SlideShare a Scribd company logo
1 of 37
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
BAB I
PENDAHULUAN
Status epileptikus (SE) adalah keadaan darurat yang serius dan sering
mengancam jiwa serta memerlukan intervensi medis cepat. Kondisi ini dapat
merupakan komplikasi penyakit akut seperti ensefalitis dan dapat terjadi sebagai
kejang pertama pada 12% anak-anak dengan epilepsi.1
Antara 10 sampai 20%
anak-anak dengan epilepsi akan memiliki setidaknya satu episode Status
Epileptikus.2
Insiden pada masa kanak-kanak diperkirakan 17-23 episode per 100.000
per tahun. 3
Tingkat insiden, penyebab, dan prognosis bervariasi secara substansial
dengan usia. Insiden tertinggi adalah pada tahun pertama kehidupan. Status
epileptikus akibat demam merupakan etiologi yang paling umum.4
Berdasarkan jenis serangan, dikenal SE konvulsivus dan non konvulsivus,
Diagnosis SE nonkonvulsivus lebih sulit dibanding SE konvulsivus karena
serangannya tidak nyata, namun bila dilakukan monitor melalui rekaman
electroencephalogram (EEG) maka akan tampak aktifitas abnormal. Absence
adalah salah satu kasus kejang nonkonvulsivus. Oleh karena itu EEG sangat
penting untuk memonitor kasus status epileptikus.2
Dalam praktek sehari-hari, penatalaksanaan SE terutama di tempat-tempat
yang tidak memiliki fasilitas perawatan intensif akan menghadapi kendala teknis
dan nonteknis, sehingga dokter dituntut untuk dapat bekerja professional dan
1
mempunyai pemahaman tentang status epileptikus dengan penggunaan obat yang
adekuat.2
Adapun tujuan laporan kasus ini adalah untuk memberikan pemahaman
terhadap penanganan status epileptikus sehingga diharapkan penatalaksanaan
terhadap kasus status epileptikus dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : An. MT
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : 26 kg
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Dusun IV Desa Aur Duri Kecamatan Rambang Dangku
MRS : 13 April 2012
II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan ibu penderita, 14 April 2012)
Keluhan Utama : Kejang
Riwayat Perjalanan Penyakit
± 2 hari SMRS, penderita mendadak kejang, tanpa diawali demam
terlebih dahulu, tetapi setelah kejang badan terasa sedikit panas. Muntah-
muntah (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Penderita kejang tidak lama
setelah bermain. Hingga saat masuk RS penderita telah kejang sebanyak 5
kali dengan lama kejang 5-30 menit tiap kejangnya. Saat kejang, tubuh
penderita bergerak tidak teratur. Di antara kejang, pasien tidak sadarkan diri
2
dan badan terasa lemas. Penderita tidak diberi obat apapun kemudian dibawa
ke Puskesmas Gunung Megang dan dirujuk ke RSUD Moh. Rabain M.Enim.
Setelah di RS penderita masih kejang. Kejang sebanyak 2 kali lama
kejang 5 menit dan 15 menit. Jarak antara kejang sekitar 30 menit dan
penderita tetap tidak sadar. Penderita diberikan diazepam injeksi 10 mg.
Penderita sadar kira-kira 1 jam setelah kejang berakhir. Lalu penderita
dipindahkan ke bangsal anak.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat kejang dibenarkan ibu penderita.
Kejang pertama kali saat penderita berumur 3 minggu. Saat itu
penderita panas tinggi kemudian diikuti kejang sebanyak 1 kali. Lamanya
kejang sekitar 10 menit, kejang seluruh tubuh. Setelah kejang selesai,
penderita menangis. Penderita tidak dibawa berobat. Kejang sering terjadi
sejak usia 3 minggu sampai 3 bulan, frekuensi kejang minimal 1 x
seminggu dan lamanya kejang bervariasi 5 menit hingga 10 menit. Ibu
penderita tidak membawa penderita berobat. Hingga usia 6 tahun penderita
tidak pernah kejang. Namun usia 7 tahun – 8 tahun, penderita kembali
kejang. Saat itu penderita kejang saat bermain bola dengan teman-
temannya. Hampir tiap bulan penderita kejang dan diawali dengan
kelelahan setelah bermain. Orang tua penderita tetap tidak membawa
penderita ke dokter, karena beranggapan anaknya baik-baik saja walaupun
sering kejang. Sejak usia 8 tahun hingga ± 2 hari SMRS penderita tidak
pernah kejang.
• Riwayat trauma sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat kejang dalam keluarga tidak ada
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
GPA : P1A0
3
Masa kehamilan : aterm
Partus : spontan
Penolong : dukun beranak
Berat badan : tidak diketahui
Panjang badan : tidak diketahui
Keadaan saat lahir : tidak langsung menangis, sianosis (+) akibat lilitan
tali pusat
Riwayat Makanan
0 bulan – 6 bulan : ASI
6 bulan – 1 tahun : Bubur saring
1 tahun – sekarang : Nasi biasa, 3 x sehari sebanyak 1 piring dengan
tahu, tempe atau ikan
Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan kurang
Riwayat Vaksinasi
Penderita tidak pernah diimunisasi
Riwayat Perkembangan Fisik
Tengkurap : 6 bulan
Duduk : 9 bulan
Berdiri : 1 tahun
Berjalan : 3 tahun
Berbicara : 5 tahun
Kesan : Perkembangan motorik terhambat
Riwayat Pendidikan
Penderita tidak dapat menulis dan membaca.
Penderita pernah bersekolah 1 minggu di kelas 1 SD kemudian berhenti.
Riwayat Sosial Ekonomi
4
Penderita merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Adik penderita
masih sekolah SD dan bayi. Ayah penderita bekerja sebagai petani. Ibu
penderita seorang Ibu Rumah Tangga. Secara ekonomi, keluarga penderita
tergolong menengah ke bawah.
III.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum ( 14 April 2012 )
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 88 kali/ menit, regular, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 28 kali/ menit
Suhu : 37,1 o
C
Berat badan : 26 kg
Tinggi badan : 142 cm
Lingkar Kepala : 48 cm, mikrocephali
Anemis : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Turgor : baik
Tonus : eutoni
Edema umum : tidak ada
Keadaan gizi : BB/U = 26/36 x 100% = 72,2 %
TB/U = 142/144 x 100% = 98,6 %
BB/TB = 26/35 x 100% = 76,5 %
Kesan : Gizi Kurang
Keadaan Spesifik
Kulit : sianosis tidak ada
5
Kepala
Bentuk : normocephali
Ukuran : mikrocephali
Rambut : hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks
cahaya +/+, pupil bulat, isokor, ¢ 3 mm
Hidung : sekret tidak ada, nafas cuping hidung tidak ada, mukosa
hiperemis tidak ada, septum deviasi tidak ada
Telinga : sekret tidak ada, nyeri tarik aurikula tidak ada, nyeri
tekan mastoid tidak ada
Mulut : sianosis sirkumoral tidak ada, rhagaden tidak ada,
typhoid tounge tidak ada, mukosa mulut dan bibir basah,
karies dentis (-).
Leher : pembesaran KGB tidak ada
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi tidak ada
Palpasi : strem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi, iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis dan thrill tidak teraba
Perkusi : batas kanan jantung linea parasternalis sinistra, batas
atas jantung ICS II, batas kiri jantung linea axillaris
anterior sinistra
Auskultasi : HR=88 kali/ menit, irama reguler, bunyi jantung I dan II
normal, murmur dan gallop tidak ada
6
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Lipat paha dan genitalia
Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Ekstremitas
Akral dingin tidak ada, anemis tidak ada, ikterik tidak ada, edema tidak ada,
sianosis tidak ada
Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik
Pemeriksaan
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Terbatas Terbatas
Kekuatan +5 +3 +5 +3
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Refleks fisiologis + N + N + N + N
Refleks patologis - - - -
Fungsi sensorik : dalam batas normal
Fungsi nervi kraniales : dalam batas normal
Gejala rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig
sign (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah (14-4-2012)
Hb : 12,7 gr%
LED : 12 mm/jam
Leukosit : 10.800 mm
Trombosit : 279.000 mm
7
Ht : 42 %
Diff. count : 0/1/3/55/34/5
Kimia Darah (16-4-2012)
SGOT : 16 U/I
SGPT : 15 U/I
V. DIAGNOSIS BANDING
Status Epileptikus + Gizi Kurang + Mikrocephali + Retardasi Mental
Meningitis + Gizi Kurang + Mikrocephali + Retardasi Mental
Gangguan metabolik + Gizi Kurang + Mikrocephali + Retardasi Mental
VI. DIAGNOSIS KERJA
Status Epileptikus + Gizi Kurang + Mikrocephali + Retardasi Mental
VII.Ringkasan Data Dasar
Seorang anak laki-laki usia 11 tahun, 26 kg dengan keluhan utama
kejang sejak ± 2 hari SMRS, demam (-), muntah (-), BAK dan BAB tidak ada
keluhan. Hingga saat masuk RS penderita telah kejang umum tonik klonik
sebanyak 5 kali dengan lama kejang 5-30 menit tiap kejangnya. Di antara
kejang, pasien tidak sadarkan diri dan badan terasa lemas. Penderita tidak
diberi obat apapun kemudian dibawa ke Puskesmas Gunung Megang dan
dirujuk ke RSUD Moh. Rabain M.Enim.
RPD : Riwayat kejang dibenarkan ibu os. Kejang pertama kali saat os
berumur 3 minggu. Saat itu penderita panas tinggi kemudian diikuti kejang
sebanyak 1 kali. Lamanya kejang sekitar 10 menit, kejang umum tonik klonik
Post iktal, os menangis. Os tidak dibawa berobat. Kejang sering terjadi sejak
usia 3 minggu sampai 3 bulan, frekuensi kejang minimal 1 x seminggu dan
lamanya kejang bervariasi 5 menit hingga 15 menit. Ibu os tidak membawa os
berobat. Hingga usia 6 tahun os tidak pernah kejang. Namun usia 7 tahun – 8
8
tahun, penderita kembali kejang. Hampir tiap bulan os kejang dan diawali
dengan kelelahan setelah bermain. Orang tua os tetap tidak membawa os ke
dokter, karena beranggapan os baik-baik saja. Sejak usia 8 tahun hingga ± 2
hari SMRS penderita tidak pernah kejang. Riwayat trauma sebelumnya
disangkal
Keadaan Umum
Kesadaran: compos mentis; nadi: 88 kali/ menit, isi dan tegangan cukup, regular;
pernapasan: 28 kali/ menit; suhu: 37,1 o
C; berat badan: 26 kg; tinggi badan: 142
cm Status Gizi: kurang ; lingkar Kepala :48 cm (microcephali)
Status lokalis
Kepala : anemia -/-, ikterus -/-, pupil bulat isokor
Thorax : Simetris, Retraksi (-)
Cor : BJ I II Normal, regular, mumur (-), Gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+) N, wheexing (-), ronkhi (-)
Abdomen : Datar, Lemas, BU (+) N, H/L tak teraba
Ekstremitas : Akral Hangat, anemis (-), sianosis (-)
Status neurologis
Fungsi motorik : terhambat
Fungsi sensorik : dalam batas normal
Fungsi nervi kraniales : dalam batas normal
Gejala rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-)
VIII. PENATALAKSANAAN
• IVFD KAEN 1B gtt XX makro/menit
• Ceftriaxon 1x2gr
• Diazepam amp 1x1
9
• Phenytoin 500mg dalam NaCl 100 ml selama ½ jam jika masih kejang
• Asam valproat syr 2x5ml
• Dexamethason amp 3x1
• Piracetam 3x500mg
• O2 6 liter sungkup
• Edukasi
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
10
Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
14/4/2012 • Keluhan :
Kejang (+) umum tonik klonik
• Keadaan Umum :
Sens : CM
N : 88 x/m
RR : 28 x/m
T : 37,1 o
C
• Keadaan Spesifik :
Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera
ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor
diameter 3 mm
Thorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II
N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler
(+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen: datar, lemas, H/L tidak
teraba, BU (+) N, timpani
Ekstrimitas: Capillary Refill Time < 2
detik
Motorik:
Tka Tki Lka Lki
Gerakan Luas Luas
Kekuata
n
+5 +3 +5 +3
Tonus Eutoni Eutoni
Klonus - -
R. Fisio +N +N +N +N
R. Pato - - - -
GRM (-)
Sensorik: dalam batas normal
- Monitoring
- IVFD KAEN 1B gtt XX
makro/menit
- Ceftriaxon 1x2gr
- Diazepam amp 1x1
- Phenytoin 500mg dalam
NaCl 100 ml selama ½ jam
jika masih kejang
- Asam valproat syr 2x5ml
- Dexamethason amp 3x1
- Piracetam 3x500mg
- Edukasi
11
N. Craniales: wajah simetris, uvula di
tengah, refleks menelan (+)
• Laboratorium:
Hb : 12,7 gr%
LED : 12 mm/jam
Leukosit : 10.800 mm
Trombosit : 279.000 mm
Ht : 42 %
Diff. count : 0/1/3/55/34/5
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
15/4/2012 • Keluhan :
Kejang (-)
• Keadaan Umum :
Sens : CM
N : 82 x/m
RR : 24 x/m
T : 36,5 o
C
• Keadaan Spesifik :
Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera
ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor
diameter 3 mm
Thorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II
N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler
(+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen: datar, lemas, H/L tidak
teraba, BU (+) N, timpani
Ekstrimitas: Capillary Refill Time < 2
detik
Motorik:
Tka Tki Lka Lki
Gerakan Luas Luas
Kekuata
n
+5 +3 +5 +3
Tonus Eutoni Eutoni
Klonus - -
R. Fisio +N +N +N +N
R. Pato - - - -
GRM (-)
Sensorik: dalam batas normal
N. Craniales: wajah simetris, uvula di
- Monitoring di ICU
- IVFD
- Ceftriaxon 1x2gr
- Asam valproat syr 2x5ml
- Dexamethason amp 3x1
- Piracetam 3x500mg
- Edukasi
12
tengah, refleks menelan (+)
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
16/4/2012 • Keluhan :
Kejang fokal (+)
• Keadaan Umum :
Sens : CM
N : 78 x/m
RR : 22 x/m
T : 36,1 o
C
• Keadaan Spesifik :
Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera
ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor
diameter 3 mm
Thorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II
N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler
(+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen: datar, lemas, H/L tidak
teraba, BU (+) N, timpani
Ekstrimitas: Capillary Refill Time < 2
detik
Motorik:
Tka Tki Lka Lki
Gerakan Luas Luas
Kekuata
n
+5 +3 +5 +3
Tonus Eutoni Eutoni
Klonus - -
R. Fisio +N +N +N +N
R. Pato - - - -
GRM (-)
Sensorik: dalam batas normal
N. Craniales: wajah simetris, uvula di
tengah, refleks menelan (+)
• Laboratorium
SGOT : 16 U/I
SGPT : 15 U/I
- Monitoring di ICU
- IVFD KAEN 1B gtt XX
makro/menit
- Ceftriaxon 1x2gr
- Phenytoin 2x100 mg
- Dexamethason amp 3x1
- Piracetam 3x500mg
- Edukasi
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
17/4/2012 • Keluhan :
Kejang fokal (+)
• Keadaan Umum :
Sens : CM
- Monitoring di ICU
- IVFD KAEN 1B gtt XX
makro/menit
- Ceftriaxon 1x2gr
- Phenytoin 2x100mg
13
N : 72 x/m
RR : 22 x/m
T : 36,3 o
C
• Keadaan Spesifik :
Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera
ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor
diameter 3 mm
Thorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II
N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler
(+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen: datar, lemas, H/L tidak
teraba, BU (+) N, timpani
Ekstrimitas: Capillary Refill Time < 2
detik
Motorik:
Tka Tki Lka Lki
Gerakan Luas Luas
Kekuata
n
+5 +3 +5 +3
Tonus Eutoni Eutoni
Klonus - -
R. Fisio +N +N +N +N
R. Pato - - - -
GRM (-)
Sensorik: dalam batas normal
N. Craniales: wajah simetris, uvula di
tengah, refleks menelan (+)
- Asam valproat syr 2x5ml
- Dexamethason amp 3x1
- Piracetam 3x500mg
- Edukasi
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
18/4/2012 • Keluhan :
Kejang (-)
• Keadaan Umum :
Sens : CM
N : 78 x/m
RR : 22 x/m
T : 36,1 o
C
• Keadaan Spesifik :
Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera
ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor
diameter 3 mm
Thorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II
N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler
(+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen: datar, lemas, H/L tidak
- Monitoring di ICU
- IVFD KAEN 1B gtt XX
makro/menit
- Ceftriaxon 1x2gr
- Phenytoin 2x100mg
- Asam valproat syr 2x5ml
- Dexamethason amp 3x1
- Piracetam 3x500mg
- Edukasi
14
teraba, BU (+) N, timpani
Ekstrimitas: Capillary Refill Time < 2
detik
Motorik:
Tka Tki Lka Lki
Gerakan Luas Luas
Kekuata
n
+5 +3 +5 +3
Tonus Eutoni Eutoni
Klonus - -
R. Fisio +N +N +N +N
R. Pato - - - -
GRM (-)
Sensorik: dalam batas normal
N. Craniales: wajah simetris, uvula di
tengah, refleks menelan (+)
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
15
19/4/2012 • Keluhan :
Kejang (-)
• Keadaan Umum :
Sens : CM
N : 74 x/m
RR : 20 x/m
T : 36,4 o
C
• Keadaan Spesifik :
Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera
ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor
diameter 3 mm
Thorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II
N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler
(+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen: datar, lemas, H/L tidak
teraba, BU (+) N, timpani
Ekstrimitas: Capillary Refill Time < 2
detik
Motorik:
Tka Tki Lka Lki
Gerakan Luas Luas
Kekuatan +5 +3 +5 +3
