Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,di dalam, tempat, dan situasi tertentu. Jadi interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu mengunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa kita dapati juga dalam acara diskusi di ruang kuliah, rapat dinas di kantor, sidang di pengadilan, dan sebagainya.
Bagaimana percakapan di bus kota atau sedang di kereta api yang terjadi di antara penumpang yang tidak saling kenal (pada mulanya) dengan topik pembicaraan tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti, apakah dapat juga di sebut sebagai peristiwa tutur? Secara sosiolinguistik percakapan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai peristiwa tutur, sebab pokok percakapan tidak menentu (berganti-ganti menurut situasi), tanpa tujuan dilakukan oleh orang-orang yang tidak segaja untuk bercakap-cakap, dan mengunakan ragam bahasa yang berganti-ganti. Sebuah percakapan baru dapat di sebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi syarat.
Menurut Dell Hymes (1972) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur mempunyai delapan komponen, dan dibentuk menjadi akronim SPEAKING (diangkat dari Wadhaugh 1990):
RPP bahasa Inggris SMP (introducing-speaking skill )santi damayanti
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : UPTD SMP NEGERI 17 CIREBON
Mata Pelajaran : Bahasa Inggris
Aspek/Skill : Speaking (Berbicara)
Kelas/Semester : VII (Tujuh) /Gasal
Alokasi Waktu : 2 X 40 menit
Jenis Teks : Teks Transaksional/ Interpersonal
Tema : Introducing yourself and other people
Standar Kompetensi : 3. Memahami makna dalam percakapan transaksional dan interpersonal sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat.
Kompetensi Dasar : 3.1 Merespon makna dalam percakapan transaksional (to get things done dan interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: menyapa orang yang belum/ sudah di kenal, memperkenalkan diri sendiri/ orang lain, dan memerintah atau larangan.
Indikator : Menggunakan ungkapan memperkenalkan diri sendiri/
Orang lain.
1. Tujuan Pembelajaran
Pada akhir pembelajaran, siswa dapat:
a. Mengungkapkan perkenalan diri sendiri secara berterima baik formal maupun informal.
b. Mengungkapkan perkenalan orang lain secara berterima baik formal maupun informal.
c. Memperkenalkan diri sendiri dan orang lain.
d. Membedakan penggunaan this and that.
e. Menjawab dan merespon pertanyaan berdasarkan suatu percakapan.
Diglosia (diglossia) adalah situasi bahasa dengan pembagian fungsional atas varian-varian bahasa yang ada. Satu varian diberi status “tinggi” dan dipakai untuk penggunaan resmi atau pengggunaan publik dan mempunyai ciri-ciri yang lebih kompleks dan konservatif, varian lain mempunyai status “rendah” dan dipergunakan untuk komunikasi tak resmi dan strukturnya disesuaikan dengan saluran komunikasi lisan.
RPP bahasa Inggris SMP (introducing-speaking skill )santi damayanti
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : UPTD SMP NEGERI 17 CIREBON
Mata Pelajaran : Bahasa Inggris
Aspek/Skill : Speaking (Berbicara)
Kelas/Semester : VII (Tujuh) /Gasal
Alokasi Waktu : 2 X 40 menit
Jenis Teks : Teks Transaksional/ Interpersonal
Tema : Introducing yourself and other people
Standar Kompetensi : 3. Memahami makna dalam percakapan transaksional dan interpersonal sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat.
Kompetensi Dasar : 3.1 Merespon makna dalam percakapan transaksional (to get things done dan interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: menyapa orang yang belum/ sudah di kenal, memperkenalkan diri sendiri/ orang lain, dan memerintah atau larangan.
Indikator : Menggunakan ungkapan memperkenalkan diri sendiri/
Orang lain.
1. Tujuan Pembelajaran
Pada akhir pembelajaran, siswa dapat:
a. Mengungkapkan perkenalan diri sendiri secara berterima baik formal maupun informal.
b. Mengungkapkan perkenalan orang lain secara berterima baik formal maupun informal.
c. Memperkenalkan diri sendiri dan orang lain.
d. Membedakan penggunaan this and that.
e. Menjawab dan merespon pertanyaan berdasarkan suatu percakapan.
Diglosia (diglossia) adalah situasi bahasa dengan pembagian fungsional atas varian-varian bahasa yang ada. Satu varian diberi status “tinggi” dan dipakai untuk penggunaan resmi atau pengggunaan publik dan mempunyai ciri-ciri yang lebih kompleks dan konservatif, varian lain mempunyai status “rendah” dan dipergunakan untuk komunikasi tak resmi dan strukturnya disesuaikan dengan saluran komunikasi lisan.
Struktur percakapan disebut juga organisasi percakapan. Struktur percakapan tidak dapat kita lihat dengan begitu jelas seperti halnya struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Struktur percakapan ini diperoleh berdasarkan pengamatan situasi-situasi ketika percakapan sedang terjadi. Analisis percakapan merupakan suatu rangkaian yang menarik dalam ilmu komunikasi. Pada dasarnya percakapan merupakan manifestasi dalam membangun sebuah interaksi. Dalam struktur percakapan terdapat “suatu kesempatan bicara” atau hak untuk bicara. Kesempatan tersebut memotivasi seseorang berusaha untuk mengambil alih giliran yaitu pengambilan giliran. Kemungkinan adanya suatu perubahan siapa yang mendapat giliran bicara tersebut. Tempat terjadinya perubahan giliran yang mungkin tersebut disebut Tempat Relevansi Transisi (Transition Relevance Place atau TRP). Dalam setiap kelompok sosial, ada ciri-ciri pembicaraan ( atau tidak adanya pembicaraan) yang biasanya berkaitan dengan TRP.
Entitas penggunaan bahasa dalam percakapan tersebut dapat dilihat dua aspek yaitu aspek isi percakapan dan aspek formal percakapan. Aspek isi percakapan ini meliputi topik yang menjadi pokok pembicaraan, dan penyampaian topik dalam percakapan. Adapun aspek formal percakapan meliputi hal-hal bagaimana percakapan itu bekerja, aturan-aturan yang dipatuhi, dan bagaimana mekanisme dalam memperoleh kesempatan bicara atau giliran bicara (turn-taking).
Giliran bicara (turn-taking) adalah waktu dimana penutur kedua mengambil alih giliran berbicara dari penutur sebelumnya, dan juga sebaliknya. Pengambilan giliran ini merupakan suatu bentuk aksi sosial yang berjalan menurut sistem pengaturan setempat secara konvensional. Pergantian dari setiap penutur berikutnya sangat dihargai. Pertukaran disertai dengan kesenyapan yang lama atau adanya overlaps. Apabila pertukaran yang disertai dengan kesenyapan yang lama diantara dua giliran, maka dirasakan percakapan yang terjadi terasa kaku. Jeda yang sangat pendek merupakan bentuk keragu-raguan, sedangkan jeda yang panjang menjadi kesenyapan
Buku teks eksemplum KD 4.2 Menyusun teks eksemplum sesuai dengan karakterist...Nurulbanjar1996
Kalimantan adalah salah satu pulau di Indonesia yang menyimpan banyak cerita rakyat yang beranekaragam. Cerita rakyat tersebut banyak berkembang di masyarakat tetapi, seiring dengan perkembangan zaman cerita rakyat Kalimantan perlahan-lahan mulai dilupakan maka dari itu, kita harus melestarikan cerita rakyat tersebut. Agar tidak hilang ditelan zaman salah satu caranya adalah dengan membaca. Dengan membaca kita dapat mengetahui bermacam-macam cerita rakyat yang ada di Kalimantan. Selain membaca kita juga harus bisa berlatih menyusun cerita rakyat yang dikemas dalam bentuk teks eksemplum. Agar Anda memiliki kemampuan menyusun teks eksemplum berdasarkan struktur dan unsur kebahasaannya maka pada pembelajaran kali ini, Anda akan berlatih bagaimana cara menyusun teks eksemplum tersebut.
