Dokumen tersebut membahas tentang stroke atau serangan otak, termasuk gejala, faktor risiko, epidemiologi, pemeriksaan fisik dan neurologis pasien stroke.
1. Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke atau serangan otak, suatu istilah klinis dari gangguan fungsi otak yang mendadak,
terjadi bila terhenti atau gagalnya pasokan darah ke otak (stroke iskemik) atau dapat pula sebagai
akibat pecahnya pembuluh darah di otak (stroke hemoragik). Dalam waktu hitungan detik ke
menit, sel otak akan segera mati melalui berbagai proses patologis yang saat ini sudah dapat
banyak diketahui. Itu sebabnya mengapa serangan otak merupakan merupakan salah satu
kegawatdaruratan medis yang penting yang menunjukkan sangat pentingnya penanganan
emergensi khusu pada awal munculnya manifestasi klinis gangguan fungsi otak. Antisipasi
medis yang cepat, tepat, serta cermat telah terbukti dapat menyelamtkan penderita dari kematian
serta dapat mengurangi angka kecacatan.1,2
Sekitar 80-85% stroke adalah stroke iskemik; stroke iskemi dapat disebabkan oleh
trombosis dan emboli. Duapuluh persen sisanya adalah stroke hemoragik yang dapat disebabkan
oleh perdarahan intraserebrum hipertensif, perdarahan subarachnoid akibat pecahnya aneurisma
2. ataupun rupturnya malformasi arteriovena (MAV). Faktor resiko dari stroke ialah penyakit
jantung aterosklerotik, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, obesitas dan hipertensi kronik.
Usia lanjut, etnis dan riwayat dalam keluarga juga berpengaruh.7
Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika. Berdasarkan data statistik di
Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Dari data tersebut
menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan
kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah
di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari
jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan
fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat
yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur. Kemungkinan meninggal akibat stroke
inisial adalah 30% sampai 35%, dan kemungkinan kecacatan mayor pada yang selamat adalah
35% sampai 40% .6 Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari stroke akan mengalami
sroke berikutnya dalam 5 tahun; 5% sampai 14% dari mereka akan mengalami stroke ulangan
dalam tahun pertama. .7
3. BAB II
STATUS NEUROLOGI
I. IDENTITAS
Nama : Tn. JAD
Jenis Kelamin : Laki-laki
TTL : Magelang, 15 Agustus 1954
Umur : 59 tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : Tamat SLTA
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jl. Pangkalan Jati II RT. 01/02 No.11, Depok-Jawa Barat
Tanggal Masuk RS : 12 Januari 2014
No RM : 00811459
II. ANAMNESIS
Dilakukam secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 15 Januari 2014 pada
pukul 12.00 WIB di bangsal perawatan lantai 6 selatan RSUP Fatmawati.
2.1 Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan lengan dan tungkai kiri tiba-
tiba tidak bisa digerakkan sejak 5 jam SMRS
2.2 Keluhan Tambahan
Mulut mencong
2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal 12 Januari 2014 dengan
keluhan lengan dan tungkai kiri tiba-tiba tidak bisa digerakkan sejak 5 jam SMRS.
Keluhan dirasakan tiba-tiba saat bangun tidur pukul 8 pagi. Pasien juga mengeluh
mulutnya mencong ke kanan, sehingga bicara dan makan pun menjadi sulit. Pasien
4. juga menyangkal adanya kesulitan dalam menelan ataupun tersedak. Pasien juga
menyangkal adanya demam, sakit kepala, mual, muntah, penurunan kesadaran,
pandangan ganda, gangguan pendengaran, keluhan BAB-BAK. Riwayat trauma dan
kejang juga disangkal oleh pasien.
Sebelum ke RS, pasien sempat ke klinik dan mendapatkan obat, namun karena
keluhan tangan dan kaki kiri yang tak dapat digerakan serta mulut mencong tak
kunjung membaik, maka pasien memutuskan untuk ke RS. Pasien baru pertama kali
ini mengalami hal seperti ini,diakui pasien memiliki riwayat darah tinggi ±5tahun
yang lalu, namun psien tidak pernah berobat ke dokter dan tidak konsumsi obat
antihipertensi. Dan sebelum terjadi keluhan ini, pasien mengaku malam sebelum tidur
pasien mengkonsumsi sate kambing.