Tonus Eutoni Eutoni
Klonus - -
R. Fisio +N +N +N +N
R. Pato - - - -
GRM (-)
Sensorik: dalam batas normal
N. Craniales: wajah simetris, uvula di
tengah, refleks menelan (+)
• Hasil pemeriksaan psikologis
(Tes Intelegensi) : Raven Progressive
IQ : 5 (Mentally Defective)
Sangat rendah (retarded)
- Monitoring di ICU
- IVFD KAEN 1B gtt XX
makro/menit
- Ceftriaxon 1x2gr
- Asam valproat syr 2x5ml
- Dexamethason amp 3x1
- Piracetam 3x500mg
- Edukasi
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
20/4/2012 • Keluhan :
Kejang (-)
Pasien pulang dengan terapi:
- Cefixime 2x1cth
- Asam valproat syr 2x5ml
16
• Keadaan Umum :
Sens : CM
N : 78 x/m
RR : 22 x/m
T : 36,1 o
C
• Keadaan Spesifik :
Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera
ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor
diameter 3 mm
Thorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II
N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler
(+) N, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen: datar, lemas, H/L tidak
teraba, BU (+) N, timpani
Ekstrimitas: Capillary Refill Time < 2
detik
Motorik:
Tka Tki Lka Lki
Gerakan Luas Luas
Kekuata
n
+5 +3 +5 +3
Tonus Eutoni Eutoni
Klonus - -
R. Fisio +N +N +N +N
R. Pato - - - -
GRM (-)
Sensorik: dalam batas normal
N. Craniales: wajah simetris, uvula di
tengah, refleks menelan (+)
- Piracetam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
17
Definisi
Berdasarkan organisasi “The International Classification of Epileptic
Seizure”, status epileptikus (SE) adalah kejang yang berlangsung selama 30 menit
atau lebih lama, atau kejang yang berulang dimana diantara kejang anak tidak
sadar.1
Namun terdapat beberapa studi yang menyarankan untuk durasi waktu
lebih singkat yang memiliki manfaat untuk pengobatan, karena menunda
pengobatan berhubungan dengan lambatnya respon pengobatan.5
Satu studi
menemukan bahwa kejang yang berlangsung lebih dari lima menit memiliki risiko
tinggi untuk terjadi status epileptikus.6
Sehingga bila serangan berlangsung 5
menit atau lebih sering diberi istilah “Impending Status Epilepticus”.7
Manifestasi klinis
Kejang pada umumnya dideskripsikan sebagai suatu serangan tonik klonik
(konvulsivus) terutama untuk serangan SE, walaupun sebagian kasus ada juga
bentuk serangan seperti tonik, klonik, atau mioklonik.7
Secara klinis, aktivitas listrik akan terlihat nyata pada rekaman EEG.
Kejang subklinis akan tetap berlangsung walaupun aktivitas klinis yang abnormal
telah dihentikan oleh obat antikonvulsan dan gambaran ini akan terlihat pada
rekaman EEG.8
Pada pasien koma walaupun tidak terlihat aktivitas konvulsivus,
bila dipasang monitor EEG maka muatan iktal tersebut akan terlihat pada
gambaran EEG. Sampai saat ini masih terdapat kontroversi tentang jenis pola
EEG iktal pada pasien tanpa manifestasi klinis. Beberapa ahli berpendapat bahwa
aktivitas epileptiform periodic harus dipertimbangkan sebagai kondisi iktal.
Namun, kebanyakan epileptologist mempertimbangkan aktivitas periodik menjadi
fase interiktal dan tidak akan meningkatkan terapi antikonvulsan.9
Aktivitas
kejang selanjutnnya dapat juga berupa aktivitas kejang halus, seperti deviasi mata
tonik atau ritmis berkedut bagian dari ekstremitas.
Manifestasi klinis ini dapat diikuti perkembangannya melalui stadium-stadium
sebagai berikut:
18
• Prestatus, kondisi sebelum status. Sering ditandai dengan meningkatnya
frekuensi serangan-serangan sebelum menjadi status. Penanganan kejang
yang adekuat di stadium ini dapat mencegah terjadinya status.
• Early Status, kondisi dimana serangan konvulsif akan terjadi terus
menerus. Bersamaan dengan kondisi ini akan terjadi perubahan fisiologis
sitemik serius berupa gangguan metabolik.
• Established Status, serangan berlangsung lebih dari 30 menit yang dapat
menyebabkan perubahan pada fungsi vital tubuh.
• Refractory Status, serangan kejang telah berlangsung lama dan menetap
meskipun telah dilakukan terapi.
• Subtle Status, serangan kejang telah berlangsung berjam-jam dimana
aktivitas kejang konvulsivus dengan gerakan motorik berkurang secara
bertahap dapat berupa gerak halus (twitching). Serangan ini sering disertai
dengan koma dalam.
Patofisiologi
Status epileptikus (SE) terjadi karena kegagalan mekanisme normal untuk
menghalangi penyebaran dan mengisolasi kejang.10
Kegagalan terjadi karena
eksitasi yang berlebihan dan/atau inhibisi tidak efektif. Beberapa mekanisme
mungkin terlibat. Glutamat adalah neurotransmiter asam amino utama di otak.
Perannya dalam patogenesis SE dicetuskan oleh zat analog glutamate.11
Pada
kasus kejang lama diduga dikarenakan adanya aktivasi rangsang berlebihan dari
reseptor asam amino. Excitatory neurotransmitters berlebihan lainnya yang
berkontribusi terhadap SE, aspartat dan acetylcholine.17
Sedangkan Gamma-aminobutyric acid (GABA) adalah neurotransmitter
inhibisi utama dalam otak, dan pada kasus serangan SE mempunyai efek
antagonis atau terjadi perubahan metabolisme di substansia nigra.13
Dalam model
tikus, misalnya laju sintesis GABA di substansia nigra menurun secara signifikan
selama diinduksi SE.14
Mekanisme penghambatan lainnya termasuk ion kalsium
19
dependent kalium dan hambatan N-metil-D-aspartat (NMDA) channel oleh ion
magnesium.2
Kehilangan neuron diperikirakan terjadi di setiap episode, terutama jika
kejang berlangsung lama. Kehilangan ini dapat terakumulasi dan menyebabkan
penurunan yang berlangsung lama. Kehilangan ini dapat terakumulasi dan
menyebabkan penurunan yang signifikan. Gangguan NMDA channel tampaknya
menjadi mekanisme penting dari cedera saraf dalam SE.12
Ketika neuron
depolarisasi, kalsium memasuki sel melalui NMDA channel dan menyebabkan
cedera atau kematian. Faktor-faktor lain yang mungkin berkontribusi termasuk
kondisi hipoksia, pelepasan asam amino excitatory dan kalsium, peningkatan
berbagai protein, termasuk yang meningkatkan proses apoptosis (kematian sel
terprogram), perubahan reseptor, dan di lobus temporal berkembang sel-sel
granula dentate.15
Neuron spesifik enolase adalah enzim bagian dari jalur glikolisis untuk
konversi glukosa menjadi piruvat dengan tiga bentuk dimer: alfa, beta, dan
gamma. Isoform gamma adalah ekslusif untuk neuron dan disebut neuron spesifik
enolase (NSE). Enzim ini mengubah 2-phosphoglycerate untuk membentuk
phospoenolpyruvate yang dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal (CSF) dan
darah setelah terjadinya stroke dan anoksia. NSE berkolerasi dengan tingkat dan
durasi iskemia.16
Klasifikasi
Klasifikasi secara klinis mirip dengan yang digunakan untuk kejang akut
dan mencakup empat jenis utama:
• Parsial Sederhana
• Parsial Kompleks
• Generalized Convulsive, termasuk kejang tonik-klonik, tonik, klonik dan
selalu terkait dengan hilangnya kesadaran
• Generalized nonconvulsive seperti absence. DItandai dnegan kesadaran
berubah dan tidak selalu dengan penurunan kesadaran.
20
Klasifikasi berdasarkan etiologi serangan terbagi menjadi 6 kelompok yaitu:
• Remote Symptomatic (kejang tanpa provokasi), kasus yang banyak
dijumpai yaitu epilepsy (33%)
• Acute Symptomatic (SE yang terjadi selama penyakit akut), kasus yang
dijumpai yaitu meningitis dan ensefalitis (26%)
• Febrile (SE terjadi akibat demam), berupa kejang demam (22%)
• Progressive Encephalopathy (SE terjadi akibat ensefalopati progresif),
seperti gangguan mitokondria
• Remote Symptomatic with an Acute Precipitant (SE akibat ensefalopati
kronik) seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia (1-3%)
• Cryptogenic (idiopathic) (15%)
Faktor risiko
Faktor risiko SE telah terdeteksi pada beberapa kasus seperti di bahwa ini:
• Pada kasus epilepsi ternyata 10-20% anak-anak dengan epilepsi akan
memiliki setidaknya satu episode SE.17
Status epileptikus terjadi sebagai
kejang pertama dalam 12% anak-anak dengan epilepsi.18
• Faktor risiko lain untuk SE pada anak dengan gejala epilepsi meliputi:19
Latar belakang dengan kelainan fokal EEG, kejang parsial dengan
generalisasi sekunder.
Terjadinya SE saat kejang pertama kali terjadi, abnormalitas gambaran
neuroimaging.
Faktor risiko lainnya adalah20
: riwayat serangan SE sebelumnya, usia saat onset
pertama kali < 1 tahun, simptomatik epilepsi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan kejang:
1. Anamnesis
Kejang pada umumnya dideskripsikan sebagai suatu kejang tonik klonik
(konvulsivus) terutama untuk serangan SE, walaupun sebagian kasus ada juga
21
bentuk serangan seperti mioklonik. Sebelum melakukan tindakan, yakinkan
terlebih dahulu apakah serangan tersebut suatu kejang atau suatu serangan
menyerupai kejang seperti sinkop, pseudoseizure. Bila suatu kejang maka
harus dianalisa berapa lama kejadiannya dan bagaimana bentuk serangan
tersebut, apakah berupa SE konvulsivus atau non konvulsivus.7
Perlu
dideskripsikan kesadaran saat kejang, kesadaran pasca kejang, dan
kelumpuhan pasca kejang.21
Lama kejang harus diperhatikan, karena menentukan tindakan yang akan
dilakukan, Sebagian besar kejang hanya berlangsung kurang dari 2 menit,
namun bila serangan sudah berlangsung 5 menit atau lebih, terlebih serangan
bersifat umum tonik klonik, maka pertanda akan ada ancaman terjadi status
epileptikus sehingga sering disebut sebagai “Impending Status Epilepticus”.
Frekuensi kejang, kondisi saat kejang, diantara kejang dan setelah kejang juga
harus diperhatikan. Untuk status epileptikus konvulsivus, manifestasi klinis
dapat diikuti perkembangannya melalui stadium-stadiumnya.2
2. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mencari etiologi kejang.7
Pada
kejang demam dan pasien epilepsi biasanya tidak memerlukan banyak
pemeriksaan tambahan, pemeriksaan penunjang diperlukan bila didapatkan
gejala dan tanda klinis adanya infeksi, tanda rangsang meningeal, defisit
neurologi fokal dan intoksikasi.2
Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada status epileptikus adalah
pemeriksaan Electroencephalography (EEG), dimana selain digunakan sebagai
alat bantu diagnostik juga berfungsi sebagai alat kontrol keberhasilan terapi.
Idealnya EEG diulang setelah 24 jam episode kejang untuk monitor kejang
berulang yang masih mungkin timbul. Oleh karena itu ruang Intensive Care
Unit (ICU) harus dilengkapi alat EEG.22
Neuroimaging seperti Computed Tomography Scan (CT-Scan) kepala atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) kepala diindikasikan bila dicurigai ada
22
riwayat trauma, tanda tekanan intracranial (TIK) meningkat, gejala neurologis
fokal, penurunan kesadaran atau curiga terjadi herniasi.23
Pungsi lumbal dilakukan bila dicurigai adanya meningitis, namun harus
ditunda sampai kejang berhenti dan tanda vital telah kembali stabil. Begitu
juga bila secara klinis atau radiologi terdapat tanda TIK meningkat.2
Pemeriksaan darah tepi, analisis gas darah, elektrolit, gula darah, fungsi
ginjal, fungsi hati, harus dilakukan bila etiologi masih belum jelas.24
Penatalaksanaan
Tatalaksana kejang akut dan status epileptikus tidak ada perbedaan,
Tindakan sedini mungkin merupakan hal penting oleh karena kerusakan/adanya
gejala sisa berhubungan dengan lamanya episode kejang dan efektivitas
pengobatan dalam mengontrol status epileptikus itu sendiri. Protokol
penatalaksanaan status epileptikus diberbagai senter sangat bervariasi, namun
dalam pengelolaannya selalu ditahapkan dalam hitungan menit. Tidak ada
protokol yang paling unggul diantara protokol-protokol yang telah disusun oleh
para penulis yang berbeda, Tujuan pengobatan adalah terhentinya bangkitan
secara klinis maupun elektris.
Langkah penanganan dilakukan tanpa memandang jenis dan etiologi dari
kejang itu sendiri, Adapun langkah penanganan sebagai berikut:25
1. Manajemen jalan napas dan pernapasan
2. Stabilisasi hemodinamik
3. Terminasi kejang
4. Penghentian bangkitan yang berulang
Tahap 1 sampai dengan tahap 2 merupakan penatalaksanaan awal. Intervensi
terapi pada tahap ini sangat penting, oleh karena dapat menghindari terjadinya
status epileptikus. Bila anak datang dalam keadaan kejang, maka pertama kali
yang perlu diperhatikan adalah memastikan jalan napas yang baik dan oksigenasi
yang cukup. Pasien diletakkan dalam posisi miring, sehingga tidak terjadi aspirasi
bila muntah. Lendir dihisap, diberikan oksigen 100%. Jangan memasukkan benda
keras diantara gigi yang sudah terkatup. Tanyakan beberapa hal penting sambil
23
memeriksa fungsi vital dengan cepat agar tidak membuang waktu. Lakukan
resusitasi bila diperlukan dan atasi kejang dengan obat antikonvulsan. Salah satu
penyebab kegagalan pengobatan adalah kesulitan mendapatkan akses vena. Oleh
karena itu pemasangan jalur parenteral wajib dilakukan, dan pemeriksaan
penunjang seperti elektrolit darah, glukosa, serta darah rutin segera dijalankan bila
telah memasuki masa prestatus. Namun bila akses vena belum dapat diberikan
maka dapat kita berikan perektal (diazepam, lorazepam), sublingual (midazolam),
intramuskuler (midazolam). Food and Drug Administration (FDA) menganjurkan
penggunaan diazepam gel yang dapat diabsorbsi cepat bila dibeirkan perectal dan
telah dibuat dalam kemasan yang mudah digunakan oleh anggota keluarga atau
perawat di rumah.26
Pada stadium prodormal, tahap akan memasuki masa
prestatus yang sering terjadi di rumah, lorazepam lebih dianjurkan, karena masa
kerjanya lebih lama, kadar terapeutik dalam darah lebih cepat tercapai dan efek
depresi pernapasan lebih sedikit dibanding diazepam. Namun sampai saat ini
kemasan perectal belum banyak tersedia sehingga lebih dianjurkan penggunaan
diazepam. Keunggulan diazepam dibanding lorazepam, bahwa penggunaan
perektal tidak perlu dilarutkan, sedangkan lorazepam, penyimpanan haris
dipendingin dan harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Pemberian
diazepam dapat diulang 2 kali dengan selang waktu 5-10 menit. (Tabel 1.)
Tabel 1. Obat untuk menghentikan kejang akut dan mencegah kejang
berikutnya 27
Obat Cara
Pemberian
Dosis Ulangan Kecepatan
Pemberian
Diazepam IV, IO 0,3 mg/kgBB, maks
10 mg
5 menit < 2 mg/menit
Diazepam Rektal 0,5 mg/kgBB, maks
10 mg
Tiap 5-10
menit
Lorazepam IV, SL, IO 0,1 mg/kgBB maks 4
mg
2x tiap 10
menit
< 2 mg/menit
Midazolam IM 0,2 mg/kgBB maks
10 mg
2x tiap 5-10
menit
Fenitoin IV, IO 20 mg/kgBB maks
1000 mg (30 mg/
kgBB)
Tambahkan 5
mg/kg IV bila
masih kejang
1 mg/kgBB/
menit
Fenobarbital IV 20 mg/kgBB, maks 1 mg/kgBB/
24
600 mg (30 mg/
kgBB)
menit
• Bila telah dengan fenitoin dan fenobarbital dapat diberikan lagi
5mg/kgBB. Dosis berikutnya berdasarkan kadar antikonvulsan dalam
darah
• IV= intravena, IM= intramuskuler, Sl= sublingual, PR= per rektum, IO=
intraoseus
Tahap ke 4 merupakan tahap penatalaksanaan lanjutan untuk mencegah
kembalinya kejang atau menghentikan serangan kejang berulang. Pada tahap ini
pemberian obat antikonvulsan harus diberikan intravena agar efektif. Pada
penatalaksanaan kejang apapun penyebab kejang obat pilihan utama untuk
mengatasi kejang adalah golongan benzodiazepin yaitu diazepam dan lorazepam
yang memiliki efektivitas 80-90%. Ventilasi bag valve mask sebaiknya tersedia
mengingat efek obat ini menimbulkan depresi pernapasan. Pilihan obat lain yang
efektif adalah fenitoin, obat ini merupakan antikonvulsan berspektrum luas
dengan efek sedatif yang minimal, tetapi sering terjadi hipotensi, iritasi pembuluh
darah dan aritmia. Dosis awal yang dianjurkan 20 mg/kgBB dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit dan sering diberikan dalam larutan normal salin secara intravena
(IV). Saat ini telah tersedia obat baru turunan dari fenitoin dengan efek samping
yang minimal yaitu fosfofenitoin, Bila setelah pemberian loading dose kejang
masih berlangsung, maka dapat diberikan fenobarbital 20 mg/kgBB dan dapat
ditambah 5 mg/kgBB bila kejang masih juga berlangsung.27
Fenobarbital
merupakan obat pilihan pada anak dengan serangan status epileptikus yang
berhubungan dengan demam.2
Sebagian besar pasien memberikan respon yang baik terhadap
penatalaksanaan awal. Jika penatalaksanaan awal gagal maka pasien segera
dirujuk ke perawatan intensif. Indikasi masuk ke unit intensif adalah gagal terapi,
kegagalan serebral dan sistemik. Pada pasien yang telah masuk dalam status
epileptikus refrakter, pemberian obat dilakukan secara terus menerus melalui infus
