1. Pleurotus sp mampu mendegradasi lignin TKKS lebih selektif dibandingkan hemiselulosa dan selulosa, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pretreatment biologi TKKS.
2. Penambahan kation Cu2+ dan Mn2+ pada pretreatment biologi TKKS menggunakan Pleurotus floridanus dapat mempercepat degradasi lignin, hemiselulosa, dan selulosa serta meningkatkan digestibilitas TKKS.
3. Kombinasi
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - Disertasi
1. PENINGKATAN DIGESTIBILITAS
DAN PERUBAHAN STRUKTUR
TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
OLEH PRETREATMENT
Pleurotus floridanus DAN ASAM
FOSFAT
TKKS utuh Pencacahan JPP TKKS
Pretreatment
Isroi
3. Trend Industri Sawit Indonesia
FAOSTAT (2012)
0
1
2
3
4
5
6
0
5
10
15
20
25
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Luas
Lahan
Sawit
(x
1
000
000
ha)
Produksi
CPO
(x1
000
000
ton)
Tahun
Luas Lahan Sawit Indonesia
Luas Lahan Sawit Malaysia
Produksi CPO Indonesia
Produksi CPO Malaysia
4. Produksi TKKS di Indonesia
0
5000
10000
15000
20000
25000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
TKKS
(x
1000
ton)
Tahun
20.7 Juta Ton
TKKS
200 – 600 ton TKKS/hari
1 ton TBS
230 kg TKKS
5. Proses Umum Produksi Etanol dari Biomassa Lignoselulosa
Hamelinck et al., 2005
Purification
Pretreatment Hydrolysis Fermentation
Ethanol
Waste
water
Biomass
6. Permasalahan Digestibilitas TKKS
Kandungan (%)
Lignin 23,89
Selulosa 40,37
Hemiselulosa 20,06
Ekstraktif & abu 15,69
Permasalahan
Digestibilitas
Selulosa TKKS
Sangat Rendah
7. Modifikasi dari Mosier et al. (2005)
Permasalahan Digestibilitas TKKS
Tubuh Silika
Law et al. (2007)
Lignin
Selulosa
Hemiselulosa
Bagian
Kristalin
Bagian
Amorph
Tubuh Silika
8. Ikatan silang antara lignin dengan polisakarida dalam
biomassa lignoselulosa
(Biomass Recalcitrans, Himmel. 2008)
9. (Kolpak & Badwell, 1976)
Kristalinitas & Ikatan Hidrogen Selulosa
Daerah kristalin
http://a.purposefulprocess.org/2012/09/03/words-wood-pulp-carbon-fiber-and-kevlar/
Daerah amorf
10. Pretreatment Biomassa Lignoselulosa
Mosier et al. (2005)
Metode Pretreatment:
• Mekanik
• Fisik
• Kimia
• Biologi
• Kombinasi
Tujuan pretreatment adalah
untuk meningkatkan
digestibilitas biomassa
lignoselulosa.
Literatur review tentang
pretreatment:
Grethlein 1984; Mosier et al. 2005;
Taherzadeh & Karimi 2008; Hendriks &
Zeeman 2009; Alvira et al. 2010
11. Keunggulan & Kekurangan Pretreatment Biologi
Keunggulan Kekurangan
• Tidak ada/sedikit
penambahan bahan kimia
• Membutuhkan waktu
yang lama
• Kebutuhan energi rendah • Membutuhkan tempat
yang lebih luas
• Lebih Ramah Lingkungan
• Dapat dilakukan pada
skala besar
Perbandingan pretreatment biologi dengan metode
pretreatment lain:
12. Jamur Pelapuk Putih
Enzyme yang diproduksi oleh JPP:
• Laccase
• Mangan Peroxidase (Mn P)
• Lignin Peroxidase (Li P)
• Selulase & Hemiselulosa
• Selektif (Ligninolytic)
• Non-Selektif
(Lignocellulolytic)
JPP adalah satu-satunya mikroorganisma yang
dapat mendegradasi lignin menjadi CO2 dan
H2O pada kultur murni (Gold and Alic, 1993)
14. Faktor yang mempengaruhi pretreatment biologi
Pertumbuhan jamur, degradasi lignin, dan aktivitas enzyme
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
Substrat
Kation: Cu2+
and Mn2+
Faktor
lingkungan:
aerasi, pH, dll
15. Tinjauan Pustaka
Topik Ringkasan isi Pustaka
Selektivitas JPP • Menguji selektivitas isolat JPP
• JPP terdiri dari JPP Selektif dan Non-Selektif
(Hatakka 1983;
Hatakka 2001)
Penambahan Cu dan Mn • Dilakukan pada fermentasi cair
• Mn2+ mempengaruhi aktivitas MnP dan LiP
• Mn2+ meningkatkan degradasi lignin oleh P.
chrysosporium
• 32 hari
(Bonnarme and
Jeffries 1990)
• Dilakukan pada fermentasi kultur padat (FKP)
tankai kapas & jerami gandum
• Mn2+ meningkatkan degradasi lignin oleh
Pleurotus ostreatus dan P. pulmonarius
• 32 hari dan 180 hari
(Kerem and Hadar 1995)
(Camarero, Bockle et al.
