Dokumen tersebut membahas tentang korupsi dan penyebab-penyebabnya. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi yang merugikan negara dan masyarakat. Dokumen juga menyebutkan beberapa faktor penyebab korupsi antara lain gaya hidup konsumtif, sistem hukum dan politik yang lemah, serta rendahnya pengawasan.
SIKLUS AKUNTANSI (Identifkasi dan analisis transaksi).ppt
Pencegahan Korupsi
1. Nama : BASRIZAL
NIM : 55117110002
Dosen : Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Mata Kuliah : Business Ethic and Good Governance
Konsep yang tepat untuk Bangsa dan Negara kita tercinta ini sehingga dapat mengurangi tindak
korupsi dan penipuan di segala aspek kehidupan..
Begitu membudayanya tindak pidana korupsi (tipikor) dan penipuan di Indonesia membuat
masyarakat tidak sadar bahwa korban yang paling dirugikan sebenarnya adalah rakyat. Yakni kita
semua. Runtuhnya nilai-nilai, macam macam norma, etika, moral, budaya dan religi di suatu
wilayah memang sangat berpengaruh pada perkembangan tipikor. Bahkan sering kali perilaku kita
mengarah ke korup tanpa kita mengerti bahwa tindakan tersebut masuk dalam delik pidana
korupsi. Keterbatasan pemahaman mengenai korupsi telah membentuk image bahwa korupsi di
negara kita sulit untuk dicegah ataupun diberantas. dan kita selalu beranggapan bahwa masalah
korupsi adalah tanggung jawab pemerintah. pernyataan seperti itu adalah salah besar. Justeru
masyarakat seharusnya berperan penting ketika kita semua mau turut serta terlibat dalam upaya
pencegahan dan pemberantasannya.
Adanya kelemahan peraturan perundang-undangan tentang korupsi yang mencakup
adanya peraturan yang monopolistik. Peraturan tersebut tentu saja menguntungkan pihak
penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai serta kurang disosialisasikan, sanksi yang
terlalu ringan, tidak konsisten dan tebang pilih, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi
peraturan perundang-undangan adalah lingkaran setan yang mesti dicermati untuk direformasi
bersama sehingga sering terjadinya penyebab terjadinya tindakan penyalahgunaan
kewenangan.
[Anonim1, 2017] Berikut adalah beberapa penyebab korupsi dan cara mengatasinya :
1. Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru – Sebagai negara yang berkembang
seharusnya pemerintah memperioritaskan pembangunan di bidang pendidikan.
2. 2. Kompensasi PNS yang Rendah – Karena gaji yang rendah, banyak anggota PNS yang
melakukan tindakan korupsi. Rendahnya gaji tindak diimbangi dengan pola hidup yang
sederhana, karena sebagian besar pegawai memiliki gaya hidup yang konsumtif.
3. Pejabat yang Serakah – karena memiliki pola hidup yang konsumtif, timbul keinginan
dalam diri pejabat untuk memperkaya diri secara instan.
4. Law Enforcement Tidak Berjalan – Penegakkan hukum tidak berjalan hampir di
seluruh lini
kehidupan, baik di instasi pemerintahan maupun di lembaga kemasyarakatan.
5. Hukuman yang RinganTerhadap Koruptor – Karena para koruptor mendapat hukuman yang
ringan, maka tidak menimbulkan efek jera bagi mereka yang melakukan korupsi.
6. Tidak Ada Keteladanan Pemimpin – Minimnya pemimpin yang dapat dijadikan
teladan, menyebabkan Indonesia sulit untuk terbebas dari jerat korupsi.
7. Pengawasan yang Tidak Efektif
8. Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN – Dalam Negara agraris seperti Indonesia,
masyarakatnya cenderung peternalistik. Dengan demikian, mereka turut melakukan KKN
dalam urusan sehari-hari. Misal mengurus KTP, SIM, PBB dan masih banyak lagi.
Banyak cara yang dapat kita terapkan untuk dapat memberantas korupsi. Mulai dari hal yang
paling kecil yaitu diri sendiri, sampai ke tingkat Negara.
