Dokumen tersebut membahas tentang:
1. Ringkasan kasus asma bronkial pada anak laki-laki berumur 7 tahun.
2. Definisi dan batasan asma bronkial menurut konsensus internasional dan nasional.
2. DIAJUKAN OLEH :
RAHMI
1102000201
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
OKTOBER 2005
STATUS PASIEN
No. Catatan Medik : 13928/698793
Masuk RSAM : 2 Agustus 2005
Pukul : 12.05 WIB
I. ANAMNESIS, Tanggal 2 Agustus 2005, Pukul 12.15
Alloanamnesis dari ibu pasien dan Autoanamnesis
Identitas
- Nama penderita : An. B
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Umur : 7 tahun
- Nama Ayah : Tn. S
- Umur : 40 tahun
- Pekerjaan : Karyawan Swasta
- Pendidikan : D3
- Nama ibu : Ny. M
- Umur : 37 tahun
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Pendidikan : SMA
- Hub. dengan orang tua : Anak kandung
- Agama : Islam
- Suku : Jawa
2
3. - Alamat : Pahoman, Bandar Lampung
Riwayat Penyakit
Keluhan utama : Sesak napas
Keluhan tambahan : batuk berdahak
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak tadi malam, timbul
mendadak bersifat terus menerus dan semakin bertambah berat, terutama ketika
mengeluarkan napas, disertai napas berbunyi dan batuk berdahak. Keluhan
tersebut mulai dirasa setelah pasien pulang dari bepergian jauh kerumah
saudaranya, sebelumnya tidak ada batuk pilek atau batuk berdahak lama, dan
demam. , riwayat tersedak atau kemasukan benda asing tidak ada,sesak ini tidak
dipengaruhi posisi tubuh dan pasien dapat tidur dengan menggunakan satu
bantal.
Pasien memang sering mengeluhkan sesak terutama kalau kelelahan, udara
berdebu dan udara dingin. Dalam satu minggu pasien bisa mengalami satu
sampai dua kali serangan, dan biasanya mereda setelah minum obat dari dokter.
Di luar serangan sesak napas tidak ada keluhan. Tidak ada perubahan nafsu
makan. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Selama ini sesak berkurang setelah
pasien berobat ke dokter, Sudah hampir 2 tahun pasien kontrol kedokter untuk
penyakitnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menderita keluhan seperti di atas sejak umur 5 tahun. Pernah dirawat di
RSAM dengan keluhan yang sama 1 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu dan kakak pasien juga menderita sakit seperti ini.
Riwayat Kehamilan
Selama hamil, ibu pasien rajin memeriksakan kehamilannya ke Rumah sakit dan
tidak ada keluhan yang berarti selama hamil.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir di rumah sakit ditolong oleh dokter. Bayi lahir cukup bulan, spontan,
biasa dan langsung menangis, tidak ada cacat, berat badan lahir 3400 gram,
pasien anak ketiga dari tiga bersaudara.
Riwayat Makanan
Umur : 0 – 4 bulan : ASI
4 – 6 bulan : ASI + bubur susu + biskuit
3
4. 6 – 12 bulan : Susu formula + nasi tim saring + biskuit +
buah
> 1 tahun : Makanan biasa mengikuti menu keluarga.
Riwayat Imunisasi
B C G : 1 x, umur 1 bulan
Polio : 3 x, umur 2, 3, 4 bulan
D P T : 3 x, umur 2, 3, 4 bulan
Campak : 1 x, umur 9 bulan
Hepatitis B : 3 x, umur 2, 3, 8 bulan
II. PEMERIKSAAN FISIK, Tanggal 2 Agustus 2005, Pukul 12.15
Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Nadi : 120 x/menit
- Respirasi : 40 x/menit
- Suhu : 37,0o
C
- BB : 23 kg
- Status gizi : Cukup
Status Generalis
1. Kelainan mukosa kulit / subkutan yang menyeluruh
- Pucat : (-)
- Sianosis : (-)
- Ikterus : (-)
- Perdarahan : (-)
- Oedem umum : (-)
- Turgor : Cukup
- Lemak bawah kulit : Cukup
- Pembesaran kelenjar getah bening generalisata : (-)
KEPALA
- Bentuk : Bulat, simetris
- Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
- Kulit : Putih, tidak ada kelainan
- Mata : Konjungtiva ananemis, sklera tidak ikterik,
kornea jernih, refleks cahaya (+/+).