1996)
• Dilakukan pada fermentasi cair tongkol jagung
• Cu2+ mempengaruhi aktivitas enzyme ligninolitik,
terutama laccase
(Levin, Forchiassin et
al. 2002)
• Dilakukan pada fermentasi padat tongkol jagung
• Cu2+ meningkatkan aktivitas enzyme laccase
(Tychanowicz, de
Souza et al. 2006)
16. Tinjauan Pustaka
Topik Ringkasan isi Pustaka
Pretreatment Biologi
TKKS
• Fermentasi kultur padat dengan Dichomitus squalens,
Ceriporiopsis subvermispora dan Pleurotus ostreatus
selama 8 minggu tanpa perlakuan penambahan kation
• Fermentasi kultur semi terendam
• Digestibility maksimum <25%
(Syafwina, Honda et
al. 2002)
• Fermentasi kultur padat dengan P. chrisosporium
selama 7 hari tanpa perlakuan penambahan kation
• Menurunkan 1.24% Klason Lignin
(Hamisan, Abd-Aziz et
al. 2009)
Pretreatment asam
fosfat
• Asam fosfat dapat memfraksinasi lignoselulosa,
menurunkan kristalinitas selulosa
(Zhang, Ding et al. 2007)
• Pretreatment asam fosfat TKKS untuk produksi biogas
• Meningkatkan produksi biogas hingga 40%
(Nieves, Karimi et al.
2011)
• Pretreatment asam fosfat textile untuk produksi
bioetanol
• Meningkatkan yield etanol hingga 66%
(Jeihanipour and
Taherzadeh 2009)
Pretreatment
kombinasi
• Pretreatment fisika & biologi untuk jerami padi selama
36 hari, & yield glukosa 33%
(Taniguchi et al 2010)
17. Tujuan Penelitian:
1. Menyeleksi dan memilih satu dari beberapa jamur pelapuk
putih, yaitu Polyota sp, Agraily sp, dan Pleurotus sp untuk
pretreatment biologi TKKS yang selektif mendegradasi
lignin daripada hemiselulosa dan selulosa;
2. Meningkatkan digestibilitas TKKS dengan pretreatment
biologi (Mn2+ dan Cu2+)
3. Meningkatkan digestibilitas TKKS dengan kombinasi
pretreatment biologi dan asam fosfat
18. Hipotesis:
1. Isolat Polyota sp, Agraily sp, dan Pleurotus sp memiliki
selektifitas yang berbeda-beda dalam mendegradasi lignin,
selulosa, dan hemiselulosa TKKS. Isolat JPP yang sesuai
untuk dipergunakan dalam pretreatment biologi TKKS adalah
isolat JPP selektif mendegradasi lignin daripada
hemiselulosa dan selulosa.
2. Pretreatment biologi TKKS dengan penambahan kation
(Mn2+ dan Cu2+) dapat meningkatkan digestibilitas TKKS.
Terjadi perubahan fisik, morfologi, dan struktural TKKS
setelah pretreatment yang berkaitan dengan peningkatan
digestibilitas TKKS.
3. Kombinasi pretreatment biologi dengan pretreatment asam
fosfat dapat meningkatkan digestibilitas TKKS >
pretreatment biologi atau pretreatment asam fosfat.
20. Pleurotus sp Polyota sp Agraily sp
Mikroorganisma
Jamur Pelapuk Putih Yeast
Saccharomyces
cerevisiae CBS 8066
Media
• media 1: media basal
• media 2: media basal + Cu2+
• media 3: media basa + Mn2+
• media 4: media basal + Cu2+ dan Mn2+
21. Tahapan
Penelitian
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Seleksi jamur pelapuk putih
Pretreatment biologi TKKS
menggunakan JPP terpilih dengan
penambahan kation (Cu2+ & Mn2+)
Kombinasi pretreatment biologi
dengan pretreatment asam fosfat
Parameter yg diamati:
kandungan lignin,
hemiselulosa, selulosa, & rasio
selulosa:lignin
Parameter yg diamati:
kandungan lignoselulosa,
perubahan gugus fungsional,
kristalinitas, & digestibilitas
Parameter yg diamati:
kandungan lignoselulosa,
perubahan morfologi,
perubahan gugus fungsional,
kristalinitas, digestibilitas,
produksi etanol
28. • Pretreatment TKKS menggunakan
Pleurotus sp menunjukkan
degradasi lignin dan hemiselulosa
tertinggi; serta meningkatkan rasio
selulosa:lignin.
• Pleurotus sp adalah JPP yang
selektif mendegradasi lignin
daripada selulosa.
• Pleurotus sp bisa dimanfaatkan
untuk pretreatment biologi TKKS.
Pleurotus floridanus LIPIMC966
29. 2. Pengaruh penambahan kation (Cu & Mn) pada pretreatment
biologi menggunakan Pleurotus floridanus LIPIMC966
Penurunan berat kering (oven dry weight, ODW) TKKS selama pretreatment biologi
menggunakan Pleurotus floridanus LIPIMC966 dengan (a) tanpa penambahan kation
(kontrol), (b) CuSO4 (Cu2+), and (c) MnSO4 (Mn2+).
0
5
10
15
20
25
30
0 7 14 21 28 35 42 49
Berat
Kering
TKKS
(
gr)
Hari
Control Cu Mn
30. 0
1
2
3
4
5
6
0 7 14 21 28 35 42 49
Hot
Water
Soluble
(gr)
Hari
A
Control Cu Mn
Penurunan kandungan Hot Water Soluble (HWS) TKKS selama pretreatment biologi
menggunakan Pleurotus floridanus LIPIMC966 dengan (a) tanpa penambahan kation
(kontrol), (b) CuSO4 (Cu2+), and (c) MnSO4 (Mn2+).