Beberapa langkah untuk memberantas korupsi:
1. Membangun Supremasi Hukum dengan Kuat – Hukum adalah pilar keadilan. Ketika
hukum tak sanggup lagi menegakkan sendi-sendi keadilan, maka runtuhlah kepercayaan publik
pada institusi ini. Ketidak jelasan kinerja para pelaku hukum akan memberi ruang pada tipikor
untuk berkembang dengan leluasa. Untuk itu sangat perlu dilakukan membangun supremasi
hukum yang kuat. Tidak ada manusia yang kebal hukum, serta penegak hukum tidak tebang pilih
dalam mengadili.
2. Menciptakan Kondisifitas Nyata di Semua Daerah – Salah satu rangsangan tumbuhnya
tipikor dengan subur adalah kondisifitas semua di suatu wilayah otonom. Kondusifitas yang
selama ini dielu-elukan adalah kondusifitas semu belaka. kejahatan korup terus tumbuh dengan
subur tanpa ada yang menghentikannya. bagaimana suatu otonomi daerah semestinya
dikatakan kondusif? yakni daerah yang terbebas dari penyakit tipikor , bersih penyelewengan serta
tidak ada lagi tindak kejahatan yang merugikan bangsa dan negara.
3. 3. Eksistensi Para Aktivis – para aktifis seperti LSM harus gencar menyerukan
suaranya untuk melawan korupsi.
4. Menciptakan Pendidikan Anti Korupsi – Upaya pemberantasan korupsi melalui jalur
pendidikan harus dilaksanakan karena tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan merupakan wahana
yang sangat startegis untuk membina generasi muda agar menanamkan nilai-nilai kehidupan
termasuk antikorupsi.
5. Membangun Pendidikan Moral Sedini Mungkin – Jika seseorang memiliki moral yang
rendah, maka setiap gerak langkahnya akan merugikan orang. oleh karena itu sangat penting
sekali membekali pendidikan moral pada generasi muda.
6. Pembekalan pendidikan Religi yang Intensif – Semua agama mengajarkan pada
kebaikan. Tidak ada satupun agama yang menyuruh kita berbuat untuk merugikan orang lain,
seperti korupsi dan penipuan. Peran orang tua sangat berpengaruf untuk menumbuhkan
kesadaran religi pada anak agar kelak saat dewasa memiliki moral dan mentalitas yang baik.
1. Jelaskan apa yang saudara ketahui tentang corruption dan fraud
Dalam makna yang paling sederhana, korupsi diartikan sebagai tindakan
menyelewengkan uang atau benda orang lain yang bukan menjadi haknya. Dalam arti luas,
korupsi diartikan sebagai tindakan menyalahgunakan jabatan untuk keuntungan pribadi dan
digunakan sebagai upaya untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Tindakan
korupsi pada tingkatan pemerintahan suatu negara sangat merugikan karena berpotensi
meningkatnya kemiskinan di suatu negara. Selain itu, negara juga mengalami kerugian
materi yang tidak sedikit. Korupsi bersifat menguntungkan diri sendiri, namun merugikan
kepentingan umum dan negara. Masyarakat Indonesia bahkan dunia dapat dikatakan sudah akrab
dengan jenis tindak pidana yang akan bahas kita kali ini yaitu Korupsi. Teori John Lock
meyebutkan kalau penyokong dari Negara ada 3 badan yaitu eksekutif, legislative dan yudikatif.
Namun, dari ketiga lembaga penegak hukum itulah kita menemuni permasalahan yang menjadi
musuh bersama masyarakat Indonesia dan dunia yaitu korupsi. Tidak dapat dipungkiri dari
ketiga lembaga yang seharusnya menjunjung hukum secara tinggi sudah merasakan goncangan
akan dahsyatnya dampak negatif korupsi.