TINDAK TUTUR DALAM DIALOG FILM ANIMASI ADIT & SOPO JARWONurulbanjar1996
Film yang di Sutradarai oleh Dana Riza ini menampilkan beberapa tokoh Animasi 3D yang menakjubkan, detail gambar serta penggunaan gerakan-gerakan tubuh yang benar-benar mirip meyerupai gerakan tubuh manusia pada umumnya.
Di film ini menampilkan latar belakang kehidupan di Indonesia seperti perkampungan, perumahan khas Indonesia serta nuansa alam yang di desain secara 3D. mengenai jalan cerita film ini pun bisa dibilang simpel, karena sesuai untuk di tonton oleh anak-anak yang di dalam film ini terdapat motivasi serta pembelajaran yang dapat diambil.
Karakter dalam film ini pun beragam dan tidak jauh dari ciri khas orang Indonesia, Sopo dan Jarwo yang menggambarkan 2 pemuda kerjanya serabutan yang selalu bertingkah laku konyol, kemudian kisah persahabatan antara Adit, Dennis, dan lain-lain yang diwarnai dengan petualangan tak terduga. Pada pengisi suara di film ini bekerja sama dengan Eltra Studio menggunakan logat daerah seperti jawa, betawi dan lainnya.
Tindak tutur dapat dikatakan sebagai satuan terkecil dari komunikasi bahasa yang memiliki fungsi dengan memperlihatkan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya tergantung pada kemampuan penutur dalam menghasilkan suatu kalimat dengan kondisi tertentu.
Analisis wacana mencakup sejumlah aktivitas yang sangat luas, mulai dari penyelidikan yang sempit fokusnya tentang bagaimana kata-kata seperti ‘oh’ atau ‘well’ digunakan dalam membicarakan sambil lalu, hingga kajian terhadap ideologi yang dominan dalam suatu kebudayaan sebagaimana direpresentasikan, misalnya dalam praktik-praktik pendidikan atau politiknya. Bila dibatasi pada masalah-masdalah linguistik, analisis wacana terfokus pada rekaman/catatan (lisan atau tulis proses untuk menggunakan bahasa dalam suatu konteks tertentu untuk mengekspresikan maksud. Biasanya ada banyak sekali kepentingan yang dicurahkan terhadap struktur wacana, dengan perhatian khusus yang dicurahkan pada apa yang membuat teks terbentuk dengan baik. Dalam prespektif kultural ini, fokusnya adalah pada topik-topik semacam ini, seperti hubungan eksplisit antara kalimat-kalimat dalam suatu teks yang menciptakan kohesi, atau pada unsur-unsur pengorganisasian teks yang merupakan ciri khas pengisahan cerita, misalnya sebagai ciri yang berbeda dari pengekspresian opini dan tipe-tipe teks lainnya.
Namun, dalam kajian wacana ini, perspektif pragmatik lebih dikhususkan. Prespektif ini cenderung memiliki fokus yang khusus pada aspek-aspek apa yang tidak dikatakan atau tidak ditulis (namun dikomunikasikan) dalam wacana yang sedang dianalisis. Agar dapat menyelidiki pragmatik wacana, kita terutama harus menguasai masalah-masalah interaksi sosial dan analisis percakapan, menatap kembali bentuk-bentuk dan struktur-struktur yang ada dalam teks, dan jauh lebih banyak memperhatikan konsep-konsep psikologis, seperti pengetahuan latar belakang keyakinan-keyakinan, dan harapan-harapan. Dalam pragmatik wacana, kita selalu mengenali apa yang ada dalam benak penutur atau penulis.
Pandangan kesantunan dalam kajian pragmatik diuraikan oleh beberapa ahli. Diantaranya adalah Leech, Robin Lakoff, Bowl dan Levinson. Prinsip kesantunan memiliki beberapa maksim, yaitu maksim kebijaksanaan (tact maxim), maksim penerimaan (approbation maxim), maksim kerendah hatian (modesty maxim), dan maksim kesimpatian (sympathy maxim). Prinsip kesopanan ini berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other). Diri sendiri adalah penutur, dan orang lain adalah lawan tutur (Dewa Putu Wijana, 1996).
Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran yang tidak sopan
PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA PADA PERCAKAPAN LISAN TIDAK RESMI MAHASISWANurulbanjar1996
Prinsip kerja sama adalah prinsip yang mengatur apa yang harus dilakukan oleh peserta tutur agar percakapannya terdengar koheren. Menurut Rustono (1999:53) penutur yang tidak memberikan kontribusi terhadap koherensi percakapan sama dengan tidak mengikuti prinsip kerja sama.
KASUS BAHASA INDONESIA SEBAGAI PEMERSATU BANGSANurulbanjar1996
Indonesia merupakan negara yang mempunyai ribuan pulau yang berjejer dari Sabang sampai Merauke. Hal itu lah yang memicu berkembangnya bahasa daerah. Saya pernah membaca buku yang didalam buku tersebut menginformasikan bahwa di negara tercinta kita Indonesia ini terdapat lebih dari 700 bahasa daerah baik yang masih digunakan oleh pemakainya atau sudah punah atau ditinggalkan oleh pemiliknya.
Bahasa Daerah memang merupakan bahasa ibu atau bahasa yang paling banyak dipakai oleh penuturnya di negara Indonesia ini tetapi dengan pemakaian bahasa daerah tersebut kita tidak bisa saling mengerti hal apa yang dibicarakan oleh pembicara atau penutur masing-masing pihak apalagi jika kita temui dalam kasus penutur yang berasal dari pulau kalimantan dan pulau jawa jika bertemu dan menggunakan bahasa asal mereka masing-masing kemungkinan besar pasti mengalami kesulitan untuk memahami bahasa dari masing-masing pihak. Dari kasus tersebut maka penutur tersebut pasti akan mengambil jalan tengahnya atau mencari bahasa yang keduanya saling mengerti yaitu bahasa pemersatu kita bahasa Indonesia.
A. KESIMPULAN
Naskah yang ditulis oleh penulis buku teks pelajaran akan dicetak dan diterbitkan dalam wujud buku cetak untuk selanjutnya disebarluaskan oleh penerbit. Naskah buku teks pelajaran perlu ditata dalam tampilan yang menarik, mudah dibaca, praktis dipergunakan, tahan lama, dan ekonomis. Penulis buku teks pelajaran perlu memahami bagaimana menata tampilan buku teks pelajaran sehingga sejak awal dapat mempertimbangkan desain buku teks itu dalam menulis naskahnya.
Desain buku teks pelajaran meliputi (1) ukuran buku, (2) ukuran huruf dan spasi baris, (3) jenis huruf, (4) spasi dan susunan, (5) teknik menulis teks, (6)ilustrasi, dan (7) anatomi buku teks pelajaran. Masing-masing unsur desain buku teks pelajaran dipengaruhi oleh karakteristik pembaca sasaran dan jenis isi buku teks dilihat dari disiplin ilmunya. Sebagai contoh, berdasarkan karakteristik pembaca sasarn, desain buku teks pelajaran untuk siswa SD kelas I akan berbeda dengan untuk kelas IV atau VI dan desain buku teks pelajaran untuk SD berbeda dengan SMA. Berdasarkan karakteristik disiplin ilmu, desain buku matematika berbeda dengan buku bahasa Indonesia.