25
sampai kejang teratasi. Beberapa senter pengobatan menggunakan midazolam
infus, atau Pentobarbital, atau propofol.28
(Bagan-1)
Pentobarbital diberikan loading dose 2-5 mg/kgBB IV, rentang pemberian
jangan melebihi 50 mg/menit. Infus rumatan 1-2 mg/kgBB/jam di dalam infuse
NaCL 0,9%. Pemberian ini dilanjutkan sampai minimal 12 jam bebas kejang, baru
kemudian pelan-pelan dihentikan.29
Propofol merupakan salah satu obat pilihan pada status epileptikus
refrakter, dapat diberikan dosis inisial 1-2mg/kgBB bolus, dapat diulangi setiap
kejang. Sebagai dosis lanjutan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 1-15
mg/kgBB perjam. Dosis diturunkan secara perlahan setelah 12 jam bebas kejang.
Penurunannya memakai aturan 5% pengurangan tetesan tiap jam.23
26
27
Komplikasi sistemik
Perubahan sistemik sering terjadi pada kejang lama.12
Komplikasi ini
berkontribusi pada morbiditas dan dapat mengancam nyawa. Hipoksemia terjadi
dari gangguan ventilasi, konsumsi oksigen meningkat, produk air liur dan secret
trakeobronkial meningkat. Kejang yang berhubungan dengan hipoksemia
menyebabkan gangguan metabolisme lebih lanjut, termasuk berkurangnya kadar
glukosa otak, asidosis laktat, dan penurunan ATP otak. Hipoksemia berat dan
asidosis dapat menyebabkan gangguan fungsi miokard, curah jantung berkurang,
dan hipotensi. Asidemia – asidosis laktat dan asidosis pernapasan sering
menyertai SE, sehingga pH kurang dari 7,0.25
Perubahan konsentrasi-konsentrasi glukosa darah meningkat di awal
kejang karena pelepasan katekolamin dan kerja syaraf simpatik. Namun, kejang
yang berlangsung lama sering mengakibatkan hipoglikemia karena kebutuhan
untuk proses metabolic yang meningkat pada saat kejang.2
Gangguan tekanan darah, denyut jantung, dan tekanan vena sentral
meningkat pada awal SE. Kenaikan ini disertai dnegan peningkatan aliran darah
serebral (200-700 % pada primata) untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan
metabolisme otak.25
Namun, bila kejang terus berlanjut maka tekanan darah akan
menurun mengakibatkan hipotensi. Aliran darah serebral juga menurun meskipun
tetap berada dalam batas normal.2
Peningkatan tekanan intrakranial dapat meningkat selama SE. Peningkatan
lebih lanjut dapat menganggu pasokan oksigen mengakibatkan edema serebral.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan tekanan intrakranial
termasuk asidosis metabolik, hipoksemia, kadar karbon dioksida dengan retensi
vasodilatasi serebral dan peningkatan kompensasi aliran darah serebral.25
Prognosis
Status epileptikus bisa berakibat fatal dan berhubungan dengan morbiditas
jangka panjang, termasuk kekambuhan kejang serta masalah neurologis. Berat
28
ringannya dampak dari SE tergantung pada penyebab yang mendasarinya, durasi
kejang, dan usia anak.3
Etiologi yang mendasari adalah prediktor utama kematian. Gejala sisa
neurologis akibat SE berupa defisit fokal motorik, keterbelakangan mental,
gangguan perilaku, dan epilepsi kronis. Gejala sisa neurologis biasanya
disebabkan oleh kondisi yang mendasari saat kejang terjadi.22
SE berulang terjadi
terutama pada anak-anak dengan status neurologis yang abnormal.23
Kesimpulan
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua dan menjadi
suatu kedaruratan medik yang membutuhkan intervensi cepat. Kejang yang
berlangsung 5 menit sering berlanjut menjadi SE. Tindakan yang cepat dan tepat
dibutuhkan untuk mengatasi SE sehingga komplikasi maupun gejala sisa yang
menyebabkan kerusakan otak permanen dapat dicegah. Lamanya kejang dan
efektivitas pengobatan menentukan prognosis. Evaluasi riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang merupakan hal penting untuk mencari
penyebab yang mendasari status epileptikus.2
29
BAB IV
ANALISIS KASUS
Dari anamnesis diperoleh seorang anak laki-laki, berusia 11 tahun, berat
badan 26 kg dengan keluhan utama kejang. Kejang sejak ± 2 hari SMRS, demam
tidak ada, muntah (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Hingga saat masuk RS os
telah kejang umum tonik klonik sebanyak 5 kali dengan lama kejang 5-30 menit
tiap kejangnya. Di antara kejang, pasien tidak sadarkan diri dan badan terasa
lemas. Penderita kemudian dibawa ke Puskesmas Gunung Megang dan dirujuk ke
RSUD Moh. Rabain M.Enim.
Pada kasus ini diketahui os kejang berulang kali dalam waktu 2 hari, di
antara kejang yang satu dengan kejang yang lain ada jeda waktu tenang, dimana
dalam jeda waktu tersebut anak menjadi tidak sadarkan diri. Sehingga dapat
diklasifikasikan ke dalam status epileptikus.
Status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua
atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang
atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang
yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan
sebagai status epileptikus.
Dari riwayat penyakit dahulu diketahui terdapat riwayat kejang
sebelumnya . Kejang pertama kali saat os berumur 3 minggu. Saat itu os panas
tinggi kemudian diikuti kejang sebanyak 1 kali. Lamanya kejang sekitar 10 menit,
kejang umum tonik klonik Post iktal, os menangis. Os tidak dibawa berobat.
Kejang sering terjadi sejak usia 3 minggu sampai 3 bulan, frekuensi kejang
minimal 1 x seminggu dan lamanya kejang bervariasi 5 hingga 10 menit. Ibu os
tidak membawa os berobat. Hingga usia 6 tahun os tidak pernah kejang. Namun
usia 7 tahun – 8 tahun, penderita kembali kejang. Hampir tiap bulan os kejang dan
diawali akibat kelelahan setelah bermain. Orang tua os tetap tidak membawa os ke
30
dokter, karena beranggapan os baik-baik saja. Sejak usia 8 tahun hingga ± 2 hari
SMRS penderita tidak pernah kejang. Riwayat trauma sebelumnya disangkal
Diketahui dari riwayat tersebut os memiliki riwayat kejang. Terjadi kejang
pertama kali pada usia 3 minggu yang disertai demam. Faktor risiko yang
menimbulkan kejang pertama pada os antara lain: asfiksia, usia, dan demam.
Riwayat kelahiran dengan asfiksia, os tidak langsung menangis. Asfiksia
menyebabkan hipoksia dan iskemia jaringan otak. Hipoksia menyebabkan
rusaknya faktor inhibisi atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi sehingga
mudah timbul kejang jika ada rangsangan yang memadai. Kejang pada usia 3
minggu ini diakibatkan pada keadaan otak yang belum matang reseptor as.
glutamate sebagai reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA
sebagai inhibitor kurang aktif sehingga otak belum matang, eksitasi lebih dominan
disbanding inhibisi. Sehingga pada masa otak belum matang (dalam tahap
perkembangan) yaitu kurang dari 2 tahun, eksitabilitas neural lebih tinggi
dibanding otak yang sudah matang disebut masa developmental window (masa
perkembangan otak) dan rentan terhadap bangkitan kejang. Demam yang
mengawali kejang pertama kali menyebabkan perubahan potensial membrane dan
menurunkan fungsi inhibisi sehingga menurunkan nilai ambang kejang lalu
timbulah bangkitan kejang.
Dari riwayat perkembangan diketahui terdapat perkembangan yang
terlambat yaitu telat bicara dan berjalan. Sedangkan status gizi kurang.
31
Berikut merupakan alur riwayat perjalanan penyakit pada pasien
berikut analisisnya:
32
Status Epileptikus
• kejang yang berlangsung selama 30 menit atau
lebih lama, atau kejang yang berulang dimana
diantara kejang anak tidak sadar.
• Riwayat Trauma (-)
• Riwayat penyakit
dengan gejala yang
sama (+)
• Riwayat Epilepsi
Dalam Keluarga (-)
• Riwayat muntah-
muntah (-)
• Riwayat diare (-)
• Kesadaran : compos mentis
• Nadi : 88 kali/ menit, isi dan
tegangan cukup, reguler
• Pernapasan : 28 kali/ menit
• Suhu : 37,1 o
C
• Lingkar Kepala: 48 cm mikrocephali
• Status gizi : Kurang
• GRM (-)
• IQ : 5 (retarded)
Di RS os kejang seluruh tubuh, tonik
klonik, frekuensinya 2 kali, lamanya 5
menit dan 15 menit, post iktal sadar.
± 2 hari SMRS os kejang
5 kali, lama 5-30 menit,
demam (-)
Status epileptikus + Gizi
kurang + Mikrocephali +
Retardasi mental
Status Epileptikus
Gangguan metabolik
Meningitis
Dari pemeriksaan fisik tidak diperoleh adanya gejala rangsang meningeal
berupa kaku kuduk maupun refleks patologis, trismus, kekakuan anggota tubuh
lainnya, dan gangguan pernapasan. Dari pemeriksaan fungsi motorik didapatkan
kekuatan lengan dan tungkai kiri +3.
Berdasarkan hasil anamnesis pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan status
epileptikus yaitu kejang yang berlangsung selama 30 menit atau lebih lama, atau
kejang yang berulang dimana diantara kejang anak tidak sadar. Dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan dapat mengeksklusi diagnosa meningitis karena tidak
adanya gejala rangsang meningeal. Pemeriksaan elektrolit tidak dilakukan namun
dari anamnesis tidak terdapat riwayat muntah-muntah dan diare yang dapat
menyingkirkan diagnosa kejang akibat gangguan elektrolit (metabolik).
Tatalaksana meliputi terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi
farmakologis. Dalam penanganan status epileptikus biasanya dilakukan 3 tahap
tindakan yaitu stabilisasi penderita, menghentikan kejang, menegakkan diagnosis.
Stabilisasi meliputi usaha-usaha mempertahankan dan memperbaiki fungsi vital
yang mungkin terganggu; membersihkan udara dan jalan pernafasan, serta
memberikan oksigen. Menghentikan kejang harus dilakukan segera sesudah tahap
stabilisasi selesai. Penghentian kejang yaitu dengan pemberian Obat Anti
Epilepsi (OAE) , antibiotik serta pemberian agen nootropik yaitu piracetam dan
pemberian dexamethasone. Pemberian piracetam untuk meningkatkan efektivitas
dari fungsi telenceophalon (fungsi kognitif) melalui peningkatan fungsi
neurotransmitter kolinergik dengan menstimulasi glikosis oksidatif, meningkatkan
konsumsi oksigen pada otak serta mempengaruhi pengaturan cerebrovaskular dan
juga mempunyai efek antitrombotik. Pemberian dexametason dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya edema otak.
Selain itu, hal yang paling penting adalah memberikan edukasi kepada
orang tua mengenai obat rumatan. Os diberikan obat rumatan berupa antibiotik
cefixime, obat anti epilepsi yaitu asam valproat, dan piracetam sebagai agen
nootropik. Dan pemberian edukasi agar tidak panik jika os kembali kejang dan
menjelaskan apa yang perlu dilakukan oleh orang tua jika os kembali kejang.
33
Prognosis pada os adalah quo ad vitam bonam dan quo ad functionam dubia
ad malam, karena terdapatnya beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan
kemungkinan berulangnya status epileptikus pada pasien ini antara lain riwayat
serangan SE sebelumnya, usia saat onset pertama kali < 1 tahun, simptomatik
epilepsi sehingga kemungkinan nilai ambang batas kejang pada pasien yang sudah
sangat rendah, sehingga jika ada rangsangan yang memadai dapat menyebabkan
berulangnya kejang pada pasien ini. Terdapat kelainan fungsi motorik pada
anggota gerak sebelah kiri, yaitu lengan kiri dan tungkai kiri dengan kekuatan +3.
Sehingga aktivitas menggunakan tangan dan kaki kiri menjadi terbatas. Penelitian
menunjukkan bahwa hemiparese dapat terjadi pada kejang lama (>30 menit) baik
umum atau fokal, dimana kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal, mula-mula
flaksid lalu setelah 2 minggu spastic.
Selain itu pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan intelegensi
didapatkan nilai 5 sangat rendah (retardasi mental) sehingga akibat yang
ditimbulkan dari kejang berulang itu sendiri telah merusak telencephalon yang
berfungsi dalam mengatur fungsi kognitif.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Proposal for revised clinical and electroencephalographic classification of
epileptic seizures. From the Commission on Classification and Terminology of
the International League Againts Epilepsy. Epilepsia 1981: 22: 489
2. Masayu RD. Status Epileptikus. Naskah Lengkap Tatalaksana Kasus-Kasus
Kegawatan Pada Anak. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas KEdokteran
Universitas Sriwijaya RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang. 2012: 112-125
3. Chin RF, Neville BG, Peckham C, et al. Incidence, cause, and short term
outcome of convulsive status epilepticus in childhoos: prospective population
based study. Lancet 2006: 368: 222
4. Singh RK, Stephens S, Berl MM, et al. Prospective study of new onset seizures
presenting as status epilepticus in childhood. Neurology 2010: 74: 636
5. Eriksson K, Metsaranta P, Huhtala H, et al. Treatment delay and the risk of
prolonged status epilepticus. Neurology 2005; 65 : 1316
6. Shinnar S, Berg AT, Mohse SL, Shinnar R. How long do new onset seizures in
children last? Ann Neurol 2001; 49 ; 469
7. Rivello JJ. Et al. Diagnosis assessment of the child with status epilepticus (an
evidene based review). Report of the Quality Standards Subcommitee of the
American Academy of Neurology and the Practice Committee of the Child
Neurology Society. AAN 2006; 67 : 1542-50
8. Tay SK, Hirsch U, Leary L. et al. Nonconvulsic=ve status epilepticus in children:
clinical and EEG characteristics. EPilepsia 2006; 47 : 1504
9. Treiman DM. Electronical features of status epilepticus. J CLin Neurophysial
1995; 12 : 343
10. Wasterlain CG, Chen JW. Definition and Classification of Status Epilepticus.
Dalam: Wasterlain CG, Treiman DM. Status epilepticus mechanism and
management. Cambridge: MIT press books 2. 006. H. 11-6
11. Manford M. Status Epilepticus in Practical Guide to Epilepsy. Burlington.
Butterworth Heinemann 2003; 243-62
12. Coulter DA. Chronic epileptogenic cellular alterations in the limbic system after
status epilepticus. Epilepsia 1999; 40. Suppl 1: S23
13. Wasterlain CG, Fujikawa DG, Penix L, Sankar R. Pathopysiological mechanisms
of brain damage from status epilepticus. Epilepsia 1993; 34 Suppl 1:S37
14. Wasterlain, Baxter CF, Baldwin RA. GABA metabolism in the substantia nigra,
cortex, and hippocampus during status epilepticus. Neurochem Res 1993; 18:
S27
15. Coulter DA. Chronic epileptogenic cellular alterations in the limbic system after
status epilepticus. Epilepsia 1999; 40 Suppl 1: S23
16. DeGiorgio et al. Neuron specific enolase, a marker of acute neuronal injury, is
increased in complex partial status epilepticus. Epilepsia 1996; 37: 606
17. Shinnar S, et al. In whom does status epilepticus occur: age related differences in
children. Epilepsia 1997; 38: 907
18. Haut SR, Shinnar S, et al. The association between seizure clustering and
convulsive status epilepticus in patients with intractable complex partial seizures.
Epilepsia 1999; 40: 1832
19. Novak G. Risk factors for status epilepticus in children with symptomatic
epilepsy. Neurology 1997; 49: 533
20. Berg AT, et al. Status epilepticus adter the initial diagnosis in children.
Neurology 2004; 63:1027
35
21. Antonius HP, Badriul H, Setyo H, dkk. Tatalaksana Kejang Akut dan Status
Epileptikus. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010:
310-15.
22. Maytal J, SHinnar S. Low morbidity and mortality od status epilepticus in
children 1989; 83:323
23. Shinnar S, Maytal J. Recurrent status epilepticus in children. Ann Neurol 1992;
31:598
24. Walker MC. Serial Seizure and Status Epilepticus. Neurology 2003: 31-8
25. Delorenzo RJ. Incidence and causes od status epilepticus. Dalam: Wasterlain CG.
Status epilepticus mechanisms and management. Cambridge: MIT press books
206. h. 17-29
26. Guerrini R. Epilepsy in Children, The Lancet 2006: 367:499-524
27. Shorvon S. Handbook of Epilepsy treatment. Oxford: Blackwell science Ltd.
2000. h. 181-94
28. Evrard P. Management Status epilepticus in Infant and Children. Cambridge MIT
press books 2006. h. 515-21
29. Widodo DP. Algoritme Penatalaksanaan Kejang Akut dan Status Epileptikus
pada Bayi dan Anak. Dalam: Pusponegoro HD,. Pediatric Neurology and
Neuroemergency in Daily Practice. Naskah lenhkap pendidikan kedokteran
berkelanjutan ilmu kesehatan anaka XLIX, Jakarta: Badan penerbit IDAI 2006. h.
63-9
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Math homework help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Algebra Help
https://www.homeworkping.com/
Calculus Help
https://www.homeworkping.com/
Accounting help
https://www.homeworkping.com/
Paper Help
https://www.homeworkping.com/
Writing Help
https://www.homeworkping.com/
36
Online Tutor
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
37

