Yang juga harus dicatat adalah perkembangan dan pigmentasi lekukan labioskrotal dan kelainan bawaan lain. Kelainan ukuran penis harus didokumentasikan dengan ukuran lebar dan panjang penis teregang. Harus dideskripsikan posisi meatus uretra eksterna dan ada tidaknya korda dan bila ada jumlah orifisium. Yang sangat penting dicari adanya uterus pada pemeriksaan fisik, yang dapat teraba dengan jari pada pemeriksaan colok dubur.5,6 C. Pemeriksaan laboratorium dan Pencitraan Genitalia internal pada lelaki yaitu vasa deferens, vesikula seminalis, dan epididimus, sedangkan genitalia internal pada perempuan yaitu tuba falopi, uterus, dan sepertiga bagian atas vagina. Modalitas utama radiologi untuk memeriksa bagian internal dari genitalia adalah USG. Gambar 9a. Uterus dan ovarium normal pada bayi perempuan. 16 Gambar 9b. Pembesaran glandula adrenalis dextra pada bayi perempuan pseudohermafrodit 16 Gambar 9b. Pembesaran glandula adrenalis sinistra berbentuk ‘serebriform’ 16 Selain genitalia interna, USG juga dapat mengindentifikasi kelenjar adrenal yang mengalami perubahan karena CAH merupakan penyebab paling sering ambigus genitalia pada bayi. 12
  • 13. Gambar 10a Pseudohermafrodit pada wanita, tidak ada uterus dan ovarium pada rongga pelvis 16 Gambar 10b. Testis kanan pada kanalis inguinalis. Pasien datang dengan amenore. 16 Gambar 10b. Testis kiri pada kanalis inguinalis. 16 Karena CAH merupakan penyebab paling sering ambigous genitalia pada bayi baru lahir, maka skrining biokimia untuk penyakit ini harus dilakukan pada bayi yang mengalami maskulinisasi simetris dengan gonad tidak teraba. Kadar elektrolit serum harus diperiksa dengan segera dan dipantau dengan cermat sampai diagnosis ditegakkan dan dibuat rencana pengelolaan. Analisis kromosom harus dilakukan pada pemeriksaan awal, umumya hasil dapat diperoleh dalam waktu 72 jam dengan teknik standar. Apabila telah dapat ditetapkan diagnosis CAH, maka tes diagnosis lebih lanjut tidak perlu dilakukan.5,6 Gambar 3. Skema alur untuk mengarahkan pada ambiguous genitalia 4 13
  • 14. VII. PENATALAKSANAAN A. Pengobatan endokrin Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan pengobatan endokrin adalah mendorong perkembangan maskulinisasi dan menekan berkembangnya tandatanda seks feminisasi (membesarkan ukuran penis, menyempurnakan distribusi rambut dan massa tubuh) dengan memberikan testosteron. Bila pasien menjadi perempuan, maka tujuan pengobatan adalah mendorong secara simultan perkembangan karakteristik seksual kearah feminin dan menekan perkembangan maskulin (perkembangan payudara dan menstruasi yang dapat timbul pada beberapa individu setelah pengobatan estrogen). 4,5,6 Pada CAH diberikan glukokortikoid dan hormon untuk retensi garam. Glukokortikoid dapat membantu pasien mempertahankan reaksi bila terjadi stres fisik dan menekan perkembangan maskulinisasi pada pasien perempuan. Pengobatan dengan hormon seks biasanya mulai diberikan pada saat pubertas dan glukokortikoid dapat diberikan lebih awal bila dibutuhkan, biasanya dimulai pada saat diagnosis ditegakkan. Bilamana pasien diberikan hormon seks laki-laki, hormon seks perempuan atau glukokortikoid, maka pengobatan harus dilanjutkan selama hidup. Misalnya, hormon seks laki-laki dibutuhkan pada saat dewasa untuk mempertahankan karakteristik maskulin, hormon seks perempuan untuk mencegah osteoporosis dan penyakit kardiovaskular, dan glukokortikoid untuk mencegah hipoglikemi dan penyakit-penyakit yang menyebabkan stres. 