Dalam penulisan buku teks, ada beberapa landasan yaitu
1. Landasan keilmuan, meliputi keakuratan materi, cakupan materi, dan pendukung materi
2. Landasan ilmu pendidikan dan keguruan terkait dengan hakikat belajar, pembelajaran kontekstual, pembelajaran model pakem, dan pengembangangan aktivitas, kreativitas dan motivasi siswa
3. Landasan kebutuhan siswa berkaitan dengan motivasi
4. Landasan keterbacaan materi dan bahasa yang digunakan, meliputi aspek komunikatif, dialogis, lugas,keruntutan, koheransi, kesesuaian, penggunaan istilah dan simbol.
KARAKTERISTIK KURIKULUM 2013 DAN PENULISAN BUKU TEKSNurulbanjar1996
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Dan Kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014 yang lalu telah memenuhi kedua dimensi tersebut.
Kurikulum 2013 dikembangkan beberapa faktor yakni tantangan internal dan tantangan eksternal. Pertama, adanya faktor tantangan internal, antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Tantangan internal lainnya terkait dengan perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Oleh sebab itu tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar sumberdaya manusia usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan.
Kedua, adanya tantangan eksternal, yang antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional.
Teori belajar behaviorisme kemudian kognitivisme, dan terakhir konstrutivisme.Nurulbanjar1996
Sudah lama para ahli psikologi mengamati, mempelajari, dan melakukan penelitian bagaimana sesungguhnya manusia belajar. Penelitian-penelitian yang dilakukan menghasilkan berbagai teori yang kalau dikategorikan dapat dikelompokkan ke dalam tiga aliran/paham besar, yakni : (1) behaviorisme, (2) kognitivisme, dan (3) konstruktivisme. Masing-masing aliran itu melakukan pendekatan yang berbeda sehingga menghasilkan teori dan model belajar yang berbeda pula. Namun, perlu dipahami bahwa sungguhpun aliran dan teori itu berbeda, satu sama lain saling melengkapi. Teori belajar berikut diawali dengan behaviorisme kemudian kognitivisme, dan terakhir konstrutivisme.
MEMAHAMI KOMPETENSI DASAR KURIKULUM BAHASA INDONESIA SMPNurulbanjar1996
Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa. Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.
Struktur kurikulum juga gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum mengenai posisi seorang siswa dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum mengenai posisi belajar seorang siswa yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan berbagai pilihan.
Narrative Text adalah teks yang isinya merupakan cerita atau kisah tentang sesuatu. Contoh narrative text: cerita rakyat (folktale), cerita binatang (fable), Legenda (legend), cerita pendek (short story), dan sejenisnya. Di dalamnya terdapat konflik/puncak masalah yang diikuti dengan penyelesaian. Sebuah teks naratif adalah teks yang menghibur, menghibur dan berurusan dengan pengalaman nyata atau perwakilan dengan cara yang berbeda.
Struktur dari Narrative Text terdiri atas tiga bagian yakni :
Orientation
Pada bagian Orientation atau pengenalan berisi tentang informasi what, who,where, dan when. Biasanya terletak di paragraf pertama.
Complication
paragraf complication menjadi inti dari sebuah teks Narrative, complication ini menceritakan apa yang terjadi dengan pelaku dalam cerita tersebut. Umumnya, complication ini berisi gesekan antar pelaku peristiwa. Gesekan ini menimbulkan konflik atau pertentangan.
Resolution
Sebuah pertentangan harus ditutup dengan penyelesaian. Dalam sebuah text narrative, resolution bisa dengan penyelesaian yang menyenangkan juga kadang berakhir dengan penyelesaian yang menyedihkan.
Pada Narative Text, terdapat beberapa ciri-ciri antara lain sebagai berikut :
• Mengunakan bentuk Past Tense. Kenapa menggunakan past tense? karena menceritakan suatu kisah atau cerita dalam masa lampau. Misalnya : Climbed, Turned, Brought, dan sebagainya.
• Menggunakan Nouns tertentu sebagai kata ganti orang, hewan dan benda tertentu dalam cerita. Misalnya : the king, the queen, dan sebagainya.
• Menggunakan Time Connectives dan Conjunctions untuk mengurutkan kejadian-kejadian. Misalnya : then, before, after, soon, dan sebagainya.
• Kejadian berurutan, setelah kejadian yang satu, kemudian yang kedua, dan selanjutnya.
• Menggunakan Adverbs dan Adverbial Phrase untuk menunjukkan lokasi kejadian atau peristiwa. Misalnya : here, in the mountain, happily ever after, dan sebagainya.
A.Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa narrative text adalah teks yang berisi tentang kisah (fiksi / non fiksi / dongeng / cerita rakyat / dongeng / mitos / epik) dan plot yang terdiri dari klimaks cerita (komplikasi) kemudian diikuti oleh resolusi. Sebuah teks naratif adalah teks yang menghibur, menghibur dan berurusan dengan pengalaman nyata atau perwakilan dengan cara yang berbeda.
Struktur Narrative text ini adalah Orientation: berisi pengenalan tokoh dan tempat. Complication: Berisi puncak konflik/masalah dalam cerita. Resolution: Pemecahan masalah.
B.Saran
Saran yang ingin disampaikan oleh pemakalah adalah materi yang telah kami paparkan mungkin masih jauh dari kata sempurna, namun kami berharap materi yang telah kami paparkan bermanfaat dan berguna bagi para pembaca. Kritik dan saran sangat kami perlukan berhubung masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
1. TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
Mata Kuliah Pragmatik
Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Jumadi, M.Pd.
Oleh kelompok 7:
Megawati NIM A1B114032
Purnama NIM A1B114042
Nur Rahmah NIM A1B114090
Rieska Ananda NIM A1B114095
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
NOVEMBER 2016
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kehendak-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Tindak Tutur dan Peristiwa Tutur”. Dengan
adanya pembuatan makalah ini, kiranya penulis dapat menyelesaikan tugas perkuliahan
“Pragmatik”, Terima kasih kepada teman-teman dari kelompok tujuh yang telah membantu
dalam proses menyusun makalah ini. semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
menambah ilmu untuk kita semua. Penulis memohon kritik serta saran dari semua pihak,
agar nantinya makalah ini bisa lebih baik lagi.
Banjarmasin, 14 September 2016
Kelompok 7
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................1
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penulisan.......................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tindak Tutur...................................................................................................2
2.2 Pengertian Peristiwa Tutur ...............................................................................................2
2.3 Jenis-jenis Tindak Tutur...................................................................................................7
2.4 Penggunaan Tindak Tutur...............................................................................................15
BAB III
PENUTUP
3.1 Saran .................................................................................................................................17
3.2 Simpulan...........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................19
4. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pragmatik merupakan suatu subdisiplin dari linguistik, yang mana membahas
mengenai pemaknaan oleh penggunanya. Sehingga secara sadar maupun tidak
pragmatik ini sangat sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Dalam kajian
pragmatik, terdapat istilah tentang tindak tutur, peristiwa tindak tutur, jenis-jenis
tindak tutur, dan penggunaan tindak tutur. Istilah tersebut akan dibahas pada makalah
ini, sehingga diharapkan mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dapat
memahami dan dapat mengajarkan materi yang terdapat dalam makalah ini dengan
baik dan benar.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan pada latar belakang, dapat diformulasikan
permasalahan pokok sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari tindak tutur?