31. 0
1
2
3
4
5
6
0 7 14 21 28 35 42 49
Hemiselulosa
(gr)
Hari
B
Control Cu Mn
Penurunan kandungan hemiselulosa TKKS selama pretreatment biologi menggunakan
Pleurotus floridanus LIPIMC966 dengan (a) tanpa penambahan kation (kontrol), (b)
CuSO4 (Cu2+), and (c) MnSO4 (Mn2+).
32. 0
2
4
6
8
10
12
0 7 14 21 28 35 42 49
Selulosa
(gr)
Hari
C
Control Cu Mn
Penurunan kandungan selulosa TKKS selama pretreatment biologi menggunakan Pleurotus
floridanus LIPIMC966 dengan (a) tanpa penambahan kation (kontrol), (b) CuSO4 (Cu2+),
and (c) MnSO4 (Mn2+).
33. 0
2
4
6
8
10
12
0 7 14 21 28 35 42 49
Lignin
(gr)
Hari
D
Control Cu Mn
Penurunan kandungan lignin TKKS selama pretreatment biologi menggunakan Pleurotus
floridanus LIPIMC966 dengan (a) tanpa penambahan kation (kontrol), (b) CuSO4 (Cu2+),
and (c) MnSO4 (Mn2+).
37. 1000
2000
3000
4000
Wavenumbers (cm-1)
Absorbance
L
L
L
L
L
L
L
P
P
P
P
28 days
21 days
14 days
7 days
0 days
Cu2+
S
S
S
S
S
S
Spektra FTIR tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang mendapatkan pretreatment
biologi dengan penambahan Cu2+ selama (a) 0 hari, (b) 7 hari, (c) 14 hari, (d) 21
hari, dan (e) 28 hari.
Perubahan
Gugus
Fungsional
40. 0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 7 14 21 28 35
Hari ke-
Kontrol Cu Mn
Laleral
Order
Index
(A
1429/A
897)
Penurunan kristalinitas TKKS yang ditunjukkan oleh nilai LOI (Lateral Order
Index) setelah pretreatment biologi
41. Digestibiliti (%) TKKS yang dipretreatment dengan Pleurotus floridanus
dengan a) tanpa penambahan kation (kontrol), b) CuSO4 addition (Cu),
c) MnSO4 .
0
10
20
30
40
50
60
70
0 7 14 21 28 35 42 49
Digestibilitas
(%)
Waktu Inkubasi
Kontrol Cu Mn
42. 3. Perubahan struktur TKKS setelah kombinasi pretreatment
biologi dan asam fofat
Perubahan kandungan lignoselulosa TKKS setelah pretreatment biologi,
asam fosfat, dan kombinasi pretreatment biologi-asam fosfat.
43. Spektra FTIR tandan kosong kelapa sawit (TKKS): (a) kontrol (garis merah), (b)
pretreatment jamur (garis hijau), (c) pretreatment asam fosfat (garis biru), (d)
pretreatment kombinasi jamur dan asam fosfat (garis coklat).
Ikatan hidrogen Lignin
47. Ikatan silang antara lignin dengan polisakarida dalam
biomassa lignoselulosa
(Himmel et al. 2010)
48. Spektra FTIR (a) dan turunan kedua
spektra FTIR (b) pada panjang
gelombang 770 cm-1 (CH2 vibration in
Cellulose Iα ) dan 716 cm-1 (CH2
vibration in Cellulose I). Keterangan
garis: (a) un-treated (merah), (b)
pretreatment biologi (hijau), (c)
pretreatment asam fosfat (biru), (d)
pretreatment kombinasi jamur-asam
fosfat (coklat).
49. LOI
TKKS tanpa pretreatment 2.77
TKKS dengan pretreatment biologi 1.42
TKKS dengan pretreatment asam fosfat 0.67
TKKS dengan kombinasi pretreatment biologi-asam
fosfat
0.60
Kristalinitas TKKS yang ditunjukkan dengan nilai LOI (Lateral Order Index)
setelah pretreatment
Kristalinitas TKKS
50. TKKS tanpa pretreatment Pretreatment Biologi
Perubahan fisik dan morfologi TKKS setelah
pretreatment
56. 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 24 48 72 96
Etanol
Yield
(%)
Hours
Kontrol Pretreatment Jamur
Pretreatment Jamur - Asam Fosfat Pretreatment Asam Fosfat
Produksi etanol dari contoh TKKS yang telah mendapatkan
pretreatment
57. Kesimpulan
1.Tiga isolat JPP memiliki selektifitas berbeda-beda dalam
mendegradasi lignin. Isolat Pleurotus sp menunjukkan selektivitas
tertinggi dibandingkan isolat lain dan diidentifikasi oleh LIPIMC
sebagai Pleurotus floridanus LIPIMC966.
2.Penambahan Cu2+ dan Mn2+ dapat meningkatkan degradasi lignin,
menurunkan kristalinitas selulosa TKKS, dan meningkatkan
digestibilitas TKKS.
58. Kesimpulan
3. Kombinasi pretreatment biologi dengan P. floridanus dan asam
fosfat meningkatkan degradasi lignin, menurunkan kristalinitas
selulosa TKKS, meningkatkan digestibilitas TKKS, dan
meningkatkan produksi etanol.