- Telinga : Bentuk normal, simetris, liang lapang,
serumen (-/-)
- Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-),
pernafasan cuping hidung (-), sekret (-),
4
5. - Mulut : Bibir tidak kering, sianosis (-), lidah tidak
kotor, tonsil T1 – T1 tenang, faring tidak
hiperemis
LEHER
- Bentuk : Simetris
- Trakea : Di tengah
- Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba pembesaran
THORAKS
P A R U
ANTERIOR POSTERIOR
KIRI KANAN KIRI KANAN
Inspeksi
Pergerakan napas
simetris, Retraksi
suprasternal &
intercostals (+)
Pergerakan napas
simetris, Retraksi
suprasternal &
intercostals (+)
Pergerakan napas
simetris
Pergerakan napas
simetris
Palpasi
Fremitus
taktil = kanan
Fremitus
taktil = kiri
Fremitus
taktil = kanan
Fremitus
taktil = kiri
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
Auskultasi
Suara napas Ekspirasi memanjang (+), Wheezing Ekspiratoir (+) pada seluruh lapangan
Paru
JANTUNG
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba disela iga IV garis
midklavikula kiri
- Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal kiri
Batas kanan sela iga IV garis parasternal kanan
Batas kiri sela iga IV garis midklavikula kiri
- Auskultasi : Bunyi jantung I – II regular.
ABDOMEN
- Inspeksi : Datar, simetris
- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus normal
GENITALIA EXTERNA
- Kelamin : laki-laki, tidak ada kelainan
EKSTREMITAS
- Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-)
5
6. - Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-)
III. LABORATORIUM, Tanggal 2 Agustus 2005
1. Darah Rutin
Hb : 12,1 gr % (12 – 16)
LED : 13 mm/jam (0 – 20)
Leukosit : 8000/mm3
(4.500 – 10.700)
Diff. Count : 0 / 3 / 5 / 68 / 20 / 4
R E S U M E
I. Anamnesis
- Seorang anak laki-laki, umur 7 tahun, BB 23 kg, dengan sesak nafas sejak
tadi malam, mendadak, terus menerus dan semakin berat terutama ketika
mengeluarkan napas, dirasa setelah pasien kelelahan pulang dari luar kota.
- Mempunyai riwayat sesak napas dan napas mengi sejak umur 5 tahun,
hilang timbul, berkurang setelah pasien berobat ke dokter, diluar serangan
tidak ada keluhan.
- Pasien mengeluh sesak jika pasien merasa kelelahan, udara berdebu dan
udara dingin waktu malam hari.
- Ibu dan kakak pasien juga menderita sakit yang sama.
II. Pemeriksaan Fisik
Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Nadi : 120 x/menit
- Respirasi : 40 x/menit
- Suhu : 37,0o
C
- BB : 23 kg
- Status gizi : Cukup
6
7. • Kepala : Tidak ada kelainan
• Leher : tidak ada kelainan
• Pulmo
Inpeksi : Retraksi intercostal & suprasternal (+)
Auskultasi : Suara napas Ekspirasi memanjang,
Wheezing ekspiratoir (+) pada
seluruh lapangan paru.