2. Apa pengertian peristiwa tindak tutur?
3. Apa saja jenis-jenis tindak tutur?
4. Bagaimana penggunaan tindak tutur?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari tindak tutur
2. Untuk mengetahui pengertian peristiwa tindak tutur
3. Untuk mengetahui jenis-jenis tindak tutur
4. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan tindak tutur
Sedangkan kegunaan penulisan makalah ini adalah diharapkan makalah ini dapat
menjadi bahan belajar pada mata kuliah pragmatik.
5. BAB II
PEMBAHASAN
2.1PengertianTindak Tutur
Teori tindak tutur bermula pada karya buku Austin dan Searle (dalam Ibrahim
1993:108). Bertolak dari pendapat tersebut, buku How to do things with word (bagaimana
melakukan sesuatu dengan kata-kata) dengan pengarang Austin dan Searle yang menyajikan
makalah-makalah tindak tutur.
Dari pendapat di atas, Ibrahim (1993:109) menguraikan definisi tindak tutur, tindak
tutur adalah suatu tuturan yang berfungsi pikologis dan sosial di luar wacana yang sedang
terjadi. Definisi Ibrahim terdapat perbedaan dengan Yule (2006:82) tindak tutur adalah
tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan. Dengan demikian, dapat disimpulkan
tindak tutur memiliki fungsi piskologis dan sosial saat berkomunikasi dan sebagai sarana
untuk melakukan sesuatu melalui tindakan-tindakan yang diucapkan lewat lisan.
2.2PengertianPeristiwa Tutur
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu
bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan
satu pokok tuturan,di dalam, tempat, dan situasi tertentu. Jadi interaksi yang berlangsung
antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu mengunakan bahasa
sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa kita dapati juga
dalam acara diskusi di ruang kuliah, rapat dinas di kantor, sidang di pengadilan, dan
sebagainya.
Bagaimana percakapan di bus kota atau sedang di kereta api yang terjadi di antara
penumpang yang tidak saling kenal (pada mulanya) dengan topik pembicaraan tidak
menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti, apakah dapat juga di sebut
sebagai peristiwa tutur? Secara sosiolinguistik percakapan tersebut tidak dapat dikatakan
sebagai peristiwa tutur, sebab pokok percakapan tidak menentu (berganti-ganti menurut
situasi), tanpa tujuan dilakukan oleh orang-orang yang tidak segaja untuk bercakap-cakap,
6. dan mengunakan ragam bahasa yang berganti-ganti. Sebuah percakapan baru dapat di sebut
sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi syarat.
Menurut Dell Hymes (1972) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu
peristiwa tutur mempunyai delapan komponen, dan dibentuk menjadi akronim
SPEAKING (diangkat dari Wadhaugh 1990):
S : Setting and scene (tempat dan suasana tutur).
P : Participants (peserta tutur).
E : Ends= purpose and goal (tujuan tutur).
A : Act sequences (pokok tuturan).
K : Keys= tone or spirit of act (nada tutur).
I : Instrumentalities (sarana tutur).
N : Norms of interaction and interpretation (norma tutur).
G : Genres (Jenis tuturan ).
Setting and scene
Dipakai untuk menunjuk kepada aspek tempat dan waktu dari terjadinya sebuah
tuturan. Secara umum karakter ini menunjuk kepada keadaan dan lingkungan fisik tempat
tuturan itu terjadi. Suasana tutur berkaitan erat dengan faktor psikologis sebuah tuturan.
Dapat juga suasana tutur dipakai untuk menunjuk batasan kultural dari tempat terjadinya
tuturan tersebut. Jadi jelas bahwa tempat tutur (setting) tidaklah sama dengan suasana tutur
(scenes) karena yang pertama menunjuk kepada kondisi fisik tuturan sedangkan yang kedua
menunjuk kepada kondisi psikologis dan batasan kultural sebuah tuturan. Dimungkinkan
pula bagi seorang penutur untuk beralih dari kode yang satu ke dalam kode yang lain dalam
suasana tertentu di tempat (setting) yang sama. Sebagai contoh dalam peristiwa transaksi /
tawar menawar sandang di sebuah pasar, seorang pedagang mendadak akan berubah dari
cara bertutur yang ramah menjadi sangat ketus terhadap calon pembeli karena mungkin dia
sangt lamban dan berbelit dalam menawar.
7. Participants
Dipakai untuk menunjuk kepada minimal dua pihak dalam bertutur. Pihak yang
pertama adalah orang kesatu atau sang penutur dan pihak kedua adalah mitra tutur. Dalam
waktu dan situasi tertentu dapat pula terjadi bahwa jumlah peserta tutur lebih dari dua, yakni
dengan hadirnya pihak ketiga. Pemilih kode yang terkait dengan komponen tutur ini akan
melibatkan dua dimensi sosial manusia, yakni dimensi horisontal (solidarity) yang
menyangkut hubungan penutur dengan mitra tutur yang telah terbangun sebelumnya dan
dimensi vertikal (power), yakni yang berkaitan dengan masalah umur, kedudukan, status
sosial dan semacamnya dari pada peserta tutur itu.
Ends= purpose and goal
Tujuan suatu peristiwa dalam suatu perintah di harapkan sejalan dengan tujuan lain
warga masyarakat itu. Sebuah tuturan mungkian sekali dimaksudkan untuk menyampaikan
informasi atau sebuah pikiran. Barangkali pula tuturan itu dipakai untuk merayu, membujuk,
mendapatkan kesan, dan sebagainya. Dalam bertutur pastilah orang itu berharap agar
tuturannya tidak dianggap menyimpang dari tujuan masyarakatnya. Sebuah tuturan mungkin
juga ditunjukkan untuk merubah perilaku diri seseorang dari seseorang dalam masyarakat.
Tuturan yang dimaksudkan untuk merubah perilaku seseorang itu sering pula disebut sebagai
tujuan konotatif dari penutur. Tuturan dapat juga dipakai untuk memelihara kontak antra
penutur dan mitra tutur dalam suatu masyarakat. Tujuan yang demikian sering pula dikatakan
sebagai tujuan fatis dari sebuah tuturan. Demikianlah, orang yang bertutur pastilah memiliki
tujuan dan sedpat mungkin penutur aka berupaya untuk bertutur sejalan dengan tujuan dari
anggota masyarakat tutur itu.
Act sequences
Pokok tuturan merupakan bagian dari komponen tutur yang tidak pernah tetap, artinya
bahwa pokok pikiran itu akan selalu berubah dalam deretan pokok-pokok tuturan dalam
peristiwa tutur. Perubahan pokok tuturan itu sudah barang tentu berpengaruh terhadap bahasa
atau kode yang dipilihnya dalam bertutur. Dengan perkataan lain pula perpindahan pokok
tuturan dalam bartutur itu dapat pula menyebabkan terjadinya alih kode.