More Related Content

What's hot

CASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARUCASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARUKharima SD
 
149418771 case-report-chairul-epilepsi
149418771 case-report-chairul-epilepsi149418771 case-report-chairul-epilepsi
149418771 case-report-chairul-epilepsihomeworkping4
 
Mekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektilMekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektilAgus Gunardi
 
glomerulonefritis anak
glomerulonefritis anakglomerulonefritis anak
glomerulonefritis anakSuzika Dewi
 
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)Lena Setianingsih
 
Tatalaksana Gawat Nafas Pada Neonatus
Tatalaksana Gawat Nafas Pada NeonatusTatalaksana Gawat Nafas Pada Neonatus
Tatalaksana Gawat Nafas Pada NeonatusDokter Tekno
 
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasusaauyahilda
 
Status Dermatologikus
Status DermatologikusStatus Dermatologikus
Status Dermatologikuspeternugraha
 
Penatalaksanaan medis hidronefrosis
Penatalaksanaan medis hidronefrosisPenatalaksanaan medis hidronefrosis
Penatalaksanaan medis hidronefrosisMiranti Nur Fitriana
 
Kasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHF
Kasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHFKasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHF
Kasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHFTenri Ashari Wanahari
 
Refrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSISRefrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSISKharima SD
 

What's hot (20)

CASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARUCASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
CASE REPORT TUBERKULOSIS PARU
 
Laporan kasus ii
Laporan kasus iiLaporan kasus ii
Laporan kasus ii
 
Laporan mingguan igd
Laporan mingguan igdLaporan mingguan igd
Laporan mingguan igd
 
149418771 case-report-chairul-epilepsi
149418771 case-report-chairul-epilepsi149418771 case-report-chairul-epilepsi
149418771 case-report-chairul-epilepsi
 
Urolithiasis
UrolithiasisUrolithiasis
Urolithiasis
 
Mekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektilMekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektil
 
glomerulonefritis anak
glomerulonefritis anakglomerulonefritis anak
glomerulonefritis anak
 
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
Asma pada anak (penatalaksanaan, pencegahan, edukasi, prognosis)
 
Tatalaksana Gawat Nafas Pada Neonatus
Tatalaksana Gawat Nafas Pada NeonatusTatalaksana Gawat Nafas Pada Neonatus
Tatalaksana Gawat Nafas Pada Neonatus
 
Terapi Mannitol
Terapi MannitolTerapi Mannitol
Terapi Mannitol
 
Terapi cairan pada anak
Terapi cairan pada anakTerapi cairan pada anak
Terapi cairan pada anak
 
Gnaps farmasi 2017
Gnaps farmasi 2017Gnaps farmasi 2017
Gnaps farmasi 2017
 
EKG
EKGEKG
EKG
 
Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah DengueDemam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue
 
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
225881539 appendisitis-akut-laporan-kasus
 
Status Dermatologikus
Status DermatologikusStatus Dermatologikus
Status Dermatologikus
 
Penatalaksanaan medis hidronefrosis
Penatalaksanaan medis hidronefrosisPenatalaksanaan medis hidronefrosis
Penatalaksanaan medis hidronefrosis
 
Kasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHF
Kasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHFKasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHF
Kasus Kecil Interna : CKD, Hipertensi, Diabetes Melitus, CHF
 
Refrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSISRefrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSIS
 
Giovanni status bedah
Giovanni   status bedahGiovanni   status bedah
Giovanni status bedah
 

Viewers also liked

101434287 investment-in-bond
101434287 investment-in-bond101434287 investment-in-bond
101434287 investment-in-bondhomeworkping7
 
163971199 case-report-i
163971199 case-report-i163971199 case-report-i
163971199 case-report-ihomeworkping7
 
160723746 a-case-study-of-a-patient-with-pih-docx
160723746 a-case-study-of-a-patient-with-pih-docx160723746 a-case-study-of-a-patient-with-pih-docx
160723746 a-case-study-of-a-patient-with-pih-docxhomeworkping7
 
206569099 ben-final-case-study-osmak
206569099 ben-final-case-study-osmak206569099 ben-final-case-study-osmak
206569099 ben-final-case-study-osmakhomeworkping7
 
205073848 transpo-11-20
205073848 transpo-11-20205073848 transpo-11-20
205073848 transpo-11-20homeworkping7
 
163236411 dena-case-study
163236411 dena-case-study163236411 dena-case-study
163236411 dena-case-studyhomeworkping7
 
107020474 case-study-presentation
107020474 case-study-presentation107020474 case-study-presentation
107020474 case-study-presentationhomeworkping7
 
205499604 legmed-rubi-li-case
205499604 legmed-rubi-li-case205499604 legmed-rubi-li-case
205499604 legmed-rubi-li-casehomeworkping7
 
159747608 a-training-report-on
159747608 a-training-report-on159747608 a-training-report-on
159747608 a-training-report-onhomeworkping7
 
106826880 cc-update-09-24-12
106826880 cc-update-09-24-12106826880 cc-update-09-24-12
106826880 cc-update-09-24-12homeworkping7
 
162262352 legitime-docx
162262352 legitime-docx162262352 legitime-docx
162262352 legitime-docxhomeworkping7
 
207372012 long-case-rawalo-dedi
207372012 long-case-rawalo-dedi207372012 long-case-rawalo-dedi
207372012 long-case-rawalo-dedihomeworkping7
 
163401639 constitution-cases
163401639 constitution-cases163401639 constitution-cases
163401639 constitution-caseshomeworkping7
 

Viewers also liked (18)

101434287 investment-in-bond
101434287 investment-in-bond101434287 investment-in-bond
101434287 investment-in-bond
 
163971199 case-report-i
163971199 case-report-i163971199 case-report-i
163971199 case-report-i
 
160723746 a-case-study-of-a-patient-with-pih-docx
160723746 a-case-study-of-a-patient-with-pih-docx160723746 a-case-study-of-a-patient-with-pih-docx
160723746 a-case-study-of-a-patient-with-pih-docx
 
206569099 ben-final-case-study-osmak
206569099 ben-final-case-study-osmak206569099 ben-final-case-study-osmak
206569099 ben-final-case-study-osmak
 
108459462 chapter-7
108459462 chapter-7108459462 chapter-7
108459462 chapter-7
 
205073848 transpo-11-20
205073848 transpo-11-20205073848 transpo-11-20
205073848 transpo-11-20
 
163236411 dena-case-study
163236411 dena-case-study163236411 dena-case-study
163236411 dena-case-study
 
107020474 case-study-presentation
107020474 case-study-presentation107020474 case-study-presentation
107020474 case-study-presentation
 
205499604 legmed-rubi-li-case
205499604 legmed-rubi-li-case205499604 legmed-rubi-li-case
205499604 legmed-rubi-li-case
 
159501161 shwata
159501161 shwata159501161 shwata
159501161 shwata
 
161144815 obesity
161144815 obesity161144815 obesity
161144815 obesity
 
159747608 a-training-report-on
159747608 a-training-report-on159747608 a-training-report-on
159747608 a-training-report-on
 
106826880 cc-update-09-24-12
106826880 cc-update-09-24-12106826880 cc-update-09-24-12
106826880 cc-update-09-24-12
 
102901204 case-3
102901204 case-3102901204 case-3
102901204 case-3
 
162262352 legitime-docx
162262352 legitime-docx162262352 legitime-docx
162262352 legitime-docx
 
205832087 cc-2
205832087 cc-2205832087 cc-2
205832087 cc-2
 
207372012 long-case-rawalo-dedi
207372012 long-case-rawalo-dedi207372012 long-case-rawalo-dedi
207372012 long-case-rawalo-dedi
 
163401639 constitution-cases
163401639 constitution-cases163401639 constitution-cases
163401639 constitution-cases
 

Similar to Status Epileptikus

Kasus dana analisa kasus new
Kasus dana analisa kasus newKasus dana analisa kasus new
Kasus dana analisa kasus newnurmegakurnia
 
83355370 presus-infeksi-saluran-kemih
83355370 presus-infeksi-saluran-kemih83355370 presus-infeksi-saluran-kemih
83355370 presus-infeksi-saluran-kemihTracey Rompas
 
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdfLapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdfgabriella946536
 