• Jantung : Tidakada kelainan
• Abdomen : Tidak ada kelainan
• Ekstremitas :Tidak ada kelainan
III. Laboratorium 2-8-2005
1. Darah
Hb : 11,8 gr %
LED : 13 mm/jam
Leukosit : 8000/mm3
Diff. Count : 0 / 3/ 5 / 68 / 20 / 4
IV. Diagnosa Kerja
Asma bronkial
V. Diagnosis Banding
Bronkitis kronis
VI. Penatalaksanaan
1. O2 2 liter / menit
2. IVFD RL gtt 12/menit
3. Diet nasi biasa
Kalori : 2300 Kkal/hr
Protein : 46 gr/hr
4. Medikamentosa
Salbutamol tab 4 x 4mg
Inj. Dexamethason 1 amp / 8 jam
GG oral 3 x 60 mg
VII. Anjuran Pemeriksaan
• Thoraks foto
7
8. • Spirometri
VIII. Prognosis
- Quo ad Vitam : Dubia Ad bonam
- Quo ad Functionam : Dubia Ad bonam
- Quo ad Sanationam: Dubia Ad bonam
8
9. FOLLOW UP
TANGGAL 2 - 8 - 2005 3 – 8 – 2005
Keluhan :
- Sesak nafas
- Mengi
- Batuk
(+)
(+)
(+)
(+)↓
(+)↓
(+)
Kesadaran Tampak Sakit Sedang
Kesadaran Compos mentis Compos mentis
Vital Sign:
- Nadi
- Pernapasan
- Suhu
120 x/mnt
40 x/mnt
37,0o
C
124x/mnt
36 x/mnt
36,9o
C
Pemeriksaan Fisik :
- Retraksi intercostals
- Retraksi suprasternal
- Suara napas Ekspirasi
memanjang
- Wheezing ekspiratoir
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Pemeriksaan anjuran
Ro. Thoraks
Hasil : Cor dan Pulmo
DBN
Penatalaksanaan
- O2 2 liter/menit
- IVFD RL 10 tts/menit
- Diet nasi biasa
2300 Kkal/hr,46 gr protein /hari
- Salbutamol tab 4 x 4mg
- Inj. Dexametrhason 1 amp/8jam
- Gliseril guaikolat 3 x 60 mg
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
9
10. TANGGAL 4 – 8- 2005
Keluhan :
- Sesak nafas
- Mengi
- Batuk
(-)
(-)
(+)↓
Keadaan umum Tampak sakit ringan
Kesadaran Compos mentis
Vital Sign:
- Nadi
- Pernapasan
- Suhu
100 x/mnt
30 x/mnt
37o
C
Pemeriksaan Fisik :
- Retraksi intercostal
- Retraksi suprasternal
- Suara nafas vesikuler
- Wheezing ekspiratoir
(-)
(-)
(+)
(+)minimal
Penatalaksanaan
- O2 2 liter/menit
- IVFD RL 10 tts/menit
- Diet nasi biasa
2300 Kkal/hr,46 gr protein /hari
- Salbutamol tab 4 x 4mg
- Inj. Dexametrhason 1 amp/8jam
- Gliseril guaikolat 3 x 60 mg
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
Pasien pulang atas izin dokter
Anjuran / terapi pasien pulang :
- Cukup istirahat dan hindari hal – hal yang dapat memicu sesak.
- Salbutamol 4 x 4mg jika kambuh, berobat ke dokter jika keluhan tidak juga
hilang.
- Gliseril Guaikolat oral 3 x 60 mg.
VIII. Diagnosis Akhir
Asma Bronkial Episode Sedang
10
11. ASMA BRONCHIAL
Definisi
Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran napas dengan
banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada
orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi berulang, sesak
napas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas
namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara
spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan.
Batasan di atas memang sangat lengkap, namun dalam penerapan klinisi untuk
anak tidak praktis. Agaknya karena itu para perumus Konsensus Internasional
dalam pernyataan ketiganya tetap menggunakan definisi lama yaitu : Mengi
berulang dan/atau batuk persisten dalam asma adalah yang paling mungkin,
sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan.
Konsensus Nasional juga menggunakan batasan yang praktis ini dalam batasan
operasionalnya, namun dengan tambahan kriteria yang lebih terarah. Batasan
asma terbaru menurut KNAA 2001 adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten
dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini
hari (noktural), musiman, setelah aktivitas fisis, serta adanya riwayat asma atau atopsi lain
pada pasien dan/atau keluarganya.
Patofisiologi
Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan napas secara
luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edem mukosa
karena inflamasi saluran napas, dan sumbatan mukus. Sumbatan yang terjadi
tidak seragam / merata di seluruh paru. Atelektasis segmental atau
subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan napas menyebabkan peningkatan
tahanan jalan napas, terperangkapnya udara, dan distensi paru berlebihan
(hiperinflasi). Perubahan tahanan jalan napas yang tidak merata di seluruh
jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perfusi
(vertilation – perfusion mismatch).
Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi
peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan
untuk ekskresi melalui saluran napas yang menyempit, dapat makin
mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran napas, sehingga
meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal
mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah jantung yang
bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.
Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan
kerja napas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan,
untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2
11
12. akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Sleanjutnya pada obstruksi jalan
napas yang berat, akan terjadi kelelahan otot napas dan hipoventilasi alveolar
yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu jika
dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang
normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal napas.
Selain itu dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan
produksi laktat oleh otot napas.
Bagan berikut ini dapat menjelaskan patofisiologi asma
Pencetus
Obstruksi jalan napas
Diagnosis
Mengi berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk
menuju diagnosis. Termasuk yang perlu dipertimbangkan kemungkinan asma
adalah anak – anak yang hanya menunjukkan batuk sebagai satu – satunya
tanda, dan pada saat diperiksa tanda – tanda mengi, sesak dan lain – lain
sedang tidak timbul.
12
Bronkokonstriksi, edem mukosa, sekresi berlebihan
Ventilasi tidak
seragam
Hiperinflasi
paru
Ventilasi – perfusi
tidak padu padan
Gangguan
compliance
atelektasis
Penurunan
Peningkatan
Surfaktan
Kerja napas
hipoventilasi
asidosis
vasokonstriksi
pulmonal
↑ PaCO2
↓ PaO2
alveolar
13. Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dengan
bertambahnya umur khususnya di atas umur 3 tahun, diagnosis asma menjadi
lebih definitif. Bahkan untuk anak di atas 6 tahun definisi GINA dapat digunakan.
Untuk anak yang sudah besar (> 6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya
dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter, atau yang
lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin,
metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan dingin, atau dengan salin
hipertonis, sangat menunjang diagnosis. Pemeriksaan ini berguna untuk
mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya :
1. Variabilitas pada PFR atau FEV1 ≥ 15 %.
2. Kenaikan ≥ 15 % pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi
bronkodilator.
3. Penurunan ≥ 15 % pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
Jika gejala dan tanda asmanya jelas, serta respons terhadap pemberian obat
asma baik sekali maka tidak perlu pemeriksaan diagnostik lebih lanjut. Bila
respon terhadap obat asma tidak baik maka perlu dinilai dahulu apakah dosisnya
sudah adekuat, cara dan waktu pemberiannya sudah benar, serta ketaatan
pasien baik, sebelum mengganti pengobatan dengan obat yang lebih poten. Bila
semua aspek tersebut sudah dilakukan dengan baik dan benar maka perlu
dipikirkan kemungkinan bukan asma.
Klasifikasi Derajat Penyakit Asma
Secara arbitreri KNAA membagi asma anak menjadi 3 derajat penyakit, dengan
kriteria yang lebih lengkap dibanding Konsensus Internasional seperti dapat
dlihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 1. Pembagian Derajat Penyakit Asma Pada Anak
No
Parameter Klinis,
Kebutuhan Obat, dan
Faal Paru
Asma Episodik
Jarang
(Asma Ringan)
Asma Episodik Sering
(Asma Sedang)
Asma Persisten (Asma
Berat)
1 Frekuensi serangan < 1 x / bulan > 1 x / bulan Sering
2 Lama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu
Hampir sepanjang tahun,
tidak ada remisi
3 Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang & malam
4 Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
5
Pemeriksaan fisis di luar
serangan
Normal (tidak ada
kelainan)
Mungkin terganggu
(ada kelainan)
Tidak pernah normal
6
Obat pengendali anti
inflamasi
Tidak perlu
Non steroid / steroid
hirupan dosis rendah
Steroid hirupan / oral
Jika fasilitas ada, pemeriksaan :
7
Uji faal paru (di luar
serangan)
PEF / FEV1 > 80 % PEF / FEV1 60-80 %
PEF / FEV1 < 60 %
Variabilitas 20-30 %
8
Variabilitas faal paru
(bila ada serangan)
Variabilitas > 15 % Variabilitas > 30 % Variabilitas > 50 %
13
14. Tujuan Tatalaksana
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya
potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang
ingin dicapai adalah :
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal seorang anak, termasuk bermain
dan berolahraga.