8. Key
Nada tutur menunjuk kepada nada, cara, dan motivasi di mana suatu tindakan dapat
dilakukan dalam bertutur. Nada tutur ini berkaitan eret dengan masalah modalitas dari
kategoti-kategori gramatikal dalam sebuah bahasa. Nada ini dapat berwujud perubahan-
perubahan tuturan yang dapat m,enunjuk kepada nada santai, serius, tegang, kasar, dan
sebagainya. Nada tutur dapat pula dibedakan menjadi nada tutur yang sifatnya verbal dan
non verbal. Nada tutur verbal dapat berupa nada, cara, dan motivasi yang menunjuk pada
warna santai, serius, tegang, cepat yang telah disebutkan di depan. Adapun nada tutur non
verbal dapat berupa tindakan yang bersifat para linguistik yang melibatkan segala macam
bahasa tubuh (body language), kial (gestur), dan juga jarak selama bertutur (proximis). Nada
tutur yang bersifat non verbal ini sangat penting perannya dalam komunikasi. Bahkan dalam
masyarakat tutur Jawa, nada yang non verbal ini dipakai sebagai salah satu parameter tata
krama dari seseorang. Orangb yang berbicara dengan jari yang menunjuk kepada mitra tutur
dapat dipakai dalam indikasi bahwa penutur itu kurang sopan/tidak bertatakrama dan bukan
berciri “Jawa”. Demikian juga kalau seorang penutur bertutur dengan mitra tutur yang lebih
tua dan penutur itu bertutur dengan memandang wajah mitra tuturnya dapatlah dikatakan
bahwa penutur itu juga belum njawani.
Intrumentalities
Sarana tutur menunjuk kepada salutan tutur (channels) dan bentuk tutur (form of
speech). Adapun yang dimaksud dengan saluran tutur adalah alat di mana tuturan tiu dapat
dimunculkan oleh penutur dan sampai kepada mitra tutur. Sarana yang dimaksud dapat
berupa saluran lisan, saluran tertulis, saluran bahkan dapat pula lewat sandi-sandi atau kode
tertentu. Saluran l;isan dapat pula berupa silan, nyanyian, senandung, dan sebagainya.
Adapun bentuk tutur dapat berupa bahasa, yakni bahasa sebagai sistem yang mandiri, dialek
dan variasi-variasi bahasa yang lainnya. Bentuk tutur akan lebih banyak ditentukan oleh
saluran tutur yang dipakai oleh penutur itu dalam bertutur. Bentuk tutur orang bertelpon
pastilah berbeda dengan orang bertutur dengan tanpa menggunakan pesawat telepon. Dalam
peristiwa transaksi barang mewah terjadi tawar menawar dilakukan lewat pesawat telepon,
9. pasti bentuk tuturnya berbeda denag tawar menawar langsung yang dilakukan dengan tanpa
peasawat telepon.
Norms of interaction and interpretation
Norma tutur dibedakan atas dua hal yakni norma interaksi (interaction norm) dan
norma interpretasi (interpretation norms) dalam bertutur. Norma interaksi menunjuk kepada
dapat/tidaknya sesuatu dilakukan oleh seseorang dalam bertutur dengan mitra tutur. Sebagai
contoh dalam masyarakat tutur Jawa, manakala ada orang sedan bertutur denga orang lain,
kendatipun kita amat sangat berkepentingan dengan seseorang yang telibat dalam peristiwa
tutur itu, Kita tidak boleh memenggal tuturan mereka. Artinya bahwa pemenggalan
percakapan yang sedang berlangsung dan pihak ketiga akan dianggap sebagai pelanggar
norma, yakni norma kesopanan yang ada dalam masyarakat tutur Jawa itu. Di dalam
masyarakat tutur Jawa juga tidak diperkenankan orang bertutur dengan tidak memperhatikan
keberadaan sang mitra tutur. Artinya bahwa dominasi waktu dan kesempatan yan dilakukan
oleh penutur saja akan mengakibatkan kesan tidak baik dari pihak mitra tutur terhadap
penutur itu. Di samping itu norma interpretasi masih memungkinkan pihak-pihak yang telibat
dalam komunikasi untuk memberikan interpretasi terhadap mitra tutur khususnya manakala
yang terlibat dalam komunikasi para mahasiswa dalam hal norma interpretasi. Para
mahasiswa Arab lebih sering melakukan pertentangan dan pertengkaran yang dilakukan
dengan berhadapan muka. Namun demikian, mereka juga sering duduk berdampingan antara
yang satu denga yang lainnya. Para mahasiswa Arab juga sering berbicara denga suara yang
lebih keras dari pada mahasiswa Amerika (Graves, 1996 dalam Gumpers, 1972). Akhirnya
dapat pula disampaikan bahwa norma interpretasi erat sekali kaitannya dengan sistem
kepercayaan masyarakat tutur itu. Orang Jawa percaya bahwa mereka yang berumur lebih
tua adalah sesepuh mereka. Oleh karenanya mereka akan lebih cenderung dihargai dalam
bertutur. Menyampaikan hal yang sama akan lebih diinterpretasikan denga arti yang berbeda
jika itu disampaikan oleh orang yang sebaya atau bahkan lebih muda dari sesepuh itu. Hal
demikian dapatlah digunakan sebagai bukti bahwa norma interaksi dalam suatu masyarakat
tutur pastilah tidak dapat dipisahkan dari sisitem kepercayaan dan adat istiadat yang terdapat
dan berlaku di daerah itu.
10. Genres
Menunjuk kepada jenis kategori kebahasaan yang sedang dituturkan. Maksudnya
adalah bahwa jenis tutur ini akan menyangkut kategori wacana seperti percakapan, cerita,
pidato dan semacamnya. Berbeda jenis tuturnya akan berbeda pula kode yang dipakai dalam
bertutur itu. Orang berpidato tentu menggunakan kode yang berbeda denga kode orang
bercerita. Demikian pula orang yang bercerita tidak dapat disamakan dengan kode orang
yangsedang bercakap-cakap.
2.3 Jenis-jenisTindakTutur
1. Menurut Austin (dalam Rani, 2010:160-163)
a) Tindak Lokusi (lotionary act)
Tindak lokusi merupakan tindak yang menyatakan sesuatu tetapi tindak tersebut tindak
menuntut pertanggung jawaban dari lawan tutur. Sebagai tindak tutur dalam kalimat berikut:
Ia mengatakan kepada saya, “Jangan lagi ganggu dia”. Pada kalimat tersebut merupakan
tuturan lokusi, penutur menggunakan kalimat deklaratif, penutur menyatakan sesuatu
dengan lengkap pada saat ia ingin menyampaikan informasi kepada lawan tutur.
b) Tindak Ilokusi (illocutionary act)
Tindak ilokusi memiliki maksud sebaliknya dari tindak lokusi. Tindak ilokusi merupakan
tindak yang mengatakan sesuatu dengan maksud isi tuturan untuk meminta
pertanggungjawaban dari penutur. Sebagai tindak tutur dalam kalimat berikut: Besoksaya
tunggu di kampus A gedung A1. Pada kalimat tersebut yaitu “Besok saya tunggu”
merupakan tuturan ilokusi, penutur menggunakan peryataan berjanji kepada lawan tutur.
Peryataan berjanji tersebut meminta pertanggungjawab penutur akan tindakan yang akan
datang kepada lawan tutur.
c) Tindak Perlokusi (perlocutionary act).
Tindak perlokusi adalah tindak yang mempengaruhi kondisi psikologis lawan tutur agar
menuruti keinginan penutur. Sebagai tindak tutur dalam kalimat berikut: Maaf, saya sangat
sibuk. Kalimat tersebut merupakan tuturan perlokusi, penutur mempengaruhi kondisi lawan
11. tutur dengan menggunakan peryataan memberi maaf yaitu pada kata “maaf”. Kata “maaf”
dituturkan penutur agar lawan tutur mengerti akan kondisi penutur bahwa ia sangat sibuk,
sehingga tidak bisa diganggu.