Catatan panjang tentang korupsi di Indonesia telah dimulai bahkan sebelum Indonesia
merdeka. Pada masa kerajaan, korupsi telah banyak terjadi, biasanya karena motif perebutan
4. kekuasaan. Bahkan sejarah menyebutkan bahwa runtuhnya kerajaan - kerajaan besar di
Indonesia seperti Sriwijaya dan Singasari dilatarbelakangi oleh korupsi pada masa itu. Pada masa
itu, masyarakat belum mengenal korupsi. Korupsi didominasi oleh kalangan raja dan sultan dari
kerajaan tertentu dan lingkupnya belum menyebar ke luar kerajaan. Pada masa penjajahan,
korupsi juga merajalela. Tidak hanya korupsi oleh sultan-sultan kerajaan, korupsi juga dilakukan
oleh pejabat-pejabat pemerintahan Portugis dan Belanda yang saat itu menduduki kekuasaan di
Indonesia. Pada masa itu, pejabat-pejabat penjajah mengkorup uang korpsnya, atau mengkorup
keuangan instansi pemerintahan. Pada masa penjajahan, banyak pula raja yang menerapkan
sistem upeti untuk rakyat. Rakyat harus menyerahkan harta benda atau pangan dalam jumlah
tertentu. Teknik tersebut ternyata juga ditiru oleh pemerintahan Belanda ketika menduduki
Indonesia. Pada masa sekarang, korupsi sudah bukan hal yang baru di lingkup pemerintahan.
Korupsi merupakan tindakan biasa, bahkan para pejabat beramai-ramai melakukan korupsi untuk
memperkaya diri. Berbagai upaya hukum telah diterapkan, namun ternyata tidak mampu
memberikan efek jera bagi koruptor.
Korupsi sebagai fenomena penyimpangan dalam kehidupan sosial budaya, kemasyarakatan
dan kenegaraan sudah dikaji dan ditelaah secara kritis oleh banyak ilmuwan dan filosof. Pengertian
korupsi Secara terminologi, kata korupsi berasal dari kata latin yaitu Corruptus atau
Corruption. Lalu menjadi Corruption karena diserap dalam bahasa Inggris dan Prancis dan
kemudian di Belanda korupsi disebut dengan korruptie, sedangkan di Indonesia disebut korupsi
(Hamzah, 1985). Secara esensi, menurut Alatas (1987) bahwa pengertian korupsi sebagai
pencurian yang melalui penipuan dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan. Korupsi
merupakan wujud perbuatan immoral dari dorongan untuk mendapatkan sesuatu menggunakan
metode penipuan dan pencurian. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam
bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima bantuan, sampai berat
korupsi yang diresmikan, dan sebagainya.
Faktor penyebab korupsi itu ada 2 yaitu:
A. Faktor internal : merupakan sebuah sifat yang berasal dari diri kita sendiri.Terdapat
beberapa faktor yang ada dalam faktor internal ini, antara lain ialah:
1. Sifat Tamak : Sifat tamak merupakan sifat yang dimiliki manusia, di setiap harinya pasti
manusia meinginkan kebutuhan yang lebih, dan selalu kurang akan sesuatu yang di dapatkan.
Akhirnya munculah sifat tamak ini di dalam diri seseorang untuk memiliki sesuatu yang lebih
dengan cara korupsi.
5. 2. Gaya hidup konsumtif : Gaya hidup konsumtif ini dirasakan oleh manusia manusia di dunia,
dimana manusia pasti memiliki kebutuhan masing masing dan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut manusia harus mengonsumsi kebutuhan tersebut,dengan perilaku tersebut tidak bisa di
imbangi dengan pendapat yang diperoleh yang akhirnya terjadilah tindak korupsi
B. Faktor eksternal : Secara umum penyebab korupsi banyak juga dari faktor eksternal, faktor
faktor tersebut antara lain :
1. faktor politik
Faktor politik ini adalah salah satu faktor eksternal dalam terjadinya tindak korupsi. Di
dalam sebuah politik akan ada terjadinya suatu persaingan dalam mendapatkan kekuasaan. Setiap
manusia bersaing untuk mendapat kekuasaan lebih tinggi, dengan berbagai cara mereka lakukan
untuk menduduki posisi tersebut. Akhirnya munculah tindak korupsi atau suap menyuap dalam
mendapatkan kekuasaan.