2. Sesedikit mungkin dapat absensi sekolah.
3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok
pada PEF.
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari,
dan tidak ada serangan.
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul,
terutama yang mempengaruhi tumbun kembang anak.
Apabila tujuan ini belum tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya.
Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever)
dan obat pengendali (controller). Obat pereda ada yang menyebutnya obat
pelega, atau obat serangan. Obat kelompok ini digunakan untuk meredakan
serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan
sudah tidak ada gejala lagi maka obat ini tidak digunakan lagi. Kelompok kedua
adalah obat pengendali, yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis.
Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi kronik
saluran napas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus dalam
jangka waktu yang relatif lama, tergantung derajat penyakit asma dan
responsnya terhadap pengobatan.
Asma Episodik Jarang
Asma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa bronkodilator β -
agonis hirupan kerja pendek jika perlu saja, yaitu jika ada gejala / serangan.
Anjuran ini tidak mudah dilakukan berhubung obat tersebut mahal dan tidak
selalu tersedia di semua daerah. Di samping itu pemakaian obat hirupan
(metered dose inhaler) memerlukan pelatihan yang benar (untuk anak besar),
dan membutuhkan alat bantu (untuk anak kecil / bayi) yang juga tidak selalu ada
dan mahal harganya.
Bila obat hirupan tidak ada / tidak dapat digunakan maka β - agonis diberikan
peroral. Sebenarnya kecenderungan saat ini teofilin makin kurang perannya
dalam tatalaksana asma karena batas keamanannya sempit. Namun mengingat
di Indonesia obat β - agonis oralpun tidak selalu ada maka dapat digunakan
teofilin dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya efek samping. Di
samping itu penggunaan β - agonis oral tunggal dengan dosis besar seringkali
menimbulkan efek samping berupa palpitasi, dan hal ini dapat dikurangi dengan
mengurangi dosisnya serta dikombinasi dengan teofilin.
14
15. Konsensus Internasional III dan juga Konsensus Nasional seperti terlihat dalam
klasifikasi asmanya tidak menganjurkan pemberian anti – inflamasi sebagai obat
pengendali untuk asma ringan. Di lain pihak, untuk Asma Intermitten (derajat 1
dari 4) GINA menganjurkan penggunaan kromoglikat sebelum aktivitas fisik atau
pajanan dengan alergen. Bahkan untuk Asma Persisten Ringan (derajat 2 dari
4) GINA sudah menganjurkan pemberian obat pengendali (controller) berupa anti
– inflamasi yaitu steroid hirupan dosis rendah, atau kromoglikat hirupan.
Konig menemukan bukti bahwa dengan mengikuti panduan tatalaksana yang
lazim, yaitu hanya memberikan bronkodilator tanpa anti – inflamasi pada asma
ringan, ternyata dalam jangka panjang (± 8 tahun) pada kelompok tersebut paling
sedikit yang mengalami perbaikan derajat asma. Di lain pihak, asma sedang
yang mendapat kromoglikat, dan asma berat yang mendapat steroid hirupan,
menunjukakan perbaikan derajat asma yang lebih besar. Perbaikan yang
dimaksud adalah menurunnya derajat asma, misalnya dari berat ke sedang atau
ringan, bahkan sampai asmanya asimtomatik.
Asma Episodik Sering
Jika penggunaan β - agonis hirupan sudah lebih dari 3x perminggu (tanpa
menghitung penggunaan pra aktivitas fisis), atau serangan sedang / berat terjadi
lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan anti – inflamasi sebagai
pengendali sudah terindikasi. Anti – inflamasi lapis pertama yang digunakan
adalah kromoglikat, dengan dosis minimum 10 mg 2 – 4 kali perhari. Obat ini
diberikan selama 4 – 6 minggu, kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma sudah
terkendali, pemberikan kromoglikat dapat dikurangi menjadi 2 – 3 kali perhari.
Sampai sekarang, obat ini tetap paling aman untuk pengendalian asma anak,
dan efek sampingnya ringan, yaitu sesekali menyebabkan batuk. Nedokromil
merupakan obat satu golongan dengan kromoglikat namun lebih poten dan tidak
menyebabkan batuk. Di luar negeri obat ini sudah diijinkan pemakaiannya untuk
anak > 2 tahun. Namun untuk di Indonesia saat ini izin yang ada untuk anak >
12 tahun. Di pasaran Indonesia obat ini sulit didapat.
Untuk asma persisten ringan (derajat 2 dari 4) GINA menganjurkan pemberian
steroid hirupan (utama) atau kromoglikat hirupan (alternatif) sebagai obat
pengendali. Sedangkan untuk asma persisten sedang (derajat 3 dari 4) GINA
merekomendasikan steroid hirupan tanpa memberi tempat untuk kromoglikat.
Menurut hemat kami, seyogyanya untuk obat pengendali tetap dimulai dengan
kromoglikat dahulu. Jika tidak berhasil baru diganti dengan steroid hirupan,
dimulai dengan dosis rendah. Mengenai obat antihistamin baru non – sedatif
(misalnya ketotifen), penggunaannya dapat dipertimbangkan pada anak yang
mengalami kesulitan menggunakan obat hirupan atau untuk asma tipe rintis.
Asma Persisten
a. Asma Berat
Jika setelah 6 – 8 minggu kromoglikat gagal mengendalikan gejala, dan β -
agonis hirupan tetap diperlukan > 3x tiap minggu maka berarti asmanya
termasuk berat. Sebagai obat pengendali pilihan berikutnya adalah obat steroid
15
16. hirupan. Cara pemberian steroid hirupan apakah dari dosis tinggi ke rendah
selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya dari dosis rendah ke tinggi
hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada kasusnya. Dalam keadaan
tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan untuk
menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3 – 5
hari). Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan sampai optimal.
Steroid hirupan biasanya efektif dengan dosis rendah. Dalam penggunaan
beklometason atau budesonid dengan dosis 200 ug/hari, belum pernah
dilaporkan adanya efek samping jangka panjang. Dosis yang masih dianggap
aman adalah 400 ug/hari. Di atas itu dilaporkan adanya pengaruh sistemik
minimal, sedangkan dengan dosis 800 ug/hari agaknya mulai bepengaruh
terhadap poros hipotalamus – hipofisis – adrenal sehingga dapat berdampak
terhadap pertumbuhan. Efek sistemik steroid hirupan dapat dikurangi dengan
penggunaan alat pemberi jarak berupa perenggang (spacer) yang akan
mengurangi deposisi di daerah orofaringeal sehingga mengurangi absorbsi
sistemik dan meningkatkan deposisi obat di paru.
Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau
perbaikan klinis yang mantap selama 1 – 2 bulan, maka dosis steroid dapat
dikurangi bertahap sehingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa
mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan β - agonis sebagai obat
pereda tetap diteruskan.
b. Asma Sangat Berat
Bila dengan terapi di atas selama 6 – 8 minggu asmanya tetap belum terkendali
berarti pasien dianggap menderita asma sangat berat (bagian dari asma
persisten). Penggunaan β - agonis (kerja pendek) hirupan > 3x sehari secara
teratur dan terus menerus diduga mempunyai peranan dalam peningkatan
morbiditas dan mortalitas asma. Oleh karena itu obat dan cara penggunaannya
tersebut sebaiknya dihindari. Tetapi jika dengan steroid hirupan dosis sedang
(400 – 600 ug/haro) asmanya belum terkendali, maka perlu dipertimbangkan
tambahan pemberian β - agonis kerja panjang, atau β - agonis lepas kendali,
atau teofilin lepas lambat. Dahulu β - agonis dan teofilin hanya dikenal sebagai
bronkodilator saja. Namun akhir – akhir ini diduga mereka juga mempunyai efek
anti – inflamasi.
Jika dengan penambahan obat tersebut asmanya tetap belum terkendali, obat
tersebut diteruskan dan dosis steroid hirupan dinaikkan, bahkan mungkin perlu
diberikan steroid oral. Langkah ini diambil hanya bila bahaya dari asmanya lebih
besar daripada bahaya efek samping obat. Untuk steroid oral sebagai dosis
awal dapat diberikan 1 – 2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai
dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari.
