Makalah ini membahas sistem budidaya tanaman padi tanpa olah tanah (TOT). Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah sawah dengan kedalaman 18-22 cm dan pH 4-7 asalkan tersedia air yang cukup. Sistem TOT melibatkan pengolahan mulsa tanaman atau gulma untuk mengendalikan gulma tanpa harus membajak tanah, sehingga dapat menghemat biaya, tenaga kerja, dan energi dalam budidaya padi.
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
Makalah dasar padi
1. i
MAKALAH DASAR-DASAR BUDIDAYA TANAMAN
SISTEM TANAM PADI TANPA OLAH TANAH (TOT)
Disusun Oleh :
Inayatul Fitria dewi (1410401057)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2015
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai dengan judul “SISTEM TANAM
PADI TANPA OLAH TANAH (TOT)”. Tidak lupa juga mengucapkan terima kasih
atas bantuan dari teman-teman semua yang telah memberi dukungan terhadap penulis
sehingga dapat terselesaikan tepat waktu.
Dan harapannya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan terhadap
pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi yang lebih baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis berharap
dengan ditulisnya makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi kita semua. Amin.
Magelang, 10 Oktober 2016
Inayatul Fitria Dewi
3. iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
BAB II BOTANI PADI ...................................................................................... 2
BAB III BERTANAM PADI TANPA OLAH TANAH .................................... 6
BAB IV PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT ................................... 11
BAB V KELEBIHAN BUDI DAYA PADI SAWAH TANPA TOT ................ 15
BAB VI KESIMPULAN .................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 17
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
Padi merupakan tanaman pangan yang menghasilkan bahan makanan pokok
masyarakat Indonesia. Untuk mendapatkan bahan makanan pokok ini terlebihnya
dilakukan suatu penanaman padi. Telah diketahui bahwa tanaman padi merupakan
tanaman yang membutuhkan air banyak dalam siklus hidupnya. Lazimnya tanaman
padi biasanya dilakukan pengairan dan pengolahan tanah dengan sempurna, mulai
dari pembajakan, pelumpuran hingga masa akhir panen. Dengan dilakukannya
pengolahan secara sempurna tentunya akan sangat membutuhkan biaya yang lebih,
tenaga kerja yang cukup dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk
merawatnya. Padahal tidak semua lahan di Indonesia dapat terolah dengan baik
karena modal yang dikeluarkan akan lebih besar untuk pengolahan tanah. Selain itu
tenaga kerja sekarang di bidang pertanian sangat minim tidak sebanyak pegawai
pabrik di kota-kota.
Untuk itu dilakukanlah sistem pertanaman tanpa olah tanah pada tanaman
padi atau TOT. Maksud dari tanpa olah tanah di sini bukanlah tanah tidak akan diolah
sama sekali atau tidak dirawat setiap hari, akan tetapi dimaksudkan adalah
meminimalkan pengolahan tanahnya dan menghambat pertumbuhan gulma.
Pengolahan tanah hanya dilakukan pada awal penanaman sehingga biaya yang akan
dikeluarkan juga sedikit karena minimya tenaga kerja yang digunakan.
Pada jenis tanah-tanah tertentu budidaya tanaman padi di sawah sebenarnya
tidak mutlak memerlukan pengolahan tanah sebab ketersediaan air lahan sawah sudah
dapat membantu proses pelumpuran. Dengan sistem tanpa olah tanah, di samping
tanah dan air dapat dilestarikan, energi, biaya, dan waktu juga dapat dihemat. Bahkan,
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dapat ditekan dan pendapatan petani dapat
ditingkatkan. Tanpa olah tanah adalah cara persiapan tanah untuk budidaya tanaman
dengan tanpa mengganggu tanah. Tanah dibiarkan seperti apa adanya, kecuali tempat
bertanam atau tempat benih ditugalkan sedangkan gulma dan tunas-tunas sisa
pertanaman musim sebelumnya dibersihkan. Oleh karena itu, sistem tanam tanpa olah
tanah sangat bermanfaat untuk meminimalkan biaya, tenaga kerja maupun energi
yang diperlukan.
5. 2
BAB II
BOTANI PADI
A. Klasifikai Tanaman Padi
Berdasarkan literatur Grist (1960), Padi dalam sistematika tumbuhan
diklasifikasikan ke dalam:
Divisio :Spermatophyta
Sub division :Angiospermae
Kelas :Monocotyledoneae
Ordo :Poales
Family :Graminae
Genus :Oryza Linn,
Speciesnya :Oryza sativa, L
B. Morfologi Tanaman Padi
Berikut ini merupakan morfologi dari tanaman padi, yang merupakan
penggambaran taaman padi dimulai dari akar, batang, daun, malai, bunga padi dan
buah padi.