2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat trauma (-), stroke (-), kejang (-)
- riwayat penyakit paru (-), jantung (-), ginjal (-), hati (-), hipertensi (+) tidak
terkontrol, DM (-)
- Riwayat alergi makanan dan obat-obatan (-)
2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat stroke (-), kejang (-)
- riwayat penyakit paru (-), jantung (-), ginjal (-), hati (-), hipertensi (-), DM (-)
- Riwayat alergi makanan dan obat-obatan (-)
2.6 Riwayat Sosial Ekonomi dan Pribadi
Pasien berasal dari kalangan menengah ke bawah. Pasien seorang perokok aktif,
yang dapat menghabiskan ±1 bungkus rokok dalam 1 hari. Riwayat konsumsi
minuman beralkohol (+) jika sedang bersama teman-temannya bisa menghabiskan ±1
botol. Pasien menyangkal riwayat penggunaan obat-obatan terlarang.
5. III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS: E4M6V5 = 15
Sikap : Berbaring
Koperasi : Kooperatif
Keadaan Gizi : Cukup
B. Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, isi cukup
Suhu : 36,6 0C
Pernapasan : 20 x/menit, reguler, kedalaman cukup
C. Keadaan Lokal
Trauma Stigmata : Tidak ada
Pulsasi Aa. Carotis : Cukup, regular, equal kanan-kiri
Pembuluh Darah Perifer : Capillary refiil time < 2 detik
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
Columna Vertebralis : Letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-)
Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
Kepala : Normosefali, Deformitas (-), krepitasi (-), rambut hitam,
distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-,ptosis -/-,
lagoftalmus -/-, pupil bulat isokor, 3mm/3mm, refleks
cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
Telinga : Normotia +/+, membran tympani intak +/+, perdarahan
aktif -/-, clotting -/-, nyeri tekan -/-, serumen +/+, battle
sign (negatif)
6. Hidung : Deviasi septum (negatif), sekret -/- perdarahan aktif -/-,
ekskoriasi di apeks nasi (+)
Mulut : Pucat (-), sianosis (-)
Lidah : Kotor (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (negatif), tonsil T1-T1 tenang.
Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba
pembesaran KGB dan kelenjar tiroid, memar (-)
Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V, 1 cm lateral linea midclavikula
sinistra
Perkusi :
Batas kanan : ICS IV linea Parasternalis dextra,
Batas kiri : ICS V 1 jari lateral linea midklavikula sinistra
Auskultasi : S1-S2 reguler, Murmur (negatif), Gallop (negatif)
Paru
Inspeksi : pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis.
Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-.
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak buncit, tidak ada efloresensi bermakna.
Auskultasi : bising usus (+), 2 kali/menit.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba.
Perkusi : timpani.
Ekstremitas
Superior : Akral hangat +/+ , edema -/-, deformitas -/-.
Inferior : Akral hangat +/+ , edema -/-, deformitas -/-.
7. IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
A. Rangsang Selaput Otak
Kaku kuduk : negatif
Laseque : >70 / >70
Kernig : >135 / >135
Brudzinski I : -/-
Brudzinski II : -/-
B. Peningkatan Tekanan Intrakranial :
Muntah proyektil : (negatif)
Sakit kepala hebat : (negatif)
Papil edema : tidak dilakukan pemeriksaan
C. Saraf-saraf Kranialis
N.I (olfaktorius) : Normosmia kanan dan kiri
N.II (optikus)
Acies visus : Kesan baik dextra & sinistra
Visus campus : Baik/baik
Lihat warna : Baik/baik
Funduskopi : Tidak dilakukan
N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)
Kedudukan bola mata : ortoposisi +/+
Pergerakan bola mata :
Nasal : Baik/baik
Temporal : Baik/baik
Nasal atas : Baik/baik
Nasal bawah : Baik/baik
Temporal atas : Baik/baik
Temporal bawah : Baik/baik
8. Exopthalmus : negatif / negatif
Nystagmus : nrgatif / negatif
Pupil : Isokhor/Isokhor
Bentuk : bulat Ø 3mm/ bulat Ø 3mm
Reflek cahaya langsung : +/+
Reflek cahaya tak langsung : +/+
Akomodasi : Baik/baik
