Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit glomerular yang ditandai dengan edema, proteinuria masif >3,5 gram/hari, hipoalbunemia <3,5 gram/hari, hiperkolesterolemia
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
OPTIMALKAN SN
1. SINDROM NEFROTIK
Disusun Oleh:
Annisa Rizka Fauziah
1820221134
Pembimbing:
dr. Theresia Bintang Hotnida
Laporan Kasus
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PROVINSI BANTEN
MARET 2023
2. • Nama : An. MR
• Usia : 16 tahun
• Jenis Kelamin : Perempuan
• TL : 19-04-2006
• Alamat : Kragilan, Kabupaten Serang
• Suku : Sunda
• Pendidikan : SMP
• Pekerjaan : Pelajar
• Agama : Islam
• Status : Belum Menikah
• Pembayaran : SKTM
• Tanggal Masuk : 11-03-2023
• Ruang Rawat : IGD
• No RM : 1400XX
IDENTITAS PASIEN
LAPORAN KASUS
3. Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa dengan pasien pada
tanggal 11 Maret 2023 pukul 00:10 WIB di IGD Yellow Zone RSUD
Banten.
Pasien merasa demam (+) sempat minum
parasetamol dari puskesmas dan demam
turun. Pasien mengaku dua minggu
sebelumnya mengalami sakit batuk pilek dan
sudah berobat ke puskesmas, diberi antibiotic
dan parsetamol setelah obat habis pasien
sembuh namun kembali demam. BAK keruh
dan sedikit berbusa, BAB tidak ada kelainan.
Keluhan Utama
Bengkak seluruh tubuh
RPS
Bengkak seluruh tubuh sejak 10 hari yang
lalu. Menurut pasien, bengkak diawali di
bagian kaki kemudian seluruh tubuh hingga
kedua kelopak mata. Nyeri pada daerah
bengkak (-), gatal (-), sesak (-). (-). Pasien
juga merasa nyeri perut sejak kemarin, nyeri
terasa seperti tertusuk, mual (+), muntah (+)
1x di IGD berisi cairan dan sedikit makanan.
ANAMNESIS
LAPORAN KASUS
4. Riwayat Pengobatan
Tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit serupa (-)
b. Riwayat penyakit jantung, ginjal,
dan liver (-)
c. Riwayat Operasi sebelumnya (-)
d. Riwayat Diabetes Melitus (-)
e. Riwayat Hipertensi (-)
f. Riwayat Alergi(-)
Riwayat Penyakit
Keluarga
a. Riwayat Penyakit DM (-)
b. Riwayat Penyakit Kronis
lainnya (-)
c. Riwayat Penyakit serupa (-)
Riwayat Kelahiran
BBL: 3,5 kg lahir spontan
pervaginam
Riwayat imunisasi : tidak
lengkap
Riwayat tumbuh kembang :
sesuai usia
ANAMNESIS
LAPORAN KASUS
5. Status Antropometri
BB : 55 kg (sebelum bengkak)
TB : 160 cm
IMT : 21,48 (normal)
Px.Fisik
LAPORAN KASUS
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS E4V5M6=15
Vital Sign
Tekanan Darah : 129/85 mmHg
Nadi : 86x/m
Respirasi rate : 20x/m
Suhu : 37.4°C
SaO2 : 99% on room air
6. Px.Fisik
LAPORAN KASUS
Status Generalis
• Kepala : Normocephal
• Mata : Refleks cahaya langsung (+/+), Refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil
bulat isokor, konjungtiva anemis (-/-), edema palpebral (+/+)
• THT : dalam batas normal
• Mulut : Mukosa lembab (+), bibir sianosis (-/-)
• Thorax :
Pulmo : pergerakan simetris , tak tampak retraksi interkostalis (-) Suara
dasar vesikuler (+/+), Whezing (-/-), ronki (-/-).
Cor : BJ SI dan SII regular, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen : supel, cembung, bising usus (+), nyeri tekan (+) epigstrium sampai
hipokondrium sinistra, shifting dullness (+), undulasi (+)
• Ekstremitas : akral hangat, edema +/+/+/+, CRT <2s
• Edema anasarka
14. Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit glomerular
yang ditandai dengan edema, proteinuria masif >3,5
gram/hari, hipoalbunemia <3,5 gram/hari,
hiperkolesterolemia
DEFINISI
15. 15
Anak laki-laki > Perempuan dilaporkan mengalami
sindrom nefrotik. Secara global, insidensi sindrom
nefrotik pada anak usia <18 tahun adalah 2 – 7 kasus
per 100.000 per tahun. Pada usia dewasa, insidensi
sindrom nefrotik 3 kasus per 100.000 per tahun.
Di Amerika Serikat, sindrom nefrotik terkait nefropati diabetik
terjadi dengan insidensi 50 kasus per 1 juta populasi dewasa.
Pada wilayah Asia Selatan, termasuk India dan Pakistan, temuan
biopsi ginjal pasien sindrom nefrotik menunjukkan pola yang
sama dengan negara Barat. Namun, pada negara-negara Timur
Tengah dan Afrika, sindrom nefrotik dikaitkan dengan infeksi
schistosomiasis urogenital
Angka kejadian nasional sindrom nefrotik di
Indonesia belum diketahui. Beberapa studi
observasional di rumah sakit rujukan lokal
mengindikasikan bahwa sindrom nefrotik di
Indonesia lebih banyak terjadi pada anak laki-laki,
sama dengan data global.
Seiring dengan perkembangan terapi antibiotik dan
kortikosteroid, mortalitas sindrom nefrotik telah menurun
menjadi kurang dari 5%. Mortalitas pasien anak dengan
sindrom nefrotik terutama dipengaruhi oleh adanya infeksi
16. Klasifikasi SN lebih
didasarkan pada
respons klinik yaitu:
Klasifikasi berdasarkan penyebab
sindrom nefrotik
Glomerulonefritis
sekunder
Glomerulonefritis
primer
KLASIFIKASI
Sindrom nefrotik sensitif steroid
(SNSS)
Sindrom nefrotik resisten steroid
(SNRS)
1. GN lesi minimal
2. Glomerulosklerosis segmental
3. GN membranosa
4. GN membranoproliferatif
5. GN proliferatif lain
1. Infeksi (HIV, hepatitis B dan C,
Sifilis, malaria, skistosoma,
tuberkulosis dan lepra)
2. Keganasan (adenosarkoma paru,
payudara, kolon, limfoma hodgkin,
mieloma multipel dan karsinoma
ginjal)
3. Connective tissue disease ( SLE,
artritis reumatoid, mixed connective
tissue disease)
4. Efek obat dan toksin ( NSAID,
penisilamin, probenesid)
5. Lain – lain (Diabetes melitus,
amiloidosis, pre-eklamsia, refluks
vesikoureter)
17.
18. Dari ANAMNESIS akan di dapatkan bahwa pasien sindrom nefrotik
datang dengan edema yang progresif pada ekstremitas bawah,
peningkatan berat badan dan lemah, yang merupakan gejala tipikal
pada sindrom nefrotik. Selain itu juga dapat ditemukan urin
berbusa
Gambaran Klinis
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia.
Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema
genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu
makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati
terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis atau hipovolemia
DIAGNOSIS
19. Pemeriksaan penunjang
1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis
yang mengarah kepada infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah : Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung
jenis leukosit, trombosit, hematokrit, LED)
4. Albumin dan kolesterol serum
5. Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz
6. Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear
antibody), dan anti ds-DNA
7. Pemeriksaan Radiologi ; dapat dilakukan USG ginjal untuk
mengidentifikasi trombosis vena renalis jika terdapat indikasi curiga
adanya keluhan nyeri pinggang (flank pain), hematuria atau gagal
ginjal akut.
8. Pemeriksaan Histopatologi; pada pemeriksaan ini dapat dilakukan
biopsi ginjal, pemeriksaan ini direkomendasikan pada pasien sindrom
nefrotik untuk mengkonfirmasi subtipe penyakitnya atau untuk
konfirmasi diagnosis. Meskipun begitu, belum ada guidline yang pasti
menjelaskan kapan biposi ginjal di indikasikan
DIAGNOSIS
20. KRITERIA DIAGNOSIS
Proteinuria masif (> 40
mg/m2 LPB/jam atau 50
mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin
sewaktu > 2 mg/mg atau
dipstik ≥ 2+)
Hipoalbuminemia
< 2,5 g/Dl
Edema
Dapat disertai
hiperkolesterolemia
> 200 mg/dL
21. 1. Remisi. : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1
minggu
2. Relaps. : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
3. Relaps jarang. : relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4 x
per tahun pengamatan
4. Relaps sering. (frequent relaps): relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau ≥ 4 x dalam
periode 1 tahun
5. Dependen steroid. : relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam 14
hari setelah pengobatan dihentikan
6. Resisten steroid. : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari
selama 4 minggu.
7. Sensitif steroid. : remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4 minggu
Batasan diagnostik
LAPORAN KASUS
22. Sebelum pengobatan steroid dimulai,
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
berikut:
1. Pengukuran berat badan dan tinggi
badan.
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda
atau gejala penyakit sistemik, seperti
lupus eritematosus sistemik, purpura
Henoch-Schonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi,
telinga, ataupun kecacingan. Setiap
infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu
sebelum terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya
positif diberikan profilaksis. INH
selama 6 bulan bersama steroid, dan
bila ditemukan tuberkulosis diberikan
obat antituberkulosis (OAT).
T A T A L A K S A N A
23. Pemberian diet tinggi protein dianggap
merupakan kontraindikasi karena akan
menambah beban glomerulus untuk
mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis
glomerulus.
Bila diberi diet rendah protein akan
terjadi malnutrisi energi protein (MEP)
dan menyebabkan hambatan
pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan
diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu
1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2
g/hari) hanya diperlukan selama anak
menderita edema.
D i e t e t i k
26. 1. Infeksi
Pasien sindrom nefrotik sangat rentan terhadap
infeksi, bila terdapat infeksi perlu segera
diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi
yang terutama adalah selulitis dan peritonitis
primer.
2. Trombosis
Suatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien
SN relaps menunjukkan bukti defek ventilasi-
perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang
berarti terdapat trombosis pembuluh vaskular
paru yang asimtomatik
3. Hiperlipidemia
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi
peningkatan kadar LDL dan VLDL kolesterol,
trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan
kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat
tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik,
sehingga meningkatkan morbiditas
kardiovaskular dan progresivitas
glomerulosklerosis.
K O M P L I K A S I
27. 4. Hipokalsemia
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena
penggunaan steroid jangka panjang yang
menimbulkan osteoporosis dan osteopenia
serta kebocoran metabolit vitamin D.
5. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam
keadaan SN relaps dapat terjadi hipovolemia
dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas
dingin, dan sering disertai sakit perut.
6. Hipertensi
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan
penyakit atau dalam perjalanan penyakit SN
akibat toksisitas steroid
7. Efek Samping Steroid
Efek samping tersebut meliputi peningkatan
napsu makan, gangguan pertumbuhan,
perubahan perilaku, peningkatan risiko infeksi,
retensi air dan garam, hipertensi, dan
demineralisasi tulang
K O M P L I K A S I