Padi memilki akar kira-kira 5-6 hari setelah berkecambah, dari batang yang
masih pendek itu keluar akar-akar serabut yang pertama dan dari sejak ini
perkembangan akar-akar serabut tumbuh teratur. Pada saat permulaan batang mulai
bertunas (kira-kira umur 15 hari), akar serabut berkembang dengan pesat. Dengan
semakin banyaknya akar-akar serabut ini maka akar tunggang yang berasal dari akar
kecambah tidak kelihatan lagi. Letak susunan akar tidak dalam, kira-kira pada
kedalaman 20-30 cm. Karena itu akar banyak mengambil zat-zat makanan dari bagian
tanah yang di atas. Akar tunggang dan akar serabut mempunyai bagian akar lagi yang
disebut akar samping yang keluar dari akar serabut disebut akar rambut dan yang
keluar dari akar tunggang, bentuk dan panjangnya sama dengan akar serabut.
(Departemen Pertanian, 1977)
Batang padi tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan antara ruas yang satu
dengan yang lainnya dipisah oleh sesuatu buku. Ruas batang padi di dalamnya
berongga dan bentuknya bulat. Dari atas ke bawah, ruas batang itu makin pendek.
Ruas-ruas yang terpendek terdapat dibagian bawah dari batang dan ruas-ruas ini
praktis tidak dapat dibedakan sebagai ruas-ruas yang berdiri sendiri.
Pada tiap-tiap buku, duduk sehelai daun. Di dalam ketiak daun terdapat
kuncup yang tumbuh menjadi batang. Pada buku-buku yang terletak paling bawah
mata-mata ketiak yang terdapat antara ruas batang-batang dan upih daun, tumbuh
menjadi batang-batang sekunder yang serupa dengan batang primer. Batang-batang
6. 3
sekunder ini pada gilirannya nanti menghasilkan batang-batang tertier dan seterusnya.
Peristiwa ini disebut pertunasan atau penganakan.
Daun terdiri dari: helai daun yang berbentuk memanjang seperti pita dan
pelepah daun yang menyelubungi batang. Pada perbatasan antara helai dan upih
terdapat lidah daun. Upih daun berguna untuk memberikan dukungan kepada bagian
buku yang jaringannya empuk. Panjang dan warna lidah daun berbeda-beda
tergantung kepada varietas padi yang ditanam. Lidah daun duduknya melekat pada
batang dengan demikian dapat mencegah masuknya air hujan di antara batang dan
upih daun. Keadaan ini dapat atau mencegah infeksi dari penyakit-penyakit. Panjang
dan lebar dari helai daun juga tergantung kepada varietas padi yang ditanam dan
letaknya pada batang. Daun ketiga dari atas biasanya merupakan daun terpanjang.
Daun bendera (daun yang diatas sekali) mempunyai panjang daun terpendek dengan
lebar daun yang terbesar.
Suatu malai terdiri sekumpulan bunga-bunga padi (spikelet) yang timbul dari
buku paling atas. Ruas buku terakhir merupakan sumbu utama dari malai, sedang
butir-butirnya terdapat pada cabang-cabang pertama maupun cabang-cabang kedua.
Pada waktu berbunga, malai berdiri tegak kemudian terkulai bila butir telah berisi dan
matang menjadi buah. Panjang malai diukur dari buku terakhir sampai butir diujung
malai. Panjang malai ditentukan oleh sifat baka (keturunan) dari varietas dan keadaan
keliling. Panjang malai dapat pendek (20 cm), sedang (20-30 cm) dan panjang (lebih
30 cm)
Bunga padi adalah bunga telanjang artinya tidak mempunyai perhiasaan
bunga. Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang di atas. Jumlah benang sari ada
6 buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai dua
kandung serbuk . Putik mempunyai dua tangkai putik, dengan dua buah kepala putik
yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih dan ungu.
Malai padi terdiri dari bagian-bagian tangkai bunga, dua sekam kelopak
(terletak pada dasar tangkai bunga) dan beberapa bunga. Masing-masing bunga
mempunyai dua sekam mahkota, yang terbawah disebut lemma sedang lainnya
disebut palea, dua lodicule yang terletak pada dasar bunga, yang sebenarnya adalah
dua daun mahkota yang sudah berubah bentuknya. Lodicule memegang peranan
penting dalam pembukaan palea dan waktu berbunga karena ia mengisap air dari
bakal buah sehingga mengembang dan oleh pengembangan ini palea dipaksakan
membuka.