2. Jenis-jenisTindak Tutur Menurut Searle
Jenis-jenis tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle satu persatu akan dijelaskan berikut ini.
a) Asertif (Assertives)
Pada ilokusi ini penutur terikat pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya,
menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. Dari
segi sopan santun ilokusi-ilokusi ini cenderung netral.Tetapi ada perkecualian misalnya,
membual biasanya dianggap tidak sopan. Dari segi semantic ilokusi asertif bersifat
proposisional.
b) Direktif (Directives)
Ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur.
Misalnya, memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. Jenis ilokusi ini sering
dapat dimasukkan kedalam kategori kompetitif (competitive) karena itu mencakup juga ketegori-
ketegori ilokusi yang membutuhkan sopan santun negatif. Namun di pihak lain terdapat juga
beberapa ilokusi direktif seperti, mengundang yang secara intrinsik memang sopan. Agar istilah
direktif tidak dikacaukan dengan ilokusi-ilokusi langsung dan tak langsung, digunakan istilah
impositif (impositive) khususnya untuk mengacu pada ilokusi kompetitif dalam kategori direktif
ini.
c) Komisif (commissives)
Ilokusi ini membuat penutur (sedikit banyak) terikat pada suatu tindakan di masa depan,
misalnya, menjanjikan, menawarkan, berkaul. Jenis ilokusi ini cenderung berfungsi
menyenangkan dan kurang bersifat kompetitif, karena tidak mengacu pada kepentingan penutur
tetapi pada kepentingan mitra tutur.
12. d) Ekspresif (expressives)
Fungsi ilokusi ini ialah untuk mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur
terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya, mengucapkan terimakasih, mengucapkan
selamat, memberi maaf, memuji, mengucapkan bela sungkawa, dan sebagainya.Sebagaimana
juga dengan ilokusi komisif, ilokusi ekspresif cenderung menyenangkan, karena itu secara
instrinsik ilokusi ini sopan, kecuali tentunya ilokusi-ilokusi ekspresif seperti ‘mengecam’, dan
‘menuduh’.
e) Deklaratif (declaratives)
Berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi
dengan realitas, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama,
menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya. Searle
mengatakan bahwa tindakan-tindakan ini merupakan kategori tindak ujar yang sangat khusus,
karena tindakan-tindakan ini biasanya dilakukan oleh seseorang yang dalam sebuah kerangka
acuan kelembagaan diberi wewenang untuk melakukannya. Contoh klasik ialah hakim yang
menjatuhkan hukuman pada pelanggar undang-undang, pendeta yang membabtis bayi, pejabat
yang memberi nama pada sebuah kapal baru, dan sebagainya. Sebagai suatu tindakan
kelembagaan (dan bukan sebagai tindakan pribadi) tindakan-tindakan tersebut hampir tidak
melibatkan sopan santun).
3. Jenis-jenis Tindak Tutur Menurut Kreidler
Jenis-jenis tindak tutur yang dikemukakan oleh Kreidler satu per satu akan dijelaskan berikut ini.
a) Asertif (Assertive Utterances)
Kreidler (1998: 183) menyatakan bahwa “pada tindak tutur asertif para penutur dan penulis
memakai bahasa untuk menyatakan bahwa mereka mengetahui atau mempercayai sesuatu.
Bahasa asertif berkaitan dengan fakta”. Tujuannya adalah memberikan informasi. Tindak tutur
ini berkaitan dengan pengetahuan, data, apa yang ada atau diadakan, atau telah terjadi atau tidak
terjadi. Dengan demikian, tindak tutur asertif bisa benar bisa salah dan biasanya dapat
diverifikasi atau disalahkan.
13. “Tindak tutur asertif dibagi menjadi dua, yaitu tindak tutur asertif langsung dan tak langsung”
(Kreidler, 1998: 183). Tindak tutur asertif langsung diawali dengan kata saya atau kami dan
diikuti dengan verba asertif. Sedangkan tindak tutur asertif tak langsung juga diikuti dengan
verba asertif yang merupakan tuturan yang dituturkan kembali oleh penutur. Yang termasuk
verba asertif antara lain mengatakan, mengumumkan, menjelaskan, menunjukkan, menyebutkan,
melaporkan, dan sebagainya.
b) Performatif (Performative Utterances)
Tindak tutur performatif merupakan tindak tutur yang menyebabkan resminya apa yang
dinamakan. Tuturan performatif menjadi sah jika dinyatakan oleh seseorang yang berwenang dan
dapat diterima. Verba performatif antara lain bertaruh, mendeklarasikan, membabtis,
menamakan, menominasikan, menjatuhkan hukuman, menyatakan, mengumumkan.
Biasanya ada pembatasan-pembatasan terhadap tindak tutur performatif. Pertama, subjek kalimat
harus saya atau kami. Kedua, verbanya harus dalam bentuk kala kini. Dan yang paling penting
penutur harus diketahui memiliki otoritas untuk membuat pernyataan dan situasinya harus cocok.
Tindak tutur performatif terjadi pada situasi formal dan berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
resmi.
c) Verdiktif (Verdictive Utterances)
Tindak tutur verdiktif merupakan tindak tutur di mana penutur membuat penilaian atas tindakan
orang lain, biasanya mitra tutur. Penilaian-penilaian ini termasuk merangking, menilai, memuji,
memaafkan. Yang termasuk verba verdiktif adalah menuduh, bertanggung jawab, dan berterima
kasih. Verba-verba ini berada pada kerangka Saya …. Anda atas …. Karena tindak tutur ini
menampilkan penilaian penutur atas perbuatan petutur sebelumnya, maka tindak tutur ini bersifat
retrospektif.
d) Ekspresif (Expressive Utterances)
Jika tindak tutur verdiktif berkaitan dengan apa yang telah dilakukan oleh mitra tutur, tindak
tutur ekpresif bermula dari kegiatan sebelumnya – atau kegagalan – penutur, atau mungkin
akibat yang ditimbulkan atau kegagalannya. Maka dari itu tindak tutur ekspresif bersifat
retrospektif dan melibatkan penutur. Verba-verba tindak tutur ekpresif antara lain mengakui,
bersimpati, memaafkan, dan sebagainya.
14. e) Direktif (Directive Utterances)
Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur di mana penutur berusaha meminta mitra tutur
untuk melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan. Jadi, tindak tutur direktif
menggunakan pronomina you sebagai pelaku baik hadir secara eksplisit maupun tidak.
Tindak tutur direktif bersifat prospektif, artinya seseorang tidak bisa menyuruh orang lain suatu
perbuatan pada masa lampau. Seperti tindak tutur yang lain, tindak tutur direktif
mempresuposisikan suatu kondisi tertentu kepada mitra tutur sesuai dengan konteks. Misalnya,
tuturan Lift this 500 pound weight tidak masuk akal jika disampaikan kepada seseorang yang
tidak mampu mengangkat beban tersebut.
Ada tiga macam tindak tutur direktif: commands (perintah), requests (permohonan) dan
suggestions (anjuran).
f) Komisif (Commissive Utterances)
Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang menyebabkan penutur melakukan serangkaian
kegiatan. Hal ini termasuk berjanji, bersumpah, mengancam dan berkaul. Verba tindak tutur
komisi fantara lain menyetujui, bertanya, menawarkan, menolak, berjanji, bersumpah, dan
sebagainya.