Konvergensi : Baik/baik
N.V (Trigeminus)
Cabang Motorik : Baik / baik
Cabang sensorik
Opthalmikus : Baik / baik
Maksilaris : Baik / baik
Mandibularis : Baik / baik
N.VII (Fasialis)
Motorik Orbitofrontal : Baik / baik
Motorik Orbikularis Oculi : Baik / baik
Motorik Orbikularis Oris : Plica Nasolabialis mendatar / Baik
Pengecapan lidah : Baik
N.VIII (Vestibulocochlearis)
Vestibular
Vertigo : (-)
Nistagmus : (-)
Cochlear
Tuli Konduktif : Tidak dilakukan
Tuli perseptif : Tidak dilakukan
N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)
Motorik : uvula lurus ditengah, arcus faring simetris
Sensorik : Baik
9. N.XI (Accesorius)
Mengangkat bahu : Baik / baik
Menoleh : Baik / baik
N.XII (Hypoglossus)
Pergerakan lidah : Tidak ada deviasi
Atrofi : negatif
Fasikulasi : negatif
Artikulasi : jelas
Tremor : negatif
D. Sistem Motorik
Ekstremitas atas proksimal – distal : 5555 / 0004
Ekstremitas bawah proksimal – distal : 5555 / 0000
Kesan Hemiparesis sinistra
E. Gerakan Involunter
Tremor : negatif / negatif
Chorea : negatif / negatif
Athetose : negatif / negatif
Miokloni : negatif / negatif
Tics : negatif / negatif
F. Trofik : eutrofik +/+
G. Tonus : Normotonus +/+
H. Sistem sensorik
Propioseptif : Hemihipestesi Sinistra
Eksteroseptif : Hemihipestesi Sinistra
I. Fungsi Serebelar
Ataxia : (negatif)
Tes Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesia : Tidak dilakukan
Jari-jari : Tidak dilakukan
Jari-hidung : Tidak dilakukan
10. Tumit-lutut : Tidak dilakukan
Rebound Phenomenon : tidak ada
J. Fungsi Luhur
Astereognosia : negatif
Apraxia : negatif
Afasia : negatif
K. Fungsi Otonom
Miksi : menggunakan kateter
Defekasi : baik
Sekret Keringat : baik
L. Reflek-reflek Fisiologis
Kornea : +/+
Bicep : +2/+2
Tricep : +2/+2
Radius : +2/+2
Patella : +2/+2
Achilles : +2/+2
M. Reflek- reflek Patologis
Hoffman Tromer : negatif / negatif
Babinsky : positif / positif
Chaddok : positif / positif
Gordon : negatif / negatif
Schaefer : positif / positif
Klonus patella : negatif /negatif
Klonus achilles : negatif / negatif
N. keadaan psikis
Intelegensia : baik
Tanda regresi : tidak ada kelainan
Demensia : tidak ada kelaianan
11. V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN 13-01-2014 NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hb 15,1 13,2- 17,3 g/dL
Ht 44 33– 45 %
Leukosit 9,8 (5,0 – 10,0). 103
/uL
Trombosit 235 (150 – 440). 103
/uL
Eritrosit 5,17 4.40-5,9 106
/uL
VER/HER/KHER/RDW
VER 85,0 80,0-100,0 fl
HER 29,3 26,0-34,0 pg
KHER 34,5 32,0-36,0 g/dl
RDW 15,3 11,5-14,5%
KIMIA KLINIK
SGOT 23 0-34 u/L
SGPT 30 0-40 u/L
Ureum Darah 24 20-40 mg/dl
Kreatinin Darah 10,8 0,6-1,5 mg/dl
Asam Urat Darah 6,8 <7
GDS 96 70-240 mg/dl
Glukosa Darah Puasa 90 80-100
Glukosa Darah 2 jam PP 91 80-145
ELEKTROLIT
Natrium 140 135-147 mmol/L
Kalium 3,29 3,10-5,10 mmol/L
Klorida 101 95-108 mmol/L
LEMAK
Trigliserida 103 <150
Kolesterol total 224 <200
Kolesterol HDL 56 28-63
12. Kolesterol LDL 147 <130
VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Foto Thorax
Kesan:
Cardiomegali dengan elongasio aorta
Pulmo dalam batas normal
13. CT-Scan kepala potongan axial, non kontras
Kesan :
Tidak tampak/belum tampak infark secara CT-scan saat ini
Tidak tampak perdarahan intra/ekstra cerebelar
Tidak tampak lesi patologis pada pemeriksaan CT-scan saat ini.
VII. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal 12 Januari 2014 dengan keluhan
lengan dan tungkai kiri tiba-tiba tidak bisa digerakkan sejak 5 jam SMRS. Keluhan dirasakan
tiba-tiba saat bangun tidur pukul 8 pagi. Pasien juga mengeluh mulutnya mencong ke kanan,
14. sehingga bicara dan makan pun menjadi sulit. Pasien juga menyangkal adanya kesulitan dalam
menelan ataupun tersedak. Pasien juga menyangkal adanya sakit kepala, mual, muntah,
penurunan kesadaran, pandangan ganda, gangguan pendengaran, keluhan BAB-BAK. Riwayat
trauma dan kejang juga disangkal oleh pasien.