Pada waktu padi hendak berbunga, lodikula menjadi mengembang karena ia
mengisap air dari bakal buah. Pengembangan ini mendorong lemma dan palea
terpisah dan terbuka. Hal ini memungkinkan benang sari yang sedang memanjang,
keluar dari bagian atas atau dari samping bunga yang terbuka tadi. Terbukanya bunga
diikuti dengan pecahnya kandungan serbuk, yang kemudian menumpahkan tepung
7. 4
sarinya. Sesudahnya tepung sari ditumpahkan dari kandung serbuk maka lemma dan
palea menutup kembali. Dengan berpindahnya tepung sari ke kepala putik maka
selesailah sudah proses penyerbukan.
Sedangkan buah padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau butir/gabah,
sebenarnya bukan biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea.
Buah ini terjadi setelah selesai penyerbukan dan pembuahan. Lemma dan palea serta
bagian-bagian lain membentuk sekam (kulit gabah).
Diding bakal buah terdiri dari tiga bagian: bagian yang paling luar disebut
epikarpium, bagian tengah disebut mesokarpium, dan bagian dalam yang disebut
endokarpium. Biji sebagian besar di tempati oleh endosperm yang mengandung zat
tepung dan sebagian ditempati oleh embrio (lembaga) yang terletak dibagian sentral
yakni di bagian lemma. Pada lembaga terdapat daun lembaga dan akar lembaga.
Endosperm umumnya terdiri dari zat tepung yang diliputi oleh selaput protein .
endosperm juga mengandung zat gula, lemak serat zat anorganik.
C. Syarat Tumbuh Tanaman Padi
Kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi sangat ditentukan
oleh beberapa faktor, yaitu posisi topografi yang berkaitan dengan kondisi hidrologi,
porositas tanah yang rendah dan tingkat keasaman tanah yang netral, sumber air alam,
serta kanopi modifikasi sistem alam oleh kegiatan manusia (Suparyono et.al.,
1997 dalam, Subandi 2010). Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi
adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam
perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup. Padi dapat
tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya 18-22 cm dengan pH
4,0-7,0.
Tanaman padi secara umum membutuhkan suhu minimum 11°-25°C untuk
perkecambahan, 22°-23 C untuk pembungaan, 20°-25°C untuk pembentukan biji, dan
suhu yang lebih panas dibutuhkan untuk semua pertumbuhan karena merupakan suhu
yang sesuai bagi tanaman padi khususnya di daerah tropika. Suhu udara dan
intensitas cahaya di lingkungan sekitar tanaman berkorelasi positif dalam proses
fotosintesis, yang merupakan proses pemasakan oleh tanaman untuk pertumbuhan
tanaman dan produksi buah atau biji (Sadono, 2013)
Faktor iklim memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman padi disuatu daerah melalui perbedaan curah hujan, suhu, kelembaban udara,
sinar matahari, kecepatan angin dan perbedaan gas dalam atmosfer. Tanaman padi
tumbuh didaerah tropis / subtropis pada 450 LU sempai dengan 450 LS dengan cuaca
panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan empat bulan. Rata – rata curah
8. 5
hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500 – 2000 mm/tahun
(http://warintek.go.id 2010 dalam Subandi 2010)
9. 6
BAB III
BERTANAM PADI TANPA OLAH TANAH
Tanpa Olah Tanah (TOT), sistem tanpa olah tanah merupakan bagian dari
konsep olah tanah konservasi (OTK) yang mengacu kepada suatu sistem olah tanah
yang melibatkan pengolahan mulsa tanaman ataupun gulma (tanaman pengganggu).
Budi daya pertanian tanpa olah tanah sebetulnya berangkat dari corak pertanian
tradisional yang dimodifikasikan dengan memasukkan unsur kimiawi untuk
mengendalikan gulma, dalam hal ini herbisida. Persiapan lahan cukup dilakukan
dengan penyemprotan, gulma mulai mati dan mengering, lalu direbahkan selanjutnya
dibenamkan dalam lumpur (Tantri Ay-Nahra, 2014).
Sedangkan menurut Prasetiyo (2002) Bertanam padi sawah tanpa olah tanah
(TOT) adalah cara budi daya padi sawah yang penyiapan tanahnya tidak diolah
terlebih dahuu. Kegiatan pencangkulan, bajak, dan menggaru yang lazim dikerjakan,
pada teknologi ini tidak dilakukan. Proses penyiapan lahan diganti dengan
penyemprotan herbisida. Namun, kegiatan pemeliharaannya sama sepeti yang biasa
dilakukan (cara konvensional).