Sindroma Lupus Eritematosus.pptx
Sindroma Lupus Eritematosus.pptxSindroma Lupus Eritematosus.pptx
Sindroma Lupus Eritematosus.pptxAvinoMulanaFikri1
 
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT DR. HEKA.pptx
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT  DR. HEKA.pptxPPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT  DR. HEKA.pptx
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT DR. HEKA.pptxssuser6a7917
 
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsi
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsiAskep pada ibu dengan kasus preeklamsi
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsiKampus-Sakinah
 
CASE report kejang demam sederhana .pptx
CASE report kejang demam sederhana .pptxCASE report kejang demam sederhana .pptx
CASE report kejang demam sederhana .pptxlydiaekaputri
 
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptxLAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptxAnnisaRizkaFauziah
 
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anakhomeworkping7
 
konklin .pptx
konklin .pptxkonklin .pptx
konklin .pptxghana14
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKPhil Adit R
 
Neonatus Kuran Bulan dengan Sepsis
Neonatus Kuran Bulan dengan SepsisNeonatus Kuran Bulan dengan Sepsis
Neonatus Kuran Bulan dengan SepsisAris Rahmanda
 
kejang demam bed site teaching
kejang demam bed site teachingkejang demam bed site teaching
kejang demam bed site teachingcendyandestria
 

Similar to Status Epileptikus (20)

208548844 case-fix
208548844 case-fix208548844 case-fix
208548844 case-fix
 
Kasus dana analisa kasus new
Kasus dana analisa kasus newKasus dana analisa kasus new
Kasus dana analisa kasus new
 
83355370 presus-infeksi-saluran-kemih
83355370 presus-infeksi-saluran-kemih83355370 presus-infeksi-saluran-kemih
83355370 presus-infeksi-saluran-kemih
 
Cbd kd dr.sri
Cbd kd dr.sriCbd kd dr.sri
Cbd kd dr.sri
 
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdfLapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
Lapkas ISIP - Ensefalopati Dengue - Maria Gabriella Ananta.pdf
 
Sindroma Lupus Eritematosus.pptx
Sindroma Lupus Eritematosus.pptxSindroma Lupus Eritematosus.pptx
Sindroma Lupus Eritematosus.pptx
 
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT DR. HEKA.pptx
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT  DR. HEKA.pptxPPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT  DR. HEKA.pptx
PPT LAPKAS 1 DEMAM REUMATIK AKUT DR. HEKA.pptx
 
Ppt lapsus ika
Ppt lapsus ikaPpt lapsus ika
Ppt lapsus ika
 
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsi
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsiAskep pada ibu dengan kasus preeklamsi
Askep pada ibu dengan kasus preeklamsi
 
CASE report kejang demam sederhana .pptx
CASE report kejang demam sederhana .pptxCASE report kejang demam sederhana .pptx
CASE report kejang demam sederhana .pptx
 
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptxLAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
 
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
161092743 case-sindroma-nefrotik-anak
 
Kejang demam kompleks
Kejang demam kompleksKejang demam kompleks
Kejang demam kompleks
 
konklin .pptx
konklin .pptxkonklin .pptx
konklin .pptx
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIK
 
Bst dhf (guntur)
Bst dhf (guntur)Bst dhf (guntur)
Bst dhf (guntur)
 
Bronkopneumonia
BronkopneumoniaBronkopneumonia
Bronkopneumonia
 
Neonatus Kuran Bulan dengan Sepsis
Neonatus Kuran Bulan dengan SepsisNeonatus Kuran Bulan dengan Sepsis
Neonatus Kuran Bulan dengan Sepsis
 
Asuhan kebidanan pada ibu hamil normal
Asuhan kebidanan pada ibu hamil normalAsuhan kebidanan pada ibu hamil normal
Asuhan kebidanan pada ibu hamil normal
 
kejang demam bed site teaching
kejang demam bed site teachingkejang demam bed site teaching
kejang demam bed site teaching
 

More from homeworkping7

207797480 effective-study-skills-3
207797480 effective-study-skills-3207797480 effective-study-skills-3
207797480 effective-study-skills-3homeworkping7
 
207745685 b-777-oral-study
207745685 b-777-oral-study207745685 b-777-oral-study
207745685 b-777-oral-studyhomeworkping7
 
207702106 spec-pro-cases
207702106 spec-pro-cases207702106 spec-pro-cases
207702106 spec-pro-caseshomeworkping7
 
207619526 urc-case-study
207619526 urc-case-study207619526 urc-case-study
207619526 urc-case-studyhomeworkping7
 
207528705 family-case-study-1
207528705 family-case-study-1207528705 family-case-study-1
207528705 family-case-study-1homeworkping7
 
207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace
207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace
207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplacehomeworkping7
 
207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india
207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india
207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-indiahomeworkping7
 
207285085 classic-knitwear-case-study
207285085 classic-knitwear-case-study207285085 classic-knitwear-case-study
207285085 classic-knitwear-case-studyhomeworkping7
 
207244508 united-color-of-benaton
207244508 united-color-of-benaton207244508 united-color-of-benaton
207244508 united-color-of-benatonhomeworkping7
 
207135483 oblicon-case-digestsxavier
207135483 oblicon-case-digestsxavier207135483 oblicon-case-digestsxavier
207135483 oblicon-case-digestsxavierhomeworkping7
 
207095812 supply-chain-management
207095812 supply-chain-management207095812 supply-chain-management
207095812 supply-chain-managementhomeworkping7
 
207043126 ikea-case-study-solution
207043126 ikea-case-study-solution207043126 ikea-case-study-solution
207043126 ikea-case-study-solutionhomeworkping7
 
206915421 avatar-case-study
206915421 avatar-case-study206915421 avatar-case-study
206915421 avatar-case-studyhomeworkping7
 
206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013
206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013
206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013homeworkping7
 
206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014
206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014
206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014homeworkping7
 
206883782 lawyers-fiduciary-obligations
206883782 lawyers-fiduciary-obligations206883782 lawyers-fiduciary-obligations
206883782 lawyers-fiduciary-obligationshomeworkping7
 
206869083 ortho-study-guide
206869083 ortho-study-guide206869083 ortho-study-guide
206869083 ortho-study-guidehomeworkping7
 
206718637 a-study-on-quality-of-work-life-of-employees
206718637 a-study-on-quality-of-work-life-of-employees206718637 a-study-on-quality-of-work-life-of-employees
206718637 a-study-on-quality-of-work-life-of-employeeshomeworkping7
 

More from homeworkping7 (20)

207797480 effective-study-skills-3
207797480 effective-study-skills-3207797480 effective-study-skills-3
207797480 effective-study-skills-3
 
207745685 b-777-oral-study
207745685 b-777-oral-study207745685 b-777-oral-study
207745685 b-777-oral-study
 
207702106 spec-pro-cases
207702106 spec-pro-cases207702106 spec-pro-cases
207702106 spec-pro-cases
 
207619526 urc-case-study
207619526 urc-case-study207619526 urc-case-study
207619526 urc-case-study
 
207528705 family-case-study-1
207528705 family-case-study-1207528705 family-case-study-1
207528705 family-case-study-1
 
207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace
207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace
207492751 examples-of-unethical-behavior-in-the-workplace
 
207402181 ee-ass1
207402181 ee-ass1207402181 ee-ass1
207402181 ee-ass1
 
207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india
207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india
207287040 a-study-on-impact-of-ites-sectors-in-india
 
207285085 classic-knitwear-case-study
207285085 classic-knitwear-case-study207285085 classic-knitwear-case-study
207285085 classic-knitwear-case-study
 
207244508 united-color-of-benaton
207244508 united-color-of-benaton207244508 united-color-of-benaton
207244508 united-color-of-benaton
 
207137236 ee2207-lm
207137236 ee2207-lm207137236 ee2207-lm
207137236 ee2207-lm
 
207135483 oblicon-case-digestsxavier
207135483 oblicon-case-digestsxavier207135483 oblicon-case-digestsxavier
207135483 oblicon-case-digestsxavier
 
207095812 supply-chain-management
207095812 supply-chain-management207095812 supply-chain-management
207095812 supply-chain-management
 
207043126 ikea-case-study-solution
207043126 ikea-case-study-solution207043126 ikea-case-study-solution
207043126 ikea-case-study-solution
 
206915421 avatar-case-study
206915421 avatar-case-study206915421 avatar-case-study
206915421 avatar-case-study
 
206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013
206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013
206891661 ee2002-lab-manual-fall-2013
 
206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014
206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014
206885611 eskom-ee-simama-ranta-2014
 
206883782 lawyers-fiduciary-obligations
206883782 lawyers-fiduciary-obligations206883782 lawyers-fiduciary-obligations
206883782 lawyers-fiduciary-obligations
 
206869083 ortho-study-guide
206869083 ortho-study-guide206869083 ortho-study-guide
206869083 ortho-study-guide
 
206718637 a-study-on-quality-of-work-life-of-employees
206718637 a-study-on-quality-of-work-life-of-employees206718637 a-study-on-quality-of-work-life-of-employees
206718637 a-study-on-quality-of-work-life-of-employees
 

Recently uploaded

Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 

Recently uploaded (20)

Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 

Status Epileptikus

  • 1. Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites BAB I PENDAHULUAN Status epileptikus (SE) adalah keadaan darurat yang serius dan sering mengancam jiwa serta memerlukan intervensi medis cepat. Kondisi ini dapat merupakan komplikasi penyakit akut seperti ensefalitis dan dapat terjadi sebagai kejang pertama pada 12% anak-anak dengan epilepsi.1 Antara 10 sampai 20% anak-anak dengan epilepsi akan memiliki setidaknya satu episode Status Epileptikus.2 Insiden pada masa kanak-kanak diperkirakan 17-23 episode per 100.000 per tahun. 3 Tingkat insiden, penyebab, dan prognosis bervariasi secara substansial dengan usia. Insiden tertinggi adalah pada tahun pertama kehidupan. Status epileptikus akibat demam merupakan etiologi yang paling umum.4 Berdasarkan jenis serangan, dikenal SE konvulsivus dan non konvulsivus, Diagnosis SE nonkonvulsivus lebih sulit dibanding SE konvulsivus karena serangannya tidak nyata, namun bila dilakukan monitor melalui rekaman electroencephalogram (EEG) maka akan tampak aktifitas abnormal. Absence adalah salah satu kasus kejang nonkonvulsivus. Oleh karena itu EEG sangat penting untuk memonitor kasus status epileptikus.2 Dalam praktek sehari-hari, penatalaksanaan SE terutama di tempat-tempat yang tidak memiliki fasilitas perawatan intensif akan menghadapi kendala teknis dan nonteknis, sehingga dokter dituntut untuk dapat bekerja professional dan 1
  • 2. mempunyai pemahaman tentang status epileptikus dengan penggunaan obat yang adekuat.2 Adapun tujuan laporan kasus ini adalah untuk memberikan pemahaman terhadap penanganan status epileptikus sehingga diharapkan penatalaksanaan terhadap kasus status epileptikus dapat dilakukan secara efektif dan efisien. BAB II LAPORAN KASUS I. IDENTIFIKASI Nama : An. MT Umur : 11 tahun Jenis Kelamin : 26 kg Agama : Islam Bangsa : Indonesia Alamat : Dusun IV Desa Aur Duri Kecamatan Rambang Dangku MRS : 13 April 2012 II. ANAMNESIS (Alloanamnesis dengan ibu penderita, 14 April 2012) Keluhan Utama : Kejang Riwayat Perjalanan Penyakit ± 2 hari SMRS, penderita mendadak kejang, tanpa diawali demam terlebih dahulu, tetapi setelah kejang badan terasa sedikit panas. Muntah- muntah (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Penderita kejang tidak lama setelah bermain. Hingga saat masuk RS penderita telah kejang sebanyak 5 kali dengan lama kejang 5-30 menit tiap kejangnya. Saat kejang, tubuh penderita bergerak tidak teratur. Di antara kejang, pasien tidak sadarkan diri 2
  • 3. dan badan terasa lemas. Penderita tidak diberi obat apapun kemudian dibawa ke Puskesmas Gunung Megang dan dirujuk ke RSUD Moh. Rabain M.Enim. Setelah di RS penderita masih kejang. Kejang sebanyak 2 kali lama kejang 5 menit dan 15 menit. Jarak antara kejang sekitar 30 menit dan penderita tetap tidak sadar. Penderita diberikan diazepam injeksi 10 mg. Penderita sadar kira-kira 1 jam setelah kejang berakhir. Lalu penderita dipindahkan ke bangsal anak. Riwayat Penyakit Dahulu • Riwayat kejang dibenarkan ibu penderita. Kejang pertama kali saat penderita berumur 3 minggu. Saat itu penderita panas tinggi kemudian diikuti kejang sebanyak 1 kali. Lamanya kejang sekitar 10 menit, kejang seluruh tubuh. Setelah kejang selesai, penderita menangis. Penderita tidak dibawa berobat. Kejang sering terjadi sejak usia 3 minggu sampai 3 bulan, frekuensi kejang minimal 1 x seminggu dan lamanya kejang bervariasi 5 menit hingga 10 menit. Ibu penderita tidak membawa penderita berobat. Hingga usia 6 tahun penderita tidak pernah kejang. Namun usia 7 tahun – 8 tahun, penderita kembali kejang. Saat itu penderita kejang saat bermain bola dengan teman- temannya. Hampir tiap bulan penderita kejang dan diawali dengan kelelahan setelah bermain. Orang tua penderita tetap tidak membawa penderita ke dokter, karena beranggapan anaknya baik-baik saja walaupun sering kejang. Sejak usia 8 tahun hingga ± 2 hari SMRS penderita tidak pernah kejang. • Riwayat trauma sebelumnya disangkal Riwayat Penyakit dalam Keluarga Riwayat kejang dalam keluarga tidak ada Riwayat Kehamilan dan Kelahiran GPA : P1A0 3
  • 4. Masa kehamilan : aterm Partus : spontan Penolong : dukun beranak Berat badan : tidak diketahui Panjang badan : tidak diketahui Keadaan saat lahir : tidak langsung menangis, sianosis (+) akibat lilitan tali pusat Riwayat Makanan 0 bulan – 6 bulan : ASI 6 bulan – 1 tahun : Bubur saring 1 tahun – sekarang : Nasi biasa, 3 x sehari sebanyak 1 piring dengan tahu, tempe atau ikan Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan kurang Riwayat Vaksinasi Penderita tidak pernah diimunisasi Riwayat Perkembangan Fisik Tengkurap : 6 bulan Duduk : 9 bulan Berdiri : 1 tahun Berjalan : 3 tahun Berbicara : 5 tahun Kesan : Perkembangan motorik terhambat Riwayat Pendidikan Penderita tidak dapat menulis dan membaca. Penderita pernah bersekolah 1 minggu di kelas 1 SD kemudian berhenti. Riwayat Sosial Ekonomi 4
  • 5. Penderita merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Adik penderita masih sekolah SD dan bayi. Ayah penderita bekerja sebagai petani. Ibu penderita seorang Ibu Rumah Tangga. Secara ekonomi, keluarga penderita tergolong menengah ke bawah. III.PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum ( 14 April 2012 ) Kesadaran : Compos mentis Nadi : 88 kali/ menit, regular, isi dan tegangan cukup Pernapasan : 28 kali/ menit Suhu : 37,1 o C Berat badan : 26 kg Tinggi badan : 142 cm Lingkar Kepala : 48 cm, mikrocephali Anemis : tidak ada Sianosis : tidak ada Ikterus : tidak ada Turgor : baik Tonus : eutoni Edema umum : tidak ada Keadaan gizi : BB/U = 26/36 x 100% = 72,2 % TB/U = 142/144 x 100% = 98,6 % BB/TB = 26/35 x 100% = 76,5 % Kesan : Gizi Kurang Keadaan Spesifik Kulit : sianosis tidak ada 5
  • 6. Kepala Bentuk : normocephali Ukuran : mikrocephali Rambut : hitam, lurus, tidak mudah dicabut Mata : konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor, ¢ 3 mm Hidung : sekret tidak ada, nafas cuping hidung tidak ada, mukosa hiperemis tidak ada, septum deviasi tidak ada Telinga : sekret tidak ada, nyeri tarik aurikula tidak ada, nyeri tekan mastoid tidak ada Mulut : sianosis sirkumoral tidak ada, rhagaden tidak ada, typhoid tounge tidak ada, mukosa mulut dan bibir basah, karies dentis (-). Leher : pembesaran KGB tidak ada Thorax Paru-paru Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi tidak ada Palpasi : strem fremitus kanan = kiri Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-) Jantung Inspeksi : pulsasi, iktus cordis tidak terlihat Palpasi : iktus cordis dan thrill tidak teraba Perkusi : batas kanan jantung linea parasternalis sinistra, batas atas jantung ICS II, batas kiri jantung linea axillaris anterior sinistra Auskultasi : HR=88 kali/ menit, irama reguler, bunyi jantung I dan II normal, murmur dan gallop tidak ada 6
  • 7. Abdomen Inspeksi : datar Palpasi : lemas, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada. Perkusi : timpani Auskultasi : bising usus (+) normal Lipat paha dan genitalia Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada Ekstremitas Akral dingin tidak ada, anemis tidak ada, ikterik tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada Pemeriksaan Neurologis Fungsi Motorik Pemeriksaan Tungkai Lengan Kanan Kiri Kanan Kiri Gerakan Luas Luas Terbatas Terbatas Kekuatan +5 +3 +5 +3 Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni Klonus - - Refleks fisiologis + N + N + N + N Refleks patologis - - - - Fungsi sensorik : dalam batas normal Fungsi nervi kraniales : dalam batas normal Gejala rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-) IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah (14-4-2012) Hb : 12,7 gr% LED : 12 mm/jam Leukosit : 10.800 mm Trombosit : 279.000 mm 7
  • 8. Ht : 42 % Diff. count : 0/1/3/55/34/5 Kimia Darah (16-4-2012) SGOT : 16 U/I SGPT : 15 U/I V. DIAGNOSIS BANDING Status Epileptikus + Gizi Kurang + Mikrocephali + Retardasi Mental Meningitis + Gizi Kurang + Mikrocephali + Retardasi Mental Gangguan metabolik + Gizi Kurang + Mikrocephali + Retardasi Mental VI. DIAGNOSIS KERJA Status Epileptikus + Gizi Kurang + Mikrocephali + Retardasi Mental VII.Ringkasan Data Dasar Seorang anak laki-laki usia 11 tahun, 26 kg dengan keluhan utama kejang sejak ± 2 hari SMRS, demam (-), muntah (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Hingga saat masuk RS penderita telah kejang umum tonik klonik sebanyak 5 kali dengan lama kejang 5-30 menit tiap kejangnya. Di antara kejang, pasien tidak sadarkan diri dan badan terasa lemas. Penderita tidak diberi obat apapun kemudian dibawa ke Puskesmas Gunung Megang dan dirujuk ke RSUD Moh. Rabain M.Enim. RPD : Riwayat kejang dibenarkan ibu os. Kejang pertama kali saat os berumur 3 minggu. Saat itu penderita panas tinggi kemudian diikuti kejang sebanyak 1 kali. Lamanya kejang sekitar 10 menit, kejang umum tonik klonik Post iktal, os menangis. Os tidak dibawa berobat. Kejang sering terjadi sejak usia 3 minggu sampai 3 bulan, frekuensi kejang minimal 1 x seminggu dan lamanya kejang bervariasi 5 menit hingga 15 menit. Ibu os tidak membawa os berobat. Hingga usia 6 tahun os tidak pernah kejang. Namun usia 7 tahun – 8 8
  • 9. tahun, penderita kembali kejang. Hampir tiap bulan os kejang dan diawali dengan kelelahan setelah bermain. Orang tua os tetap tidak membawa os ke dokter, karena beranggapan os baik-baik saja. Sejak usia 8 tahun hingga ± 2 hari SMRS penderita tidak pernah kejang. Riwayat trauma sebelumnya disangkal Keadaan Umum Kesadaran: compos mentis; nadi: 88 kali/ menit, isi dan tegangan cukup, regular; pernapasan: 28 kali/ menit; suhu: 37,1 o C; berat badan: 26 kg; tinggi badan: 142 cm Status Gizi: kurang ; lingkar Kepala :48 cm (microcephali) Status lokalis Kepala : anemia -/-, ikterus -/-, pupil bulat isokor Thorax : Simetris, Retraksi (-) Cor : BJ I II Normal, regular, mumur (-), Gallop (-) Pulmo : vesikuler (+) N, wheexing (-), ronkhi (-) Abdomen : Datar, Lemas, BU (+) N, H/L tak teraba Ekstremitas : Akral Hangat, anemis (-), sianosis (-) Status neurologis Fungsi motorik : terhambat Fungsi sensorik : dalam batas normal Fungsi nervi kraniales : dalam batas normal Gejala rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-) VIII. PENATALAKSANAAN • IVFD KAEN 1B gtt XX makro/menit • Ceftriaxon 1x2gr • Diazepam amp 1x1 9
  • 10. • Phenytoin 500mg dalam NaCl 100 ml selama ½ jam jika masih kejang • Asam valproat syr 2x5ml • Dexamethason amp 3x1 • Piracetam 3x500mg • O2 6 liter sungkup • Edukasi IX. PROGNOSIS Quo ad vitam : bonam Quo ad functionam : dubia ad malam 10
  • 11. Follow Up Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi 14/4/2012 • Keluhan : Kejang (+) umum tonik klonik • Keadaan Umum : Sens : CM N : 88 x/m RR : 28 x/m T : 37,1 o C • Keadaan Spesifik : Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mm Thorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-) Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) N, timpani Ekstrimitas: Capillary Refill Time < 2 detik Motorik: Tka Tki Lka Lki Gerakan Luas Luas Kekuata n +5 +3 +5 +3 Tonus Eutoni Eutoni Klonus - - R. Fisio +N +N +N +N R. Pato - - - - GRM (-) Sensorik: dalam batas normal - Monitoring - IVFD KAEN 1B gtt XX makro/menit - Ceftriaxon 1x2gr - Diazepam amp 1x1 - Phenytoin 500mg dalam NaCl 100 ml selama ½ jam jika masih kejang - Asam valproat syr 2x5ml - Dexamethason amp 3x1 - Piracetam 3x500mg - Edukasi 11
  • 12. N. Craniales: wajah simetris, uvula di tengah, refleks menelan (+) • Laboratorium: Hb : 12,7 gr% LED : 12 mm/jam Leukosit : 10.800 mm Trombosit : 279.000 mm Ht : 42 % Diff. count : 0/1/3/55/34/5 Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi 15/4/2012 • Keluhan : Kejang (-) • Keadaan Umum : Sens : CM N : 82 x/m RR : 24 x/m T : 36,5 o C • Keadaan Spesifik : Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mm Thorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-) Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) N, timpani Ekstrimitas: Capillary Refill Time < 2 detik Motorik: Tka Tki Lka Lki Gerakan Luas Luas Kekuata n +5 +3 +5 +3 Tonus Eutoni Eutoni Klonus - - R. Fisio +N +N +N +N R. Pato - - - - GRM (-) Sensorik: dalam batas normal N. Craniales: wajah simetris, uvula di - Monitoring di ICU - IVFD - Ceftriaxon 1x2gr - Asam valproat syr 2x5ml - Dexamethason amp 3x1 - Piracetam 3x500mg - Edukasi 12
  • 13. tengah, refleks menelan (+) Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi 16/4/2012 • Keluhan : Kejang fokal (+) • Keadaan Umum : Sens : CM N : 78 x/m RR : 22 x/m T : 36,1 o C • Keadaan Spesifik : Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mm Thorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-) Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) N, timpani Ekstrimitas: Capillary Refill Time < 2 detik Motorik: Tka Tki Lka Lki Gerakan Luas Luas Kekuata n +5 +3 +5 +3 Tonus Eutoni Eutoni Klonus - - R. Fisio +N +N +N +N R. Pato - - - - GRM (-) Sensorik: dalam batas normal N. Craniales: wajah simetris, uvula di tengah, refleks menelan (+) • Laboratorium SGOT : 16 U/I SGPT : 15 U/I - Monitoring di ICU - IVFD KAEN 1B gtt XX makro/menit - Ceftriaxon 1x2gr - Phenytoin 2x100 mg - Dexamethason amp 3x1 - Piracetam 3x500mg - Edukasi Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi 17/4/2012 • Keluhan : Kejang fokal (+) • Keadaan Umum : Sens : CM - Monitoring di ICU - IVFD KAEN 1B gtt XX makro/menit - Ceftriaxon 1x2gr - Phenytoin 2x100mg 13
  • 14. N : 72 x/m RR : 22 x/m T : 36,3 o C • Keadaan Spesifik : Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mm Thorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-) Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) N, timpani Ekstrimitas: Capillary Refill Time < 2 detik Motorik: Tka Tki Lka Lki Gerakan Luas Luas Kekuata n +5 +3 +5 +3 Tonus Eutoni Eutoni Klonus - - R. Fisio +N +N +N +N R. Pato - - - - GRM (-) Sensorik: dalam batas normal N. Craniales: wajah simetris, uvula di tengah, refleks menelan (+) - Asam valproat syr 2x5ml - Dexamethason amp 3x1 - Piracetam 3x500mg - Edukasi Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi 18/4/2012 • Keluhan : Kejang (-) • Keadaan Umum : Sens : CM N : 78 x/m RR : 22 x/m T : 36,1 o C • Keadaan Spesifik : Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mm Thorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-) Abdomen: datar, lemas, H/L tidak - Monitoring di ICU - IVFD KAEN 1B gtt XX makro/menit - Ceftriaxon 1x2gr - Phenytoin 2x100mg - Asam valproat syr 2x5ml - Dexamethason amp 3x1 - Piracetam 3x500mg - Edukasi 14
  • 15. teraba, BU (+) N, timpani Ekstrimitas: Capillary Refill Time < 2 detik Motorik: Tka Tki Lka Lki Gerakan Luas Luas Kekuata n +5 +3 +5 +3 Tonus Eutoni Eutoni Klonus - - R. Fisio +N +N +N +N R. Pato - - - - GRM (-) Sensorik: dalam batas normal N. Craniales: wajah simetris, uvula di tengah, refleks menelan (+) Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi 15
  • 16. 19/4/2012 • Keluhan : Kejang (-) • Keadaan Umum : Sens : CM N : 74 x/m RR : 20 x/m T : 36,4 o C • Keadaan Spesifik : Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mm Thorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-) Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) N, timpani Ekstrimitas: Capillary Refill Time < 2 detik Motorik: Tka Tki Lka Lki Gerakan Luas Luas Kekuatan +5 +3 +5 +3 Tonus Eutoni Eutoni Klonus - - R. Fisio +N +N +N +N R. Pato - - - - GRM (-) Sensorik: dalam batas normal N. Craniales: wajah simetris, uvula di tengah, refleks menelan (+) • Hasil pemeriksaan psikologis (Tes Intelegensi) : Raven Progressive IQ : 5 (Mentally Defective) Sangat rendah (retarded) - Monitoring di ICU - IVFD KAEN 1B gtt XX makro/menit - Ceftriaxon 1x2gr - Asam valproat syr 2x5ml - Dexamethason amp 3x1 - Piracetam 3x500mg - Edukasi Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi 20/4/2012 • Keluhan : Kejang (-) Pasien pulang dengan terapi: - Cefixime 2x1cth - Asam valproat syr 2x5ml 16