4,5,6 B. Pengobatan pembedahan Tujuan pembedahan rekonstruksi pada genitalia perempuan adalah agar mempuyai genitalia eksterna feminin, sedapat mungkin seperti normal dan mengkoreksi agar fungsi seksualnya normal. Tahap pertama adalah mengurangi ukuran klitoris yang membesar dengan tetap mempertahankan persyarafan pada klitoris, dan menempatkannya tidak terlihat seperti posisi pada wanita normal. Tahap kedua menempatkan vagina keluar agar berada diluar badan di daerah bawah klitoris. Tahap pertama biasanya dilakukan pada awal kehidupan. 14
  • 15. Sedangkan tahap kedua mungkin lebih berhasil bilamana dilakukan pada saat pasien siap memulai kehidupan seksual. 4,5,6 Pada laki-laki, tujuan pembedahan rekonstruksi adalah meluruskan penis dan merubah letak uretra yang tidak berada di tempat normal ke ujung penis. Hal ini dapat dilakukan pada satu tahapan saja. Namun demikian, pada banyak kasus hal ini harus dilakukan lebih dari satu tahapan,khususnya bilamana jumlah jaringan kulit yang dapat digunakan terbatas, lekukan pada penis terlalu berat dan semua keadaan-keadaan tersebut bersamaan sehingga mempersulit teknik operasi.1,2,3,4,8 Bilamana pengasuhan seks sudah jelas kearah laki-laki, maka dapat dilakukan operasi rekonstruksi antara usia 6 bulan sampai 11 tahun. Secara umum sebaiknya operasi, sudah selesai sebelum anak berusia 2 tahun, jangan sampai ditunda sampai usia pubertas. 4,5,6 Bilamana pengasuhan seks sudah jelas kearah perempuan, bilamana pembukaan vagina mudah dilakukan dan klitoris tidak terlalu besar, maka rekonstruksi vagina dapat dilakukan pada awal kehidupan tanpa koreksi klitoris. Bilamana maskulisasi membuat klitoris sangat besar dan vagina tertutup (atau lokasi vagina sangat tinggi dan sangat posterior), maka dianjurkan untuk menunda rekonstruksi vagina sampai usia remaja. Namun hal ini masih merupakan perdebatan, beberapa ahli menganjurkan agar rekonstruksi dilakukan seawal mungkin atau setidaknya sebelum usia dua tahun, namun ahli yang lain menganjurkan ditunda sampai usia pubertas agar kadar estrogennya tinggi sehingga vagina dapat ditarik kebawah lebih mudah. 4,5,6 C. Pengobatan psikologis Sebaiknya semua pasien interseks dan anggota keluarganya harus dipertimbangkan untuk diberikan konseling. Konseling dapat diberikan oleh ahli endokrin anak, psikolog, ahli psikiatri, ahli agama, konselor genetik, atau orang lain dimana anggota keluarga lebih dapat berbicara terbuka. Yang sangat penting adalah bahwa yang memberikan konseling harus sangat familier dengan hal-hal yang berhubungan dengan diagnosis dan pengelolaan interseks. Sebagai tambahan, sangat membantu bilamana konselor mempunyai latar belakang terapi seks atau konseling seks. 4,5,6 15
  • 16. Topik yang harus diberikan selama konseling adalah: pengetahuan tentang keadaan anak dan pengobatannya, infertilitas, orientasi seks, fungsi seksual dan konseling genetik. Bilamana pada suatu saat disepanjang hidupnya, pasien dan orangtuanya mempuyai masalah dengan topik tersebut, maka dianjurkan untuk berkonsultasi. 