Dokumen tersebut membahas tentang analisis wacana, meliputi pengertian wacana dan jenis-jenisnya, serta pengertian dan ciri-ciri analisis wacana. Wacana didefinisikan sebagai rentetan kalimat yang saling berkaitan dan memiliki makna, sedangkan analisis wacana adalah studi tentang penggunaan bahasa dalam konteks sosial untuk memahami makna yang disampaikan.
AKSI NYATA DISIPLIN POSITIF MEMBUAT KEYAKINAN KELAS_11zon.pptx
Analisis Wacana
1. ANALISIS WACANA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Istilah wacana berasal dari kata Sansekerta yang bermakna ucapan atau
tuturan. Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya
hak asasi manusia, demokrasi, dan lingkungan hidup. Oleh karena banyaknya kata
yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas
apa pengertian dari kata tersebut.
Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari
kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan. Pembahasan wacana
berkitan erat dengan pembahasan keterampilan berbahasa terutama keterampilan
berbahasa yang bersifat produktif, yaitu berbicara dan menulis. Wacana berkaitan
dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur ekstralinguistik yang
berkaitan dengan proses komunikasi.
Analisis wacana adalah ilmu yang baru muncul beberapa puluh tahun
belakangan ini, sebelumnya aliran-aliran linguistik hanya membatasi
penganalisaannya pada sosial kalimat saja, namun belakangan ini barulah para
ahli bahasa memalingkan perhatiannya pada penganalisaan wacana.
Objek kajian atau penelitian analisis wacana pada umumnya berpusat
pada bahasa yang digunakan sehari-hari, baik yang berupa teks maupun lisan. Jadi
objek kajian atau penelitian analisis wacana adalah unit bahasa diatas kalimat atau
ujaran yang memiliki kesatuan dan konteks yang eksis dikehidupan sehari-hari,
misalnya naskah pidato, rekaman percakapan yang telah dinaskahkan, percakapan
langsung, catatan rapat, dan sebagainya, dan pembahasan wacana pada dasarnya
merupakan pembahasan terhadap hubungan antara konteks-konteks yang terdapat
dalam teks.
Berpijak dari penjelasan di atas, penulis tertarik membuat makalah
mengenai “Analisis Wacana”.
2. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, didapat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu wacana?
2. Apa saja jenis-jenis wacana?
3. Apa itu analisis wacana?
4. Apa saja ruang lingkup analisis wacana?
5. Bagaimana strategi analisis wacana?
C. Tujuan Penulisan
Berdasar pada rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk:
1. Mendeskripsikan pengertian wacana.
2. Mendeskripsikan jenis-jenis wacana.
3. Mendeskripsikan analisis wacana.
4. Mendeskripsikan ruang lingkup analisi wacana.
5. Menjelaskan strategi yang digunakan dalam analisis wacana.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini secara teoretis yaitu untuk menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai analisis wacana. Adapaun manfaat
secara praktis yaitu:
1. Bagi Guru
a. Menambah wawasan mengenai analisis wacana.
b. Menambah wawasan mengenai strategi yang digunakan untuk
pembelajaran analisis wacana.
2. Bagi Siswa
a. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
b. Meningkatkan kemampuan berpikir analitis.
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari
klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal
dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau
tertulis (Tarigan, 1987: 27).
Djajasudarma (1994: 1) menjelaskan bahwa wacana adalah rentetan
kalimat yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi
yang lainnya, membentuk satu kesatuan yang akan melahirkan pernyataan
(statement) dalam bentuk kalimat atau wacana.
Wacana menurut Alwi, dkk. (2000: 41) adalah rentetan kalimat yang
berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi antara kalimat-kalimat
tersebut.
Sumarlan, dkk. (2009: 15) juga mengemukakan bahwa wacana
merupakan satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato,
ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku,
surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk
bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat
koheren.
Selain itu, Depdiknas (2003: 1265) juga mendefinisikan wacana sebagai
satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam betuk karangan atau laporan
utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat diketahui bahwa wacana
merupakan rentetan kalimat yang saling berkaitan dan memiliki makna yang dapat
disampaikan secara lisan atau tertulis.
4. B. Jenis-jenis Wacana
Klasifikasi wacana menurut Leech (1974) sebagai berikut:
1. Jenis Wacana Berdasarkan Saluran Komunikasi
Berdasarkan saluran komunikasi, wacana terdiri atas wacana lisan dan
wacana tulis. Wacana lisan memiliki karakteristik adanya penutur dan mitra
tutur, bahasa yang dituturkan, dan alih tutur atau transisi giliran bicara.
Wacana tulis memiliki karakteristik adanya penulis dan pembaca, bahasa yang
dituliskan, dan sistem ejaan yang digunakan.
Nababan (2002) dan Mulyana (2005: 51-52) membedakan wacana
lisan dan tertulis sebagai berikut.
Wacana Lisan Wacana Tulisan
1. Untuk interaksi (bermasyarakat)
dan informasi.
2. Kalimat subordinasi sedikit
jumlahnya.
3. Waktu berpikir sedikit; suatu
respons harus segera diberikan.
4. Komunikasi dua arah (tatap
muka, telepon).
5. Kosakata yang umum diketahui
orang.
6. Pembicara dapat sering
mengulang kata, frasa, kalimat
untuk tujuan penekanan sesuatu
hal.
7. Ada giliran berbicara dan
interupsi dapat terjadi.
8. Ada pengisi jeda dengan
pemarkah (hm, apa itu, dsb.) dan
diam.
1. Untuk penyimpanan informasi
dan pengetahuan (dokumentasi).
2. Kalimat subordinasi lebih
banyak jumlahnya.
3. Waktu berpikir lebih lama.
Kalimat dapat disusun secara
cermat.
4. Komunikasi dua arah, tetapi
pembaca dan penulis tak dapat
segera bertanya-jawab.
5. Kosakata lebih khsuus, sesuai
keperluan atau tujuan
6. Penulis tidak mengulang kata,
frasa atau kalimat, kecuali untuk
tujuan gramatikal.
7. Tidak ada giliran dan tidak ada
interupsi.
8. Tidak ada pemarkah atau diam.
9. Tidak ada intonasi.
5. Wacana Lisan Wacana Tulisan
9. Intonasi sering menentukan nilai
ilokusi.
10. Ada unsur paralinguistik dan
komunikasi nonverbal lainnya.
11. Ada feedback dan repair
10. Tidak ada unsur paralinguistik
atau komunikasi nonverbal.
11. Tidak ada feedback dan repair
2. Jenis Wacana Berdasarkan Tanggapan Mitra Tutur/Pembaca
Berdasarkan tanggapan mitra tutur/pembaca, wacana terbagi atas
wacana transaksional dan wacana interaksional. Wacana transaksional
diidentikkan dengan adanya pemenuhan oleh rekan tutur/pembaca atas
kehendak dan keinginan penutur/penulis. Wacana interaksional ditandai
adanya tanggapan timbal balik dari penutur dan mitra tutur.
Contoh wacana transaksional yaitu berupa perintah atau permohonan.
Guru: “Ali, mari pimpin doa terlebih dahulu sebelum memulai
pembelajaran!”
Ali: “Baik, bu.”
Contoh wacana interaksional yaitu berupa tawar menawar biasanya
dalam transaksi jual beli.
Penumpang : “Ke stasiun berapa, pak?”
Tukang becak : “tujuh ribu, dik.”
Penumpang : “Wah, mahal sekali. Lima ribu bagaimana, pak?”
Tukang becak : “Bolehlah, silakan naik.”
3. Jenis Wacana Berdasarkan Pemaparan
Wacana berdasarkan pemaparan terbagi atas lima jenis, yaitu
deskripsi, narasi, argumentasi, eksposisi, dan persuasif. Kelima jenis tersebut
menurut Djajasudarma (1994: 11) merupakan jenis wacana berdasarkan tujuan
komunikasi. Djajasudarma juga menjelaskan bahwa (1) wacana deskriptif ini,
ada yang hanya memaparkan sesuatu secara objektif dan ada pula yang
memaparkannya secara imajinatif, seperti: ungkapan bersifat deskriptif, tidak
menggunakan kata-kata evaluatif, objektif, tidak mempunyai penanda
6. pergeseran waktu; (2) wacana eksposisi yaitu menerangkan sesuatu yang
berisi konsep-konsep logika, menerangkan poros/prosedur aktivitas; (3)
wacana asrgumentatif yaitu wacana yang mempengaruhi pembaca/pendengar
agar menerima pernyataan perintah yang mempunyai elemen pokok seperti
pernyataan, alasa, dan pembenaran, serta elemen pelengkap berisi pendukung,
modal, dan sanggahan; (4) wacana persuasi merupakan wacana yang
mempengaruhi mitra tutur melakukan tindakan sesuai harapan penutur; (5)
wacana narasi merupakan rangkaian tuturan yang menceritakan atau
menyajikan hal atau kejadian (peristiwa) melalui penonjolan pelaku. Unsur
daru wacana narasi adalah waktu, pelaku, dan peristiwa.
4. Jenis Wacana Berdasarkan Banyaknya Peserta Komunikasi
Wacana berdasarkan banyaknya peserta komunikasi terbagi atas tiga,
yaitu wacana monolog, wacana dialog, dan wacana polilog. Wacana monolog
dicirikan oleh adanya satu orang yang terlibat dalam komunikasi, misalnya
seorang penyiar berita di televisi. Wacana dialog ditandai oleh adanya dua
orang yang terlibat dalam komunikasi, misalnya percakapan langsung,
percakapan via telepon, dan surat menyurat. Wacana polilog melibatkan
banyak peserta komunikasi atau lebih dari dua peserta, misalnya rapat,
konferensi, dan seminar.
Pada dasarnya jenis wacana terbagi atas empat kategori, yaitu (1)
berdasarkan saluran komunikasi, (2) berdasarkan tanggapan mitra tutur/pembaca,
(3) berdasarkan pemaparan, dan (4) berdasarkan banyaknya peserta komunikasi.
C. Hakikat Analisis Wacana
Stubbs (1984:1) mengemukakan pendapatnya tentang analisis wacana,
sebagaimana berikut ini.
“(Analisis wacana) merujuk pada upaya mengkaji pengaturan bahasa di
atas klausa dan kalimat, dan karenanya juga mengkaji satuan-satuan
kebahasaan yang lebih luas. Seperti pertukaran percakapan atau bahasa
tulis. Konsekuensinya, analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada
waktu digunakan dalam konteks sosial, khususnya interaksi antarpenutur”.
7. Brown and Yule (1996: 1) menjelaskan bahwa the analysis of discourse is,
necessarily, the analysis of language in use, analisis wacana merupakan analisis
dari bahasa itu sendiri. Nunan (1993: 7) juga berpendapat hal yang sama, yaitu
analisis wacana melibatkan penggunaan bahasa itu sendiri.
Sejalan dengan beberapa pendapat diatas, Suwandi (2008: 145)
mengemukakan bahwa analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang
fungsi bahasa atau penggunaan bahasa sebagai sarana komunikasi. Cook (1997: 6)
juga mengemukakan bahwa analisis wacana berhubungan dengan pengkajian
koherensi bahasa.
Tentang fokus kajian analisis wacana, McCharthy (1997: 5) menyertakan
konteks dalam telaah wacana. Ia menyebutkan bahwa discourse analysis is
concerned with the study of the relationship between language and the
context which it is use. Analisis wacana adalah studi tentang hubungan antara
bahasa dan konteks pemakainya.
Kartomiharjo (1991) mengemukakan bahwa analisis wacana merupakan
cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa
yang lebih besar daripada kalimat.
Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi.
Analisis wacana adalah telaah mengenal aneka fungsi (pragmatik) bahasa (Sobur,
2009: 48).
Analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi, selain
analisis isi kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Jika analisis isi
kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan “apa” (what), analisis wacana lebih
melihat pada “bagaimana” (how) dari pesan atau teks komunikasi. Lewat analisis
wacana kita bukan hanya mengetahui apa isi teks berita, tetapi juga bagaimana
pesan itu disampaikan lewat kata, frasa, kalimat, metafora macam apa suatu berita
disampaikan (Eriyanto, 2011: 221).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis
wacana merupakan kegiatan mengkaji wacana tentang fungsi atau penggunaan
bahasa sebagai sarana komunikasi.
8. Analisis wacana menurut Darwoto (2014) memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Bentuk kajian tentang pembahasan wacana.
2. Bersifat alamiah baik dalam bentuk tulisan maupun lisan.
3. Bersifat interpretatif-pragmatis baik bahasanya maupun maksudnya.
4. Inferensif, yaitu mempunyai simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks
penggunaannya.
5. Wujud bahasa yang lebih jelas, karena didukung oleh situasi yang tepat.
6. Upaya untuk menangkap makna dari penyapa (addressor) kepada pesapa
(addressee).
7. Upaya untuk mengetahui konstelasi kekuatan dalam proses produksi dan
reproduksi makna.
D. Ruang Lingkup Analisis Wacana
Rani, Arifin, dan Martutik (2006: 9) menyebutkan bahwa wacana dapat
berbentuk lisan atau tulis. Lebih jelas mereka mengemukakan bahwa data dalam
analisis wacana selalu berupa teks baik teks lisan maupun tertulis. Halliday dan
Hasan (1994 :13) mengemukakan bahwa teks adalah bahasa yang berfungsi, yang
dimaksud fungsi adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas-tugas tertentu
dalam konteks situasi. Berdasarkan pengertian teks tersebut, semua bahasa yang
mengambil bagian tertentu dalam konteks situasi akan disebut teks. Bahasa
tersebut mugkin dalam bentuk tutur dan tulis.
Nababan (2000) mengemukakan bahwa ruang lingkup analisis wacana
dewasa ini sudah sangat luas. Nababan juga memfokuskan ruang lingkup analisis
wacana dalam bentuk analisis wacana lisan dan tulisan.
Selanjutnya Halliday dan Hasan (1994 :97) menjelaskan bahwa kesatuan
adalah sifat teks yang sangat penting dan struktur suatu teks berkaitan erat dengan
konteks situasi. Atas dasar kaitan konteks dengan teks sebagai data dalam wacana,
konteks juga merupakan data yang dipelajari dalam analisis wacana. Konteks dan
bahasa tuturan maupun bahasa tertulis adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Hal
tersebut didukung oleh pendapat beberapa ahli mengenai kajian analisis wacana.
9. Tentang fokus kajian analisis wacana, McCharthy (1997: 5) menyertakan
konteks dalam telaah wacana. Ia menyebutkan bahwa discourse analysis is
concerned with the study of the relationship between language and the
context which it is use. Analisis wacana mempelajari hubungan antara bahasa
dan konteks yang melatarbelakanginya. Kategori konteks bahasa yang menjadi
ranah analisis wacana disebutkan pula oleh McCharthy (1997: 5), yakni … written
texts of all kinds, and spoken data, from conversation to highly institutionalized
forms to talk (semua jenis teks tertulis dan teks lisan yang berupa percakapan-
percakapan yang dapat dilisankan).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, data kajian analisis wacana yang
akan dikemukakan dalam pembahasan pada tulisan ini adalah data berupa teks
lisan, teks tertulis, dan konteks.
E. Strategi Analisis Wacana
Jorgensen dan Phillips (2007: 267-270) menyajikan empat strategi yang bisa
digunakan dalam analisis wacana dengan berbagai pendekatan. Keempat strategi
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pembandingan
Yakni membandingkan dengan teks-teks lain secara teoretis
didasarkan pada sudut pandangan strukturalis. Contohnya menentukan
persamaan dan perbedaan dari dua teks bacaan.
2. Subtitusi
Yakni bentuk pembandingan analis menciptakan teks sebagai
pembandingnya. Dalam strategi ini kita bergerak ke arah berlawanan dengan
menyisipkan beberapa kata yang dipilih ke dalam teks, kita mendapatkan
kesan bagaimana kata-kata itu mengubah makna teks dan dengan demikian
kita memperoleh kesan bagaimana kata-kata yang benar dipilih itu
menciptakan makna-makna tertentu dalam teks bersangkutan. Contohnya
memparafrasekan puisi menjadi prosa.
10. 3. Membesar-besarkan sesuatu yang terperinci
Kita bisa membesar-besarkan sesuatu yang terperinci tersebut dan
kemudian menanyakan kondisi-kondisi apa yang diperlukan agar ciri tersebut
masuk akal dan tentang interpretasi apa yang sekiranya secara keseluruhan
cocok dengan ciri tersebut. Contohnya menganalisis suatu wacana berdasarkan
ejaan dan tata tulisnya.
4. Vokalitas ganda
Menggambarkan logika kewacanaan atau suara-suara yang berbeda
dalam teks. Strategi ini didasarkan pada premis analisis wacana tentang
antartekstualitas. Contohnya menganalisis kata yang memiliki kesamaan vokal
namun berbeda tulisan, misalnya pada tulisan bang dan bank.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi analisis
wacana ada empat, yaitu (1) perbandingan, (2) substitusi, (3) membesar-besarkan
sesuatu yang terperinci, dan (4) vokalitas ganda.
11. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wacana merupakan rentetan kalimat yang saling berkaitan dan memiliki
makna yang dapat disampaikan secara lisan atau tertulis. Wacana merupakan
satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki
kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas,
berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis.
Jenis wacana berdasarkan saluran komunikasi, wacana terdiri atas wacana
lisan dan wacana tulis. Jika berdasarkan tanggapan mitra tutur/pembaca, wacana
terbagi atas wacana transaksional dan wacana interaksional. Wacana berdasarkan
pemaparan terbagi atas lima jenis, yaitu deskripsi, narasi, argumentasi, eksposisi,
dan persuasif. Sedangkan wacana berdasarkan banyaknya peserta komunikasi
terbagi atas tiga, yaitu wacana monolog, wacana dialog, dan wacana polilog.
Analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi, selain analisis
isi kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Analisis wacana merupakan
kegiatan mengkaji wacana tentang fungsi atau penggunaan bahasa sebagai sarana
komunikasi.
Data kajian analisis wacana yang akan dikemukakan dalam pembahasan
pada tulisan ini adalah data berupa teks lisan, teks tertulis, dan konteks.
Empat strategi yang bisa digunakan dalam analisis wacana dengan
berbagai pendekatan. Keempat strategi tersebut adalah perbandingan, subtitusi,
membesar-besarkan sesuatu yang terperinci, dan vokalitas ganda.
B. Saran
Guru menambah wawasan mengenai analisis wacana dan berbagai
strateginya agar dapat mendorong siswa dalam meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dan analitis.
12. DAFTAR PUSTAKA
Djajasudarma, F. 1994. Wacana (Pemahaman dan Hubungan Antarunsur).
Bandung: Eresco.
Henry Guntur Tarigan. 1987. Pengajaran wacana. Bandung: Angkasa.
Brown, G. dan Yule, G. 1996. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge
University Press.
Cook, G. 1997. Discourse. Oxford: Oxford University Press.
Halliday, M.A.K dan Hasan, R. 1994. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek
Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Alwi, H, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
McCarthy, M. 1997. Discourse Analysis for Language Teachers. Cambridge:
Cambridge University Press.
Martutik. 2009. Hakikat Wacana dan Wacana Bahasa Indonesia. Diperoleh dari
situs http://pustaka.ut.ac.id Pada tanggal 01 Juni 2018.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana:Teori, Metode, dan Aplikasi prinsip-Prinsip
Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Suwandi, S. 2008. Serbalinguistik. Surakarta: UNS Press.
Nababan, S. U. S. 2000. Analisis Wacana dan Pengajaran Bahasa (Modul
Pembelajaran Program Pascasarjana IKIP Jakarta). Jakarta: IKIP Jakarta.
Sumarlam, dkk. 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka
Cakra Surakarta.