  • 17. • Keadaan Umum : Sens : CM N : 78 x/m RR : 22 x/m T : 36,1 o C • Keadaan Spesifik : Kepala: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil bulat isokor diameter 3 mm Thorax: simetris, retraksi (-), BJ I & II N, Murmur (-), Gallop (-), Vesikuler (+) N, Rhonki (-), Wheezing (-) Abdomen: datar, lemas, H/L tidak teraba, BU (+) N, timpani Ekstrimitas: Capillary Refill Time < 2 detik Motorik: Tka Tki Lka Lki Gerakan Luas Luas Kekuata n +5 +3 +5 +3 Tonus Eutoni Eutoni Klonus - - R. Fisio +N +N +N +N R. Pato - - - - GRM (-) Sensorik: dalam batas normal N. Craniales: wajah simetris, uvula di tengah, refleks menelan (+) - Piracetam BAB III TINJAUAN PUSTAKA 17
  • 18. Definisi Berdasarkan organisasi “The International Classification of Epileptic Seizure”, status epileptikus (SE) adalah kejang yang berlangsung selama 30 menit atau lebih lama, atau kejang yang berulang dimana diantara kejang anak tidak sadar.1 Namun terdapat beberapa studi yang menyarankan untuk durasi waktu lebih singkat yang memiliki manfaat untuk pengobatan, karena menunda pengobatan berhubungan dengan lambatnya respon pengobatan.5 Satu studi menemukan bahwa kejang yang berlangsung lebih dari lima menit memiliki risiko tinggi untuk terjadi status epileptikus.6 Sehingga bila serangan berlangsung 5 menit atau lebih sering diberi istilah “Impending Status Epilepticus”.7 Manifestasi klinis Kejang pada umumnya dideskripsikan sebagai suatu serangan tonik klonik (konvulsivus) terutama untuk serangan SE, walaupun sebagian kasus ada juga bentuk serangan seperti tonik, klonik, atau mioklonik.7 Secara klinis, aktivitas listrik akan terlihat nyata pada rekaman EEG. Kejang subklinis akan tetap berlangsung walaupun aktivitas klinis yang abnormal telah dihentikan oleh obat antikonvulsan dan gambaran ini akan terlihat pada rekaman EEG.8 Pada pasien koma walaupun tidak terlihat aktivitas konvulsivus, bila dipasang monitor EEG maka muatan iktal tersebut akan terlihat pada gambaran EEG. Sampai saat ini masih terdapat kontroversi tentang jenis pola EEG iktal pada pasien tanpa manifestasi klinis. Beberapa ahli berpendapat bahwa aktivitas epileptiform periodic harus dipertimbangkan sebagai kondisi iktal. Namun, kebanyakan epileptologist mempertimbangkan aktivitas periodik menjadi fase interiktal dan tidak akan meningkatkan terapi antikonvulsan.9 Aktivitas kejang selanjutnnya dapat juga berupa aktivitas kejang halus, seperti deviasi mata tonik atau ritmis berkedut bagian dari ekstremitas. Manifestasi klinis ini dapat diikuti perkembangannya melalui stadium-stadium sebagai berikut: 18
  • 19. • Prestatus, kondisi sebelum status. Sering ditandai dengan meningkatnya frekuensi serangan-serangan sebelum menjadi status. Penanganan kejang yang adekuat di stadium ini dapat mencegah terjadinya status. • Early Status, kondisi dimana serangan konvulsif akan terjadi terus menerus. Bersamaan dengan kondisi ini akan terjadi perubahan fisiologis sitemik serius berupa gangguan metabolik. • Established Status, serangan berlangsung lebih dari 30 menit yang dapat menyebabkan perubahan pada fungsi vital tubuh. • Refractory Status, serangan kejang telah berlangsung lama dan menetap meskipun telah dilakukan terapi. • Subtle Status, serangan kejang telah berlangsung berjam-jam dimana aktivitas kejang konvulsivus dengan gerakan motorik berkurang secara bertahap dapat berupa gerak halus (twitching). Serangan ini sering disertai dengan koma dalam. Patofisiologi Status epileptikus (SE) terjadi karena kegagalan mekanisme normal untuk menghalangi penyebaran dan mengisolasi kejang.10 Kegagalan terjadi karena eksitasi yang berlebihan dan/atau inhibisi tidak efektif. Beberapa mekanisme mungkin terlibat. Glutamat adalah neurotransmiter asam amino utama di otak. Perannya dalam patogenesis SE dicetuskan oleh zat analog glutamate.11 Pada kasus kejang lama diduga dikarenakan adanya aktivasi rangsang berlebihan dari reseptor asam amino. Excitatory neurotransmitters berlebihan lainnya yang berkontribusi terhadap SE, aspartat dan acetylcholine.17 Sedangkan Gamma-aminobutyric acid (GABA) adalah neurotransmitter inhibisi utama dalam otak, dan pada kasus serangan SE mempunyai efek antagonis atau terjadi perubahan metabolisme di substansia nigra.13 Dalam model tikus, misalnya laju sintesis GABA di substansia nigra menurun secara signifikan selama diinduksi SE.14 Mekanisme penghambatan lainnya termasuk ion kalsium 19
  • 20. dependent kalium dan hambatan N-metil-D-aspartat (NMDA) channel oleh ion magnesium.2 Kehilangan neuron diperikirakan terjadi di setiap episode, terutama jika kejang berlangsung lama. Kehilangan ini dapat terakumulasi dan menyebabkan penurunan yang berlangsung lama. Kehilangan ini dapat terakumulasi dan menyebabkan penurunan yang signifikan. Gangguan NMDA channel tampaknya menjadi mekanisme penting dari cedera saraf dalam SE.12 Ketika neuron depolarisasi, kalsium memasuki sel melalui NMDA channel dan menyebabkan cedera atau kematian. Faktor-faktor lain yang mungkin berkontribusi termasuk kondisi hipoksia, pelepasan asam amino excitatory dan kalsium, peningkatan berbagai protein, termasuk yang meningkatkan proses apoptosis (kematian sel terprogram), perubahan reseptor, dan di lobus temporal berkembang sel-sel granula dentate.15 Neuron spesifik enolase adalah enzim bagian dari jalur glikolisis untuk konversi glukosa menjadi piruvat dengan tiga bentuk dimer: alfa, beta, dan gamma. Isoform gamma adalah ekslusif untuk neuron dan disebut neuron spesifik enolase (NSE). Enzim ini mengubah 2-phosphoglycerate untuk membentuk phospoenolpyruvate yang dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal (CSF) dan darah setelah terjadinya stroke dan anoksia. NSE berkolerasi dengan tingkat dan durasi iskemia.16 Klasifikasi Klasifikasi secara klinis mirip dengan yang digunakan untuk kejang akut dan mencakup empat jenis utama: • Parsial Sederhana • Parsial Kompleks • Generalized Convulsive, termasuk kejang tonik-klonik, tonik, klonik dan selalu terkait dengan hilangnya kesadaran • Generalized nonconvulsive seperti absence. DItandai dnegan kesadaran berubah dan tidak selalu dengan penurunan kesadaran. 20
  • 21. Klasifikasi berdasarkan etiologi serangan terbagi menjadi 6 kelompok yaitu: • Remote Symptomatic (kejang tanpa provokasi), kasus yang banyak dijumpai yaitu epilepsy (33%) • Acute Symptomatic (SE yang terjadi selama penyakit akut), kasus yang dijumpai yaitu meningitis dan ensefalitis (26%) • Febrile (SE terjadi akibat demam), berupa kejang demam (22%) • Progressive Encephalopathy (SE terjadi akibat ensefalopati progresif), seperti gangguan mitokondria • Remote Symptomatic with an Acute Precipitant (SE akibat ensefalopati kronik) seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia (1-3%) • Cryptogenic (idiopathic) (15%) Faktor risiko Faktor risiko SE telah terdeteksi pada beberapa kasus seperti di bahwa ini: • Pada kasus epilepsi ternyata 10-20% anak-anak dengan epilepsi akan memiliki setidaknya satu episode SE.17 Status epileptikus terjadi sebagai kejang pertama dalam 12% anak-anak dengan epilepsi.18 • Faktor risiko lain untuk SE pada anak dengan gejala epilepsi meliputi:19 Latar belakang dengan kelainan fokal EEG, kejang parsial dengan generalisasi sekunder. Terjadinya SE saat kejang pertama kali terjadi, abnormalitas gambaran neuroimaging. Faktor risiko lainnya adalah20 : riwayat serangan SE sebelumnya, usia saat onset pertama kali < 1 tahun, simptomatik epilepsi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan kejang: 1. Anamnesis Kejang pada umumnya dideskripsikan sebagai suatu kejang tonik klonik (konvulsivus) terutama untuk serangan SE, walaupun sebagian kasus ada juga 21
  • 22. bentuk serangan seperti mioklonik. Sebelum melakukan tindakan, yakinkan terlebih dahulu apakah serangan tersebut suatu kejang atau suatu serangan menyerupai kejang seperti sinkop, pseudoseizure. Bila suatu kejang maka harus dianalisa berapa lama kejadiannya dan bagaimana bentuk serangan tersebut, apakah berupa SE konvulsivus atau non konvulsivus.7 Perlu dideskripsikan kesadaran saat kejang, kesadaran pasca kejang, dan kelumpuhan pasca kejang.21 Lama kejang harus diperhatikan, karena menentukan tindakan yang akan dilakukan, Sebagian besar kejang hanya berlangsung kurang dari 2 menit, namun bila serangan sudah berlangsung 5 menit atau lebih, terlebih serangan bersifat umum tonik klonik, maka pertanda akan ada ancaman terjadi status epileptikus sehingga sering disebut sebagai “Impending Status Epilepticus”. Frekuensi kejang, kondisi saat kejang, diantara kejang dan setelah kejang juga harus diperhatikan. Untuk status epileptikus konvulsivus, manifestasi klinis dapat diikuti perkembangannya melalui stadium-stadiumnya.2 2. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mencari etiologi kejang.7 Pada kejang demam dan pasien epilepsi biasanya tidak memerlukan banyak pemeriksaan tambahan, pemeriksaan penunjang diperlukan bila didapatkan gejala dan tanda klinis adanya infeksi, tanda rangsang meningeal, defisit neurologi fokal dan intoksikasi.2 Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada status epileptikus adalah pemeriksaan Electroencephalography (EEG), dimana selain digunakan sebagai alat bantu diagnostik juga berfungsi sebagai alat kontrol keberhasilan terapi. Idealnya EEG diulang setelah 24 jam episode kejang untuk monitor kejang berulang yang masih mungkin timbul. Oleh karena itu ruang Intensive Care Unit (ICU) harus dilengkapi alat EEG.22 Neuroimaging seperti Computed Tomography Scan (CT-Scan) kepala atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) kepala diindikasikan bila dicurigai ada 22
  • 23. riwayat trauma, tanda tekanan intracranial (TIK) meningkat, gejala neurologis fokal, penurunan kesadaran atau curiga terjadi herniasi.23 Pungsi lumbal dilakukan bila dicurigai adanya meningitis, namun harus ditunda sampai kejang berhenti dan tanda vital telah kembali stabil. Begitu juga bila secara klinis atau radiologi terdapat tanda TIK meningkat.2 Pemeriksaan darah tepi, analisis gas darah, elektrolit, gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati, harus dilakukan bila etiologi masih belum jelas.24 Penatalaksanaan Tatalaksana kejang akut dan status epileptikus tidak ada perbedaan, Tindakan sedini mungkin merupakan hal penting oleh karena kerusakan/adanya gejala sisa berhubungan dengan lamanya episode kejang dan efektivitas pengobatan dalam mengontrol status epileptikus itu sendiri. Protokol penatalaksanaan status epileptikus diberbagai senter sangat bervariasi, namun dalam pengelolaannya selalu ditahapkan dalam hitungan menit. Tidak ada protokol yang paling unggul diantara protokol-protokol yang telah disusun oleh para penulis yang berbeda, Tujuan pengobatan adalah terhentinya bangkitan secara klinis maupun elektris. Langkah penanganan dilakukan tanpa memandang jenis dan etiologi dari kejang itu sendiri, Adapun langkah penanganan sebagai berikut:25 1. Manajemen jalan napas dan pernapasan 2. Stabilisasi hemodinamik 3. Terminasi kejang 4. Penghentian bangkitan yang berulang Tahap 1 sampai dengan tahap 2 merupakan penatalaksanaan awal. Intervensi terapi pada tahap ini sangat penting, oleh karena dapat menghindari terjadinya status epileptikus. Bila anak datang dalam keadaan kejang, maka pertama kali yang perlu diperhatikan adalah memastikan jalan napas yang baik dan oksigenasi yang cukup. Pasien diletakkan dalam posisi miring, sehingga tidak terjadi aspirasi bila muntah. Lendir dihisap, diberikan oksigen 100%. Jangan memasukkan benda keras diantara gigi yang sudah terkatup. Tanyakan beberapa hal penting sambil 23
  • 24. memeriksa fungsi vital dengan cepat agar tidak membuang waktu. Lakukan resusitasi bila diperlukan dan atasi kejang dengan obat antikonvulsan. Salah satu penyebab kegagalan pengobatan adalah kesulitan mendapatkan akses vena. Oleh karena itu pemasangan jalur parenteral wajib dilakukan, dan pemeriksaan penunjang seperti elektrolit darah, glukosa, serta darah rutin segera dijalankan bila telah memasuki masa prestatus. Namun bila akses vena belum dapat diberikan maka dapat kita berikan perektal (diazepam, lorazepam), sublingual (midazolam), intramuskuler (midazolam). Food and Drug Administration (FDA) menganjurkan penggunaan diazepam gel yang dapat diabsorbsi cepat bila dibeirkan perectal dan telah dibuat dalam kemasan yang mudah digunakan oleh anggota keluarga atau perawat di rumah.26 Pada stadium prodormal, tahap akan memasuki masa prestatus yang sering terjadi di rumah, lorazepam lebih dianjurkan, karena masa kerjanya lebih lama, kadar terapeutik dalam darah lebih cepat tercapai dan efek depresi pernapasan lebih sedikit dibanding diazepam. Namun sampai saat ini kemasan perectal belum banyak tersedia sehingga lebih dianjurkan penggunaan diazepam. Keunggulan diazepam dibanding lorazepam, bahwa penggunaan perektal tidak perlu dilarutkan, sedangkan lorazepam, penyimpanan haris dipendingin dan harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Pemberian diazepam dapat diulang 2 kali dengan selang waktu 5-10 menit. (Tabel 1.) Tabel 1. Obat untuk menghentikan kejang akut dan mencegah kejang berikutnya 27 Obat Cara Pemberian Dosis Ulangan Kecepatan Pemberian Diazepam IV, IO 0,3 mg/kgBB, maks 10 mg 5 menit < 2 mg/menit Diazepam Rektal 0,5 mg/kgBB, maks 10 mg Tiap 5-10 menit Lorazepam IV, SL, IO 0,1 mg/kgBB maks 4 mg 2x tiap 10 menit < 2 mg/menit Midazolam IM 0,2 mg/kgBB maks 10 mg 2x tiap 5-10 menit Fenitoin IV, IO 20 mg/kgBB maks 1000 mg (30 mg/ kgBB) Tambahkan 5 mg/kg IV bila masih kejang 1 mg/kgBB/ menit Fenobarbital IV 20 mg/kgBB, maks 1 mg/kgBB/ 24
  • 25. 600 mg (30 mg/ kgBB) menit • Bila telah dengan fenitoin dan fenobarbital dapat diberikan lagi 5mg/kgBB. Dosis berikutnya berdasarkan kadar antikonvulsan dalam darah • IV= intravena, IM= intramuskuler, Sl= sublingual, PR= per rektum, IO= intraoseus Tahap ke 4 merupakan tahap penatalaksanaan lanjutan untuk mencegah kembalinya kejang atau menghentikan serangan kejang berulang. Pada tahap ini pemberian obat antikonvulsan harus diberikan intravena agar efektif. Pada penatalaksanaan kejang apapun penyebab kejang obat pilihan utama untuk mengatasi kejang adalah golongan benzodiazepin yaitu diazepam dan lorazepam yang memiliki efektivitas 80-90%. Ventilasi bag valve mask sebaiknya tersedia mengingat efek obat ini menimbulkan depresi pernapasan. Pilihan obat lain yang efektif adalah fenitoin, obat ini merupakan antikonvulsan berspektrum luas dengan efek sedatif yang minimal, tetapi sering terjadi hipotensi, iritasi pembuluh darah dan aritmia. Dosis awal yang dianjurkan 20 mg/kgBB dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit dan sering diberikan dalam larutan normal salin secara intravena (IV). Saat ini telah tersedia obat baru turunan dari fenitoin dengan efek samping yang minimal yaitu fosfofenitoin, Bila setelah pemberian loading dose kejang masih berlangsung, maka dapat diberikan fenobarbital 20 mg/kgBB dan dapat ditambah 5 mg/kgBB bila kejang masih juga berlangsung.27 Fenobarbital merupakan obat pilihan pada anak dengan serangan status epileptikus yang berhubungan dengan demam.2 Sebagian besar pasien memberikan respon yang baik terhadap penatalaksanaan awal. Jika penatalaksanaan awal gagal maka pasien segera dirujuk ke perawatan intensif. Indikasi masuk ke unit intensif adalah gagal terapi, kegagalan serebral dan sistemik. Pada pasien yang telah masuk dalam status epileptikus refrakter, pemberian obat dilakukan secara terus menerus melalui infus 25
