1. 1 | K o m p o s J e r a m i ‐ H M P
Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik In Situ untuk
Mengurangi Penggunaan Pupuk Kimia dan Subsidi Pupuk1
Isroi, SSi., MSi.2,3
Himpunan Mahasiswa Paskasarjana
Universitas Gadjah Mada
Pendahuluan
Permasalahan pupuk hampir selalu muncul setiap tahun di negeri ini. Permasalahan tersebut antara lain
adalah kelangkaan pupuk di musim tanam, harga pupuk yang cenderung meningkat, beredarnya pupuk
palsu, dan beban subsidi pemerintah yang semakin meningkat. Beberapa upaya dan program telah
digulirkan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian RI. Sebagai contoh, subsidi pupuk kimia
untuk petani, namun implementasi di lapangan masih banyak penyelewengan yang merugikan petani
dan pemerintah.
Alternatif pupuk kimia adalah pupuk organik. Petani di dorong untuk menggunakan pupuk organik
sebagai penganti/alternatif pupuk kimia. Baru‐baru ini Deptan juga mengeluarkan kebijakan untuk
memberikan subsidi pupuk organik. Penyediaan pupuk organik diserahkan kepada BUMN atau
perusahaan pupuk besar dengan mekanisme penyediaan yang mirip dengan pupuk kimia. Dikawatirkan
masalah yang terjadi pada pupuk kimia akan terulang pada penyediaan pupuk organik granul ini apabila
masih melibatkan perusahaan‐perusahaan pupuk kimia. Beberapa tahun sebelumnya pemerintah juga
pernah mengeluarkan program GO ORGANIK 2010, tetapi gaung program ini seperti kurang terdengar.
Penggunaan pupuk kimia secara intensif oleh petani selama beberapa dekade ini menyebabkan petani
sangat tergantung pada pupuk kimia. Di sisi lain, penggunaan pupuk kimia juga menyebabkan
kesuburan tanah dan kandungan bahan organik tanah menurun. Petani melupakan salah satu sumber
daya yang dapat mempertahankan kesuburan dan bahan organik tanah, yaitu: JERAMI. Pemanfaatkan
jerami sisa panen padi untuk kompos secara bertahap dapat mengembalikan kesuburan tanah dan
meningkatkan produktivitas padi.
Diperkirakan kandungan bahan organik di sebagian besar sawah di P Jawa menurun hingga 1% saja.
Padahal kandungan bahan organik yang ideal adalah sekitar 5%. Kondisi miskin bahan organik ini
menimbulkan banyak masalah, antara lain: efisiensi pupuk yang rendah, aktivitas mikroba tanah yang
1
Makalah disampaikan pada diskusi dengan Sekretaris Menteri Pertanian, Dr. Abdul Munif, di Fakultas Pertanian
UGM, Yogyakarta, Kamis, 7 Mei 2009
2
Mahasiswa program doctor pada Program Studi Bioteknologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan Peneliti
pada Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia
3
Co‐inventor Bioaktivator PROMI
2. 4 | K o m p o s J e r a m i ‐ H M P
Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena memiliki beberapa peranan
kunci di tanah. Peranan‐peranan kunci bahan organik tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok8
, yaitu:
A. Fungsi Biologi:
• menyediakan makanan dan tempat hidup (habitat) untuk organisme (termasuk mikroba)
tanah
• menyediakan energi untuk proses‐proses biologi tanah
• memberikan kontribusi pada daya pulih (resiliansi) tanah
B. Fungsi Kimia:
• merupakan ukuran kapasitas retensi hara tanah
• penting untuk daya pulih tanah akibat perubahan pH tanah
• menyimpan cadangan hara penting, khususnya N dan K
C. Fungsi Fisika:
• mengikat partikel‐partikel tanah menjadi lebih remah untuk meningkatkan stabilitas
struktur tanah
• meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air
• perubahahan moderate terhadap suhu tanah
Fungsi‐fungsi bahan organik tanah ini saling berkaitan satu dengan yang lain. Sebagai contoh bahan
organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan dekomposisi
bahan organik, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan meningkatkan daya pulih tanah.
Penggunaan kompos jerami secara rutin dapat menurunkan penggunaan pupuk kimia, seperti yang telah
dibuktikan oleh Bp. H. Zakaria, KTNA Kab. Bogor. Bertahun‐tahun sebelumnya Pak H. Zaka
menggunakan pupuk kimia sebanyak 150 – 200 kg NPK/ha. Setelah menggunakan kompos jerami
selama kurang lebih 5 – 6 kali musim tanam dosis pupuk kimia dapat dikurangi hingga dosis 75 kg
NPK/ha. Produksi padi cenderung tetap, tetapi kualitas padi yang dihasilkan meningkat, seperti: padi
lebih pulen dan tidak cepat basi.
Tantangantantangan Pemanfaatan Jerami oleh Petani
Petani Indonesia memiliki kebiasaan membakar jerami sisa‐sisa panen. Alasannya adalah lebih cepat
dan murah untuk membersihkan sisa panen tersebut. Kebiasaan ini tidak mudah dirubah. Petani juga
memiliki karakter untuk melihat bukti terlebih dahulu kemudian baru mengikuti.
Menggalakkan kompos jerami ke petani memerlukan usaha yang komprehensif dan berkesinambungan.
HMP menyarankan Departemen Pertanian (Deptan) untuk membuat sebuah program penggalakkan
penggunaan kompos jerami. Program ini meliputi semua aspek antara lain: perangkat kebijakan,
diseminasi, transfer teknologi, penyediaan sarana, dan pendampingan petani untuk membuat kompos
jerami.
8
http://www.csiro.au
3. 3 | K o m p o s J e r a m i ‐ H M P
Kompos jerami memiliki potensi hara dan nilai ekonomi yang sangat besar. Pemanfaatan kompos jerami
ini oleh petani dapat menghemat pengeluaran negara untuk subsidi pupuk dan mengurangi konsumsi
pupuk kimia nasional. Namun, potensi ini sepertinya kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah,
khususnya Departemen Pertanian.
Strategi Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik
Beberapa waktu sebelumnya pengomposan jerami pernah digalakkan, namun program ini kurang
berjalan dengan baik karena beberapa hal. Salah satunya adalah teknik pengomposan yang tidak
sederhana dan menyulitkan petani. Misal, anjuran untuk mencacah jerami sebelum dibuat kompos
dengan mesin cacah. Cara ini mudah dilakukan apabila tersedia mesin cacah dan lokasinya dekat.
Apabila lokasi sawah jauh dari jalan, seperti di Kerawang atau Karanganyar, petani tidak mungkin
membawa mesin cacah ke tengah sawah. Akhirnya petani tidak mau untuk membuat kompos jerami.
Pembuatan kompos jerami dianjurkan untuk menambahkan pupuk kandang atau beberapa bahan
tambahan lain, seperti: kapur, molasses, dan lain‐lain. Pupuk kandang tidak selalu tersedia dalam
jumlah cukup, demikian pula molasses yang tidak tersedia di sebagian besar wilayah pertanian. Ketidak
tersediaan bahan‐bahan tambahan tersebut juga membuat petani tidak mau untuk membuat kompos
jerami.
Berdasarkan beberapa pengalaman tersebut di atas, pembuatan kompos jerami harus dapat dilakukan
dengan cara yang sederhana, murah, dan mudah, seperti:
1. Pengomposan jerami dibuat di lokasi di mana jerami di panen.
2. Pengomposan jerami dilakukan tanpa pencacahan dan tanpa penambahan bahan‐bahan lain
yang sulit diperoleh oleh petani.
3. Pengomposan jerami dapat dibuat dengan biaya yang semurah mungkin dan tidak
membutuhkan banyak tenaga kerja.
4. Pengomposan jerami tidak memerlukan mesin atau alat yang rumit dan mahal. Pengomposan
jerami harus bisa dibuat dengan peralatan sederhana yang tersedia di sekitar sawah atau mudah
diperoleh oleh petani.
Secara alami proses pengomposan jerami akan berlangsung dengan sendirinya apabila kondisinya ideal,
seperti kadar air yang cukup (kurang lebih 60%) dan aerasi yang lancar. Proses alami pengomposan
jerami kurang lebih dua hingga tiga bulan. Untuk mempercepat proses pengomposan jerami dapat
ditambahkan aktivator pengomposan. Penambahan aktivator pengomposan dapat mengurangi lama
pengomposan hingga tiga sampai empat minggu. Waktu pengomposan ini kurang lebih sama dengan
waktu jeda antara panen dengan waktu tanam berikutnya.
Multimanfaat Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik
Manfaat kompos jerami tidak hanya dilihat dari sisi kandungan hara saja. Kompos juga memiliki
kandungan C‐organik yang tinggi. Penambahan kompos jerami akan menambah kandungan bahan
organik tanah. Pemakaian kompos jerami yang konsisten dalam jangka panjang akan dapat menaikkan
kandungan bahan organik tanah dan mengembalikan kesuburan tanah.
4. 2 | K o m p o s J e r a m i ‐ H M P
rendah, dan struktur tanah yang kurang baik. Akibatnya produksi padi cenderung turun dan kebutuhan
pupuk terus meningkat. Solusi mengatasi permasalah ini adalah dengan menambahkan bahan
organik/kompos ke lahan‐lahan sawah. Kompos harus ditambahkan dalam jumlah yang cukup hingga
kandungan bahan organik kembali ideal seperti semula
Nilai Hara dan Nilai Ekonomi Kompos dari Jerami Padi
Menurut Kim dan Dale (20044
) potensi jerami kurang lebih 1,4 kali dari hasil panen. Rata‐rata
produktivitas padi nasional adalah 48,95 ku/ha, sehingga jumlah jerami yang dihasilkan kurang lebih
68,53 ku/ha. Produksi padi nasional tahun 2008 sebesar 57,157 juta ton (Deptan, 20095
), dengan
demikian produksi jerami nasional diperkirakan mencapai 80,02 juta ton. Potensi jerami yang sangat
besar ini sebagian besar masih disia‐siakan oleh petani. Sebagian besar jerami hanya dibakar menjadi
abu, sebagian kecil dimanfaatkan untuk pakan ternak dan media jamur merang.
Pemanfaatan jerami dalam kaitannya untuk menyediakan hara dan bahan organik tanah adalah
merombaknya menjadi kompos. Rendemen kompos yang dibuat dari jerami kurang lebih 60% dari
bobot awal jerami, sehingga kompos jerami yang bisa dihasilkan dalam satu ha lahan sawah adalah
sebesar 4,11 ton/ha. Andaikan semua jerami dibuat kompos akan dihasilkan kompos sebanyak 48,01
juta ton secara nasional.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI)
kandungan hara kompos jerami adalah sebagai berikut:
Rasio C/N 18.88
C‐ organik (%) 35.11
N (%) 1.86
P2O5 (%) 0.21
K2O (%) 5.35
Kadar air (%) 55%
*) data kandungan hara berdasarkan berat kering kompos
Dari data analisa di atas, kompos jerami memiliki kandungan hara setara dengan 41,3 kg Urea, 5.8 kg
SP36, dan 89,17 kg KCl per ton kompos atau total 136,27 kg NPK per ton kompos kering. Jumlah hara ini
kurang lebih dapat memenuhi lebih dari setengah kebutuhan pupuk kimia petani. Di tingkat nasional,
potensi nilai hara dari kompos jerami adalah setara dengan 1,09 juta ton Urea, 0,15 juta ton SP36, dan
2,35 juta ton KCl atau total 3,6 juta ton NPK. Jumlah ini kurang lebih 45% dari konsumsi pupuk nasional
yang mencapai 7,9 juta ton tahun 2007 (APPI, 20096
). Jika kandungan hara ini dinilai dengan harga
pupuk kimia (HET7
), maka kompos jerami secara nasional bernilai Rp. 5,42 Trilyun.
4
Kim, Seungdo and Bruce E. Dale, 2004. Global potential bioethanol production from wasted crops and crop
residues. Biomass and Bioenergy, 26, pp. 361‐375.
5
Data diperoleh dari http://www.deptan.go.id , didownload pada tanggal 3 Mei 2009.
6
Data diperoleh dari Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) http://www.appi.or.id/?statistic , didownload pada
tanggal 3 Mei 2009
7
Data diperoleh dari Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) http://www.appi.or.id/?statistic , didownload pada
tanggal 3 Mei 2009