2. faktor hukum
Faktor hukum ini adalah salah satu faktor eksternal dalam terjadinya tindak korupsi. Di
hukum sendiri banyak kelemahan dalam mengatasi suatu masalah. Sudah di terbukti bahwa
banyak praktek praktek suap menyuap lembaga hukum terjadi dalam mengatasi suatu masalah.
Sehingga dalam hal tersebut dapat dilihat bahwa praktek korupsi sangatlah mungkin terjadi karena
banyak nya kelemahan dalam sebuah hukum yang mendiskriminasi sebuah masalah.
3. faktor ekonomi
Sangat jelas faktor ekonomi ini sebagai penyebab terjadinya tindak korupsi. Manusia hidup
pasti memerlukan kebutuhan apalagi dengan kebutuhan ekonomi itu sangatlah di pentingkan bagi
manusia. Bahkan pemimpin ataupun penguasa berkesempatan jika mereka memiliki kekuasaan
sangat lah ingin memenuhi kekayaan mereka. Di kasus lain banyak pegawai yang gajinya tidak
sesuai dengan apa yang di kerjakannya yang akhirnya ketika ada peluang, mereka di dorong untuk
melakukan korupsi.
6. 4. faktor organisasi
Faktor organisasi ini adalah faktor eksternal dari penyebab terjadinya korupsi. Di suatu
tempat pasti ada sebuah organisasi yang berdiri, biasanya tindak korupsi yang terjadi dalam
organisasi ini adalah kelemahan struktur organisasi, aturan aturan yang dinyatakan kurang baik,
kemudian kurang adanya ketegasan dalam diri seorang pemimpin. Di dalam suatu struktur
organisasi akan terjadi suatu tindak korupsi jika di dalam struktur tersebut belum adanya
kejujuran dan kesadaran diri dari setiap pengurus maupun anggota.
Ada beberapa jenis tindak Pidana Korupsi yang rentan dilakukan selama ini yakni; Memberi
atau menerima hadiah atau janji (suap) dari seseorang yang telah dibantu dalam hal memudahkan
pekerjaan atau pelayanan publik, Penggelapan sering terjadi di kantor/perusahaan yang merugikan
karyawan dan pemerintah, Pemerasan yang sering dilakukan dalam hal melayani masyarakat di
tempat sentra-sentra pelayanan public maupun di kantor-kantor pemerintah, Perpartisipasi
dalam pengadaan (untuk pejabat sipil / negara) dalam hal membantu memenangkan suatu
perusahaan, dan Remunerasi (untuk pejabat sipil
/ negara) yang tidak sesuai dengan kinerja yang dilakukannya.
Dampak negatif dari korupsi anatara lain:
A. Demokrasi
Korupsi menunjukkan tantangan serius terhadap pembangunan. Dalam dunia politik, itu
merusak demokrasi dan good governance (pemerintahan yang baik) dengan menghancurkan
proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan
perwakilan di pembentukan kebijaksanaan. korupsi di sistem pengadilan menghentikan supremasi
hukum. dan korupsi dalam administrasi publik mengakibatkan ketidakseimbangan dalam pelayanan
sipil. Secara umum, korupsi mengikis kapasitas kelembagaan pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau mengangkat posisi bukan
karena prestasi. Pada saat yang sama, korupsi mempersulit pihak pemerintahan nilai
demokrasi serta kepercayaan dan toleransi.
7. B. Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan inefisiensi
yang tinggi. Di sektor swasta, korupsi meningkatkan biaya perdagangan karena kerugian dari
pembayaran ilegal, biaya manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan resiko
pembatalan perjanjian atau untuk penyelidikan. Meskipun beberapa telah menyarankan bahwa
korupsi mengurangi biaya (komersial) untuk menyederhanakan birokrasi, konsensus yang muncul
menyimpulkan bahwa ketersediaan suap menyebabkan pejabat untuk membuat aturan baru
dan hambatan baru. Dimana korupsi yang menyebabkan biaya perdagangan inflasi, korupsi
juga mengganggu “bidang perdagangan”.
