SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
Download to read offline
i
MAKALAH ILMU PENYAKIT TUMBUHAN
PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN CABAI : ANTRAKNOSA
OLEH JAMUR Colletotrichum capsici
Disusun oleh:
Taufik Hidayat
Inayatul Fitria Dewi
Rumaira Savitri
(1510401057)
(1510401057)
(1510401069)
PROGAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2017
ii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan.......................................................................................................2
BAB 2 ISI.................................................................................................................3
2.1 Penyakit Antraknosa.................................................................................3
2.2 Klasifikasi Colletotrichum capsici ...........................................................3
2.3 Morfologi Colletotrichum capsici ............................................................3
2.4 Bioekologi Patogen...................................................................................5
2.5 Daur hidup patogen ..................................................................................5
2.6 Mekanisme jamur Collecotrichum menginfeksi cabai .............................6
2.7 Gejala Serangan........................................................................................7
2.8 Tingkat Kerusakan ...................................................................................8
2.9 Sebaran Di Indonesia................................................................................8
2.10 Pengendalian Di Indonesia Saat Ini........................................................9
2.11 Pengendalian Efektif...............................................................................9
BAB III PENUTUP ...............................................................................................12
3.1 Kesimpulan.............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................13
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak
dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang tinggi
dan memiliki beberapa manfaat kesehatan. Namun pada saat musim hujan
menjelang musim kemarau selalu datang penyakit antraknosa yang
menyerang cabai. Penyakit tersebut menyerang bagian buah cabai sehingga
nampak seperti terbakar dan gosong. Walaupun petani sudah membeli benih yang
bermutu dan memperlakukannya dengan baik namun untuk mencegah penyakit ini
belum menemukan cara yang efektif. Akibatnya, produksi cabai menurun dan
menyebabkan harganya naik (Anonim, 2011).
Penyakit antraknosa pada tanaman cabai ini merupakan penyakit yang
menjadi salah satu kendala utama dalam usaha budidayacabai. Serangan
antraknosa disebabkan jamur genus Colletotrichum. Penyakit karena jamur
ini masih merupakan faktor pembatas produksi cabai Indonesia. Lebih
dari 90 % antraknosa yang menginfeksi cabai diakibatkan C.capsici. Jamur
patogen ini menjangkiti bagian yang berbeda dari tanaman. Walaupun infeksi
antraknosa dapat terjadi pada semua tahap perkembangan tanaman, tahap
yang paling diperhatikan dari infeksi ini dalam variasi buah setelah panen (Tri
Maryono, 2011).
Gejala pada daun berupa klorosis, dan berupa bercak kecil berwarna putih
dan lama-lama tumbuh membesar. Adapun gejala pada buah berupa bercak kecil
yang selanjutnya dapat tumbuh lebih besar. Bercak yang terbentuk umumnya
melekuk atau agak cekung, dan dimulai dari terbentuknya aservulus jamur yang
berwarna hitam pada bagian tengah yang biasanya membentuk lingkaran yang
berlapis (Martoredjo, 2009).
Antraknosa dapat dikendalikan dengan menanam kultivar tanaman cabai
rawit yang tahan terhadap penyakit antraknosa. Bagi petani cara yang paling
mudah untuk mengendalikan penyakit antraknosa adalah dengan penggunaan atau
penanaman kultivar-kultivar yang resisten (tahan), sebab dengan cara ini petani
tidak banyak menyediakan penambahan (ekstra) biaya, serta tenaga kerja untuk
mengendalikan penyakitantraknosa (Djafarudin, 2000).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud penyakit antraknosa pada cabai?
2. Apa pathogen yang menyebabkan penyakit antraknosa pada cabai?
3. Bagaimana tanda dan gejala penyakit antraknosa pada cabai?
4. Bagaimana pengendalian penyakit antraknosa pada cabai?
2
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk :
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit antraknosa pada cabai.
2. Untuk mengetahui pathogen yang menyebabkan penyakit antraknosa pada
cabai.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit antraknosa pada cabai.
4. Untuk mengetahui pengendalian penyakit anraknosa pada cabai.
3
BAB II
ISI
2.1 Penyakit Antraknosa
Antraknosa pada cabai merupakan penyakit yang paling sering ditemukan
dan hampir selalu terjadi disetiap areal tanaman cabai. Penyakit antraknosa ini
disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici (Syd.) Bult.et.Bisby. Penyakit ini
selain mengakibatkan penurunan hasil juga dapat merusak nilai estetika dari cabai
itu sendiri. Serangan patogen ini dapat terjadi baik sebelum maupun setelah
panen. Penurunan hasil akibat antraknosa dapat mencapai 50 persen atau lebih
(Semangun, 2004).
2.2 Klasifikasi Colletotrichum capsici
Menurut Alexopoulus dan Mims (1979) klasifikasi C. capsici adalah
sebagai berikut:
Divisio :Mycota
Sub divisio :Deuteromycota
Klas :Deuteromycetes
Sub klas :Coelomycetidae
Ordo :Melanconiales
Famili :Nectrioidaceae
Genus :Colletotrichum
Spesies :Colletotrichum capsici (Syd.) Butl. Et. Bisby.
2.3 Morfologi Colletotrichum capsici
Jamur C. capsici mempunyai banyak aservulus, tersebar, di bawah
kutikula atau pada permukaan, garis tengahnya sampai 10 μm, hitam dengan
banyak seta. Seta coklat tua, bersekat, kaku, meruncing ke atas, 75-100 x 2-6,2
μm. Konidium hialin, berbentuk tabung (silindris), 18,6-25,0 x 3,5-5,3 μm, ujung-
ujungnya tumpul, atau bengkok seperti sabit. Jamur membentuk banyak
sklerotium dalam jaringan tanaman sakit atau dalam medium biakan (Semangun,
4
2000). Koloni pada media PDA saat pertama putih dengan cepat menjadi kelabu.
Pada area miselium berwarna dari terang menjadi abu-abu gelap pada seluruh
permukaan koloni, dengan aservulus yang runcing untuk seta gelapnya. Titik-titik
spora berwarna pucat kekuning-kuningan seperti salmon (ikan) (Mordue, 1971).
Penyakit ini kurang terdapat pada musim kemarau, di lahan yang
mempunyai drainasi baik, dan yang gulmanya terkendali dengan baik.
Perkembangan becak paling baik terjadi pada suhu 30° C, sedang sporulasi jamur
C. capsici pada suhu 30° C. Buah yang muda cenderung lebih rentan dari pada
yang setengah masak. Semangun (2000) menyatakan bahwa perkembangan becak
karena C.capsici lebih cepat terjadi pada buah yang tua, meskipun buah yang
muda lebih cepat gugur karena infeksi ini.
Miselium jamur berwarna keabu-abuan
A. Aservulus
B. Konidiofor
C. Konidia
Jamur C. capsici mempunyai banyak aservulus, tersebar, di bawah