Adapun cara bertanam padi tanpa olah tanah adalah sebagai berikut:
1. Proses persiapan lahan
Pada persiapan lahan dengan sistem tanpa olah tanah (TOT), lahan sama
sekali tidak diolah. Hal ini tentu berbeda dengan sistem konvensional yang tanahnya
diolah sempurna. Adapun ciri-ciri tanah yang cocok untuk penerapan TOT antara
lain:
a. Berdraenase baik hingga sedang
b. Bertekstur sedang hingga berpasir
c. Bagian atas bertekstur pasir debuan
d. Kondisinya miring
e. Berdaya ikat air sedikit (Prasetyo, 1996)
Adapun langkah-langkah penyiapan lahan dengan sistem TOT adalah gulma
yang ada (misalnya alang-alang) disemprot dengan herbisida sistemik. Adapun
herbisida yang bersifat kontak tidak layak digunakan.penyemprotan herbisida
dilakukan semerata mungkin. Jika dirasa tidak merata, lakukan penyemprotan ulang.
Penyemprotan koreksi dilakukan selang 10 hari setelah penyemprotan pertama.
Waktu penyemprotan dilakukan saat cuaca cerah dan menurut etimasi tidak akan
datang hujan dalam 6 jam seteah dilakukan penyemprotan (Prasetyo, 1996).
Menurut Prasetiyo (2002), herbisida yang digunakan mengandung aktif
glifofat yang bekerja secara sistemik. Herbisida sistemik yang disemprotkan pada
10. 7
gulma akan menyebar ke seluruh jaringan tubuh tanaman. Mekanisme kerja ini
memungkinkan gulma dapat dikendalikan secara tuntas.
Penggunaan herbisida tidak dapat dipisahkan dalam penyiapan lahan sistem
TOT. Gulma yang tumbuh di atas permukaan tanah yang biasanya dikendalikan
dengan cangkul, traktor atau alat mekanisasi lainnya digantikan dengan
penyemprotan herbisida untuk mematikan gulma maupun sisa tanaman yang masih
hidup, yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai mulsa dan bahan organik (Sebayang et
al. 2002).
Efektivitas suatu herbisida sangat ditentukan oleh cara aplikasi dan
perhitungan kebutuhan herbisida persatuan luas (Wardoyo 2002). Herbisida yang
sering digunakan dalam program OTK adalah herbisida glifosat isopropylamine salt
(C6H17N2O5P) dan paraquat dichloride salt (C12H14Cl2N2). Namun demikian,
pengunaan herbisida secara luas perlu mempertimbangkan dampak negatifnya
terhadap lingkungan, organisme bukan sasaran, keragaman hayati serta resistensi
gulma terhadap herbisida (Hasanuddin, 2003).
2. Persiapan benih
Benih yang digunakan dalam budi daya padi sawah tanpa olah tanah sama
dengan yang digunakan dalam budi daya padi sawah secara konvensional. Benih padi
yang akan digunakan sebaiknya benih bersertifikat. Varietas yang digunakan juga
harus sesuai dengan varietas yang telah direkomendasikan untuk daerah yang
bersangkutan (atau berkonsultasi dengan penyuluh pertanian setempat) (Prasetiyo,
2002).
Sebelum ditanam dilapangan, benih direndam selama satu malam di dalam
air. Tujuannya untuk memacu perkecambahan di lapangan. Akan lebih baik jika
benih direndam dalam larutan fungisida guna untuk memperkecil resiko serangan
penyakit blas. Caranya bisa dengan pelapisan atau perendaman. Cara pelapisan yaitu
benih dibasahi air terlebih dahulu, selanjutnya diaduk dengan fungisida banlate T 20
WP dengan dosis 5 g per kg benih, masukkan ke dalam kantong plastik dan kocok
merata. Cara perendaman adalah dengan merendam benih dalam larutan fungisida di
atas selama 15 menit dengan dosis dan petunjuk sesuai kemasan (Prasetyo, 1996)
3. Penanaman
Setelah alang-alang rebah selanjutnya dibuatkan lubang tanam. Untuk
mengukur jarak tanam serta meluruskan barisan dapat digunakan tali yang
direntangkan. Jarak tanam disesuaikan dengan kondisi tanah setempat. Sebagai
patikan untuk tanah yang cukup subur jarak tanamnya bisa 20x20 cm (Prasetyo,
1996).
Lubang tanam dibuat menggunakan alat tugal dari kayu atau bambu yang
ujung bawahnya diruncingkan. Pembuatan lubang tanam jangan terlalu dalam dapat
mengakibatkan lambatnya perkecambahan, bahkan kegagalan pertumbuhan. Namun
11. 8
jika terlalu dangkal maka benih sering muncul ke permukaan tanah dan dapat
termakan oleh burung atau tikus maupun rusak akibat kekeringan. Lubang tanam
sebaiknya dibuat dengan kedalaman 3-5 cm. Di sebelah lubang tanam dibuat lubang
lagi, yaitu untuk pupuk dasar. Jarak lubang ini dengan lubang tanam kurang lebih 5
cm. Benih yang dipersiapkan dimasukkan ke dalam lubang tanam. Tiap lubang tanam
diisi dengan 4-5 butir gabah (Prasetyo, 1996).