4. Perubahan struktur TKKS setelah pretreatment biologi, asam
fosfat, dan kombinasi biologi-asam fosfat: perubahan ukuran
partikel TKKS, perubahan kandungan lignoselulosa, penurunan
ikatan hidrogen, penurunan ikatan antara lignin dengan
karbohidrat, penurunan selulosa I, perubahan pada unit syringyl
dan guaiacyl lignin, dan penurunan kristalinitas selulosa TKKS.
Bismillahirohmanirrohim. Assalamu’alaikum wr wb.
Ucapan terima kasih kepada Wadir Sekolah paska, prodi biotek, tim promotor, dan tim penilai
Salam: Assalamu’alaikum wr wb.
Ucapan terima kasih kepada Dir/Wadir Sekolah paska, prodi biotek, promotor, dan penilai.
Bagian pendahuluan ini saya akan menguraikan secara singkat tentang LATAR BELAKANG PENELITIAN, TINJAUAN PUSTAKA, TUJUAN PENELITIAN, LANDASAN TEORI, DAN HIPOTESIS
Latar belakang utama yang mendasari saya memilih topik ini adalah bahwa KETERSEDIAAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT YANG SANGAT MELIMPAH.
Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia saat ini dan akan tetap menjadi yang terbesar untuk beberapa beberapa dekade ke depan.
Grafik ini menunjukkan perbandingan luas lahan sawit dan produksi CPO antara Indonesia dengan Malaysia (terbesar kedua). Dalam beberapa tahun terakhir industri sawit Indonesia mengalahkan Malaysia, baik dari sisi produksi maupun luas lahan.
Pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) untuk menghasilkan CPO menghasilkan juga limbah yang berupa limbah padat dan cair. Salah limbah padat dari pabrik kelapa sawit yang volumenya sangat besar adalah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Setiap 1 ton tbs yang diolah akan menghasilkan 230 kg TKKS. Sebuah PKS dapat menghasilkan kurang lebih 200-600 ton TKKS/hari. Dalam satu tahun industri sawit di Indonesia menghasilkan tidak kurang dari 20.7 juta ton TKKS. Jumlah yang sangat besar. TKKS ini belum banyak dimanfaatkan untuk diolah menjadi produk-produk turunan lignoselulosa yang memiliki nilai tambah. Padahal TKKS berpotensi besar untuk diolah menjadi produk turunan lignoselulosa, seperti: pulp, pakan ternak, bioetanol, gula, asam organik, atau produk-produk lainnya.
Ini adalah salah satu contoh tahapan proses pengolahan biomassa lignoselulosa. Biomassa lignoselulosa secara umum dan TKKS khususnya tidak bisa langsung diolah menjadi produk jadi. TKKS tidak bisa langsung diberikan ke ternak untuk pakan, dijadikan pulp, atau langsung dihidrolisis dan fermentasi untuk menghasilkan etanol atau asam-asam organik lainya. Biomassa lignoselulosa melewati tahapan PRETREATMENT sebelum masuk ke tahapan proses selanjutnya, seperti hidrolisis dan fermentasi.
Mengapa lignoselulosa memerlukan tahapan pretreatment? Permasalahannya antara lain adalah karena DIGESTIBILITASNYA YANG SANGAT RENDAH. Digestibilitas TKKS tanpa pretreatment sangat-sangat rendah, dalam penelitian saya berkisar antar 4-20% saja.
Beberapa faktor yang menyebabkan selulosa dalam biomassa lignoselulosa sulit dihidrolisis adalah: Komposisi & Kandungan biomassa lignoselulosa. Biomassa lignoselulosa terdiri dari lignin, hemiselulosa, dan selulosa. Bagian yang ingin diperoleh adalah selulosa. Permasalahannya, selulosa di-LINDUNGI oleh LIGNIN dan HEMISELULOSA. Jadi bagian LIGNIN (klik) dihilangkan/dikurangi, HEMISELULOS (klik) juga, agar bisa diperoleh bagian SELULOSA (klik).
Faktor penghambat berikutnya adalah SUPRASTRUKTUR dari selulosa. Serat TKKS berbentuk serabut, serabut ini terdiri dari banyak ‘macrofibril’ selulosa, macrofibril selulosa terdiri dari microfibril selulosa, dan yang terakhir bagiannya adalah rantai selulosa. Suprastruktur selulosa ini menyebabkan selulosa sulit dihirdolisis.
Khusus untuk TKKS, serabut TKKS memiliki struktur yang unik, yaitu adanya tubuh silika yang menyelimuti serabut TKKS. Tubuh silika ini ibaratnya paku ‘keling’ yang menempel kuat di seluruh permukaan serabut TKKS. Tubuh silika ini sangat-sangat kuat, menjadi salah satu penyebab sering rusaknya mesin pencacah tankos, dan diduga berfungsi untuk melindungi dari serangan hama/parasit.
Selulosa dilindungi oleh LIGNIN dan HEMISELULOSA. Ada beberapa ikatan kimia yang mengikat kuat lignin dengan selulosa/hemiselulosa. Ikatan ini kuat dan tidak mudah untuk diputuskan.
Figure from chapter 4. Crosslinks between lignins and polysaccharides (cellulose and hemicellulose). Lignin are covalently linked to the polysaccharides.