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai
hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan
distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek
masyarakat di mana suap dan upah yang lebih mudah tersedia. Pejabat mungkin menambah
kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan korupsi, yang akhirnya menghasilkan
lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan persyaratan keselamatan,
lingkungan, atau peraturan lainnya. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan
dan infrastruktur; dan menambah tekanan pada anggaran pemerintah.
C. Kesejahteraan Umum Negara
Korupsi politik di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga. Korupsi
politik berarti kebijakan pemerintah yang menguntungkan sering menyuap pemberi, daripada
orang-orang pada umumnya. Contoh lain adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang
melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil . Politisi “pro-
bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan
kontribusi besar untuk kampanye pemilu mereka.
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam mengurangi tindak korupsi di Indonesia,
antara lain Upaya pencegahan (preventif), Upaya penindakan/pemberantasan (kuratif), Upaya
edukasi masyarakat/mahasiswa dan Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Dalam
melakukan tindakan preventif (pencegahan) & tindak kuratif (penindakan/pemberantasan) korupsi
sangat perlu difokuskan pada factor internal dan eksternal.
8. TINDAK PIDANA KORUPSI
Adapun pengertian tindak pidana korupsi secara yuridis formal atau yang tertuang dalam
peraturan perundang-undangan antara lain:
1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971
khususnya yang tercantum dalam Pasal 1 :
a. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan
keuangan negara dan atau perekonomian negara atau diketahui atau patut disangka olehnya
bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
b. Barang siapa dengan bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
badan, menyalahgunakan wewenang kesempatan-kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
c. Barang siapa melakukan kejahatan tercantum dalam Pasal 209, Pasal 210, Pasal 388,
Pasal 415, Pasal 416, Pasal 417, Pasal 418, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425 dan Pasal 435 KUHP.
d. Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti dimaksud dalam
Pasal 2 dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau suatu wewenang yang melekat pada
jabatannya atau kedudukannya atau oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada
jabatannya atau kedudukan
itu.
e. Barang siapa tanpa alasan yang wajar, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya seperti tersebut pada Pasal 418,
Pasal 419 dan Pasal 420 KUHP, tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada yang
berwajib.
2. Barang siapa melakukan percobaan atau permufakatan untuk melakukan tindakan pidana
tersebut dalam ayat (1) a, b, c, d, e dan pasal ini.
Tindak pidana korupsi merupakan bentuk penyimpangan dari kekuasaan atau pengaruh yang
melekat pada seseorang aparat pemerintahan yang mempunyai kedudukan tertentu sehingga
dengan kedudukan pejabat dapat melakukan tindak pidana korupsi.
9. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juga diberikan
pengertian tindak pidana korupsi, di mana dalam ketentuan tersebut menekankan:
a. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.
b. Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau suatu badan atau suatu korporasi
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
c. Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 209, Pasal
210, Pasal 387, Pasal 415, Pasal 416, Pasal 417, Pasal 418, Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423
serta Pasal 435 KUHP dan juga Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
d. Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaannya atau wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukan tersebut.
e. Setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa
pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa
pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi.
f. Setiap orang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan
tindak pidana korupsi.
g. Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan
sarana atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi.
Jika melihat redaksi dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, maka terdapat perubahan dari ketentuan yang ada sebelumnya karena
dianggap bahwa semakin canggihnya dan rumit kejahatan ini, sehingga diperlukan pengaturan
lebih khusus untuk menjerat pelaku tindak pidana korupsi.
Sedangkan pengertian tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
yang mengubah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, tidak mengalami perubahan berarti hanya saja dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tidak lagi mengacu pada ketentuan KUHP, melainkan langsung menyebut unsur-
unsur yang terdapat dalam undang- undang Korupsi baru ini.
2) Jelaskan kondisi kerja di lingkungan saudara adalah indikasi telah atau pernah terjadi kasus
koruspi dan penipuan. Kalau ada bagaimana cara perusahaan saudara mengatasinya.