Sedangkan untuk penentuan waktu tanam yang tepat merupakan masalah yang
cukup sulit karena datangnya musim hujan berbeda-beda untuk tiap daerah.
Pelaksanaan tanam benih yang terlambat atau awal musim hujan telah lewat dapat
berakibat tanaman padi akan mengalami kekeringan dikemudian hari. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pelaksanaan tanam awal memberikan hasil yang tertinggi
dibandingkan saat tanam yang lebih lambat. Semakin lambat saat tanam semakin
rendah hasil yang diperoleh. Penanaman yang dilakukan saat terjadi hujan lebat dapat
mengakibatkan benih keluar dari lubang karena terkena benturan air hujan dan
akhirnya akan terbawa aliran air (Prasetyo, 1996).
4. Pemupukan
Pemupukan pada sistem tanam tanpa olah tanah tidak berbeda dengan
pemupukan pada budi daya padi sawah konvensional. Dosis pemupukan disesuaikan
dengan anjuran setempat, karena dosis anjuran telah disesuaikan dengan sifat varietas
padi yang akan ditanam dan lingkungannya. Dosis yang terlalu rendah
mengakibatkan pemupukan tidak efektif. Sebaliknya, jika pemupukan terlalu
berlebihan dapat mengakibatkan gagalnya usaha penanaman (Prasetiyo, 2002).
Pupuk TSP atau SP 36 diberikan sekaligus pada saat penugalan benih atau
awal penanaman. Demikian pula pada pupuk KCl. Jumlah yang diberikan adalah
keseluruhan dosis. Cara pemberiannya dengan disebar secara merta atau ditebarkan
pada alur-alur/larikan di antara barisan tanaman (Prasetyo, 1996).
Pupuk urea diberikan 3 kali, masing-masing sepertiga dosis, yaitu pada 10,
35, dan 55 hari setelah tanam. Cara pemberian pupuk susulan ini bisa dengan
disebarkan merata atau ditebarkan pada alur-alur yang dibuat diantara baris-baris
tanaman dan ditutup kembali dengan tanah (Prasetyo, 1996).
Pada saat pemupukan, tanah sawah/petakan tidak dalam kondisi tergenang air
tetapi dalam keadaan macak-macak/jenuh air. Pemupukan yang dilakukan dalam
kondisi sawah tergenang air kurang efektif. (Prasetiyo, 2002)
5. Penyulaman
Setelah kurang lebih 4 hari tanam, benih akan berkecambah membentuk akar
dan bagian atas tanaman (batang dan daun). Perkecambahan ini di pengaruhi
beberapa faktor seperti temperatur rendah, ketersediaan air dan udara. Temperatur
permukaan tanah yang tinggi (>35o
C) dapat memperlambat atau bahkan
menggagalkan perkecambahan. Begitu juga temperatur yang rendah dapat membunuh
12. 9
biji yang sedang tumbuh. Benih memang membutuhkan air untuk berkecambah,
namun air yang tergenang justru dapat menghalangi perkecambahan. Demikian pula
kondisi tanah yang terlalu kering.
Benih yang tidak tumbuh perlu disulam. Penyulaman dilakukan dengan cara
menugal kembali lubang tanam dan mengisinya dengan benih yang baru. Penyulaman
harus dilakukan sesegera mungkin agar pertumbuhannya tidak terlalu tertinggal
dengan tanaman yang telah tumbuh. Jika terlambat pertumbuhan tanaman bisa tidak
seragam.
6. Penyiangan
Walaupun pada proses persiapan lahan sudah disemprot dengan herbisida
tetapi gulma masih dapat tumbuh. Hal ini umumnya disebabkan penyemprotan
kurang baik atau kurang merata. Dapat pula karena gulma pada saat disemprot
tertutup oleh vegetasi lain sehingga tak ikut tersemprot atau ada bagian tanaman,
misalnya akar atau rimpang, yang tak terjangkau oleh herbisida. Jika menurut
pengamatan banyak gulma sudah tak tumbuh maka kegiatan penyiangan otomatis tak
diperlukan lagi
Penyiangan biasanya dilakukan 3 minggu petama setelah
penanaman. Penyiangan pada awal-awal pertumbuhan sangat penting. Jika tidak
dilakukan maka hasil gabah akan berkurang secara drastis. Menambahkan pernyataan
di atas menurut Prasetiyo (2002), penyiangan pertama dapat digunakan landak.
Penyiangan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 40 hari setelah tanam.
Peyiangan ketiga dilakukan 50 hari setelah tanam. Penyiangan kedua dan ketiga
dilakukan dengan tangan karena tanaman sudh cukup tinggi.
7. Pengairan
Pengairan pada budi daya padi dilakukan secara sistematik untuk menghindari
penggunaan air yang berlebih. Pengairan yang hemat diberikan sesuai dengan tahap-
tahap pertumbuhan tanaman, yaitu tahap awal pertumbuhan/perkembangan akar,
tahap pembentukan anakan, tahap bunting/pembentukan bulir, tahap pembungaan,
dan menjelang panen (Prasetiyo, 2002)
8. Panen
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada waktu panen. Pad yang siap
panen memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
1. Kurang lebih 90 % malai telah menguning
2. Daun bendera sudah menguning
3. Kadar air gabah sekitar 25%
4. Untuk varietas padi umur pendek, umur panen kurang lebih 115 hari, sedang
untuk padi umur panjang umur panennya antara 135-145.
Setelah waktu panen ditentukan, kurang lebih 1-2 minggu sebelumnya sawah
dikeringkan agar padi masak secara merata, kadar air menurun dan memudahkan
13. 10
panen karena sawah telah kering. Panen dilakukan pada cuaca cerah, dimulai sekitar
pupuk 09.00 sampai 17.00. sebelum pukul 09.00 biasanya masih banyak embun,
sedang setelah pukul 09.00 embun sudah banyak yang menguapsehingga kadar air
gabah menurun.
14. 11
BAB IV
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
Berikut ini teknis pengendalian gulma, baik pada awal budi daya maupun
setelah gulma tumbuh
a. Pengendalian pada awal budi daya
Hal ini dilaukan saat penyiapan lahan. Gulma harus benar-benar bersih
dari area dengan cara penyemprotan herbisida secara merata, tepat dosis dan
tepat waktu.
b. Pengendalian setelah gulma tumbuh
Ini dilakukan secara mekanis misalnya dengan mencabut, mengored atau
mencangkul. Penyiangan dengan menggunakan kored agak sukar, memerlukan
waktu cukup lama serta tidak efesien. Namun penyiangan dengan cangkul akan
lebih mudah jika jarak tanam, yang terlalu jauh akan sangat merangsang
tumbuhnya gulma. Oleh karenanya pengaturan jarak tanam yang tepat akan
sangat membantu pengendalian hama.
Berikut ini merupakan beberapa hama maupun penyakit yang biasa
menyerang pada tanaman padi serta cara pengendalian yang biasa dilakukan untuk
meminimalkan serangan hama dan penyakit:
1. Hama
Hama yang sering muncul pada areal pertanaman adalah walang sangit,
penggerek batang padi, lalat padi serta uret.
a. Walang sangit (Leptocoriza acuta Thumb)
Walang sangit merupakan masalah utama jika padi di tanam terus
menerus sepanjang tahun, juga bila tanaman padi dalam segal tingkatan umur
atau pertumbuhan. Hama aktif menyerang pada pagi, siang, dan sore.
Gejala serangan walang sangit tampak dari butir padi yang menjadi
hampa atau setengah hampa. Pada butir yang terserang terdapat lubang bekas
tusukan berupa bintik abu-abu kekuningan. Padi yang sudah terserang walang
sangit pada perkembangan selanjutnya sering diserang jamur
Helminthosoporium oryzae.
b. Penggerek batang
Gejala serangan penggerek batang ditandai adanya lubang-lubang
dengan ukuran yang relatif kecil pada batang padi. Adanya tanda ini
menunjukkan ulat pengerek sudah masuk ke dalam batang. Selanjutnya daun
15. 12
muda layu dan mengering karena diputus ulat. Anakan yang baru tumbuh pun
menjadi mati dan mongering karena ulat memakan batang di bawah titik
tumbuh.
c. Tikus
Tikus menyerang tanaman padi pada stadium pertumbuhan, mulai dari
persemaian sampai mejelang panen. Ada dua jenis tikus yang biasanya
menyerang yaitu tikus sawah dan tikus rawa. Tikus sawah memiliki ukuran
tubuh yang relative kecil, sedangkan tikus rawa ukurannya lebih besar. Pada
tanaman padi muda yang terserang terdapat gigitan dan meninggalkan serat di
ujung bagia atas. Jika tanaman padi yan telah membentuk malai diserang,
tangkai mulai digigit putus, menyebabkan banyak gabah berserakan.
2. Penyakit
a. Penyakit blas
Bagian tanaman yang menjadi sasaran penyakit ini adalah leher malai,
daun, serta sekitar buku batang yang paling atas. Gejala pada leher malai
terbentuk bercak-bercak yang melingkarinya. Perkembangan selanjutnya
malai akan putus atau patah. Serangan pada daun terjadi pada fase vegetatif.
Pada daun terserang tampak bercak-bercak yang pinggirnya berwarna cokelat
tua, memangjang dan meruncing pada tiap ujungnya. Penyakit menyerang
sebelum masak susu berakibat butir padi menjadi hampa.
b. Bercak daun cokelat
Penyakit ini menyerang daun serta gabah padi. Pada bagian yang
terserang terlihat bintik-bintik berwarna cokelat tua berbentuk agak bulat.
Penyakit ini sering dijumpai pada lahan pertanaman padi yang tanhnya masam
serta miskin kekurangan unsur fosfor (P), kalium (K), sulfur (S) dan nitrogen
(N).
3. Cara pengendalian
Pada pengendalian hama padi harus dilakukan secara terpadu memulai
cara teknik budi daya, mekanis, biologi, dan penggunaan zat kimia yang
merupakan alternative terakhir. Pengendalian dengan teknik budi daya
umunya dilakukan dengan mengupayakan perpaduan hal-hal berikut:
a. Penggunaan benih dai varietas yang tahan terhadap serangan hama
16. 13
b. Pergiliran tanaman/rotasi tanaman agar siklus hidup hama dapat terputus
c. Kebersihan lingkungan
d. Penanaman secara serempak pada satu hamparan
Berikut cara pengendalian hama pada walang sangit, penggerek batang dan tikus:
1. Cara mengendalikan hama walang sangit yang menyerang tanaman padi
dengan menggunakan bankai ketam yang telah busuk. Ketam yang telah
membusuk ditaruh pada tengah-tengah papan kayu yang bagian pinggirnya
telah diolesi dengan perekat. Bau ketam akan menarik walang sangit dan
selanjutnya akan terperangkap
2. Cara mengendalikan penggerek batang dengan dilakukan penanaman
serempak, sehingga tersedianya sumber makanan bagi penggerek batang padi
dapat dibatasi, selain itu pergiliran tanam dengan tanaman bukan padi
sehingga dapat memutus siklus hidup hama.
3. Cara mengendalikan hama tikus dapat dilakukan dengan menggunakan
perangkap tikus. Jenis perangkap tikus dapat berupa perangkap jepit atau
dengan umpan yang diberi racun
Sedangkan pengendalian penyakit pada penyakit blas dan bercak cokelat adalah
sebagai berikut:
1. Penyakit blast
a. Penggunaan varietas padi yang tahan terhadap serangan penyakit blast,
misalnya way rarem, cenranare dan danau tempe
b. Penerapan cara-cara bertanam yang benar, seperti pemupukan sesuai
dosis anjuran serta dalam jumlah berimbang, pengaturan jarak tanam dan
pembenaman jerami setelah panen
c. Pergilran tanaman dengan palawija
d. Seed treatmen sebelum tanam (aplikasi fungisida)
2. Bercak daun cokelat
a. Penggunaan varietas yang tahan terhadap penyakit bercak daun cokelat
seperti way rarem
17. 14
b. Penggunaan fungisida Rabcide 50 WP dengan dosis 1,5 kg per ha pada
saat anakan maksimum, fase bunting, dan awal berbunga
c. Perbaikan kondisi kimia tanah dengan pemupukan berimbang
18. 15
BAB V
KELEBIHAN BUDI DAYA PADI SAWAH TANPA TOT
Penerapan teknologi TOT pada lahan padi sawah akan meminimalkan dampak
kendala-kendala dalam upaya pemantapan swasembada pangan/beras. Cara ini dapat
mengoreksi berbagai kelemahan yang ada pada system konvensional, seperti proses
pencucian hara yang sering terjadi pada saat pelumpuran.oleh karena itu system budi
daya padi TOT memiliki kelebihan dibandingkan dengan budi daya padi secara
konvensional. Adapun menurut Prasetiyo (2002) kelebihan lain yang mendudkung
system TOT adalah sebagai berikut:
1. Hemat air
Air memegang pernaan penting dalam budi daya padi. Ketersediaan air dalam
jumlah serta waktu yang tepat merupakan syarat mutlak pada budidaya padi
sawah. Pada tahap awal budidaya, yaitu saat-saat pengolahan tanah,
kebutuhan air cukup banyak. Kegiatan pengolahan tanah sawah terdiri dari
a. tahap penggenangan tanah hingga tanah jenuh air
b. tahap pembajakan, yaitu pemecahan tanah menjadi bongkahan-bongkahan
dan pembalikan
c. tahap menggaru, untuk menghancurkan dan meleumpurkan
pada sistem tanpa olah tanah, penggunaan air hanya pada tahap
penggenangan yang bertujuan melunakkan atau melumpurkan tanah sehingga
mudah ditanami.