Figure 4.5. Schematic diagrm showing possible covalent crosslink between polysaccharides and lignins in secondary thickened cell walls of commelinid monocotyledons, including rasses (o) p-coumarul, (o) feruloyl, (o-o) dehydrodiferuloyl residues. (a) direct ester linkage; (b) direct ether linkage, (c) ferulic acid esterified to polysaccharide; (d) p-coumaric acid esterified to lignin, (e) hydroxycinnamic acid etherified to lignin; (f) ferulic acid ester-ether bridge; (g) dehydrodiferulic acid ester-ether bridge.
Faktor penghambat digestibilitas selulosa berikutnya adalah adanya struktur kristalin dan amorf pada serabut selulosa. Microfibril selulosa terdiri dari beberapa rantai selulosa yang saling berikatan satu dengan yang lain melalui ikatan hidrogen. Ada 3 ikatan hidrogen untuk selulosa type I, 2 ikatan inter dan 1 ikatan intra. Ikatan ini ada di sepanjang rantai dan menyebabkan rantai selulosa terikat kuat satu sama lain membentuk daerah kristalin. Rasio antara daerah kristalin dengan daerah amorf disebut dengan kristalinitas selulosa. Semakin tinggi kristalinitas selulosa, semakin sulit selulosa dihidrolisis artinya digestibilitasnya rendah.
Jadi biomassa lignoselulosa memerlukan PROSES PRETREATMENT untuk meningkatkan digestibilitas selulosa. Pretreatment bisa diilustrasikan seperti gambar ini Proses pretreatment akan merusak dan menghilangkan/mengurani faktor-faktor yang menghambat digestibilitas selulosa, sehingga selulosa menjadi lebih mudah untuk dihidrolisis.
Metode untuk pretreatment biomassa lignoselulosa: mekanik, fisik, kimia, biologi, dan kombinasi antar metode-metode ini. Dalam penelitian ini saya menggunakan metode pretreatment biologi dengan jamur dan dikombinasikan dengan pretreatment kimia dengan asam fosfat.
Beberapa keunggulan dan kelemahan pretreatment biologi dibandingkan dengan metode pretreatment yang lain:
Pretreatment biologi umumnya menggunakan jamur pelapuk putih. Ada beberapa laporan menggunakan mikroba lain, namun yang paling menjanjikan untuk dikembangkan adalah JPP. Salah satu alasan utamanya adalah karena JPP adalah satu-satunya mikroba yang bisa mendegradasi lignin secara sempurna menjadi CO2 dan H2O.
JPP terdiri JPP selektif dan non-selektif. JPP selektif adalah JPP yang selektif mendegradasi lignin daripada komponen lignoselulosa yang lain, sedangkan non-selektif adalah JPP yang mendegradasi semua komponen lignoselulosa.
Karena bagian lignoselulosa yang akan diolah lebih lanjut adalah selulosa dan/atau hemiselulosa, maka seraca logika JPP yang diinginkan adalah JPP yang selektif.
Kemampuan JPP dalam mendegradasi lignin karena JPP menghasilkan enzyme-enzyme ligninolitik, yaitu: Lac, MnP, dan LiP.
Pretreatment biologi bisa diilustrasikan seperti gambar ini. Miselia JPP akan tumbuh pada serat lignoselulosa dan mendegradasi lignin, sehingga selulosanya menjadi lebih mudah untuk dihidrolisis.
Pretreatment biologi dipengaruhi oleh beberap faktor: substrat, lingkungan (pH, aerasi, dll), dan penambahan kation untuk meningkatkan produksi/aktivitas enzyme ligninolitik.
Material & Methods
We evaluated tree isolates of white-rot fungi: pleurotus sp, polyota sp, and agraily sp.
Research step: EFB was chopped to reduce the size, about 5 cm long. Sun dried and then used for biological pretratment.
Tujuan utama penelitian tahap pertama adalah memilih JPP yang selektif dalam mendegradasi lignin. Parameter penting yang saya amati adalah perubahan/penurunan kandungan lignin. Grafik ini menunjukkan penurunan kandungan lignin setelah pretreatment biologi. Penurunan kandungan lignin diperlihatkan pada gambar ini. Isolat Pleurotus sp menunjukkan penurunan lignin paling besar dibandingkan isolat yang lain, yaitu dari 19.63% menjadi 15.55%.
Lignin content after pretreatment. Lignin content of untreated empty bunches was 19.63%. Lignin content decreased after pretreatment. The lowest lignin content was pretreated with pleurotu sp. About 15.32%, followed by Polyota sp (16.63%) and Agraily sp (18.07%).
Selain lignin, hemiselulosa juga mengalami penurunan. Isolat yang menunjukkan penurunan terbesar adalah isolat Pleurotus sp, yaitu 12.63%. Sedangkan isolat yang lain relatif tidak terjadi penurunan hemiselulosa.
Changes in hemicellulose content. Only pleurotus sp was significantly decreased the hemicellulose content, about 12.63% from the initial content 14.77%. The others white-rot fungi did not significantly decrease the hemicellulose content.
Rasio selulosa:lignin adalah rasio yang dipergunakan untuk menunjukkan selektifitas JPP dalam mendegradasi lignin. Semakin tinggi nilainya, berarti bahwa semakin banyak lignin yang didegradasi oleh JPP. Peningkatan kandungan selulosa, terjadi karena degradasi lignin dan hemiselulosa relatif lebih besar daripada degradasi selulosa.
Cellulose:lignin ratio also increased. It is mean that cellulose content was higher than lignin,
Grafik ini menunjukkan hubungan antara pertumbuhan JPP dengan penurunan berat kering selulosa untuk isolat Pleurotus sp. Di sini terlihat bahwa pertumbuhan JPP sebanding atau berkorelasi dengan penurunan berat kering TKKS. Biomassa JPP sangat renda, kurang dari 1%, tetapi bisa menurunkan berat kering TKKS.
It is growth of fungi (Pleurotus sp) and decrease of opefb. Fungal growth was rapid after 28 days incubation and then the growth rate was decreased on 42 and 52 days. Fungal growth was correlated with decrease of opefb. About 35% of opfb was loss during pretreatment.
Kesimpulan dari penelitian tahap pertama adalah sebagai berikut:
Isolat Pleurotus sp diidentifikasi oleh LIPI Microbial Collection dan teridentifikasi sebagai Pleurotus floridanus LIPIMC966.
Penelitian tahap kedua: Pretreatment biologi dengan penambahan kation. Hasil pengamatan terhadap perubahan berat kering TKKS. Dari grafik ini terlihat jelas bahwa tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan. Artinya semua perlakuan menunjukkan penurunan berat kering TKKS yang relatif sama.
These is the visual changes of empty bunches after pretreatment. It is untreated one: dark brown in color, hard, not easy to grinding. After six weeks pretreatment by pleurotus sp. The color was more brighter: light brown. And softer then un-treated ones. It is easily to grinding.
Kangungan zat ekstraktif, dalam hal ini Hot Water Soluble (HWS) menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan. Perlakuan penambahan kation meningkatkan degradasi HWS, terutama setelah hari ke-21.
Degradasi hemiselulosa menunjukkan pola degradasi yang hampir sama. Di awal pretreatment penambahan menunjukkan degradasi yang lebih cepat, namun setelah hari ke-28 perlakuan kontrol menunjukkan penurunan yang lebih rendah.
Hasil yang paling menarik adalah hasil analisa selulosa. Dari grafik ini terlihat bahwa selulosa hanya sedikit sekali mengalami degradasi untuk semua perlakuan. Artinya bahwa isolat Pleurotus sp tidak atau hanya sedikit sekali mendegradasi selulosa. Hasil ini memperkuat hasil dari penelitian tahap pertama yang menunjukkan selektifitas yang tinggi dari isolat Pleurotus sp.
Hasil analisa lignin juga menunjukkan pola degradasi yang nyata. Penambahan kation, terutama Mn menunjukkan penurunan kandungan lignin yang lebih tinggi daripada kontrol. Hal ini berarti bahwa penambahan kation dapat meningkatkan degradasi lignin oleh isolat Pleurotus sp.
Degradasi lignoselulosa oleh isolat Pleurotus sp saya amati pula dengan menganalisis perubahan gugus fungsional pada TKKS dengan analaisis FTIR. Gambar ini adalah spektra absorbansi FTIR untuk perlakuan kontrol dengan lama waktu inkubasi yang berbeda-beda dari 0-28 hari. Puncak-puncak spektra ini menunjukkan gugus fungsional yang spesifik pada komponen lignoselulosa tertentu.
Ktr 0 day = black
Ktr 7 days= blue
Ktr 14 days= violet
Ktr 21 days= light green
Ktr 28 days= red
Polisakarida (P)
Ini adalah peak-peak untuk polisakarida (selulosa dan hemiselulosa). Salah satu yang menarik adalah penurunan pada peak 1735 cm-1, pada peak ini terdapat ikatan antara lignin dengan polisakarida. Penurunan pada peak ini menunjukkan rusaknya ikatan ini.
Selulosa (S)
Dari hasil analisa kandungan selulosa: tidak ada/sedikit sekali penurunan kandungan selulosa. Namun, pada analisa FTIR menunjukkan beberapa perubahan struktur pada beberapa gugus fungsional, beberapa perubahan yang penting antara lain adalah perubahan pada: ikatan hidrogen dan selulosa I beta.
Lignin (L)
Terjadi degradasi lignin dari hasil analisa kandungan lignin. Sudah dapat diduga akan ada beberapa perubahan pada gugus fungsional dari lignin. Perubahan ini menunjukkan adanya perubahan pada unit S dan unit G.
Ktr 0 day = black
Ktr 7 days= blue
Ktr 14 days= violet
Ktr 21 days= light green
Ktr 28 days= red
Polanya hampir sama seperti gambar sebelumnya.
Ktr 0 day = black
Ktr 7 days= blue
Ktr 14 days= violet
Ktr 21 days= light green
Ktr 28 days= red
Polanya hampir sama seperti gambar sebelumnya.
Ktr 0 day = black
Ktr 7 days= blue
Ktr 14 days= violet
Ktr 21 days= light green
Ktr 28 days= red
Polanya hampir sama seperti gambar sebelumnya.
Polanya hampir sama seperti gambar sebelumnya.
Absorbansi FTIR juga bisa dipergunakan untuk memperkirakan perubahan kristalinitas selulosa pada biomassa lignoselulosa/TKKS, yang disebut dengan LOI (lateral order indek). Yaitu perbandingan ataran A1429/A987. Rasio ini berkorelasi positif dengan kristalinitas selulosa.
Hasil perhitungan LOI diperlihatkan pada gambar ini. Gambar ini menunjukkan dengan jelas penurunan kristalinitas selulosa. Penambahan kation menunjukkan pengaruh nyata pada penurunan LOI.
Tujuan penelitian saya ditunjukkan pada hasil analisa digestibilitas ini. Dari hasil analisa digestibilitas TKKS setelah pretreatment dengan penambahan kation terlihat jelas bahwa penambahan kation secara signifikan meningkatkan digestibilitas TKKS. Digestilitas TKKS meningkatn kurang lebih 3X daripada kontrol.
Penelitian sebelumnya, digestibilitas TKKS setelah pretreatment biologi meningkat kurang lebih 3x. Saya masih ingin meningkatkan lagi digestibilitas ini yaitu dengan cara mengkombinasikan pretreatment biologi dengan pretreatment kimia: asam fosfat. Penelitian ini saya lakukan pada tahapan ketiga.
Grafik ini menunjukkan perubahan kandungan lignoselulosa setelah pretreatment. Dari grafik ini terlihat jelas bahwa: pada pretreatment biologi saja hanya terjadi sedikit penurunan berat kering TKKS, dan komponen lignoselulosa. Pretreatment asam fosfat dan kombinasi pretreatment biologi-asam fosfat menunjukkan perubahan yang sangat nyata pada semua kandungan komponen lignoselulosa.
Dari grafik ini juga terlihat bahwa pretreatment asam menyebabkan kehilangan sebagian besar (>50%) dari berat kering TKKS.
These is the visual changes of empty bunches after pretreatment. It is untreated one: dark brown in color, hard, not easy to grinding. After six weeks pretreatment by pleurotus sp. The color was more brighter: light brown. And softer then un-treated ones. It is easily to grinding.
Pengamatan terhadap perubahan gugus fungsional pada analisa absorbansi FTIR menunjukkan beberape perubahan penting yang sangat menarik.
Terjadinya penurunan secara signifikan pada absorbansi ikatan hidrogen. Bentuk dari spektra ini adalah bentuk spektra untuk selulosa tipe I. Ada tiga ikatan hidrogen pada peak ini. Meskipun yang terlihat hanya satu peak, namun jika dianalisa lebih lanjut akan muncul tiga buah peak. Yaitu: dua buah ikatan inter dan 1 ikatan intra.
Terjadinya penurunan absorbansi pada gugus CH2 dari lignin. Baik yang asimetrik maupun yang simetrik. Perubahan yang sangat nyata ini menunjukkan terjadinya perubahan besar pada struktur lignin.
Spektra FTIR tandan kosong kelapa sawit (TKKS): (a) kontrol (garis merah), (b) pretreatment jamur (garis hijau), (c) pretreatment asam fosfat (garis biru), (d) pretreatment kombinasi jamur dan asam fosfat (garis coklat).
Ini adalah ikatan hidrogen yang terlihat pada absorbansi pada panjang gelombang 3338 cm-1. Saya menduga bahwa banyak ikatan-ikatan hidrogen ini yang putus setelah pretreatment.
Spektra pada panjang gelombang 600 – 1800.
Polisakarida (P)
Pola perubahan pada gugus fungsional dari polisakarida juga menunjukkan pola perubahan yang mirip dengan spektra sebelumnya. Beberapa perubahan penting yang terlihat adalah:
Hilangkanya ikatan antara lignin-polisakarida
Selulosa:
Beberapa perubahan penting pada selulosa adalah adanya perubahan pada
penurunan selulosa IB. Selulosa IB lebih stabil dari selulosa IA, saya menduga perubahan ini mempengaruhi kristalinitas selulosa.
Lignin:
- Lignin sangat terlihat mengalami banyak perubahan.
Ini adalah ikatan antara lignin-polisakarida yang saya duga rusak selama pretreatment. Akibat rusaknya ikatan ini, selulosa menjadi terpisah dengan lignin dan lebih mudah dihidrolisis.
Figure from chapter 4. Crosslinks between lignins and polysaccharides (cellulose and hemicellulose). Lignin are covalently linked to the polysaccharides.
Figure 4.5. Schematic diagrm showing possible covalent crosslink between polysaccharides and lignins in secondary thickened cell walls of commelinid monocotyledons, including rasses (o) p-coumarul, (o) feruloyl, (o-o) dehydrodiferuloyl residues. (a) direct ester linkage; (b) direct ether linkage, (c) ferulic acid esterified to polysaccharide; (d) p-coumaric acid esterified to lignin, (e) hydroxycinnamic acid etherified to lignin; (f) ferulic acid ester-ether bridge; (g) dehydrodiferulic acid ester-ether bridge.
Perubahan pada absorbansi ini juga sangat menarik untuk dianalisa lebih lanjut. Di alam, selulosa yang terdapat pada tanaman adalah selulosa tipe I dan selulosa tipe I ini terdiri dari dua macam sub tipe, yaitu I-alfa dan I-beta. Selulosa I-alfa adalah metastabil dan selulosa I-beta lebih stabil daripada selulosa I-alfa. Dari spektra ini sangat terlihat jelas adanya perubahan yang sangat signifikan pada selulosa I-beta.
Selulosa I-alfa relatif lebih mudah terhidrolisis daripada selulosa I-beta.
Akibat dari beberapa perubahan komposisi kandungan lignoselulosa maupun gugus fungsional lignoselulosa terjadi perubahan pada kristalinitas selulosa. Ini ditunjukkan pada analisa LOI. Terlihat jelas bahwa pretreatment secara nyata merubah kristalinitas selulosa pada TKKS. Dengan adanya penurunan ini saya menduga akan terjadi peningkatan digestibilitas selulosa pada TKKS.