10. Sebagaimana yang telah diketahui masyarakat melalui media dengan terungkapnya dugaan
korupsi di Korlantas Polri yang dilakukan jenderal polisi dan dugaan korupsi di Polres Sorong,
Papua, yang dilakukan bintara polisi menguatkan premis yang mengatakan bahwa korupsi
mengikuti watak kekuasaan. Makin berwatak tersentral kekuasaan, makin hebat korupsinya.
Temuan rekening tak wajar polisi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
ditetapkannya Irjen Djoko Susilo dan Brigjen (Pol) Didiek P sebagai tersangka simulator SIM,
terungkapnya dugaan korupsi seorang bintara polisi hingga mencapai miliaran rupiah, juga korupsi
yang dilakukan pejabat polisi sebelumnya menunjukkan, perilaku korupsi di lingkungan Polri perlu
mendapat perhatian serius pemimpin Polri dan pemimpin negara. Korupsi menjadi parah karena
tidak saja terjadi di lingkungan internal Polri, tetapi mungkin juga terkait dengan instansi di luar
kepolisian dalam konteks fungsional ataupun struktural dan dalam hubungan yang bersifat
simbiosis mutualisme.
Korupsi yang terjadi di lingkungan Korps Lalu Lintas sesungguhnya juga tidak lepas dari
pelaksanaan Samsat dalam konteks jabatan. Terjadi pertukaran antara kekuasaan yang diberikan
dan peluang mendapatkan penghasilan tambahan baik dari luar maupun dari dalam. Maurice
Punch (1985) dalam bukunya, Police Organization, menjelaskan, korupsi bisa terjadi karena polisi
menerima atau dijanjikan keuntungan yang signifikan untuk melakukan sesuatu yang ada
dalam kewenangannya, melakukan sesuatu di luar kewenangannya, melakukan diskresi dengan
alasan tak patut, dan menggunakan cara di luar hukum untuk mencapai tujuan. Keuntungan
tersebut untuk kepentingan pribadi polisi dan bisa juga dengan alasan untuk kepentingan
operasional. Dalam hal ini, Punch mengingatkan, korupsi selalu mengiringi perjalanan
kekuasaan dan sebaliknya: kekuasaan merupakan pintu masuk bagi tindak korupsi.
Untuk kasus Tindak Pidana Korupsi yang telah terjadi, Irwasum Polri sebagai inspektorat
pengawasan bersama Kadiv Propam Polri telah memberikan rekomendasi untuk dilakukan siding
kode etik dan penegakan kedisiplinan dengan mangajukan siding tipikor dan kasus dilanjutkan ke
pengadilan umum. Setelah terindikasi melakukan pelanggaran hukum, untuk memudahkan
menjalankan proses hukum, maka semua fasilitas dan jabatan di copot.
Upaya pencegahan (preventif) yang telah ditempuh dalam mengurangi tindak korupsi di tubuh
Polri, untuk pengawasan Internal Polri yang dibebantugaskan kepada Irwasum Polri telah
melakukan pengawasan secara intensif setiap tahunnya yang dilakukan secara bertahap (tahap
Perencanaan dan Pelaksanaan) yang menjadi rekomendasi pimpinan untuk mengambil kebijakan
ataupun keputusan. Selain Pemeriksaann dan pengawasan Internal Polti juga diawasi dari
eksternal. Ada beberapa independen yang melakukan pengawasan terhadap kinerja, keuangan
11. dan pelayanan Polri diantaranya IPW, ICW, Ombusman RI, PPATK, KPK dan BPK RI untuk
melakukan pemeriksaan keuangan Polri.
Kapolri telah melakukan pertemuan sosialisi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang atau korupsi serta melibatkan KPK untuk
membantu pemberantasan korupsi di lingkungan Polri ataupun penyelesaian kasus korupsi yang
ditangani polisi. Akhir-akhir ini Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah mengusulkan ke DPR RI
untuk pembentukan Densus Anti Korupsi yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1, 2017, https://guruppkn.com/penyebab-korupsi-dan-cara-mengatasinya
Hamzah, 1985 dan Alatas 1987, Pengertian Korupsi
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang mengubah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi