Dokumen tersebut membahas tentang zoonosis, hewan, dan lingkungan dalam rangka mencegah pandemi berikutnya. Dokumen menjelaskan hubungan antara perubahan ekosistem dengan munculnya zoonosis baru, serta bagaimana kegiatan manusia seperti deforestasi dan perdagangan satwa liar dapat meningkatkan risiko pandemi. Dokumen juga menyoroti peran kelelawar sebagai reservoir virus dan bagaimana perubahan lingkungan dapat memfas
4. Zoonosis, Hewan dan Lingkungan:
Mencegah Pandemi Berikutnya
Drh TRI SATYA PUTRI NAIPOSPOS MPhil PhD
Centre for Indonesian Veterinary Analytical Studies
FUTURE LEADER SUMMIT 2020
DARING
Ruang Isu: LINGKUNGAN
13 Agustus 2020
Zoonosis, Hewan dan Lingkungan:
Mencegah Pandemi Berikutnya
5. Respon PBB terhadap COVID-19
“We are facing a global health crisis unlike
any in the 75-year history of the United
Nations — one that is spreading human
suffering, infecting the global economy and
upending people’s lives.”
“Kita menghadapi krisis kesehatan global yang belum pernah
terjadi dalam 75 tahun sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa –
satu kejadian yang menyebabkan penderitaan manusia yang
luar biasa, menghancurkan ekonomi global dan membalikkan
kehidupan manusia ke titik terendah.”
[António Guterres, Secretary-General
of the United Nations, 19 March
2020]
6. Risiko global teratas
2020
• World Economic Forum (WEF) mencatat
bahwa risiko lingkungan akan menjadi
risiko teratas dalam jangka pendek dan
jangka panjang.
• Risiko tersebut berupa: “gelombang
panas ekstrim”, “kehancuran
ekosistem” dan “kesehatan terdampak
polusi” akan semakin parah pada 2020.
• Dampak risiko lingkungan akan menjadi
lebih dahsyat dan lebih mungkin terjadi
pada 2030.
Sumber: The Global Risk Report 2020
Kemungkinan Dampak
7. Ekosistem alami di Indonesia
Hutan tropis Kawasan DAS
Lahan basah pesisir
Padang rumput
Lahan gambut
8. Kerusakan hutan primer global 2002-2019
Kerusakan hutan primer di Indonesia 2002-2019Dalam 3 tahun berturut-turut
(2017-2019), Indonesia
menunjukkan penurunan
kerusakan hutan primer yang
rendah, kemungkinan karena
kebijakan pemerintah era
Jokowi yang berupaya
mengurangi deforestasi.
2,8% lebih tinggi pada 2019
dibandingkan 2018
Di 2019, kerusakan hutan
primer INDONESIA menempati
urutan ke-3, setelah Brazil dan
Congo.
Kerusakan
hutan
5% lebih rendah pada 2019
dibandingkan 2018
9. Bagaimana deforestasi
berpengaruh terhadap
satwa liar?
1. Kehilangan habitat
2. Perubahan iklim
3. Risiko kebakaran hutan
4. Kelaparan satwa liar
5. Peningkatan interaksi
dengan manusia
Sumber: How Does Deforestation Affect
Animals? Greentumble, 18 July 2018
10. “Alam mengirimkan pesan kepada kita
dengan pandemi COVID-19 dan krisis iklim
yang sedang berlangsung.”
[UN’s Environment Chief, Inger Andersen]
Emisi karbon kebakaran hutan di Indonesia
lebih parah dibanding hutan Amazon Brazil
11. COVID-19 adalah zoonosis: Apa itu
zoonosis?
• Zoonosis adalah setiap penyakit atau infeksi
yang ditularkan secara alamiah dari hewan
vertebrata ke manusia.
• Zoonosis terdiri dari kelompok infeksi beragam
yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
organisme lain atau agen protein yang
abnormal (prion).
• Zoonosis yang dikenal sangat banyak, ada lebih
dari 200 (WHO) – dan studi tentang zoonosis
merupakan suatu area yang paling menarik di
bidang kedokteran dan kedokteran hewan.
Sumber: Ecosystem Disruption and
The Rise of Pandemic, WWF (2020)
12. Zoonosis baru muncul (Emerging zoonoses)
• Penyakit baru muncul (emerging diseases) adalah penyakit yang
muncul untuk pertama kalinya di suatu populasi tertentu atau
penyakit yang sudah ada tetapi jumlah yang tertular atau penyebaran
geografis penyakit meningkat secara cepat.
• Zoonosis baru muncul (emerging zoonoses) yang menjadi
keprihatinan kemanusiaan karena kebanyakan muncul pada tingkat
yang belum pernah terjadi sebelumnya dan karena mereka memiliki
dampak penting terhadap kesehatan manusia, serta sistim sosial dan
ekonomi.
Sumber: Ecosystem Disruption and The Rise of Pandemic, WWF (2020)
13. Apa yang dimaksud dengan ‘spillover’?
• Fenomena dimana wabah penyakit
pada manusia terjadi akibat virus yang
sebelumnya bersirkulasi hanya pada
dunia satwa, yang kemudian suatu saat
melompat ke manusia – yang dikenal
sebagai ‘spillover’ (seperti yang
dijelaskan oleh jurnalis saintifik David
Quammen dalam bukunya “Spillover”).
14. Epidemi terburuk dalam 50 tahun terakhir
Inang
Alami
Zoonosis Negara Asal Tahun Orang
terinfeksi
Kematian
manusia
Dampak
Marburg Uganda 1967 590 478 Mortalitas 81%
Ebola Congo 1976 28.637 14.639 Mortalitas 88%
Nipah Malaysia 1999 496 245 Mortalitas 53%
SARS China 2002 8.098 774 US$ 40 miliar
H5N1 China 2003 861 455 US$ 40 miliar
H1N1 Mexico 2009 18.449 429 US$ 45-55 miliar
MERS Saudi Arabia 2012 2.494 858 US$ 10 miliar
H7N9 China 2013 1.567 616 US$ 6,5 miliar
COVID-19 China 2019 19,8 juta 731.570* Mortalitas 3,4%
* Per tanggal 10 Agustus 2020
15. Zoonosis semakin meningkat
Zoonosis adalah pengingat yang
gamblang tentang bagaimana
ORANG dan ALAM saling
berhubungan.
COVID+19
200+
1900 1960 2020
16. Hubungan perubahan ekosistem dengan
penyebaran zoonosis
• Ebola, Marburg, SARS, MERS, Rift Valley Fever, Zika dan banyak lagi
zoonosis lainnya, disebabkan oleh karena:
• kehilangan habitat
• penciptaan lingkungan buatan
• manipulasi perdagangan satwa liar
• kehancuran keanekaragaman hayati (biodiversitas).
• Tindakan destruktif kita terhadap keseimbangan dinamika yang
kompleks dari lingkungan serta intervensi kita terhadap ekosistem –
dapat menyebabkan konsekuensi yang berdampak langsung terhadap
kesehatan kita.
Sumber: Ecosystem Disruption and The Rise of Pandemic, WWF (2020)
17. SARS-CoV-2 (penyebab COVID-19) adalah
virus corona baru
• Virus corona adalah keluarga besar virus yang menyebar di banyak
spesies hewan, termasuk unggas dan mamalia termasuk manusia
yang seringkali tanpa ada gejala.
• Studi baru-baru ini menyoroti kesamaan antara SARS-CoV-2 dan
virus corona serupa lainnya yang ditemukan di beberapa spesies
kelelawar dari genus Rhinolophus, yang merupakan reservoir alami
untuk virus ini.
• Virus corona SARS-CoV-2 dianggap merupakan ‘spillover’ dari satwa
liar (khususnya kelelawar) seperti halnya severe acute repiratory
syndrome (SARS) dan Middle East respiratory syndrome (MERS).
Sumber: Ecosystem Disruption and The Rise of Pandemic, WWF (2020)
18. Inang perantara SARS-CoV-2
• Genom SARS-CoV-2 pada manusia dan genom virus corona yang
ditemukan pada kelelawar yang ditemukan di provinsi Yunnan,
China mempunyai kesamaan 96,2%. Itu sebabnya dianggap bahwa
virus kelelawar ini harus melewati suatu inang perantara
(intermediate host) tertentu sebelum mencapai manusia.
• Trenggiling mungkin dapat membantu penyebaran virus corona
baru ini, tetapi genom SARS-CoV-2 mempunyai kesamaan antara
85,5% dan 92,4% dengan genom virus corona yang ditemukan pada
trenggiling, terlalu kecil untuk memastikan inang perantara yang
sebenarnya.
Sumber: Ecosystem Disruption and The Rise of Pandemic, WWF (2020)
19. Trenggiling sebagai inang
perantara SARS-CoV-2
• Trenggiling termasuk hewan yang
dilindungi di Indonesia, tetapi terus
diburu untuk diperdagangkan
secara ilegal ke luar negeri.
• Indonesia merupakan negara
pengekspor terbesar trenggiling dan
negara tujuannya adalah China.
• Sisiknya untuk bahan obat dan
dagingnya biasa dikonsumsi.
Sumber: tirto.id; bbc.com
20. Kehilangan habitat
• Lebih dari separuh hutan hujan di bumi
kita telah rusak karena kebutuhan
manusia akan kayu dan lahan subur untuk
bisa ditanami.
• Hutan hujan di bumi pernah tumbuh
14%, tetapi sekarang hanya tinggal 6%.
• Apabila tingkat deforestasi saat ini terus
berlangsung, habitat kritis akan habis
dari muka bumi dalam waktu seratus
tahun ke depan.
21. Kehilangan keanekaragaman hayati dan
zoonosis
• Dengan manusia terus mengurangi keanekaragaman hayati dengan
menebangi hutan dan membangun lebih banyak lagi infrastruktur,
artinya kita meningkatkan risiko pandemi penyakit seperti COVID-19.
• Sementara beberapa spesies akan punah, tetapi beberapa spesies
akan terus bertahan hidup dan berkembang biak — seperti
kelelawar dan tikus — yang lebih cenderung menjadi inang dari
virus yang potensi berbahaya karena dapat membuat lompatan
(spillover) ke manusia.
Sumber: Tollefson J. Why deforestation and extinctions make
pandemics more likely. Nature, 7 August 2020.
22. Virus-virus zoonotik di alam
• Hampir semua virus zoonotik muncul dari mamalia atau avian (burung).
Kelelawar dan tikus termasuk mamalia.
• Saat ini di dunia ada 8.615 spesies mamalia dan 17.413 spesies avian yang
diketahui.
• Apabila diasumsikan, secara konservatif terdapat 10 virus endemik pada
hewan per spesies, ada lebih dari 86.000 virus mamalia dan 174.000 virus
avian di alam, sehingga total ada 260.000 virus hewan di alam.
• Estimasi terbaru menyatakan bahwa jumlah aktual virus hewan di alam
mungkin lebih tinggi yaitu sebesar 1,6 juta, tetapi hanya 219 virus yang
pernah didokumentasikan telah menginfeksi manusia.
Sumber: Warren C.J. and Sawyer S.L. (2019). PLoS Biol 17(4): e3000217.
23. Virus zoonotik pada kelelawar
Jenis virus pada kelelawar, misalnya
coronavirus, bufavirus, polyomavirus,
alphaherpesvirus, paramyxovirus,
dan gammaherpesvirus.
Kelelawar adalah sumber utama virus
zoonotik di seluruh dunia. Kelelawar
merupakan reservoir virus dari Ebola,
Marburg, rabies, lyssavirus, Nipah,
Hendra, SARS, MERS.
24. Kelelawar di lingkungan
• Kelelawar yang terinfeksi virus-virus ini tidak menunjukkan gejala sakit tetapi dalam
beberapa kasus nampaknya dapat terinfeksi secara persisten.
• ‘Spillover’ dari kelelawar ke manusia bisa terjadi secara langsung melalui kontak
dengan kelelawar tertular atau secara tidak langsung melalui inang perantara seperti
hewan domestik atau satwa liar yang terkontaminasi dengan darah, air liur, urin atau
kotoran kelelawar.
Di seluruh dunia
terdapat sekitar 60
spesies ‘Flying Fox’
genus Pteropus,
diantaranya 20 spesies
ada di Asia Tenggara.Pteropus vampyrus
Pteropus
hypomelanus
Pteropus alecto
25. Perubahan penggunaan lahan
dan destruksi habitat alami –
seperti hutan tropis –
bertanggung jawab atas
sedikitnya setengah dari
zoonosis baru muncul
(emerging zoonoses).
Sumber: Ecosystem Disruption and The
Rise of Pandemic, WWF (2020)
26. Penghancuran hutan dapat
menyebabkan manusia
terpapar dalam bentuk
kontak baru dengan virus
dan spesies liar yang
menjadi inangnya.
Sumber: Ecosystem Disruption and The
Rise of Pandemic, WWF (2020)
27. Perilaku manusia terhadap lingkungan
• Manusia dan kegiatannya merubah secara signifikan 75% dari lahan
dan 66% dari lautan, sehingga planit bumi kita berubah sedemikian
rupa melahirkan sebuah era baru yang disebut: “Antroposen”.
• Perubahan penggunaan lahan, seperti pembukaan akses jalan ke
hutan, ekspansi wilayah perburuan satwa liar, dan pengumpulan
daging satwa liar (bushmeat), pembangunan desa-desa di wilayah
yang sebelumnya liar, telah membuat populasi manusia menjadi
lebih dekat dengan virus.
Antroposen adalah pengaruh yang
disebabkan oleh perilaku yang dilakukan
manusia kepada planit bumi di abad ke-21.
Sumber: Biodiversity and Pandemics.
JollyGreenGiant, 1 April 2020
28. Daging satwa liar (bushmeat)
Pembunuhan ilegal satwa liar untuk
dikonsumsi semakin dianggap oleh
komunitas ilmiah dan konservasi
internasional sebagai penyebab utama
penurunan populasi hewan di luar dan di
dalam hutan, khususnya di negara-negara
dimana instabilitas politik direfleksikan
sebagai instabilitas dalam manajemen
dan kontrol sumberdaya alam.
29. Peta ‘hotspot’ global perkiraan risiko
kemunculan penyakit zoonotik
Pemetaan zoonosis baru muncul yang bersumber dari satwa liar yang dianalisis
berdasarkan sejumlah prediktor, seperti distribusi wilayah hutan tropis, kepadatan
populasi manusia, kekayaan spesies mamalia, penggunaan lahan pertanian, dan
lainnya (Allen et al., 2017).
30. Perilaku manusialah yang menyebabkan virus
melompat ke manusia. Oleh karenanya merubah
perilaku manusia adalah pertahanan yang terbaik
dalam mencegah pandemi berikutnya.
Sumber: Coronavirus: why changing
human behaviour is the best
defence in tackling the virus. The
Conversation. 26 March 2020.
32. Penutup
• Sejarah telah menunjukkan bahwa penyakit menular pada manusia
terus menerus muncul dari populasi hewan.
• Dari sejumlah 1.400 spesies patogen penyakit menular pada
manusia, hampir 60% berasal dari sumber hewan, maka penting
untuk mengenali peran ternak, hewan peliharaan dan satwa liar
dalam interaksi antara hewan, manusia dan lingkungan.
• Covid-19 adalah zoonosis (WHO, 2020). Jika kita ingin menghentikan
zoonosis supaya tidak terus menyebar dan sekaligus mencegah
pandemi berikutnya, maka kita harus melipatgandakan upaya kita
untuk memahami hubungan antara keanekaragaman hayati dan
zoonosis baru muncul.
33. Mencegah pandemi berikutnya
• KITA perlu upaya di tingkat GLOBAL,
bukan hanya negara sendiri-sendiri.
• KITA bukan hanya memikirkan
bagaimana merespon KRISIS kesehatan
global atau memitigasi dampak pandemi,
TETAPI juga harus melakukan sesuatu
pada AKAR MASALAH muncul dan
menyebarnya COVID-19 dan zoonosis
lainnya yang ditularkan dari hewan ke
manusia.