Cara Pemberian Obat
Cara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur anak karena
perbedaan kemampuan menggunakan alat inhalasi. Demikian juga kemauan
anak perlu dipertimbangkan. Lebih dari 50 % anak asma tidak dapat memakai
alat hirupan biasa (metered dose inhaler). Perlu dilakukan pelatihan yang benar
16
17. dann berulang kali. Tabel berikut memperlihatkan anjuran pemakaian alat
inhalasi disesuaikan dengan usianya.
Tabel 2. Jenis Alat Inhalasi Disesuaikan Dengan Umur
< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler
2 – 4 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler
Alat hirupan (MDI) dengan alat perenggang (spacer)
5 – 8 tahun Nebuliser
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)
> 8 tahun Nebuliser
MDI (Metered Dose Inhaler)
Alat hirupan bubuk
Autohaler
Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut
(orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga
mengurangi efek sistemik. Sebaliknya deposisi dalam paru akan lebih baik
sehingga didapat efek terapetik yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk
kering (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang
kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak sekolah.
Sebagian alat bantu spacer (Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler,
Autohaler) dapat dimodifikasi dengan menggunakan bekas gelas atau botol
minuman, atau menggunakan obat dengan dot yang telah dipotong untuk anak
kecil dan bayi.
Prevensi dan Intervensi Dini
Pencegahan dan tindakan dini harus menjadi tujuan utama dokter, khususnya
spesialis anak dalam menangani anak asma. Dewasa ini belum ada data yang
cukup kuat untuk dapat memperkirakan anak mana yang akan berlanjut
asmanya atau akan menghilang. Pengendalian lingkungan, pemberian ASI,
penghindaran makanan berpotensi alergenik, dengan atau tanpa pengurangan
pajanan dengan tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang, telah
mengurangi alergi makanan dan khususnya dermatitis atopik pada bayi.
Manfaatnya untuk prevalens asma jangka panjang diduga ada dan masih dalam
penelitian.
Tindakan dini pada asma anak berdasarkan pendapat bahwa keterlambatan
pemberian obat pengendali akan berakibat penyempitan jalan napas yang
ireversibel (airway remodelling). Namun dari bukti yang ada resiko tersebut
tidak terjadi pada asma episodik ringan. Karena itu pemberian steroid hirupan
sejak awal untuk asma episodik jarang tidak dianjurkan.
17
18. Faktor Alergi dan Lingkungan
Saat ini banyak bukti bahwa alergi merupakan salah satu faktor penting
berkembangnya asma. Paling tidak 75 – 90 % anak asma balita terbukti
mengidap alergi, baik di negara berkembang maupun negara maju. Atopi
merupakan faktor resiko yang nyata untuk menetapnya hiperreaktivitas bronkus
dan gejala asma. Derajat asma yang lebih berat dapat diperkirakan dengan
adanya dermatitis atopik. Terdapat hubungan antara pajanan alergen dengan
sensitasi. Pajanan yang tinggi berhubungan dengan peningkatan gejala asma
pada anak.
Pengendalian lingkungan harus dilakukan untuk setiap anak asma.
Penghindaran terhadap asap rokok merupakan rekomendasi penting. Keluarga
dengan anak asma dianjurkan tidak memelihara binatang berbulu, seperti kucing,
anjing, burung. Perbaikan ventilasi ruangan, dan penghindaran kelembaban
kamar perlu untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungaunya.
Prognosis
Beberapa studi kohort menemukan bahwa banyak bayi dengan mengi tidak
berlanjut menjadi asma pada masa anak dan remajanya. Proporsi kelompok
tersebut berkisar antara 45 hingga 85 %, tergantung besarnya sampel studi, tipe
studi kohort dan lamanya pemantauan. Peningkatan IgE serum dan uji kulit yang
positif khususnya terhadap tungau debu rumah pada bayi, dapat memperkirakan
mengi persisten pada masa anak. Adanya dermatitis atopik yang sulit diatasi
merupakan prediktor terjadinya asma berat.
18
19. DAFTAR PUSTAKA
1. PP Ikatan Dokter Anak Indonesia : Pedoman Nasional Asma Anak,UKK
Pulmonologi,Solo,2004.
19