kutikula atau pada permukaan, garis tengahnya sampai 10 μm, hitam dengan
banyak seta. Seta coklat tua, bersekat, kaku, meruncing ke atas, 75-100 x 2-6,2
μm. Konidium hialin, berbentuk tabung (silindris), 18,6-25,0 x 3,5-5,3 μm, ujung-
ujungnya tumpul, atau bengkok seperti sabit. Jamur membentuk banyak
sklerotium dalam jaringan tanaman sakit atau dalam medium biakan (Semangun,
2000). Koloni pada media PDA saat pertama putih dengan cepat menjadi kelabu.
5
Pada area miselium berwarna dari terang menjadi abu-abu gelap pada seluruh
permukaan koloni, dengan aservulus yang runcing untuk seta gelapnya. Titik-titik
spora berwarna pucat kekuning-kuningan seperti salmon (ikan) (Mordue, 1971).
2.4 Bioekologi Patogen
Faktor yang Mempengaruhi Colletotrichum capsici
Untuk pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan, salah satunya adalah pH. pH sangat penting dalam
mengatur metabolisme dan sisitem-sistem enzim, bila terjadi penyimpangan pH,
maka proses metabolisme jamur dapat terhenti. Sehingga untuk pertumbuhan
maksimal jamur diperlukan pH yang optimum. pH optimal untuk pertumbuhan
jamur Colletotrichum capsici yang baik adalah pH 5-7 (Yulianty, 2006). Suhu
optimum untuk pertumbuhan jamur ini antara 24-30ºC dengan kelembaban relatif
antara 80-92 % (Rompas, 2001). Periode inkubasi paling cepat muncul pada 3-8
HSI (Hari Setelah Inokulasi) (Ginting et al. 2013).
2.5 Daur hidup patogen
Pada tahap awal infeksi konidia Colletotrichum yang berada di permukaan
kulit buah cabai merah akan berkecambah dan membentuk tabung
perkecambahan. Setelah tabung perkecambahan berpenetrasi ke lapisan epidermis
kulit buah cabai merah maka akan terbentuk jaringan hifa. Kemudian hifa intra
dan interseluler menyebar ke seluruh jaringan dari buah cabai merah (Photita, et
al., 2005).
6
2.6 Mekanisme jamur Collecotrichum menginfeksi cabai
Mekanisme Jamur Colletotrichum gloeosporioides yang menyerang pada
tanaman Cabai (Capsicum annum) yaitu patogen awalnya menginfeksi utuh, non-
terluka buah hijau yang belum matang di lapangan. Spora berkecambah dan
membentuk appressoria pada permukaan buah. Jamur, menggunakan
appressoriumnya, enzimatik menembus kutikula dan kemudian tetap sebagai sub-
kutikula hifa sampai klimakterik pasca tahap pertumbuhan buah dicapai. Pada titik
ini, jamur mengalami pertumbuhan pesat dan menyebabkan gejala-gejala yang
khas. Kondisi lingkungan yang menguntungkan patogen adalah suhu tinggi, 28ûC
yang optimal, dan kelembaban tinggi. Spora harus mendapat air yang cukup untuk
berkecambah, perkecambahan diabaikan bawah kelembaban relatif 97%. Spora
hanya dibebaskan dari acervuli ketika ada banyak kelembaban. Pukulan ombak
dari hujan adalah sarana umum menyebar. Keparahan penyakit ini cenderung
7
menurun saat cuaca kering. Sinar matahari, kelembaban rendah dan temperatur
ekstrem dapat cepat menginaktivasi spora (Semangun,1996).
2.7 Gejala Serangan
Gejala awal penyakit ini ditandai dengan munculnya bercak yang agak
mengkilap, sedikit terbenam dan berair, berwarna hitam, orange dan coklat.
Warna hitam merupakan struktur dari cendawan (mikro skelerotia dan aservulus),
apabila kondisi lingkungan lembab tubuh buah akan berwarna orange atau merah
muda. Luka yang ditimbulkan akan semakin melebar dan membentuk sebuah
lingkaran konsentris dengan ukuran diameter sekitar 30 mm atau lebih. Dalam
waktu yang tidak lama buah akan berubah menjadi coklat kehitaman dan
membusuk, ledakan penyakit ini sangat cepat pada musim hujan. Serangan yang
berat menyebabkan seluruh buah keriput dan mengering. Warna kulit buah seperti
jerami padi (Anonim, 2014).
Keterangan
A: Gejala antraknosa pada buah.
a: gejala awal, b: gejala lanjut.
B: Gejala antraknosa pada ranting,
a: gejala awal, b: gejala lanjut.
Pada awal mulanya bahwa gejala antraknosa berupa bercak kecil yang
selanjutnya dapat berkembang menjadi lebih besar. Gejala tunggal cenderung
berbentuk bulat, tetapi karena banyaknya titik awal gejala maka gejala yang satu
dengan yang lain sering bersatu hingga membentuk bercak yang besar dengan
bentuk tidak bulat. Pada gejala yang sudah cukup besar, sering di bagian tepinya
coklat dan di bagian tengahnya putih. Bercak yang terbentuk umumnya agak
8
cekung atau berlekuk dan dimulai dari bagian tengahnya mulai terbentuk
aservulus jamur yang berwarna hitam, yang biasanya membentuk lingkaran yang
berlapis (Martoredjo, 2010).
Penyakit ini menyerang bagian buah cabai, baik buah yang masih muda
maupun yang sudah masak. Cendawan ini termasuk salah satu patogen yang
terbawa oleh benih. Penyebaran penyakit ini terjadi melalui percikan air, baik air
hujan maupun alat semprot. Suhu optimum bagi perkembangan cendawan ini
berkisar antara 20–24° C (Anonim, 2014)
2.8 Tingkat kerusakan
Penyakit antraknosa pada cabai besar tersebar luas di semua daerah
penanaman cabai di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Dilaporkan bahwa
setiap tahun penyakit yang menyebabkan buah busuk dan rontok ini timbul di
Sumatera Barat (Semangun, 2000). Gangguan penyakit antraknosa terhadap
tanaman cabai merah merupakan salah satu penyebab rendahnya produksi cabai
merah, baik kuantitas maupun kualitas. Antraknosa adalah penyakit yang
disebabkan oleh jamur C. capsici yang menjadi masalah penting pada
pertaniancabai merah di Indonesia, terutama pada pertanaman musim hujan. Di
Brebes, Jawa Tengah, kerugian yang disebabkan oleh penyakit ini dilaporkan
sebesar 10%-15%, di Sumatera Barat kerugian tercatat 11%-35% (Trimurti, dkk,
1983 dalam Qosim dan Setiamihardja, 1991).
Penyakit antraknosa dapat menyerang sejak dalam persemaian, karena
petogen ini dapat masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji. Penyakit ini
biasanya menyerang pada bagian biji, batang, daun, dan terutama pada buah.
Penyakit antraknosa pada daun dan batang tidak dapat menginfeki buah.
2.9 Sebaran Di Indonesia
Penyakit pada cabai yang disebabkan oleh jamur di Indonesia selalu ditulis
dalam laporan tahunan hama dan penyakit tanaman pertamian pada tahun 1930-
an. Penyakit Antraknosa pada tanaman cabai tersebar luas di semua daerah
pertanaman cabai di seluruh dunia. Di Indonesia yang beriklim tropis penyakit ini
dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar seperti di Sumatera, Jawa,
9
Lampung. Irian Jaya dan daerah lainnya. Pada tahun 1983 antraknosa berkembang
sangat hebat di Kabupaten Demak pada tanaman cabai yang di tanam diluar
musimnya (Januari/Februari) dan menyebabkan terjadinya kerugian sampai 65 %
(Semangun, 2004).
2.10 Pengendalian Di Indonesia Saat Ini
Pengendalian penyakit terutama yang disebabkan oleh jamur selama ini
dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan fungisida. Cara pengendalian
penyakit antraknosa dengan menggunakan fungisida dirasakan oleh petani di
Indonesia memang lebih praktis bila dibandingkan dengan cara pengendalian lain.
Pengendalian dengan fungisida dapat menimbulkan berbagai masalah.
Pengendalian seperti ini memerlukan biaya besar dan efek residunya dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan. Efek residu
fungisida dapat mematikan jasad sasaran yang banyak bermanfaat bagi
kelangsungan ekosistem di alam. Banyak bahan aktif pestisida dapat menggangu
kesehatan manusia, misalnya dapat merangsang pertumbuhan sel kanker. Oleh
karena itu, penggunaan pestisida sebagai pengendali penyakit tanaman harus
ditekan sekecil mungkin. Selain dengan penggunaan fungisida, petani di Indonesia
dalam pengendalian penyakit antraknosa masih dengan menggunakan
pengendalian mekanis yaitu dengan mencabut langsung tanaman yang terserang
penyakit (Cahyono, 2003).
2.11 Pengendalian Efektif
Pengendalian Patogen
Beberapa cara pengendalian Colletotrichum yang telah dilakukan yaitu
1. Kontrol budidaya,
Pengetahuan akan teknik budidaya penting dilakukan dalam mengatasi
penyakit antraknosa pada tanaman cabai. Teknik budidaya tanaman cabai dapat
menerapkan SOP yang sudah dibuat. Maksud dari penerapan SOP adalah untuk
menjadi panduan umum dalam melaksanakan budidaya tanaman hortikultura
secara benar dan tepat, sehingga diperoleh produktivitas tinggi, mutu produk yang
baik, keuntungan optimum, ramah lingkungan dan memperhatikan aspek
10
keamanan, keselamatan dan kesejahteraan petani, serta usaha produksi yang
berkelanjutan. Standar operasional prosedur (SOP) meliputi penyediaan benih,
persiapan lahan, penanaman, pemasangan ajir, perempelan, pengairan,
pemupukan, dan pengendalian OPT (Anonim, 2016).
2. Menggunakan kultivar resisten
Salah satu penentu keberhasilan dalam suatu usaha budidaya tanaman
adalah faktor penggunaan benih yang berasal dari varietas unggul (Syukur, dkk.
2010). Penggunaan kultivar yang resisten dapat mengurasi pengendalian secara
mekanik dan kimia, sehingga lebih menghemat waktu dan biaya. Beberapa
varietas unggul cabai merah yang beredar di pasaran saat ini adalah varietas
Malika, Jetset, Inco dan Persada. Selain itu ada beberapa varietas cabai lain seperti
Tit Super Lv yang merupakan cabai dataran rendah yang cocok ditanam sepanjang
tahun pada musim hujan. Kemudian jenis keriting lokal yang tahan tanam
dimusim hujan antara lain, varietas lokal daerah Kudus, Rembang, Lampung,
Sumatera Barat, Karo, Garut dan varietas lokal daerah yang benihnya telah
diseleksi oleh perusahaan benih, seperti jenis Laris. Varietas cabai jenis Cemeti
juga dinilai sangat tahan terhadap penyakit ketika ditanam di musim hujan. Jenis
lainnya, yakni Maraton, dapat ditanam pada ketinggian 0-800 mdpl, tahan
terhadap penyakit layu Pseudomonas, patek/antraknosa dan bercak daun bakteri,
baik ditanam pada musim hujan dengan berat buah 12,5-14,3 gram. Dapat dipanen
pada umur 70-75 hari setelah tanam. Menghasilkan 1-1,5 kg/tanaman atau 18-27
ton/Ha.
3. Kontrol secara biologi.
Kontrol biologi dilakukan dengan memanfaatkan makhluk hidup lain
untuk mengendalikan patogen. Misalnya dengan pemanfaatan Trichoderma spp
dan Gliocladium spp. Selain itu kontrol biologi juga dapat menggunakan mikroba
Pseudomonas fluorescens dan Bacillus subtilis (Cahyono, 2003).
4. Pengendalian dengan fungisida
Apabila gejala serangan penyakit semakin meluas dapat digunakan
fungisida yang efektif dan sudah terdaftar. Fungisida prockloraz serta kombinasi
11
benomyl dan mancozeb efektif untuk pengendalian penyakit antraknosa yang
disebabkan oleh C. Capsici. Fungisida Petronil 75 WP dengan bahan aktif
klorotalonil 75% merupakan fungisida protektif berbentuk tepung yang dapat
disuspensikan, berwarna putih, bekerja secara preventif dan kuratif untuk
melindungi tanaman terhadap penyakit yang disebabkan oleh jamur (Hikmah,
2012).
5. Pengendalian dengan Biopestisida
Penggunaan fungisida yang berlebihan dan ketergantungan terhadapnya
tidak memecahkan masalah penyakit tanaman tetapi menimbulkan masalah baru
baru dan dampak negatif. Penggunaan fungisida yang berlebihan dapat
menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, polusi lingkungan dan
berkembangnya jamur patogen yang resisten terhadap fungisida. Untuk
menghindari efek samping yang tidak diinginkan, dikembangkan biopestisida
yang diperoleh dari senyawa yang dihasilkan oleh tanaman. Terdapat berbagai
macam spesies tumbuhan yang dapat menghasilkan berbagai produk senyawa
metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, golongan fenol,
feromon, saponin, dan tanin. Penggunaan bahan-bahan yang berasal dari
tumbuhan sebagai biopestisida bersifat ramah lingkungan karena mudah
terdegradasi sehingga tidak menimbulkan residu. Biopestisida juga mempunyai
sifat yaitu daya urai cepat dan tidak ada residu pada produk pertanian sehingga
lebih aman dikonsumsi. Namun karena penurunan daya racun cepat, maka perlu
diaplikasikan secara berulang-ulang (Kardinan, 2002).
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit antraknosa yang
disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici merupakan salah satu penyakit
penting yang menyerang pada tanaman cabai. Penyakit ini lebih dikenal dengan
penyakit patek. Hampir sebagian besar pertanaman di Indonesia diserang penyakit
ini menurunkan hasil hingga 50%. Sehingga perlu adanya pecegahan untuk
meminimalkan adanya serangan penyakit ini.
13
DAFTAR PUSTAKA
Alexopoulos dan Mims. 1979. Introductory mycology. Champman and hall.
London.
Anonim. 2014. Hama dan Penyakit pada tanaman cabai serta pengendaliannya.
Jambi: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh. 2016. Standar Operasional Prosedur
(SOP) Tanaman Cabai. Banda Aceh.
Cahyono, Bambang, 2003. Cabai Rawit Teknik Budidaya & Analisis Usaha Tani.
Kanisisus. jakarta.
Djafaruddin. 2000. Dasar - dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. PT Bumi
Aksara.Jakarta.
Hikmah, N. 2012. Ringkasan Jenis-jenis Pestisida. FMIPA ITB.
Kardinan. 2002. Pestisida Nabati ramuan dan Aplikasi. FMIPA ITB.
Martoredjo, T. 2009. Ilmu Penyakit Pascapanen. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Martoredjo, T. 2010. Ilmu Penyakit Pasca Panen. Bumi aksara. Jakarta.
Maryono, Tri. 2011. Colletotrichum Pada Antraknosa Cabai Di Lampung dan
Patogenesitas. Universitas Lampung. Lampung.
Mordue. 1971. Colletotrichum capsici CM.1. Description of pathogenic fungi and
bacteria No. 371, Commonwealth mycology institute. Kew
Photita, W., Taylor, P.W.J., Ford, R., Lumyong, P. McKenzie, H.C. and Hyde,
K.D. 2005. Morphological and molecular characterization of
Colletotrichum species from herbaceous plants in Thailand. Fungal
Divers. 18, 117 -133.
Semangun, H. 1996.Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada Univ
Press.Yogyakarta.
Semangun. 2000. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia. Gajah
mada university press. Yogyakarta
Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia.
Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta
14
Syukur, M., Sujiprihati, S., Yunianti, R., dan Kusumah, D. A., 2010. Evaluasi
Daya Hasil Cabai Hibrida dan Daya Adaptasinya di Empat Lokasi dalam
Dua Tahun. J. Agron. Indonesia., 38(1): 43-51.

More Related Content

What's hot

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...Feri Chandra
 
Makalah perbanyakan tanaman
Makalah perbanyakan tanamanMakalah perbanyakan tanaman
Makalah perbanyakan tanamanagus tian
 
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAcara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAlfian Nopara Saifudin
 
Kompetisi intraspesifik & interspesifik iii.ppt
Kompetisi intraspesifik & interspesifik iii.pptKompetisi intraspesifik & interspesifik iii.ppt
Kompetisi intraspesifik & interspesifik iii.pptChristina Elisabeth
 
Pengenalan pestisida nabati dan kimia
Pengenalan pestisida nabati dan kimiaPengenalan pestisida nabati dan kimia
Pengenalan pestisida nabati dan kimiaTidar University
 
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI  LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI RiaAnggun
 
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...Biology Education
 
Laporan Fisiologi Tumbuhan II Difusi dan Osmosis (Penentuan Potensial Air Jar...
Laporan Fisiologi Tumbuhan II Difusi dan Osmosis (Penentuan Potensial Air Jar...Laporan Fisiologi Tumbuhan II Difusi dan Osmosis (Penentuan Potensial Air Jar...
Laporan Fisiologi Tumbuhan II Difusi dan Osmosis (Penentuan Potensial Air Jar...UNESA
 
manfaat mempelajari agroklimatologi dan efek rumah kaca
manfaat mempelajari agroklimatologi dan efek rumah kacamanfaat mempelajari agroklimatologi dan efek rumah kaca
manfaat mempelajari agroklimatologi dan efek rumah kacaJoel mabes
 
Laporan Praktikum Pengukuran luas daun
Laporan Praktikum Pengukuran luas daunLaporan Praktikum Pengukuran luas daun
Laporan Praktikum Pengukuran luas daunSandi Purnama Jaya
 
pembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MSpembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MSnovhitasari
 
Laporan praktikum agroklimatologi angin
Laporan praktikum agroklimatologi anginLaporan praktikum agroklimatologi angin
Laporan praktikum agroklimatologi anginFerli Dian SAputra
 
IDENTIFIKASI GULMA
IDENTIFIKASI GULMAIDENTIFIKASI GULMA
IDENTIFIKASI GULMANovia Dwi
 
Peran serangga dalam kehidupan manusia
Peran serangga dalam kehidupan manusiaPeran serangga dalam kehidupan manusia
Peran serangga dalam kehidupan manusiaAfifi Rahmadetiassani
 
Laporan praktikum fotosintesis fotosintesis
Laporan praktikum fotosintesis fotosintesisLaporan praktikum fotosintesis fotosintesis
Laporan praktikum fotosintesis fotosintesisfahmiganteng
 

What's hot (20)

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN PERSILANGAN MONO...
 
Makalah perbanyakan tanaman
Makalah perbanyakan tanamanMakalah perbanyakan tanaman
Makalah perbanyakan tanaman
 
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEMAcara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Acara 1 AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
 
Kompetisi intraspesifik & interspesifik iii.ppt
Kompetisi intraspesifik & interspesifik iii.pptKompetisi intraspesifik & interspesifik iii.ppt
Kompetisi intraspesifik & interspesifik iii.ppt
 
Pengenalan pestisida nabati dan kimia
Pengenalan pestisida nabati dan kimiaPengenalan pestisida nabati dan kimia
Pengenalan pestisida nabati dan kimia
 
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI  LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN ABSORBSI DAN TRANSPIRASI
 
Laporan Budidaya KARET
Laporan Budidaya KARETLaporan Budidaya KARET
Laporan Budidaya KARET
 
Laporan kunjungan bmkg
Laporan kunjungan bmkgLaporan kunjungan bmkg
Laporan kunjungan bmkg
 
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
Laporan Ekologi Tumbuhan "Persaingan Intraspesies Tanaman dan Interspesies Ta...
 
Laporan Fisiologi Tumbuhan II Difusi dan Osmosis (Penentuan Potensial Air Jar...
Laporan Fisiologi Tumbuhan II Difusi dan Osmosis (Penentuan Potensial Air Jar...Laporan Fisiologi Tumbuhan II Difusi dan Osmosis (Penentuan Potensial Air Jar...
Laporan Fisiologi Tumbuhan II Difusi dan Osmosis (Penentuan Potensial Air Jar...
 
manfaat mempelajari agroklimatologi dan efek rumah kaca
manfaat mempelajari agroklimatologi dan efek rumah kacamanfaat mempelajari agroklimatologi dan efek rumah kaca
manfaat mempelajari agroklimatologi dan efek rumah kaca
 
Makalah entomologi
Makalah entomologiMakalah entomologi
Makalah entomologi
 
Laporan Praktikum Pengukuran luas daun
Laporan Praktikum Pengukuran luas daunLaporan Praktikum Pengukuran luas daun
Laporan Praktikum Pengukuran luas daun
 
pembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MSpembuatan larutan stok & media MS
pembuatan larutan stok & media MS
 
Laporan praktikum agroklimatologi angin
Laporan praktikum agroklimatologi anginLaporan praktikum agroklimatologi angin
Laporan praktikum agroklimatologi angin
 
Makalah osmoregulasi
Makalah osmoregulasiMakalah osmoregulasi
Makalah osmoregulasi
 
IDENTIFIKASI GULMA
IDENTIFIKASI GULMAIDENTIFIKASI GULMA
IDENTIFIKASI GULMA
 
Ekologi Tumbuhan
Ekologi Tumbuhan Ekologi Tumbuhan
Ekologi Tumbuhan
 
Peran serangga dalam kehidupan manusia
Peran serangga dalam kehidupan manusiaPeran serangga dalam kehidupan manusia
Peran serangga dalam kehidupan manusia
 
Laporan praktikum fotosintesis fotosintesis
Laporan praktikum fotosintesis fotosintesisLaporan praktikum fotosintesis fotosintesis
Laporan praktikum fotosintesis fotosintesis
 

Similar to Makalah ilmu penyakit tumbuhan

patogen pada jamur bulai jagung
patogen pada jamur bulai jagungpatogen pada jamur bulai jagung
patogen pada jamur bulai jagungDesti Diana Putri
 
Laporan praktikukum parasitologi
Laporan praktikukum parasitologiLaporan praktikukum parasitologi
Laporan praktikukum parasitologiGoogle
 
Apa itu mikrooraganisma tahun 5
Apa itu mikrooraganisma tahun 5Apa itu mikrooraganisma tahun 5
Apa itu mikrooraganisma tahun 5skst2
 
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdfLaporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdfSheirindaAkhirusaniS
 
Laporan Praktikum Dasar Perlindungan Hutan
Laporan Praktikum Dasar Perlindungan HutanLaporan Praktikum Dasar Perlindungan Hutan
Laporan Praktikum Dasar Perlindungan HutanPasyaman_07
 
PENYAKIT KECACINGAN (klp.7).pptx
PENYAKIT KECACINGAN (klp.7).pptxPENYAKIT KECACINGAN (klp.7).pptx
PENYAKIT KECACINGAN (klp.7).pptxRirinDwiAngraeni
 
Ppt materi 1 3 p. hayati-anisa septiani bumulo
Ppt materi 1 3  p. hayati-anisa septiani bumuloPpt materi 1 3  p. hayati-anisa septiani bumulo
Ppt materi 1 3 p. hayati-anisa septiani bumuloanisasptiany
 
Jamur penyebab antraknosa pada mangga
Jamur penyebab antraknosa pada manggaJamur penyebab antraknosa pada mangga
Jamur penyebab antraknosa pada manggaEla Afellay
 
I1.11.sesi 9 pengendalian opt
I1.11.sesi 9 pengendalian optI1.11.sesi 9 pengendalian opt
I1.11.sesi 9 pengendalian optAndrew Hutabarat
 
Laporan Mikrobiologi - Sanitasi Lingkungan
Laporan Mikrobiologi -  Sanitasi LingkunganLaporan Mikrobiologi -  Sanitasi Lingkungan
Laporan Mikrobiologi - Sanitasi LingkunganRukmana Suharta
 
konsep infeksi keselamatan dan kenyamanan - d3 keperawatan
konsep infeksi keselamatan dan kenyamanan - d3 keperawatankonsep infeksi keselamatan dan kenyamanan - d3 keperawatan
konsep infeksi keselamatan dan kenyamanan - d3 keperawatansiakadurban
 
Tinja dan Kesehatan.ppt
Tinja dan Kesehatan.pptTinja dan Kesehatan.ppt
Tinja dan Kesehatan.pptFKMAP13
 

Similar to Makalah ilmu penyakit tumbuhan (20)

patogen pada jamur bulai jagung
patogen pada jamur bulai jagungpatogen pada jamur bulai jagung
patogen pada jamur bulai jagung
 
Laporan praktikukum parasitologi
Laporan praktikukum parasitologiLaporan praktikukum parasitologi
Laporan praktikukum parasitologi
 
Bab 1 3
Bab 1 3Bab 1 3
Bab 1 3
 
Laporan Stula
Laporan StulaLaporan Stula
Laporan Stula
 
Apa itu mikrooraganisma tahun 5
Apa itu mikrooraganisma tahun 5Apa itu mikrooraganisma tahun 5
Apa itu mikrooraganisma tahun 5
 
179220036 tetanus
179220036 tetanus179220036 tetanus
179220036 tetanus
 
laporan akhir objek 1 print
laporan akhir objek 1 printlaporan akhir objek 1 print
laporan akhir objek 1 print
 
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdfLaporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
Laporan Akhir IHPG_Kelompok 4_11c2.pdf
 
Acara 9 PHPT KAKAO
Acara 9 PHPT KAKAOAcara 9 PHPT KAKAO
Acara 9 PHPT KAKAO
 
Laporan Praktikum Dasar Perlindungan Hutan
Laporan Praktikum Dasar Perlindungan HutanLaporan Praktikum Dasar Perlindungan Hutan
Laporan Praktikum Dasar Perlindungan Hutan
 
PENYAKIT KECACINGAN (klp.7).pptx
PENYAKIT KECACINGAN (klp.7).pptxPENYAKIT KECACINGAN (klp.7).pptx
PENYAKIT KECACINGAN (klp.7).pptx
 
Ppt materi 1 3 p. hayati-anisa septiani bumulo
Ppt materi 1 3  p. hayati-anisa septiani bumuloPpt materi 1 3  p. hayati-anisa septiani bumulo
Ppt materi 1 3 p. hayati-anisa septiani bumulo
 
Jurnal agrobacterium
Jurnal agrobacteriumJurnal agrobacterium
Jurnal agrobacterium
 
Jamur penyebab antraknosa pada mangga
Jamur penyebab antraknosa pada manggaJamur penyebab antraknosa pada mangga
Jamur penyebab antraknosa pada mangga
 
I1.11.sesi 9 pengendalian opt
I1.11.sesi 9 pengendalian optI1.11.sesi 9 pengendalian opt
I1.11.sesi 9 pengendalian opt
 
Laporan Mikrobiologi - Sanitasi Lingkungan
Laporan Mikrobiologi -  Sanitasi LingkunganLaporan Mikrobiologi -  Sanitasi Lingkungan
Laporan Mikrobiologi - Sanitasi Lingkungan
 
konsep infeksi keselamatan dan kenyamanan - d3 keperawatan
konsep infeksi keselamatan dan kenyamanan - d3 keperawatankonsep infeksi keselamatan dan kenyamanan - d3 keperawatan
konsep infeksi keselamatan dan kenyamanan - d3 keperawatan
 
Tinja dan Kesehatan.ppt
Tinja dan Kesehatan.pptTinja dan Kesehatan.ppt
Tinja dan Kesehatan.ppt
 
Cacing
CacingCacing
Cacing
 
Helmintologi
 Helmintologi Helmintologi
Helmintologi
 

More from Tidar University

Pengikatan n oleh bakteri simbiosis
Pengikatan n oleh bakteri simbiosisPengikatan n oleh bakteri simbiosis
Pengikatan n oleh bakteri simbiosisTidar University
 
Pengecatan bakteri secara sederhana
Pengecatan bakteri secara sederhanaPengecatan bakteri secara sederhana
Pengecatan bakteri secara sederhanaTidar University
 
Pengecatan bakteri secara negatif
Pengecatan bakteri secara negatifPengecatan bakteri secara negatif
Pengecatan bakteri secara negatifTidar University
 
Penanaman bakteri pada nutrien agar miring
Penanaman bakteri pada nutrien agar miringPenanaman bakteri pada nutrien agar miring
Penanaman bakteri pada nutrien agar miringTidar University
 
Pembuatan medium nutrient cair
Pembuatan medium nutrient cairPembuatan medium nutrient cair
Pembuatan medium nutrient cairTidar University
 
Makalah bioteknologi pertanian australia
Makalah bioteknologi pertanian australiaMakalah bioteknologi pertanian australia
Makalah bioteknologi pertanian australiaTidar University
 
Kualitas plastik dan berbagai macam bahannya
Kualitas plastik dan berbagai macam bahannyaKualitas plastik dan berbagai macam bahannya
Kualitas plastik dan berbagai macam bahannyaTidar University
 
Budidaya mentimun menggunakan arang sekam
Budidaya mentimun menggunakan arang sekamBudidaya mentimun menggunakan arang sekam
Budidaya mentimun menggunakan arang sekamTidar University
 
Bakteri pengikat n secara non simbiosis
Bakteri pengikat n secara  non simbiosisBakteri pengikat n secara  non simbiosis
Bakteri pengikat n secara non simbiosisTidar University
 
Pembibitan kelapa sawit (elaeis guineensis jacq)
Pembibitan kelapa sawit (elaeis guineensis jacq)Pembibitan kelapa sawit (elaeis guineensis jacq)
Pembibitan kelapa sawit (elaeis guineensis jacq)Tidar University
 
Teknik panen dan penanganan pasca panen benih padi
Teknik panen dan penanganan pasca panen benih padiTeknik panen dan penanganan pasca panen benih padi
Teknik panen dan penanganan pasca panen benih padiTidar University
 
Proposal bidang kewirausahaan
Proposal bidang kewirausahaanProposal bidang kewirausahaan
Proposal bidang kewirausahaanTidar University
 
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benihLaporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benihTidar University
 
Laporan praktikum kadar air
Laporan praktikum kadar airLaporan praktikum kadar air
Laporan praktikum kadar airTidar University
 
Laporan pengujian indeks vigor
Laporan pengujian indeks vigorLaporan pengujian indeks vigor
Laporan pengujian indeks vigorTidar University
 
Laporan praktikum dormansi
Laporan praktikum dormansiLaporan praktikum dormansi
Laporan praktikum dormansiTidar University
 

More from Tidar University (20)

Sop tanaman kentang
Sop tanaman kentangSop tanaman kentang
Sop tanaman kentang
 
Pengikatan n oleh bakteri simbiosis
Pengikatan n oleh bakteri simbiosisPengikatan n oleh bakteri simbiosis
Pengikatan n oleh bakteri simbiosis
 
Pengecatan bakteri secara sederhana
Pengecatan bakteri secara sederhanaPengecatan bakteri secara sederhana
Pengecatan bakteri secara sederhana
 
Pengecatan bakteri secara negatif
Pengecatan bakteri secara negatifPengecatan bakteri secara negatif
Pengecatan bakteri secara negatif
 
Penanaman bakteri pada nutrien agar miring
Penanaman bakteri pada nutrien agar miringPenanaman bakteri pada nutrien agar miring
Penanaman bakteri pada nutrien agar miring
 
Pembuatan medium nutrient cair
Pembuatan medium nutrient cairPembuatan medium nutrient cair
Pembuatan medium nutrient cair
 
Makalah dasar padi
Makalah dasar padiMakalah dasar padi
Makalah dasar padi
 
Makalah bioteknologi pertanian australia
Makalah bioteknologi pertanian australiaMakalah bioteknologi pertanian australia
Makalah bioteknologi pertanian australia
 
Kualitas plastik dan berbagai macam bahannya
Kualitas plastik dan berbagai macam bahannyaKualitas plastik dan berbagai macam bahannya
Kualitas plastik dan berbagai macam bahannya
 
Gasohol be 10
Gasohol be 10Gasohol be 10
Gasohol be 10
 
Budidaya mentimun menggunakan arang sekam
Budidaya mentimun menggunakan arang sekamBudidaya mentimun menggunakan arang sekam
Budidaya mentimun menggunakan arang sekam
 
Bakteri pengikat n secara non simbiosis
Bakteri pengikat n secara  non simbiosisBakteri pengikat n secara  non simbiosis
Bakteri pengikat n secara non simbiosis
 
Pengendalian gulma
Pengendalian gulmaPengendalian gulma
Pengendalian gulma
 
Pembibitan kelapa sawit (elaeis guineensis jacq)
Pembibitan kelapa sawit (elaeis guineensis jacq)Pembibitan kelapa sawit (elaeis guineensis jacq)
Pembibitan kelapa sawit (elaeis guineensis jacq)
 
Teknik panen dan penanganan pasca panen benih padi
Teknik panen dan penanganan pasca panen benih padiTeknik panen dan penanganan pasca panen benih padi
Teknik panen dan penanganan pasca panen benih padi
 
Proposal bidang kewirausahaan
Proposal bidang kewirausahaanProposal bidang kewirausahaan
Proposal bidang kewirausahaan
 
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benihLaporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
 
Laporan praktikum kadar air
Laporan praktikum kadar airLaporan praktikum kadar air
Laporan praktikum kadar air
 
Laporan pengujian indeks vigor
Laporan pengujian indeks vigorLaporan pengujian indeks vigor
Laporan pengujian indeks vigor
 
Laporan praktikum dormansi
Laporan praktikum dormansiLaporan praktikum dormansi
Laporan praktikum dormansi
 

Recently uploaded

PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 

Recently uploaded (20)

PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 

Makalah ilmu penyakit tumbuhan

  • 1. i MAKALAH ILMU PENYAKIT TUMBUHAN PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN CABAI : ANTRAKNOSA OLEH JAMUR Colletotrichum capsici Disusun oleh: Taufik Hidayat Inayatul Fitria Dewi Rumaira Savitri (1510401057) (1510401057) (1510401069) PROGAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TIDAR 2017
  • 2. ii DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar belakang ..........................................................................................1 1.2 Rumusan masalah.....................................................................................1 1.3 Tujuan.......................................................................................................2 BAB 2 ISI.................................................................................................................3 2.1 Penyakit Antraknosa.................................................................................3 2.2 Klasifikasi Colletotrichum capsici ...........................................................3 2.3 Morfologi Colletotrichum capsici ............................................................3 2.4 Bioekologi Patogen...................................................................................5 2.5 Daur hidup patogen ..................................................................................5 2.6 Mekanisme jamur Collecotrichum menginfeksi cabai .............................6 2.7 Gejala Serangan........................................................................................7 2.8 Tingkat Kerusakan ...................................................................................8 2.9 Sebaran Di Indonesia................................................................................8 2.10 Pengendalian Di Indonesia Saat Ini........................................................9 2.11 Pengendalian Efektif...............................................................................9 BAB III PENUTUP ...............................................................................................12 3.1 Kesimpulan.............................................................................................12 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................13
  • 3. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang tinggi dan memiliki beberapa manfaat kesehatan. Namun pada saat musim hujan menjelang musim kemarau selalu datang penyakit antraknosa yang menyerang cabai. Penyakit tersebut menyerang bagian buah cabai sehingga nampak seperti terbakar dan gosong. Walaupun petani sudah membeli benih yang bermutu dan memperlakukannya dengan baik namun untuk mencegah penyakit ini belum menemukan cara yang efektif. Akibatnya, produksi cabai menurun dan menyebabkan harganya naik (Anonim, 2011). Penyakit antraknosa pada tanaman cabai ini merupakan penyakit yang menjadi salah satu kendala utama dalam usaha budidayacabai. Serangan antraknosa disebabkan jamur genus Colletotrichum. Penyakit karena jamur ini masih merupakan faktor pembatas produksi cabai Indonesia. Lebih dari 90 % antraknosa yang menginfeksi cabai diakibatkan C.capsici. Jamur patogen ini menjangkiti bagian yang berbeda dari tanaman. Walaupun infeksi antraknosa dapat terjadi pada semua tahap perkembangan tanaman, tahap yang paling diperhatikan dari infeksi ini dalam variasi buah setelah panen (Tri Maryono, 2011). Gejala pada daun berupa klorosis, dan berupa bercak kecil berwarna putih dan lama-lama tumbuh membesar. Adapun gejala pada buah berupa bercak kecil yang selanjutnya dapat tumbuh lebih besar. Bercak yang terbentuk umumnya melekuk atau agak cekung, dan dimulai dari terbentuknya aservulus jamur yang berwarna hitam pada bagian tengah yang biasanya membentuk lingkaran yang berlapis (Martoredjo, 2009). Antraknosa dapat dikendalikan dengan menanam kultivar tanaman cabai rawit yang tahan terhadap penyakit antraknosa. Bagi petani cara yang paling mudah untuk mengendalikan penyakit antraknosa adalah dengan penggunaan atau penanaman kultivar-kultivar yang resisten (tahan), sebab dengan cara ini petani tidak banyak menyediakan penambahan (ekstra) biaya, serta tenaga kerja untuk mengendalikan penyakitantraknosa (Djafarudin, 2000). 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud penyakit antraknosa pada cabai? 2. Apa pathogen yang menyebabkan penyakit antraknosa pada cabai? 3. Bagaimana tanda dan gejala penyakit antraknosa pada cabai? 4. Bagaimana pengendalian penyakit antraknosa pada cabai?
  • 4. 2 1.3 Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah untuk : 1. Untuk mengetahui pengertian penyakit antraknosa pada cabai. 2. Untuk mengetahui pathogen yang menyebabkan penyakit antraknosa pada cabai. 3. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit antraknosa pada cabai. 4. Untuk mengetahui pengendalian penyakit anraknosa pada cabai.
  • 5. 3 BAB II ISI 2.1 Penyakit Antraknosa Antraknosa pada cabai merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dan hampir selalu terjadi disetiap areal tanaman cabai. Penyakit antraknosa ini disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici (Syd.) Bult.et.Bisby. Penyakit ini selain mengakibatkan penurunan hasil juga dapat merusak nilai estetika dari cabai itu sendiri. Serangan patogen ini dapat terjadi baik sebelum maupun setelah panen. Penurunan hasil akibat antraknosa dapat mencapai 50 persen atau lebih (Semangun, 2004). 2.2 Klasifikasi Colletotrichum capsici Menurut Alexopoulus dan Mims (1979) klasifikasi C. capsici adalah sebagai berikut: Divisio :Mycota Sub divisio :Deuteromycota Klas :Deuteromycetes Sub klas :Coelomycetidae Ordo :Melanconiales Famili :Nectrioidaceae Genus :Colletotrichum Spesies :Colletotrichum capsici (Syd.) Butl. Et. Bisby. 2.3 Morfologi Colletotrichum capsici Jamur C. capsici mempunyai banyak aservulus, tersebar, di bawah kutikula atau pada permukaan, garis tengahnya sampai 10 μm, hitam dengan banyak seta. Seta coklat tua, bersekat, kaku, meruncing ke atas, 75-100 x 2-6,2 μm. Konidium hialin, berbentuk tabung (silindris), 18,6-25,0 x 3,5-5,3 μm, ujung- ujungnya tumpul, atau bengkok seperti sabit. Jamur membentuk banyak sklerotium dalam jaringan tanaman sakit atau dalam medium biakan (Semangun,
  • 6. 4 2000). Koloni pada media PDA saat pertama putih dengan cepat menjadi kelabu. Pada area miselium berwarna dari terang menjadi abu-abu gelap pada seluruh permukaan koloni, dengan aservulus yang runcing untuk seta gelapnya. Titik-titik spora berwarna pucat kekuning-kuningan seperti salmon (ikan) (Mordue, 1971). Penyakit ini kurang terdapat pada musim kemarau, di lahan yang mempunyai drainasi baik, dan yang gulmanya terkendali dengan baik. Perkembangan becak paling baik terjadi pada suhu 30° C, sedang sporulasi jamur C. capsici pada suhu 30° C. Buah yang muda cenderung lebih rentan dari pada yang setengah masak. Semangun (2000) menyatakan bahwa perkembangan becak karena C.capsici lebih cepat terjadi pada buah yang tua, meskipun buah yang muda lebih cepat gugur karena infeksi ini. Miselium jamur berwarna keabu-abuan A. Aservulus B. Konidiofor C. Konidia Jamur C. capsici mempunyai banyak aservulus, tersebar, di bawah kutikula atau pada permukaan, garis tengahnya sampai 10 μm, hitam dengan banyak seta. Seta coklat tua, bersekat, kaku, meruncing ke atas, 75-100 x 2-6,2 μm. Konidium hialin, berbentuk tabung (silindris), 18,6-25,0 x 3,5-5,3 μm, ujung- ujungnya tumpul, atau bengkok seperti sabit. Jamur membentuk banyak sklerotium dalam jaringan tanaman sakit atau dalam medium biakan (Semangun, 2000). Koloni pada media PDA saat pertama putih dengan cepat menjadi kelabu.
  • 7. 5 Pada area miselium berwarna dari terang menjadi abu-abu gelap pada seluruh permukaan koloni, dengan aservulus yang runcing untuk seta gelapnya. Titik-titik spora berwarna pucat kekuning-kuningan seperti salmon (ikan) (Mordue, 1971). 2.4 Bioekologi Patogen Faktor yang Mempengaruhi Colletotrichum capsici Untuk pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, salah satunya adalah pH. pH sangat penting dalam mengatur metabolisme dan sisitem-sistem enzim, bila terjadi penyimpangan pH, maka proses metabolisme jamur dapat terhenti. Sehingga untuk pertumbuhan maksimal jamur diperlukan pH yang optimum. pH optimal untuk pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici yang baik adalah pH 5-7 (Yulianty, 2006). Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur ini antara 24-30ºC dengan kelembaban relatif antara 80-92 % (Rompas, 2001). Periode inkubasi paling cepat muncul pada 3-8 HSI (Hari Setelah Inokulasi) (Ginting et al. 2013). 2.5 Daur hidup patogen Pada tahap awal infeksi konidia Colletotrichum yang berada di permukaan kulit buah cabai merah akan berkecambah dan membentuk tabung perkecambahan. Setelah tabung perkecambahan berpenetrasi ke lapisan epidermis kulit buah cabai merah maka akan terbentuk jaringan hifa. Kemudian hifa intra dan interseluler menyebar ke seluruh jaringan dari buah cabai merah (Photita, et al., 2005).
  • 8. 6 2.6 Mekanisme jamur Collecotrichum menginfeksi cabai Mekanisme Jamur Colletotrichum gloeosporioides yang menyerang pada tanaman Cabai (Capsicum annum) yaitu patogen awalnya menginfeksi utuh, non- terluka buah hijau yang belum matang di lapangan. Spora berkecambah dan membentuk appressoria pada permukaan buah. Jamur, menggunakan appressoriumnya, enzimatik menembus kutikula dan kemudian tetap sebagai sub- kutikula hifa sampai klimakterik pasca tahap pertumbuhan buah dicapai. Pada titik ini, jamur mengalami pertumbuhan pesat dan menyebabkan gejala-gejala yang khas. Kondisi lingkungan yang menguntungkan patogen adalah suhu tinggi, 28ûC yang optimal, dan kelembaban tinggi. Spora harus mendapat air yang cukup untuk berkecambah, perkecambahan diabaikan bawah kelembaban relatif 97%. Spora hanya dibebaskan dari acervuli ketika ada banyak kelembaban. Pukulan ombak dari hujan adalah sarana umum menyebar. Keparahan penyakit ini cenderung
  • 9. 7 menurun saat cuaca kering. Sinar matahari, kelembaban rendah dan temperatur ekstrem dapat cepat menginaktivasi spora (Semangun,1996). 2.7 Gejala Serangan Gejala awal penyakit ini ditandai dengan munculnya bercak yang agak mengkilap, sedikit terbenam dan berair, berwarna hitam, orange dan coklat. Warna hitam merupakan struktur dari cendawan (mikro skelerotia dan aservulus), apabila kondisi lingkungan lembab tubuh buah akan berwarna orange atau merah muda. Luka yang ditimbulkan akan semakin melebar dan membentuk sebuah lingkaran konsentris dengan ukuran diameter sekitar 30 mm atau lebih. Dalam waktu yang tidak lama buah akan berubah menjadi coklat kehitaman dan membusuk, ledakan penyakit ini sangat cepat pada musim hujan. Serangan yang berat menyebabkan seluruh buah keriput dan mengering. Warna kulit buah seperti jerami padi (Anonim, 2014). Keterangan A: Gejala antraknosa pada buah. a: gejala awal, b: gejala lanjut. B: Gejala antraknosa pada ranting, a: gejala awal, b: gejala lanjut. Pada awal mulanya bahwa gejala antraknosa berupa bercak kecil yang selanjutnya dapat berkembang menjadi lebih besar. Gejala tunggal cenderung berbentuk bulat, tetapi karena banyaknya titik awal gejala maka gejala yang satu dengan yang lain sering bersatu hingga membentuk bercak yang besar dengan bentuk tidak bulat. Pada gejala yang sudah cukup besar, sering di bagian tepinya coklat dan di bagian tengahnya putih. Bercak yang terbentuk umumnya agak
  • 10. 8 cekung atau berlekuk dan dimulai dari bagian tengahnya mulai terbentuk aservulus jamur yang berwarna hitam, yang biasanya membentuk lingkaran yang berlapis (Martoredjo, 2010). Penyakit ini menyerang bagian buah cabai, baik buah yang masih muda maupun yang sudah masak. Cendawan ini termasuk salah satu patogen yang terbawa oleh benih. Penyebaran penyakit ini terjadi melalui percikan air, baik air hujan maupun alat semprot. Suhu optimum bagi perkembangan cendawan ini berkisar antara 20–24° C (Anonim, 2014) 2.8 Tingkat kerusakan Penyakit antraknosa pada cabai besar tersebar luas di semua daerah penanaman cabai di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Dilaporkan bahwa setiap tahun penyakit yang menyebabkan buah busuk dan rontok ini timbul di Sumatera Barat (Semangun, 2000). Gangguan penyakit antraknosa terhadap tanaman cabai merah merupakan salah satu penyebab rendahnya produksi cabai merah, baik kuantitas maupun kualitas. Antraknosa adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur C. capsici yang menjadi masalah penting pada pertaniancabai merah di Indonesia, terutama pada pertanaman musim hujan. Di Brebes, Jawa Tengah, kerugian yang disebabkan oleh penyakit ini dilaporkan sebesar 10%-15%, di Sumatera Barat kerugian tercatat 11%-35% (Trimurti, dkk, 1983 dalam Qosim dan Setiamihardja, 1991). Penyakit antraknosa dapat menyerang sejak dalam persemaian, karena petogen ini dapat masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji. Penyakit ini biasanya menyerang pada bagian biji, batang, daun, dan terutama pada buah. Penyakit antraknosa pada daun dan batang tidak dapat menginfeki buah. 2.9 Sebaran Di Indonesia Penyakit pada cabai yang disebabkan oleh jamur di Indonesia selalu ditulis dalam laporan tahunan hama dan penyakit tanaman pertamian pada tahun 1930- an. Penyakit Antraknosa pada tanaman cabai tersebar luas di semua daerah pertanaman cabai di seluruh dunia. Di Indonesia yang beriklim tropis penyakit ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar seperti di Sumatera, Jawa,
  • 11. 9 Lampung. Irian Jaya dan daerah lainnya. Pada tahun 1983 antraknosa berkembang sangat hebat di Kabupaten Demak pada tanaman cabai yang di tanam diluar musimnya (Januari/Februari) dan menyebabkan terjadinya kerugian sampai 65 % (Semangun, 2004). 2.10 Pengendalian Di Indonesia Saat Ini Pengendalian penyakit terutama yang disebabkan oleh jamur selama ini dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan fungisida. Cara pengendalian penyakit antraknosa dengan menggunakan fungisida dirasakan oleh petani di Indonesia memang lebih praktis bila dibandingkan dengan cara pengendalian lain. Pengendalian dengan fungisida dapat menimbulkan berbagai masalah. Pengendalian seperti ini memerlukan biaya besar dan efek residunya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan. Efek residu fungisida dapat mematikan jasad sasaran yang banyak bermanfaat bagi kelangsungan ekosistem di alam. Banyak bahan aktif pestisida dapat menggangu kesehatan manusia, misalnya dapat merangsang pertumbuhan sel kanker. Oleh karena itu, penggunaan pestisida sebagai pengendali penyakit tanaman harus ditekan sekecil mungkin. Selain dengan penggunaan fungisida, petani di Indonesia dalam pengendalian penyakit antraknosa masih dengan menggunakan pengendalian mekanis yaitu dengan mencabut langsung tanaman yang terserang penyakit (Cahyono, 2003). 2.11 Pengendalian Efektif Pengendalian Patogen Beberapa cara pengendalian Colletotrichum yang telah dilakukan yaitu 1. Kontrol budidaya, Pengetahuan akan teknik budidaya penting dilakukan dalam mengatasi penyakit antraknosa pada tanaman cabai. Teknik budidaya tanaman cabai dapat menerapkan SOP yang sudah dibuat. Maksud dari penerapan SOP adalah untuk menjadi panduan umum dalam melaksanakan budidaya tanaman hortikultura secara benar dan tepat, sehingga diperoleh produktivitas tinggi, mutu produk yang baik, keuntungan optimum, ramah lingkungan dan memperhatikan aspek
  • 12. 10 keamanan, keselamatan dan kesejahteraan petani, serta usaha produksi yang berkelanjutan. Standar operasional prosedur (SOP) meliputi penyediaan benih, persiapan lahan, penanaman, pemasangan ajir, perempelan, pengairan, pemupukan, dan pengendalian OPT (Anonim, 2016). 2. Menggunakan kultivar resisten Salah satu penentu keberhasilan dalam suatu usaha budidaya tanaman adalah faktor penggunaan benih yang berasal dari varietas unggul (Syukur, dkk. 2010). Penggunaan kultivar yang resisten dapat mengurasi pengendalian secara mekanik dan kimia, sehingga lebih menghemat waktu dan biaya. Beberapa varietas unggul cabai merah yang beredar di pasaran saat ini adalah varietas Malika, Jetset, Inco dan Persada. Selain itu ada beberapa varietas cabai lain seperti Tit Super Lv yang merupakan cabai dataran rendah yang cocok ditanam sepanjang tahun pada musim hujan. Kemudian jenis keriting lokal yang tahan tanam dimusim hujan antara lain, varietas lokal daerah Kudus, Rembang, Lampung, Sumatera Barat, Karo, Garut dan varietas lokal daerah yang benihnya telah diseleksi oleh perusahaan benih, seperti jenis Laris. Varietas cabai jenis Cemeti juga dinilai sangat tahan terhadap penyakit ketika ditanam di musim hujan. Jenis lainnya, yakni Maraton, dapat ditanam pada ketinggian 0-800 mdpl, tahan terhadap penyakit layu Pseudomonas, patek/antraknosa dan bercak daun bakteri, baik ditanam pada musim hujan dengan berat buah 12,5-14,3 gram. Dapat dipanen pada umur 70-75 hari setelah tanam. Menghasilkan 1-1,5 kg/tanaman atau 18-27 ton/Ha. 3. Kontrol secara biologi. Kontrol biologi dilakukan dengan memanfaatkan makhluk hidup lain untuk mengendalikan patogen. Misalnya dengan pemanfaatan Trichoderma spp dan Gliocladium spp. Selain itu kontrol biologi juga dapat menggunakan mikroba Pseudomonas fluorescens dan Bacillus subtilis (Cahyono, 2003). 4. Pengendalian dengan fungisida Apabila gejala serangan penyakit semakin meluas dapat digunakan fungisida yang efektif dan sudah terdaftar. Fungisida prockloraz serta kombinasi
  • 13. 11 benomyl dan mancozeb efektif untuk pengendalian penyakit antraknosa yang disebabkan oleh C. Capsici. Fungisida Petronil 75 WP dengan bahan aktif klorotalonil 75% merupakan fungisida protektif berbentuk tepung yang dapat disuspensikan, berwarna putih, bekerja secara preventif dan kuratif untuk melindungi tanaman terhadap penyakit yang disebabkan oleh jamur (Hikmah, 2012). 5. Pengendalian dengan Biopestisida Penggunaan fungisida yang berlebihan dan ketergantungan terhadapnya tidak memecahkan masalah penyakit tanaman tetapi menimbulkan masalah baru baru dan dampak negatif. Penggunaan fungisida yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, polusi lingkungan dan berkembangnya jamur patogen yang resisten terhadap fungisida. Untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan, dikembangkan biopestisida yang diperoleh dari senyawa yang dihasilkan oleh tanaman. Terdapat berbagai macam spesies tumbuhan yang dapat menghasilkan berbagai produk senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, golongan fenol, feromon, saponin, dan tanin. Penggunaan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan sebagai biopestisida bersifat ramah lingkungan karena mudah terdegradasi sehingga tidak menimbulkan residu. Biopestisida juga mempunyai sifat yaitu daya urai cepat dan tidak ada residu pada produk pertanian sehingga lebih aman dikonsumsi. Namun karena penurunan daya racun cepat, maka perlu diaplikasikan secara berulang-ulang (Kardinan, 2002).
  • 14. 12 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari makalah di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit antraknosa yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici merupakan salah satu penyakit penting yang menyerang pada tanaman cabai. Penyakit ini lebih dikenal dengan penyakit patek. Hampir sebagian besar pertanaman di Indonesia diserang penyakit ini menurunkan hasil hingga 50%. Sehingga perlu adanya pecegahan untuk meminimalkan adanya serangan penyakit ini.
  • 15. 13 DAFTAR PUSTAKA Alexopoulos dan Mims. 1979. Introductory mycology. Champman and hall. London. Anonim. 2014. Hama dan Penyakit pada tanaman cabai serta pengendaliannya. Jambi: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh. 2016. Standar Operasional Prosedur (SOP) Tanaman Cabai. Banda Aceh. Cahyono, Bambang, 2003. Cabai Rawit Teknik Budidaya & Analisis Usaha Tani. Kanisisus. jakarta. Djafaruddin. 2000. Dasar - dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. PT Bumi Aksara.Jakarta. Hikmah, N. 2012. Ringkasan Jenis-jenis Pestisida. FMIPA ITB. Kardinan. 2002. Pestisida Nabati ramuan dan Aplikasi. FMIPA ITB. Martoredjo, T. 2009. Ilmu Penyakit Pascapanen. PT Bumi Aksara. Jakarta. Martoredjo, T. 2010. Ilmu Penyakit Pasca Panen. Bumi aksara. Jakarta. Maryono, Tri. 2011. Colletotrichum Pada Antraknosa Cabai Di Lampung dan Patogenesitas. Universitas Lampung. Lampung. Mordue. 1971. Colletotrichum capsici CM.1. Description of pathogenic fungi and bacteria No. 371, Commonwealth mycology institute. Kew Photita, W., Taylor, P.W.J., Ford, R., Lumyong, P. McKenzie, H.C. and Hyde, K.D. 2005. Morphological and molecular characterization of Colletotrichum species from herbaceous plants in Thailand. Fungal Divers. 18, 117 -133. Semangun, H. 1996.Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada Univ Press.Yogyakarta. Semangun. 2000. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia. Gajah mada university press. Yogyakarta Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta
  • 16. 14 Syukur, M., Sujiprihati, S., Yunianti, R., dan Kusumah, D. A., 2010. Evaluasi Daya Hasil Cabai Hibrida dan Daya Adaptasinya di Empat Lokasi dalam Dua Tahun. J. Agron. Indonesia., 38(1): 43-51.