Sebelum ke RS, pasien sempat ke klinik dan mendapatkan obat, namun karena tak
kunjung membaik, maka pasien memutuskan untuk ke RS. Pasien baru pertama kali ini
mengalami hal seperti ini,diakui pasien memiliki riwayat darah tinggi ±5tahun yang lalu, namun
psien tidak pernah berobat ke dokter dan tidak konsumsi obat antihipertensi. Dan sebelum terjadi
keluhan ini, pasien mengaku malam sebelum tidur pasien mengkonsumsi sate kambing.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan ; Tampak sakit sedang,compos mentis, GCS :
E4M6V5, tanda peningkatan tekanan intrakranial (-), Plica naso labialis kanan
mendatar,hemiparesis sinistra, hemihiestesi sinistra, refleks patologis Babinski (+/+), Chaddok
(+/+), Scheffer (+/+). Hasil Laboratorium menunjukkan adanya hipercholesterolemia
Hasil Foto thorax cardiomegali dengan elongasio aorta. Pada CT-scan kepala potongan
axial Tidak tampak/belum tampak infark secara CT-scan saat ini, Tidak tampak perdarahan
intra/ekstra cerebelar, Tidak tampak lesi patologis pada pemeriksaan CT-scan saat ini.
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis : Parese N. VII central dextra, hemiparesis sinistra, hemihipestesi
sinistra, Refleks patologis +/+, Hypertensi Grade I
Diagnosis etiologi : Stroke Ischemic, HHD, Hiperkolesterolemia
Diagnosis topik : Subcorteks
IX. PENATALAKSANAAN
Non-Medika Mentosa
1. Bed rest
2. Eleveasi 30°
3. Mobilisasi bertahap
4. Fisioterapi
15. Medika Mentosa
1. IVFD NaCl 0,9% 500cc /8 jam
2. Asam Asetil Salisilat/Aspirin (Ascardia 1 x 80 mg )
3. Neurodex 1 x 1 tab
4. Simvastatin 1 x 20 mg
5. Citicolin (Brain Act 2 x 1000 mg (IV))
6. Piracetam (Neurotam 4 x 3 mg (IV))
X. PROGNOSA
Ad vitam : bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
16. BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE
DEFINISI
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal
maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24
jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi
secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena
trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak
disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.1
EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan.Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke
merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan
stroke non hemoragik (± 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan
angka kematian stroke trombotik ± 37%, dan stroke embolik ± 60%. Presentase stroke non
hemoragik hanya sebanyk 15-35%.± 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom
intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan subarachnoid.Angka kematian stroke hemoragik pada
jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan
mencapai 20-30%.1,2
ETIOLOGI
17. Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi
yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya
disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak
dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.
KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun
stroke hemorragik.3
a. stroke iskemik
yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi atau
penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada CT-
Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol
pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis
ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke
otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis.
Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena
setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke
sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan
mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga
tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari
jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli =
sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita
yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau
gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
18. Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari
sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung
di dalam sebuah arteri.
peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke
otak.
Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh
darah di otak dan menyebabkan stroke.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika
tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang
mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan
jantung atau irama jantung yang abnormal.
Macam – macam stroke iskemik :
i. TIA
didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan
gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang
dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di
masa depan.
ii. RIND
Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam
iii. Progressive stroke
iv. Complete stroke
v. Silent stroke
b. stroke hemorragik
Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya contoh perdarahan
intraserebral, perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM. Hampir
70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.
19. FAKTOR RESIKO2,4
1. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena stroke
sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarahan otak
yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arterioskleosis sehingga
mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi secara langsung
dapat menyebabkan arteriosklerosis obstruktif, lalu terjadi infark lakuner dan
mikroaneurisma.Hal ini dapat menjadi penyebab utama PIS.Baik hipertensi sistolik maupun
diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.
2. Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara
bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan
darah.
Penyakit jantung tersebut antara lain adalah:
- Penyakit katup jantung
- Atrial fibrilasi
- Aritmia
- Hipertrofi jantung kiri (LVH)
- Kelainan EKG
3. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak, sedangkan
peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM mempercepat terjadinya proses
arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih
dini.
Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria dan 4 kali lebih banyak
pada penderita wanita, dibandingkan dengan yang tidak menderita DM pada umur dan jenis
kelamin yang sama.
20. 4. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku untuk
semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe stroke terutama
perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok mendorong terjadinya atherosclerosis
yang selanjutnya memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.
5. Riwayat keluarga.
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen sangat
berperan besar pada beberapa factor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung,
diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama jika dua
atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.
6. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin) dan obat-obatan
kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama pada wanita perokok atau dengan
hipertensi.
7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia, kelainan
koagulopati, dan kelainan darah lainnya.
8. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat merupakan faktor
resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.
Faktor predisposisi stroke hemoragik
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan dinding
arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :
Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat
pecah.
Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.
Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara,
kulit, dan tiroid.
Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri
di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
Overdosis narkoba, seperti kokain.
21. PATOFISIOLOGI 5
Trombosis (penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
serebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum.
Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum
lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis
berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar.
Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel ototnya
menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian
terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat –
tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut.
Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah
sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya
intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka
sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan
enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat
terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria
itu akan tersumbat dengan sempurna
1. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung.
Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan
menyumbat bagian – bagian yang sempit, tempat yang paling sering terserang embolus
sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.
22. 2. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab
utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari
semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga
jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi
jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan.
Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah
yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang
dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan
mengalami nekrosis.
GEJALA KLINIS
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah
buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati
(stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan
periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa
perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut:6
Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
Kesulitan menelan.
Kesulitan menulis atau membaca.
Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,
atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
Kehilangan koordinasi.
Kehilangan keseimbangan.
Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan
salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
23. Mual atau muntah.
Kejang.
Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau
kesemutan.
Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
DIAGNOSIS
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga mengalami
stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan terapi. Pertama-tama,
dokter akan menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya sebelumnya dan
melakukan pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan
menjadi ideal jika dokter tersebut ikut berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan sebelumnya
tentang pasien tersebut dapat meningkatkan ketepatan penilaian.6
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan pada satu sisi
tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain yang mungkin
bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke meliputi:
Tumor otak
Abses otak
Sakit kepala migrain
Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma
Meningitis atau encephalitis
Overdosis karena obat tertentu
Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga menyebabkan
perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama. Pada saat
dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan fisik, perawat akan mulai
memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG
(elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan skala stroke. The
American Heart Association telah mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem saraf
24. untuk membantu penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi
agresif mungkin diperlukan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara
keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan
penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah
menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non
hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti
mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti
tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis
2. Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara
keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.
25. 3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.
Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :
3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada
Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada
26. 3.b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score
Tabel 3. Djoenaedi Stroke Score
27. Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-
hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke hemoragik,
sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik seluruhnya 87.5%
28. Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut dengan
obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien memerlukan
evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan darah apapun dapat
digunakan.
3.c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score
Tabel 4. Siriraj Stroke Score (SSS)
Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik
2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
4. Pemeriksaan Penunjang7,8
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab seorang
terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan.
Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang
sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan
berguna untuk menentukan:
jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
29. menyingkirkan lesi non vaskuler
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik
untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan
dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat
selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan
kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan
keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau
metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara spesifik
melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa atau injeksi), suatu
prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance angiogram). Metode MRI lain disebut dengan
diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat
mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti,
dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam dari saat
terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali
lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien stroke.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang
disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan
informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran darah
otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser
angiogram konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang
digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam
arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara
bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang
paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-
benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan
perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang
akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah
dipertimbangkan untuk dilakukan.
30. Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau
penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan dan
penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada
pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang
suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun melalui
esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama
dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam
atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan
untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami
peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena
pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang
dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening
mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu
dipertimbangkan.
Tabel 5. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.
Tabel 6. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik
32. PENATALAKSANAAN9,10
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati,
dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu/mengancam fungsi otak.
Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah
darah dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah yang tinggi
tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit, dan asam basa harus terus
dipantau.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi
kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat
mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik.
Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
- Breathing
- Blood
- Brain
- Bladder
- Bowel
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
• Stroke iskemik
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
• Proteksi neuronal/sitoproteksi
• Stroke Hemoragik
• Pengelolaan konservatif
• Perdarahan intra serebral
• Perdarahan Sub Arachnoid
33. • Pengelolaan operatif
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
1.a Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk mencegah
kekurang oksigen dengan segala akibat buruknya. Dijaga agar oksigenasi dan ventilasi
baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka).Intubasi pada pasien dengan GCS < 8.
Pada kira-kira 10% penderita pneumonia (radang paru) merupakan merupakan penyebab
kematian utama pada minggu ke 2 – 4 setelah serangan otak. Penderita sebaiknya
berbaring dalam posisi miring kiri-kanan bergantian setiap 2 jam. Dan bila ada radang
atau asma cepat diatasi.
1.b. Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena dapat
memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan atau
diastolik > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 100
mmHg (stroke hemoragik). Penurunan tekanan darah maksimal 20 %.
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 – 6 mcg/kg/menit infus
kontinyu), Diltiazem (5 – 40 g/Kg/menit drip), nitroprusid (0,25 – 10 g/Kg/menit infus
kontinyu), nitrogliserin (5 – 10 g/menit infus kontinyu), labetolol 20 –80 mg IV bolus
tiap 10 menit, kaptopril 6,25 – 25 mg oral / sub lingual.
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi
Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien
stroke, pemberian insulin reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 – 200
mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan kadar
GD > 400 mg/dL dosis insulin 12 unit.
1.c. Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri kepala,
muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di berantas, obat yang biasa dipakai adalah
manitol 20% 1 - 1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB), dalam 15 –
20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara 300 – 320 mOsm, keuntungan lain
penggunaan manitol penghancur radikal bebas.
34. Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak pelepasan
neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan merusak pemulihan
metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.Hipotermia ringan
30C atau 33C mempunyai efek neuroprotektif.
Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan memperburuk perfusi
darah kejaringan otak
1.d. Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya dipasang
kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki laki pasang kondom
kateter, pada wanita pasang kateter.
1.e. Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, Jaga
supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan.
Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema otak
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya11
2.a. Stroke iskemik
- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang
paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA
(recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal
90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60 menit).
Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian
haruslah kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit
dengan onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala
dan inform consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki
hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah
dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15
mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah naftidrofuril
dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari
selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.
35. Pada saat ini pengobatan stroke iskemik akut yang diakui FDA adalah terapi dengan rt-
PA. Data yang diperoleh NINDS menyimpulkan bahwa pengobatan dengan rt-PA yang
diberikan 3 jam setelah kejadian stroke memperbaiki keluaran kualitas hidup setelah 3
bulan pengobatan. Malahan , Kwiatkowski et al 1999 memperlihatkan manfaat
pengobatan rt-PA masih bermanfat sampai setahun. Menurut data NINDSini, perbaikan
diperlihatkan pada semua jenis stroke iskemik tanpa pengaruh usia ,jenis kelamin dan
golongan etnis. Penelitian multisenter ini dilakukan secara acak buta ganda dengan
control placebo . Meskipun perdarahan intracerebral menunjukkan lebih banyak pada
pengguna rt-PA (6,4% vs 0,6%) angka mortalitasnya sama pada keduanya . Karenanya
FDA merekomendasikan penggunaannya pada stroke iskemik mengingat manfaatnya
cukup signifikan .
Selain data dari uji klinik yang mendukung dasar ilmiah teoritik menunjukkan bahwa
terjadi proses fisiopatologik yang kompleks pada stroke iskemik , yang dimulai dengan
hypoksia jaringan, asidosis, reaksi inflamasi dan kerusakan sawar otak yang diikuti
pelepasan radikal bebas , kerusakan pompa ion-ion, terutama calcium kerusakan
mitokondria dan berakhir dengan kematian sel-sel otak.
Proses ini terjadi dalam hitungan detik dan kerusakan permanen jaringan terjadi dalam
beberapa menit sampai menjadi komplit diperkirakan dalam waktu 6 jam. Meskipun
demikian, masih ada waktu yang sangat terbatas , dimana jaringan otak masih reversible
jika aliran darahnya dikembalikan. Secara klinis kenyataan ini kita saksikan pada keadaan
RIND (Reversible ischaemic neurological deficit)
Uji klinis rt-PA dilakukan dalam waktu 0-90 menit post stroke dengan pemberian
intravena , dimulai dengan 10% bolus dalam 1 menit dan kemudian diberikan dalam
tetesan i.v selama 1 jam . Dosis terapeutik adalah 0,9 mg/kg BB dengan maksimum dosis
90 mg . Karena keterbatasan waktu dan mengingat komplikasi perdarahan intraserebral
yang dapat timbul , persyaratan pemberiannya ketat sekali14
Administration of TPA
a. Inclusion criteria
Age 18 years or older
Signs of measurable neurologic deficit from an ischaemic stroke on examination
Time of onset >= 3 hours
36. b. Exclusion ceiteria
Evidence of intracerebral hemorrhage on pretreatment CT
Minor or rapidly improving symptoms
Clinical presentation suggestive of subarachnoid hemorrhage
Active internal bleeding
Known platelet diathesis including but not limited to :
Platelet count <100.000/mm3
Heparin administration within 48 hours with elevated APTT
Current or recnt use of oral anticoagulant with an elevated PT>15 seconds
Major surgery of serious trauma in previous 14 days
History of GI or urinary tract hemorrhage within 21 days
Recent arterial pressure puncture at non compressible site or lumbar puncture
Uncontrolled hypertension (systolic blood pressure >185 mmHg or diastolic
>110 mmHg) on repeate measurements at time of treatment
History of intracranial hemorrhage
Abnormal blood glucose (<50 or >400)
Post myocardial infarction
Seizure at time of stroke onset
Known arterial-venosus malformation or aneurysm
Dalam perkembangan trombolitik terapi, telah diuji coba pemberian rt-PA secara intra-
arterial Keuntungan pemberian ini adalah bahwa zat trombolitik diberikan langsung pada
pembuluh darah arteri yang tersumbat atau jaringan otak yang terkena tanpa melalui
sirkulasi sistemik, dengan dosis lebih kecil sehingga resiko perdarahan lebih kecil.
Setidak-tidaknya telah dua uji klinik yang dilakukan dan terutama ditujukan terhadap
stroke iskemik pada system vertebrobasiler yang mempunyai prognosis lebih jelek
disbanding jenis lainnya .
Kesimpulannya, ternyata hasil-hasil penelitian menunjukkan manfaat yang sangat baik
jika diberikan <3 jam pada pemberian IV dan <6 jam pada pemberian intraarterial.
- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
37. Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas
pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk
terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non
valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru & katup
jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal
1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari
ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x
0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak
diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III
penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi
trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000
unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin
dosis 80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur
siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg +
dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase,
fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg
mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x
250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine dan
clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan
thyenopyridine.
- Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena
diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat mencegah
kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara
menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya radikal
bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk
38. fungsi kognitif. Meta analisis Cohcrane Stroke Riview Group
Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan
perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan
penurunan angka kematian dan kecacatan yang bermakna. Therapeutic
Windows 2 – 14 hari.
o Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan
menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr
iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai
minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4
gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12 jam.
o Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat neuroprotektif
untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti oksidan
“downstream dan upstream”. Efek downstream adalah stabilisasi
atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari
arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS
(endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,
vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric
Oxide Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan
anti oksidan.
o Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti calpain,
penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 – 50 cc selama 21
hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.
2.b. Stroke Hemoragik
- Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari, Asam
Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg sudah
terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti
pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg
39. & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin dengan
prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom
dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.
- Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
o Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada pasien
yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya diperlukan
untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.
o Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium Channel
Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15 –
30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari
selama 14 hari, efektif untuk mencegah terjadinya vasospasme yang
biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut sampai
minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi vasospasme dapat dilakukan
balance positif cairan 1 – 2 Liter diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18
– 20 mmHg dan Central venous pressure 10 mmHg, bila gagal juga dapat
diusahakan peningkatan tekanan sistolik sampai 180 – 220 mmHg
menggunakan dopamin.
- Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah : Pengeluaran bekuan darah, Penyaluran
cairan serebrospinal & Pembedahan mikro pada pembuluh darah.
Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah
keadaan/kondisi pasien itu sendiri :
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
Lebih 70 th tidak ada tindakan operasi
60 – 70 th pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor tak dioperasi
40. Sadar/somnolen tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan
neurologiknya menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun
kesadarannya koma
3. Topis lesi
• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun)
operasi
• Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm tak dioperasi, kecuali
kesadaran atau defisit neurologiknya memburuk
• Perdarahan talamus
• Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada
hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt bila
memungkinkan.
• Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka
operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal
dengan pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang
otak operasi
4. Penampang volume hematoma
Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc -------
------ operasi
Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan
neurologiknya menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka ----
------ operasi
41. 5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan
sebelum timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya
ditunda sampai 5 – 15 hari kemudian.
Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt &
Hest Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau
lambat (setelah 14 hari). Pembedahan pasien PSA dengan Hunt &Hest
Scale 4 – 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%).
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan
jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke:
Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
Menghindari rokok, obesitas, stres
Berolahraga teratur
Rehabilitasi12
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang
paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik
dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi. Jika seorang pasien tidak lagi
42. menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada
pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi
atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang yang
mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.
Tabel 8. Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke
Hari 1-3 (di sisi tempat tidur) Kurangi penekanan pada daerah yang
sering tertekan (sakrum, tumit)
Modifikasi diet, bed side, positioning
Mulai PROM dan AROM
Hari 3-5 Evaluasi ambulasi
Beri sling bila terjadi subluksasi bahu
Hari 7-10 Aktifitas berpindah
Latihan ADL: perawatan pagi hari
Komunikasi, menelan
2-3 minggu Team/family planing
Therapeuthic home evaluation
3-6 minggu Home program
Independent ADL, tranfer, mobility
10-12 minggu Follow up
Review functional abilities
Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat
sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan
43. merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan
di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang yang
menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien stroke di
rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi jelas
bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan yang
sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9. Latihan berpakaian
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O
KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi semakin
memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat dicegah agar tidak
semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai.1 Komplikasi pada stroke yaitu:13
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat menyebabkan
defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan tekanan intrakranial,
herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.
44. 2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul
bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada stroke
stadium awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita gangguan
ritme jantung.
3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan
pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.
4. Nyeri kepala
5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):
1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu komplikasi
stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih pada 5% pasien
dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan pipa nasogastrik.
2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat
merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan
untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.
4. Stroke rekuren
5. Abnormalitas jantung
Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
- Edema pulmonal neurogenik
- Penurunan curah jantung
- Aritmia dan gangguan repolarisasi
6. Deep vein Thrombosis (DVT)
7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin
3. Komplikasi jangka panjang
1. Stroke rekuren
2. Abnormalitas jantung
45. 3. Kelainan metabolik dan nutrisi
4. Depresi
5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.
PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna
asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita
tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya
pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.12,13
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah
terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan
pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan
keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan
secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien
membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini
membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.
46. BAB III
KESIMPULAN
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit
neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, disertai gangguan kesadaran atau
tidak yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah
(stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke hemoragik). Stroke atau
serangan otak merupakan suatu istilah klinis dari gangguan fungsi otak yang mendadak, terjadi
bila pasokan darah ke otak terhenti atau gagal, atau dapat pula sebagai akibat pecahnya
pembuluh darah di otak. Dalam waktu hitungan detik ke menit, sel otak akan segera mati melalui
berbagai proses patologis yang saat ini sudah banyak diketahui.
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan
fisik.Pemeriksaan fisik membantu menentukan lokasi kerusakan otak.Untuk memperkuat
diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI.Kedua pemeriksaan tersebut juga
bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak.
Tatalaksana ataupun manajemen penyakit stroke meliputi medikamentosa dan non
medikamentosa. Hal ini meliputi tujuan dari perawatan pasien stroke yaitu
memperbaiki/reperfusi injury, mengulang terjadinya serangan kembali, mencegah komplikasi
dari stroke, dan rehabilitasi. Hal utama yang bisa dijadikan target adalah perubahan faktor resiko
yang dapat diubah, sehingga terhindar dari serangan berulang, kemudian dengan medikamentosa
dapat membantu reperfusi jaringan, dan tatalaksana untuk mengembalikan fungsi pasien kembali
dalam masyarakat yaitu koordinasi dengan rehabilitasi medik.
47. DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Konsensus Nasional
Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.
2. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2000 Seri
Pertama, Jakarta, Mei 2000.
3. National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of cerebrovascular
disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
4. World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke prevention, diagnosis
anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.
5. Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, 1990.
6. Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-6.
7. Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke. Lancet 1992,
339: 537-9.
8. CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH Bamford,
Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute ischaemic
stroke Excell Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 – 429.,
9. Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan,
Surabaya 2002.
10. Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000 ; 225 -306
11. Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth Edition. Litle
Brown and Company Ney York 1995 ; 207 –24.
12. Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke (terjemahan).
cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006
13. Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2nd Ed, Professional
communications inc New York.
14. Misbach Jusuf . Perkembangan penggunaan rT-PA dalam tatalaksana stroke akut. Hakim
M,Ramli Yetti, NL Diatri, Hamonangan R, Bayu P,Roiana N editors. In : Neuroemergencies
Updates II. Balai penerbit, FKUI :Jakarta :2004