2. Hemat tenaga
Pada system budi day padi tanpa olah tanah, penyiapan lahan yang dilakukan
dengan aplikasi herbisida dapat mengatasi masalah kelangkaan tenaga kerja.
Dengan cara ini, kebutuhan tenaga dapat dihemat, jumlahnya tidak banyak,
dan pekerjaan diselesaikan dalam waktu singkat.
3. Hemat waktu
System budi daya padi tanpa olah tanah dapat mengejar waktu tanam yang
sempit (mendesak). Penyiapan tanah yang singkat juga mempersingkat waktu
budi daya. Dengan demikian, petani mempunyai waktu lebih untuk
melakukan kegiatan sampingan guna mendapatkan tambaha pendapatan.
4. Hemat biaya
Penghematan waktu dan tenaga kerja juga berarti penghematan biaya. Biaya
yang diperlukan pada penyiapan tanah tanpa olah tanah adalah untuk membeli
herbisida dan tenaga penyemprot, sedangkan alatnya bisa disewa.
Penghematan biaya pada penyiapan tanah juga menghemat biaya produksi
sehingga dapat meningkatkan pendapatan.
19. 16
BAB VI
KESIMPULAN
1. Tanaman padi merupakan famili graminea dengan morfologi daun berbentuk
pita, batang beruas dan memilki bunga telanjang tanpa adanya mahkota
bunga.
2. Bertanam padi TOT merupakan becocok tanam dengan meminimalkan
pengolahn tanah dengan penggunaan herbisida yang mengandung glifosat
yang bekerja secara sistematik
3. Dalam melakukan budi daya padi sama halnya dengan budi daya secara
konvensional yang meliputi penyiapan lahan, penyiapan bibit, penanaman,
penyulaman, pemupukan, penyiangan, pengairan dan panen.
4. Dalam melakukan budi daya tidak akan terlepas dari peranan OPT dari
lingkungan, diantaranya hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi
adalah:
a. Hama walang sangit
b. Hama penggerek batang
c. Hama tikus
d. Penyakit blast
e. Penyakit bercak daun cokelat
5. Budi daya padi TOT memiliki kelebihan dibandingkan dengan OTS,
diantanya adalah:
a. Hemat air
b. Hemat tenaga
c. Hemat waktu
d. Hemat biaya
20. 17
DAFTAR PUSTAKA
BIMAS, Departemen Pertanian Badan Pengendalian. 1977. Pedoman Bercocok
Tanam Padi, Palawija, Sayur-Sayuran. BIMAS: Jakarta
Grist, D.H., 1960. Rice Formerly Agricultural Economist, Colonial Agricultural
Service, Malaya. Longmans Green and Co Ltd : London.
Hasanuddin. 2003. Hasil Tanaman Kedelai dan Pola Persistensi Akibat Herbisida
Clomazone dan Pendimethalin Bervariasi Dosis pada Kultivar Argo Mulyo
dan Wilis. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung.
Prasetiyo. 2002. Budi Daya Padi Sawah TOT (Tanpa Olag Tanah). Kainisius:
Yogyakarta
Prasetyo. 1996. Bertanam Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya: Jakarta
Sadono. 2013. Syarat Tumbuh Tanaman Padi.
http://digilib.unila.ac.id/827/9/BAB%20II.pdf. Diunduh tanggal 10 Oktober
2016
Sebayang, Tyasmoro D. E. Pujiyanti. 2002. Pengaruh Waktu Aplikasi Herbisida
Glifosat dan Pengendalian Gulma terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Jagung (Zea mays) Sistem Tanpa Olah Tanah. Dalam: S.
Hardiastuti, E. K., E. M. Nirmala, Lagiman, D. Kastono, S. Virgawati& A. W.
Rizain (eds.) Prosiding Seminar Nasional Budidaya Olah Tanah Konservasi.
Yogyakarta, 30 Juli 2002. hal.1-15.
Tantri Ay-Nahra, 2014. Makalah Agrotek Serealia (JUWAWUT).
htm.https://www.google.com/search?q=Tantri+AyNahra++Makalah+Agrotek
+Serealia+%28JUWAWUT%29.htm&ie=utf-8&oe=utf-8. Diakses
pada tanggal 10 Oktober 2016
Wardoyo, S.S. 2002. Aplikasi Herbisida pada Lahan Pertanian melalui Sistem Olah
Tanah Konservasi (OTK) untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Dalam: S.
Hardiastuti, E. K., E. M. Nirmala, Lagiman, D. Kastono, S. Virgawati & A.
W. Rizain (eds.) Prosiding Seminar Nasional Budidaya Olah Tanah
Konservasi. Yogyakarta, 30 Juli 2002. hal. V:1-18.