4,5,6 VIII. KESIMPULAN Kasus ambigus genital interseksualitas bisa ditemukan dalam praktek seharihari, oleh sebab itu pendekatan diagnostic interseksualitas cukup layak untuk lebih dipahami. Dalam menentukan jenis kelamin seseorang diperlukan minimal 7 sifat, yaitu: susunan kromosom, jenis gonad, morfologi genital interna, morfologi genital eksterna, hormone seks, pengasuhan, serta nperanan dan orientasi. Interseksualitas dapat diklasifikasikan dalam 4 kelompok secara umum, yaitu: gangguan pada gonad dan atau kromosom, maskulinisasi pada genetic perempuan, maskulinisasi tak lengkap pada genetic laki-laki, dan gangguan pada embryogenesis yang tidak melibatkan gonad ataupun kromosom. Untuk menentukan penyebab terjadinya diperlukan kerjasama interdisipliner/intradisipliner, tersedianya sarana diagnostic, dan sarana perawatan. Petunjuk pada kecurigaan terhadap adanya interseksualitas: 1. Genitalia eksterna yang bersifat 2 atau tak lengkap 2. Genitalia eksterna laki-laki: skrotum kosong, testes ada tapi kecil, hipospadia, penis kecil 3. Genitalia eksterna perempuan: klitoris membesar, bentuk vulva tak sempurna, benjolan-benjolan di inguinal atau labia mayora, dan berperawakan pendek 4. Pada riwayat keluarga, ada keluarga dengan kelainan jenis kelamin 5. Riwayat ibu sewaktu hamil memperoleh obat androgen atau progesteron 16
  • 17. DAFTAR PUSTAKA 1. Ambigous Genitalia [online journal] http://www.kairos2.com/56_Ambiguous%20genitalia.pdf 2. Wasilah, Siti. Abnormalitas Kromosom pada Penderita Ambigus Genitalia . Master Tesis Program Pasca Sarjana Univ.Diponegoro. 2008. 3. Gender Centre. Ambigous Genitalia : Definition and Causes. [online article]. http://www.gendercentre.org.au/pdf/fact-sheets/ambiguous-genitalia.pdf . 2008. 4. Susanto, Rudi. Ambiguous Genitalia pada Bayi Baru Lahir. http://pediatricsundip.com/journal/ambiguitas%20genitalita%20pada%20bayi%20baru%20lahir.pdf Bagian Ilmu Kesehatan Anak Univ. Diponegoro. 2006. 5. Siregar Charles D. Pendekatan Diagnostik Interseksualitas pada Anak. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran. 2006:126:p.32-36. 6. Genitalia Ambigua. Diakses tanggal 5 Desember 2011.[Medline]. 7. Hughes I.A. Intersex. BJU International. 2002: 90:p.769-776. 8. MacLaughlin, Donahoe. Sex Determination and Differentiation. Review article in The New England Journal Medical 2004:350:367-78 9. American Academy of Pediatrics. Evaluation of the Newborn With Developmental Anomalies of the External Genitalia [online article]. http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;106/1/138 2000. 10. Lucile Packard’s Children Hospital. Ambiguous Genitalia [online article] http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/urology/ambiggen.html. 2007 11. Maharaj. Intersex condition in children and adolescents; surgical, ethical and legal considerations. Journal Pediatr Adolescend Gynecology. 2005 12. Lucile P. Ambigous Genitalia. In : Diabetes & Other Endocrine And Metabolic Disorders 2007. available in URL : http://www.lpch.org/diseaseHealthInfo/healthLibrary/diabetes/ambiggen.html 13. Hassan R. Dr, Alatas H Dr. Interseksualitas. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Halaman 222-227 14. Images. : http://newborns.stanford.edu/PhotoGallery/AmbiguousGenitalia2.html 15. 17
  • 18. 16. Chavhan, G., Parra DA, Oudjhane K, et.al. Imaging of Ambiguous Genitalia : Classification and Diagnostic Approach. [online journal]. http://radiographics.rsna.org/content/28/7/1891.full. In : RadioGraphics. 2008(28): p.1891-1904 17. Osifo OD, Amusan TI. Female Children with Ambiguous Genitalia in AwarenessPoor Subregion [online journal]. http://www.ajol.info/index.php/ajrh/ article/viewFile/55755/44224. In : African Journal of Reproductive Health Vol.13. 2009(4):p.129-136 18. Ng SF, Boo NY, et.al. A Rare Case of Ambiguous Genitalia [online journal]. http://smj.sma.org.sg/4809/4809cr9.pdf In : Singapore Med J. 2007:48(9):p858. 18