  • 26. sampai kejang teratasi. Beberapa senter pengobatan menggunakan midazolam infus, atau Pentobarbital, atau propofol.28 (Bagan-1) Pentobarbital diberikan loading dose 2-5 mg/kgBB IV, rentang pemberian jangan melebihi 50 mg/menit. Infus rumatan 1-2 mg/kgBB/jam di dalam infuse NaCL 0,9%. Pemberian ini dilanjutkan sampai minimal 12 jam bebas kejang, baru kemudian pelan-pelan dihentikan.29 Propofol merupakan salah satu obat pilihan pada status epileptikus refrakter, dapat diberikan dosis inisial 1-2mg/kgBB bolus, dapat diulangi setiap kejang. Sebagai dosis lanjutan dalam infus NaCl 0,9% dengan dosis 1-15 mg/kgBB perjam. Dosis diturunkan secara perlahan setelah 12 jam bebas kejang. Penurunannya memakai aturan 5% pengurangan tetesan tiap jam.23 26
  • 27. 27
  • 28. Komplikasi sistemik Perubahan sistemik sering terjadi pada kejang lama.12 Komplikasi ini berkontribusi pada morbiditas dan dapat mengancam nyawa. Hipoksemia terjadi dari gangguan ventilasi, konsumsi oksigen meningkat, produk air liur dan secret trakeobronkial meningkat. Kejang yang berhubungan dengan hipoksemia menyebabkan gangguan metabolisme lebih lanjut, termasuk berkurangnya kadar glukosa otak, asidosis laktat, dan penurunan ATP otak. Hipoksemia berat dan asidosis dapat menyebabkan gangguan fungsi miokard, curah jantung berkurang, dan hipotensi. Asidemia – asidosis laktat dan asidosis pernapasan sering menyertai SE, sehingga pH kurang dari 7,0.25 Perubahan konsentrasi-konsentrasi glukosa darah meningkat di awal kejang karena pelepasan katekolamin dan kerja syaraf simpatik. Namun, kejang yang berlangsung lama sering mengakibatkan hipoglikemia karena kebutuhan untuk proses metabolic yang meningkat pada saat kejang.2 Gangguan tekanan darah, denyut jantung, dan tekanan vena sentral meningkat pada awal SE. Kenaikan ini disertai dnegan peningkatan aliran darah serebral (200-700 % pada primata) untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan metabolisme otak.25 Namun, bila kejang terus berlanjut maka tekanan darah akan menurun mengakibatkan hipotensi. Aliran darah serebral juga menurun meskipun tetap berada dalam batas normal.2 Peningkatan tekanan intrakranial dapat meningkat selama SE. Peningkatan lebih lanjut dapat menganggu pasokan oksigen mengakibatkan edema serebral. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan tekanan intrakranial termasuk asidosis metabolik, hipoksemia, kadar karbon dioksida dengan retensi vasodilatasi serebral dan peningkatan kompensasi aliran darah serebral.25 Prognosis Status epileptikus bisa berakibat fatal dan berhubungan dengan morbiditas jangka panjang, termasuk kekambuhan kejang serta masalah neurologis. Berat 28
  • 29. ringannya dampak dari SE tergantung pada penyebab yang mendasarinya, durasi kejang, dan usia anak.3 Etiologi yang mendasari adalah prediktor utama kematian. Gejala sisa neurologis akibat SE berupa defisit fokal motorik, keterbelakangan mental, gangguan perilaku, dan epilepsi kronis. Gejala sisa neurologis biasanya disebabkan oleh kondisi yang mendasari saat kejang terjadi.22 SE berulang terjadi terutama pada anak-anak dengan status neurologis yang abnormal.23 Kesimpulan Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua dan menjadi suatu kedaruratan medik yang membutuhkan intervensi cepat. Kejang yang berlangsung 5 menit sering berlanjut menjadi SE. Tindakan yang cepat dan tepat dibutuhkan untuk mengatasi SE sehingga komplikasi maupun gejala sisa yang menyebabkan kerusakan otak permanen dapat dicegah. Lamanya kejang dan efektivitas pengobatan menentukan prognosis. Evaluasi riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang merupakan hal penting untuk mencari penyebab yang mendasari status epileptikus.2 29
  • 30. BAB IV ANALISIS KASUS Dari anamnesis diperoleh seorang anak laki-laki, berusia 11 tahun, berat badan 26 kg dengan keluhan utama kejang. Kejang sejak ± 2 hari SMRS, demam tidak ada, muntah (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Hingga saat masuk RS os telah kejang umum tonik klonik sebanyak 5 kali dengan lama kejang 5-30 menit tiap kejangnya. Di antara kejang, pasien tidak sadarkan diri dan badan terasa lemas. Penderita kemudian dibawa ke Puskesmas Gunung Megang dan dirujuk ke RSUD Moh. Rabain M.Enim. Pada kasus ini diketahui os kejang berulang kali dalam waktu 2 hari, di antara kejang yang satu dengan kejang yang lain ada jeda waktu tenang, dimana dalam jeda waktu tersebut anak menjadi tidak sadarkan diri. Sehingga dapat diklasifikasikan ke dalam status epileptikus. Status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus. Dari riwayat penyakit dahulu diketahui terdapat riwayat kejang sebelumnya . Kejang pertama kali saat os berumur 3 minggu. Saat itu os panas tinggi kemudian diikuti kejang sebanyak 1 kali. Lamanya kejang sekitar 10 menit, kejang umum tonik klonik Post iktal, os menangis. Os tidak dibawa berobat. Kejang sering terjadi sejak usia 3 minggu sampai 3 bulan, frekuensi kejang minimal 1 x seminggu dan lamanya kejang bervariasi 5 hingga 10 menit. Ibu os tidak membawa os berobat. Hingga usia 6 tahun os tidak pernah kejang. Namun usia 7 tahun – 8 tahun, penderita kembali kejang. Hampir tiap bulan os kejang dan diawali akibat kelelahan setelah bermain. Orang tua os tetap tidak membawa os ke 30
  • 31. dokter, karena beranggapan os baik-baik saja. Sejak usia 8 tahun hingga ± 2 hari SMRS penderita tidak pernah kejang. Riwayat trauma sebelumnya disangkal Diketahui dari riwayat tersebut os memiliki riwayat kejang. Terjadi kejang pertama kali pada usia 3 minggu yang disertai demam. Faktor risiko yang menimbulkan kejang pertama pada os antara lain: asfiksia, usia, dan demam. Riwayat kelahiran dengan asfiksia, os tidak langsung menangis. Asfiksia menyebabkan hipoksia dan iskemia jaringan otak. Hipoksia menyebabkan rusaknya faktor inhibisi atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi sehingga mudah timbul kejang jika ada rangsangan yang memadai. Kejang pada usia 3 minggu ini diakibatkan pada keadaan otak yang belum matang reseptor as. glutamate sebagai reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif sehingga otak belum matang, eksitasi lebih dominan disbanding inhibisi. Sehingga pada masa otak belum matang (dalam tahap perkembangan) yaitu kurang dari 2 tahun, eksitabilitas neural lebih tinggi dibanding otak yang sudah matang disebut masa developmental window (masa perkembangan otak) dan rentan terhadap bangkitan kejang. Demam yang mengawali kejang pertama kali menyebabkan perubahan potensial membrane dan menurunkan fungsi inhibisi sehingga menurunkan nilai ambang kejang lalu timbulah bangkitan kejang. Dari riwayat perkembangan diketahui terdapat perkembangan yang terlambat yaitu telat bicara dan berjalan. Sedangkan status gizi kurang. 31
  • 32. Berikut merupakan alur riwayat perjalanan penyakit pada pasien berikut analisisnya: 32 Status Epileptikus • kejang yang berlangsung selama 30 menit atau lebih lama, atau kejang yang berulang dimana diantara kejang anak tidak sadar. • Riwayat Trauma (-) • Riwayat penyakit dengan gejala yang sama (+) • Riwayat Epilepsi Dalam Keluarga (-) • Riwayat muntah- muntah (-) • Riwayat diare (-) • Kesadaran : compos mentis • Nadi : 88 kali/ menit, isi dan tegangan cukup, reguler • Pernapasan : 28 kali/ menit • Suhu : 37,1 o C • Lingkar Kepala: 48 cm mikrocephali • Status gizi : Kurang • GRM (-) • IQ : 5 (retarded) Di RS os kejang seluruh tubuh, tonik klonik, frekuensinya 2 kali, lamanya 5 menit dan 15 menit, post iktal sadar. ± 2 hari SMRS os kejang 5 kali, lama 5-30 menit, demam (-) Status epileptikus + Gizi kurang + Mikrocephali + Retardasi mental Status Epileptikus Gangguan metabolik Meningitis
  • 33. Dari pemeriksaan fisik tidak diperoleh adanya gejala rangsang meningeal berupa kaku kuduk maupun refleks patologis, trismus, kekakuan anggota tubuh lainnya, dan gangguan pernapasan. Dari pemeriksaan fungsi motorik didapatkan kekuatan lengan dan tungkai kiri +3. Berdasarkan hasil anamnesis pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan status epileptikus yaitu kejang yang berlangsung selama 30 menit atau lebih lama, atau kejang yang berulang dimana diantara kejang anak tidak sadar. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan dapat mengeksklusi diagnosa meningitis karena tidak adanya gejala rangsang meningeal. Pemeriksaan elektrolit tidak dilakukan namun dari anamnesis tidak terdapat riwayat muntah-muntah dan diare yang dapat menyingkirkan diagnosa kejang akibat gangguan elektrolit (metabolik). Tatalaksana meliputi terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi farmakologis. Dalam penanganan status epileptikus biasanya dilakukan 3 tahap tindakan yaitu stabilisasi penderita, menghentikan kejang, menegakkan diagnosis. Stabilisasi meliputi usaha-usaha mempertahankan dan memperbaiki fungsi vital yang mungkin terganggu; membersihkan udara dan jalan pernafasan, serta memberikan oksigen. Menghentikan kejang harus dilakukan segera sesudah tahap stabilisasi selesai. Penghentian kejang yaitu dengan pemberian Obat Anti Epilepsi (OAE) , antibiotik serta pemberian agen nootropik yaitu piracetam dan pemberian dexamethasone. Pemberian piracetam untuk meningkatkan efektivitas dari fungsi telenceophalon (fungsi kognitif) melalui peningkatan fungsi neurotransmitter kolinergik dengan menstimulasi glikosis oksidatif, meningkatkan konsumsi oksigen pada otak serta mempengaruhi pengaturan cerebrovaskular dan juga mempunyai efek antitrombotik. Pemberian dexametason dimaksudkan untuk mencegah terjadinya edema otak. Selain itu, hal yang paling penting adalah memberikan edukasi kepada orang tua mengenai obat rumatan. Os diberikan obat rumatan berupa antibiotik cefixime, obat anti epilepsi yaitu asam valproat, dan piracetam sebagai agen nootropik. Dan pemberian edukasi agar tidak panik jika os kembali kejang dan menjelaskan apa yang perlu dilakukan oleh orang tua jika os kembali kejang. 33
  • 34. Prognosis pada os adalah quo ad vitam bonam dan quo ad functionam dubia ad malam, karena terdapatnya beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya status epileptikus pada pasien ini antara lain riwayat serangan SE sebelumnya, usia saat onset pertama kali < 1 tahun, simptomatik epilepsi sehingga kemungkinan nilai ambang batas kejang pada pasien yang sudah sangat rendah, sehingga jika ada rangsangan yang memadai dapat menyebabkan berulangnya kejang pada pasien ini. Terdapat kelainan fungsi motorik pada anggota gerak sebelah kiri, yaitu lengan kiri dan tungkai kiri dengan kekuatan +3. Sehingga aktivitas menggunakan tangan dan kaki kiri menjadi terbatas. Penelitian menunjukkan bahwa hemiparese dapat terjadi pada kejang lama (>30 menit) baik umum atau fokal, dimana kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal, mula-mula flaksid lalu setelah 2 minggu spastic. Selain itu pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan intelegensi didapatkan nilai 5 sangat rendah (retardasi mental) sehingga akibat yang ditimbulkan dari kejang berulang itu sendiri telah merusak telencephalon yang berfungsi dalam mengatur fungsi kognitif. 34
  • 35. DAFTAR PUSTAKA 1. Proposal for revised clinical and electroencephalographic classification of epileptic seizures. From the Commission on Classification and Terminology of the International League Againts Epilepsy. Epilepsia 1981: 22: 489 2. Masayu RD. Status Epileptikus. Naskah Lengkap Tatalaksana Kasus-Kasus Kegawatan Pada Anak. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas KEdokteran Universitas Sriwijaya RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang. 2012: 112-125 3. Chin RF, Neville BG, Peckham C, et al. Incidence, cause, and short term outcome of convulsive status epilepticus in childhoos: prospective population based study. Lancet 2006: 368: 222 4. Singh RK, Stephens S, Berl MM, et al. Prospective study of new onset seizures presenting as status epilepticus in childhood. Neurology 2010: 74: 636 5. Eriksson K, Metsaranta P, Huhtala H, et al. Treatment delay and the risk of prolonged status epilepticus. Neurology 2005; 65 : 1316 6. Shinnar S, Berg AT, Mohse SL, Shinnar R. How long do new onset seizures in children last? Ann Neurol 2001; 49 ; 469 7. Rivello JJ. Et al. Diagnosis assessment of the child with status epilepticus (an evidene based review). Report of the Quality Standards Subcommitee of the American Academy of Neurology and the Practice Committee of the Child Neurology Society. AAN 2006; 67 : 1542-50 8. Tay SK, Hirsch U, Leary L. et al. Nonconvulsic=ve status epilepticus in children: clinical and EEG characteristics. EPilepsia 2006; 47 : 1504 9. Treiman DM. Electronical features of status epilepticus. J CLin Neurophysial 1995; 12 : 343 10. Wasterlain CG, Chen JW. Definition and Classification of Status Epilepticus. Dalam: Wasterlain CG, Treiman DM. Status epilepticus mechanism and management. Cambridge: MIT press books 2. 006. H. 11-6 11. Manford M. Status Epilepticus in Practical Guide to Epilepsy. Burlington. Butterworth Heinemann 2003; 243-62 12. Coulter DA. Chronic epileptogenic cellular alterations in the limbic system after status epilepticus. Epilepsia 1999; 40. Suppl 1: S23 13. Wasterlain CG, Fujikawa DG, Penix L, Sankar R. Pathopysiological mechanisms of brain damage from status epilepticus. Epilepsia 1993; 34 Suppl 1:S37 14. Wasterlain, Baxter CF, Baldwin RA. GABA metabolism in the substantia nigra, cortex, and hippocampus during status epilepticus. Neurochem Res 1993; 18: S27 15. Coulter DA. Chronic epileptogenic cellular alterations in the limbic system after status epilepticus. Epilepsia 1999; 40 Suppl 1: S23 16. DeGiorgio et al. Neuron specific enolase, a marker of acute neuronal injury, is increased in complex partial status epilepticus. Epilepsia 1996; 37: 606 17. Shinnar S, et al. In whom does status epilepticus occur: age related differences in children. Epilepsia 1997; 38: 907 18. Haut SR, Shinnar S, et al. The association between seizure clustering and convulsive status epilepticus in patients with intractable complex partial seizures. Epilepsia 1999; 40: 1832 19. Novak G. Risk factors for status epilepticus in children with symptomatic epilepsy. Neurology 1997; 49: 533 20. Berg AT, et al. Status epilepticus adter the initial diagnosis in children. Neurology 2004; 63:1027 35
  • 36. 21. Antonius HP, Badriul H, Setyo H, dkk. Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010: 310-15. 22. Maytal J, SHinnar S. Low morbidity and mortality od status epilepticus in children 1989; 83:323 23. Shinnar S, Maytal J. Recurrent status epilepticus in children. Ann Neurol 1992; 31:598 24. Walker MC. Serial Seizure and Status Epilepticus. Neurology 2003: 31-8 25. Delorenzo RJ. Incidence and causes od status epilepticus. Dalam: Wasterlain CG. Status epilepticus mechanisms and management. Cambridge: MIT press books 206. h. 17-29 26. Guerrini R. Epilepsy in Children, The Lancet 2006: 367:499-524 27. Shorvon S. Handbook of Epilepsy treatment. Oxford: Blackwell science Ltd. 2000. h. 181-94 28. Evrard P. Management Status epilepticus in Infant and Children. Cambridge MIT press books 2006. h. 515-21 29. Widodo DP. Algoritme Penatalaksanaan Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Bayi dan Anak. Dalam: Pusponegoro HD,. Pediatric Neurology and Neuroemergency in Daily Practice. Naskah lenhkap pendidikan kedokteran berkelanjutan ilmu kesehatan anaka XLIX, Jakarta: Badan penerbit IDAI 2006. h. 63-9 Homework Help https://www.homeworkping.com/ Math homework help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Algebra Help https://www.homeworkping.com/ Calculus Help https://www.homeworkping.com/ Accounting help https://www.homeworkping.com/ Paper Help https://www.homeworkping.com/ Writing Help https://www.homeworkping.com/ 36