Perubahan pada TKKS juga bisa diamati pada perubahan secara visual dan morfologi serat TKKS. TKKS yang telah mengalami pretreatment biologi terlihat lebih cerah. Ini artinya terjadi proses bleaching akibat adanya degradasi lignin pada TKKS.
These is the visual changes of empty bunches after pretreatment. It is untreated one: dark brown in color, hard, not easy to grinding. After six weeks pretreatment by pleurotus sp. The color was more brighter: light brown. And softer then un-treated ones. It is easily to grinding.
Miselia jamur terlihat tumbuh mengelilingi serat TKKS. Miselia ini bahkan tumbuh hingga menembus bagian dalam serat TKKS.
Perubahan yang menarik lainnya yang terlihat di bawah mikroskop cahaya maupun mikroskop elektron adalah hilangnya tubuh silika akibat dari pretreatment biologi.
Perubahan yang sangat drastis terjadi setelah pretreatment asam fosfat dan kombinasi biologi-asam fosfat. Ini adalah sampel TKKS setelah dihaluskan dengan ball-milling. Perubahan penting yang terjadi adalah:
Struktur serat TKKS rusak sama sekali. Tidak terlihat sama sekali bentuk serabut atau pun bagian-bagian dari serat TKKS.
Ukuran partikel TKKS setelah pretreament kombinasi lebih kecil dan lebih halus. Ukuran yang lebih kecil, artinya bahwa luas permukaannya akan lebih luas.
Analisis digestibilitas adalah tujuan utama dari penelitian saya. Dari slide ini terlihat jelas bahwa pretreatment meningkatkan secara signifikant digestibilitas selulosa.
Digestibilitas selulosa (%) tandan kosong kelapa sawit (TKKS) setelah hidrolisis yang dihitung berdasarkan kandungan glukan awan. Error bar adalah standard deviasi.
Jika digambarkan secara skematis. Perubahan struktur TKKS dapat diilustrasikan seperti pada gambar ini. Pretreatment biologi akan mendegradasi sebagian lignin dan hemiselulosa yang menyebabkan selulosa menjadi lebih terbuka dan menurun kristalinitasnya. Perubahan ini bisa meningkatkan digestibilitas dari 4.66% menjadi 18.85%.
Kombinasi pretreatment biologi dengan pretreatment asam fosfat akan menghancurkan struktur lignoselulosa TKKS. Sebagian besar lignin dan hemiselulosa hilang, sudah tidak terlihat lagi bentuk serat TKKS, dan ukuran partikelnya sangat halus. Perubahan-perubahan ini yang menyelaskan mengapa digestibilitas TKKS yang dipretreatment dengan kombinasi pretreatment biologi-asam fosfat menunjukkan peningkatan yang sangat tinggi.
Produksi etanol menunjukkan pola yang hampir sama dengan pola digestibilitas selulosa. Ada dua kolompok yang terpisah jelas. Pretreatment biologi meningkatkan produksi bioetanol. Kombinasi pretreatment biologi-asam fosfat menunjukkan peningkatan yang sangat nyata.
Tiga isolat JPP memiliki selektifitas berbeda-beda dalam mendegradasi lignin. Isolat Pleurotus sp menunjukkan selektivitas tertinggi dibandingkan isolat lain dan diidentifikasi oleh LIPIMC sebagai Pleurotus floridanus LIPIMC966.
Penambahan Cu2+ dan Mn2+ dapat meningkatkan degradasi lignin, menurunkan kristalinitas selulosa TKKS, dan meningkatkan digestibilitas TKKS.
Kombinasi pretreatment biologi dengan P. floridanus dan asam fosfat meningkatkan degradasi lignin, menurunkan kristalinitas selulosa TKKS, meningkatkan digestibilitas TKKS, dan meningkatkan produksi etanol.
Perubahan struktur TKKS setelah pretreatment biologi, asam fosfat, dan kombinasi biologi-asam fosfat adalah perubahan ukuran partikel TKKS, penurunan ikatan hidrogen, penurunan ikatan antara lignin dengan karbohidrat, penurunan selulosa I, perubahan pada unit syringyl dan guaiacyl lignin, dan penurunan kristalinitas selulosa TKKS.
Tiga isolat JPP memiliki selektifitas berbeda-beda dalam mendegradasi lignin. Isolat Pleurotus sp menunjukkan selektivitas tertinggi dibandingkan isolat lain dan diidentifikasi oleh LIPIMC sebagai Pleurotus floridanus LIPIMC966.
Penambahan Cu2+ dan Mn2+ dapat meningkatkan degradasi lignin, menurunkan kristalinitas selulosa TKKS, dan meningkatkan digestibilitas TKKS.
Kombinasi pretreatment biologi dengan P. floridanus dan asam fosfat meningkatkan degradasi lignin, menurunkan kristalinitas selulosa TKKS, meningkatkan digestibilitas TKKS, dan meningkatkan produksi etanol.
Perubahan struktur TKKS setelah pretreatment biologi, asam fosfat, dan kombinasi biologi-asam fosfat adalah perubahan ukuran partikel TKKS, penurunan ikatan hidrogen, penurunan ikatan antara lignin dengan karbohidrat, penurunan selulosa I, perubahan pada unit syringyl dan guaiacyl lignin, dan penurunan kristalinitas selulosa TKKS.