Verba-verba tersebut bersifat prospektif dan berkaitan dengan komitmen penutur terhadap
perbuatan di masa akan datang. Predikat komisif adalah predikat yang dapat digunakan untuk
menjalankan seseorang (atau menolak menjalankan seseorang) terhadap perbuatan masa akan
datang. Subjek kalimat sebagian besar adalah Saya dan kami. Lebih lanjut verbanya harus dalam
bentuk kala kini dan ada mitra tutur.
g) Fatis (Phatic Utterances)
Tindak tutur fatis bertujuan untuk menciptakan hubungan antara penutur dan mitra tutur. Tindak
tutur fatis memiliki fungsi yang kurang jelas jika dibandingkan dengan enam jenis tindak tutur
sebelumnya, namun bukan berarti bahwa tindak tutur fatis ini tidak penting.
Tuturan-tuturan fatis ini termasuk ucapan salam, ucapan salam berpisah, cara-cara yang sopan
seperti thank you, you are welcome, excuse me yang tidak berfungsi verdiktif atau ekspresif.
15. 4. Jenis-jenis Tindak Tutur Berdasarkan Teknik Penyampaian dan Interaksi Makna
Selain tersebut di atas, tindak tutur dapat diklasifikasikan berdasarkan teknik penyampaian
dan interaksi makna. I Dewa Putu Wijana (1996: 30) mengemukakan“berdasarkan teknik
penyampaiannya, tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi tindak tutur langsung dan tindak
tutur tidak langsung. Berdasarkan interaksi makna, tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi
tindak tutur literal dan tindak tutur nonliteral”. Jenis-jenis tindak tutur ini akan dijelaskan berikut
ini.
a) Tindak Tutur Langsung dan Tidak Langsung
Tindak tutur langsung merupakan tindak tutur di mana penutur menuturkan tuturan secara
langsung. Artinya, jika penutur menuturkan tuturan dengan menggunakan kalimat berita untuk
memberitakan sesuatu, kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu dan kalimat perintah untuk
menyatakan perintah, maka tuturan yang dihasilkan merupakan tuturan langsung. Sebaliknya,
jika kalimat-kalimat tersebut digunakan untuk menyatakan maksud lain maka tuturan yang
dihasilkan merupakan tuturan tidak langsung. Berikut ini contoh-contoh tuturan langsung dan
tidak langsung dengan konteks politik.
- (10) Laporan Pertanggungjawaban Bupati diterima.
- (11) Di Desa Sorogaten Kecamatan Tulung terjadi perusakan pasar.
- (12) Bagaimana kalau pekat segera diberantas supaya pelakunya jera?
- (13) Masalah KKN sebaiknya segera kita tangani.
Tuturan (10) dan (11) berbentuk kalimat deklaratif atau kalimat berita. Sesuai dengan fungsi
konvensionalnya, kalimat berita digunakan untuk memberitakan sesuatu (informasi). Kalau
dicermati tuturan (10) dan (11) tersebut penutur memberitakan informasi kepada mitra tutur.
Dengan demikian, tuturan (10) dan (11) tersebut dikategorikan sebagai tuturan langsung.
Tuturan (12) berbentuk kalimat interogatif sedangkan tuturan (13) berbentuk kalimat deklaratif.
Secara konvensional, kalimat interogatif digunakan untuk menanyakan sesuatu dan kalimat
deklaratif, seperti dikemukakan sebelumnya, digunakan untuk menyampaikan berita. Namun
demikian, tuturan (12) tidak menanyakan sesuatu. Pada tuturan (12) tersebut penutur mengajak
mitra tutur untuk segera memberantas pekat supaya pelakunya jera. Pada tuturan (13) penutur
16. juga mengajak mitra tutur untuk segera menangani masalah KKN. Dengan demikian, tuturan
(12) dan (13) dikategorikan sebagai tuturan tidak langsung.
b) Tindak Tutur Literal dan Nonliteral
Tindak tutur literal merupakan tindak tutur di mana penutur menyampaikan maksudnya sama
dengan makna kata-kata yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur nonliteral merupakan tindak
tutur di mana penutur menyampaikan maksudnya tidak sama atau berlawanan dengan makna
kata-kata yang menyusunnya. Tuturan-tuturan berikut ini merupakan contoh tuturan literal dan
nonliteral, masih dengan konteks politik.
(14) Penanganan masalah pakaian dinas luar biasa cepatnya. Sampai-sampai kita semua bosan
menunggunya.
(15) Laporan Pertanggungjawaban Bupati disusun dengan sangat rapi sehingga kita semua dapat
membaca dengan sangat cepat dan enak.
(16) Rapat Paripurna dimulai 30 menit setelah jam 9 karena para anggota datang on time.
(17) Siaran langsung Rapat Paripurna oleh RSPD membantu masyarakat mengetahui
perkembangan Dewan dengan sangat cepat sehingga masyarakat dapat segera menyampaikan
tanggapannya.
Pada tuturan (14) dan (16) maksud disampaikan dengan tidak menggunakan makna sebenarnya
dari kata-kata yang merangkainya. Tuturan yang berbunyi Penanganan masalah pakaian dinas
luar biasa cepatnya. Sampai-sampai kita semua bosan menunggunya adalah janggal jika
diartikan sesuai dengan kata-kata yang menyusunnya. Dari tuturan tersebut dapat diketahui
bahwa sebenarnya penanganan masalah pakaian dinas berjalan lamban. Maksud tersebut dapat
diketahui dari tuturan berikutnya yang berbunyi Sampai-sampai kita semua bosan menunggunya.
Pada tuturan (16) tidak mungkin Rapat Paripurna bisa terlambat 30 menit yang disebabkan
karena para anggota datang on time. Sehingga dengan demikian, tuturan (14) dan (16)
dikategorikan sebagai tuturan nonliteral.
Pada tuturan (15) dan (17) penutur menyampaikan maksudnya sesuai dengan makna kata-kata
yang menyusun tuturan-tuturan itu. Laporan Pertanggungjawaban Bupati disusun dengan
sangat rapi sehingga kita semua dapat membaca dengan sangat cepat dan enak memang
17. demikian maksudnya. Demikian pula, siaran langsung Rapat Paripurna oleh RSPD membantu
masyarakat mengetahui perkembangan Dewan dengan sangat cepat sehingga masyarakat dapat
segera menyampaikan tanggapannya memiliki maksud seperti apa yang terdapat pada makna
kata-kata yang menyusunnya. Dengan demikian, tuturan (15) dan (17) di atas dikategorikan
sebagai tuturan literal.
5. Bila tindak tutur langsung dan tidak langsung disinggungkan (diinterseksikan)
dengan tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal
a) Tindak tutur langsung literal
Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur antara maksud
dengan isi yang diutarakan sama. Sebagai tindak tutur dalam kalimat berikut: Orang itu
sangat mencintai Ibunya. Tuturan tersebut dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa
orang yang dibicarakan benar-benar mencintai Ibunya.
b) Tindak tutur tidak langsung literal
Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) adalah tindak tutur yang tidak
sesuai maksud, tapi kata-kata yang diucapkan sama. Sebagai tindak tutur dalam kalimat
berikut: Mobilnya kotor. Dalam tuturan tersebut tidak hanya mengandung informasi, tetapi
terkandung maksud memerintah yang diungkapkan secara tidak langsung dengan kalimat
berita.
c) Tindak tutur langsung tidak literal
Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang
memiliki maksud sesuai dengan isi kalimat, namun tidak didampingi kata-kata yang sesuai.
Sebagai tindak tutur dalam kalimat berikut: Lukisanmu bagus, kok. Tindak tutur langsung
tidak literal penutur dalam kalimat tersebut menggunakan kata kok memaksudkan bahwa
lukisan lawan tuturnya tidak bagus.
d) Tindak tutur tidak langsung tidak literal
Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speect act) adalah tindak tutur
yang memiliki makna yang tidak sesuai dengan maksud tuturan. Sebagai tindak tutur dalam
kalimat berikut: Mobilnya bersih sekali. Tindak tutur tersebut menggunakan kata sekali
memaksudkan bahwa mobilnya sebenarnya bukan bersih, tetapi kotor sekali.
18. 2.3PenggunaanTindak Tutur
Ada keadaan-keadaan tertentu yang diharapkan atau sesuai, yang secara teknis dikenal
sebagai syarat-syarat kecocokan pagi pelaksanaan tindak tutur. Dalam konteks sehari-hari di
antara orang-orang biasa, juga ada berbagai prasyarat (prakondisi) terhadap tindak tutur. Ada
syarat-syarat umum terhadap para partrisipan, misalnya bahwa mereka dapat memahami
bahasa terhadap partisipan, misalnya bahwa mereka dapat memahami bahasa yang sedang
digunakan dan bahwa mereka tidak sedang memainkan peran atau sedang bukan omong
kosong. Maka ada syarat-syarat isi . misalnya, baik untuk janji maupun peringatan, isi
ujuran harus tentang peristiwa yang akan datang. Syarat-syarat persiapan, terdapat dua
syarat persiapan: yang pertama, peristiwa tersebut tidak akan terjadi dengan sendirinya, dan
kedua, peristiwa tersebut akan menimbulkan efek bermanfaat. Syarat-syarat ketulusan,
untuk sebuah janji, penutur benar-benar bermaksud untuk melaksanakan tindakan yang akan
datang, dan untuk peringatan, penutur benar-benar yakin bahwa peristiwa yang akan datang
tidak akan menimbulkan efek yang bermanfaat. Syarat-syarat esensial, yang meliputi
kenyataan bahwa dengan tindakan mengujarkan janji, dengan cara demikian saya bermaksud
untuk menciptakan sebuah kewajiban untuk melaksanakan tindakan sebagaimana yang
dijanjikan. Dengan demikian syarat esensial ini berkombinasi dengan spesifikasi tentang apa
yang harus ada dalam isi ujaran, konteks, dan maksud penutur, agar tindak tutup tertentu
dapat dilakukan dsecara sesuai (membahagiakan).
Hipotesis performatif adalah asumsi bahwa dalam setiap ujaran yang mendasari tindak
tutur, di dalamnya terdapat kata kerja performatif (Vp) yang membuat daya ilokusi menjadi
eksplisit.
Contoh:
1) Rapikan keadaan yang acak-acakan ini! (performatif implisit/ primer)
2) Bersama ini aku menyuruhmu untuk merapikan keadaan yang acak-acakan ini.
(performatif eksplisit)
19. Keuntungan tipe analisis ini adalah bahwa analisis semacam ini dapat menjelaskan
unsure-unsur apa saja yang terlibat dalam pemroduksian dan interpretasi terhadap ujaran.
Persoalan yang benar-benar bersifat praktis berkenaan dengan setiap analisis yang didasarkan
pada pengidentifikasian performatif eksplisit adalah bahwa pada prinsipnya, kita tidak hanya
tahu berapa banyak kata-kata kerja performatif yang ada dalam setiap bahasa.
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa dalam tindak tutur terdapat bentuk-
bentuk pragmatik. Bentuk pragmatik berdasarkan tindak tutur adalah lokusi, ilokusi dan
perlokusi.
Contoh:
Seorang nyonya rumah bertanya pada tukang kebun tentang kedatangan pembantu mereka
mereka.
Nyonya rumah : Hari ini Ijah tidak datang?
Tukang Kebun : Ijah sering sakit-sakitan, Bu.
Pernyataan tukang kebun tidak langsung menjawab pertanyaan yang dilontarkan nyonya
rumah. Selain memberi informasi bahwa Ijah sering sakit-sakitan (lokusi), tukang kebun juga
bermaksud agar nyonya rumah memaklumi kalau Ijah tidak datang bekerja (ilokusi).
Sedangkan perlokusi yang bisa timbul adalah nyonya rumah memberi keringanan pekerjaan
pada Ijah.
20. BAB III
PENUTUP
3.1 Saran
Sebagai mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, hendaknya ke depannya
kita dapat memahami, kemudian dapat mengajarkan dengan baik tentang materi
tindak tutur dan peristiwa tutur.
3.2 Simpulan
- Tindak tutur memiliki fungsi piskologis dan sosial saat berkomunikasi dan sebagai
sarana untuk melakukan sesuatu melalui tindakan-tindakan yang diucapkan lewat
lisan.
- Jenis-jenis tindak tutur menurut para ahli:
Menurut Austin, terdiri atas lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Menurut Searle, terdiri atas asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif.
Menurut Kreider, terdiri atas asertif, performatif, veriktif, ekspresif, direktif, komisif,
dan fatis.
Berdasarkan teknik penyampaian dan interaksi makna menurut I Dewa Putu Wijaya
terdiri dari, tindak tutur langsung dan tidak langsung, dan tindak tutur literal dan
nonliteral.
Bila tindak tutur langsung dan tidak langsung disinggungkan (diinterseksikan) dengan
tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal terdiri atas, Tindak tutur langsung
literal, Tindak tutur tidak langsung literal, Tindak tutur langsung tidak literal, dan
Tindak tutur tidak langsung tidak literal.
- Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu
bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur,
dengan satu pokok tuturan,di dalam, tempat, dan situasi tertentu.
21. - Menurut Dell Hymes (1972) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu
peristiwa tutur mempunyai delapan komponen, dan dibentuk menjadi akronim
SPEAKING (diangkat dari Wadhaugh 1990).
- Pada penggunaan tindak tutur terdapat bentuk-bentuk pragmatik.Bentuk pragmatik
tersebut berdasarkan tindak tutur adalah lokusi, ilokusi dan perlokusi.
22. DAFTAR PUSTAKA
Miku. 2013. Penggunaan Bentuk-bentuk Pragmatik Tindak Tutur dan Implikatur.
https://othersidemiku.wordpress.com/2013/05/29/penggunaan-bentuk-pragmatik-
tindak-tutur-dan-implikatur.html, 21 September 2016
Utomo, Rahmat .2013. Tindak Tutur dan Pragmatik.
http://rachmatutomo.blogspot.co.uk/2013/11/tindak-tutur-dan-pragmatik.html, 17
September 2016
Saprijali. 2012. Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur.
http://saprijali.blogspot.co.id/2012/08/peristiwa-tutur-dan-tindak-tutur.html, 18
september 2016.
Sugianto. 2013. Peristiwa Tutur dan Tindak Tutur.
http://sugiantouir.blogspot.co.id/2013/03/peristiwa-tutur-dan-tindak-tutur.html, 18
September 2016.
Yule, George. Jumadi Ed. 2006. Pragmatik. Banjarmasin: PBS FKIP Universitas Lambung
Mangkurat.