2. Pengertian Manajemen. Konflik dan Manajemen Konflik
Manajemen adalah suatu sikap atau proses untuk mengatur atau
mengawasi kerja seseorang dalam organisasi.
Konflik merupakan proses interaksi antara dua orang atau lebih,
atau dua kelompok atau lebih yang bertentangan dalam
berpendapat dan tujuannya.
Manajemen konflik adalah cara yang dapat digunakan dari
pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga untuk mengahadapi
perselisihan atara dua orang atau lebih atau dua kelompok atau
lebih supaya menemukan titik terang atas permasalahan tersebut.
3. Teori Manajemen Konflik
Teori Thomas dan Kilmann mengemukakan lima jenis gaya
manajemen konflik yaitu :
1) Kompetisi (competing) Gaya manajemen konflik dengan
tingkat keasertifan tinggi dan tingkat kerjasama rendah. Gaya
ini merupakan gaya yang berorientasi pada kekuasaan,
dimana seseorang akan menggunakan kekuasaan yang
dimilikinya untuk memenangkan konflik terhadap lawannya.
2) Kolaborasi (collaborating) Gaya manajemen konflik dengan
tingkat keasertifan rendah dan kerjasama tinggi. Gaya ini
melakukan upaya bernegosiasi untuk menciptakan solusi
yang sepenuhnya memuaskan pihak-pihak yang terlibat
konflik.
4. 3) Kompromi (compromising) Gaya manajemen konflik atau
menengah, dimana tingkat keasertifan dan kerjasama sedang.
Gaya manajemen konflik ini berada ditengah-tengah antara gaya
kolaborasi dan kompromi. Dalam keadaan tertentu, kompromi
dapat berarti membagi perbedaan diantara dua posisi dan
memberikan konsesi untuk mencari titik tengah.
4)Menghindar Gaya manajemen konflik dengan tingkat
keasertifan dan kerjasama rendah. Menurut Thomas dan Kilmann
(1974) dalam Wirawan (2010), bentuk menghindar tersebut bisa
berupa menjauhkan diri dari pokok masalah, menundah pokok
masalah hingga waktu yang tepat, atau menarik diri dari konflik
yang mengancam dan merugikan.
5. 5) Mengakomodasi (accommodating) Gaya manajemen konflik
dengan tingkat keasertifan rendah dan kerjasama tinggi. Gaya ini
mengabaikan kepentingan dirinya sendiri dan berupaya
memuaskan kepentingan lawan konfliknya. Gaya akomodasi
memberikan kesan seakan-akan mudah menyetujui ide
seseeorang dan ingin bekerjasama dan kesan demikan hanya
bersifat diperlukan bukan kenyataan. Gaya ini bermanfaat apabila
sebuah persoalan konflik bersifat lebih penting bagi orang
lainnya.
6. Tujuan Manajemen Konflik
a. Mencegah gangguan kepada anggota organisasi untuk
memfokuskan diri pada visi, misi dan tujuan organisasi.
b. Memahami orang lain dan menghormati keberagaman.
c. Meningkatkan kreativitas.
d. Meningkatkan keputusan melalui pertimbangan berdasarkan
pemikiran berbagai informasi dan sudut pandang.
e. Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan melalui peran serta,
pemahaman bersama, dan kerja sama.
f. Menciptakan prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik.
g. Menimbulkan iklim orgnisasi konflik dan lingkungan kerja
yang tidak menyenangkan: takut, moral, rendah, sikap saling
curiga.
h. Meningkatkan terjadinya pemogokan.
i. Mengarahkan pada sabotase bagipihak yang kalah dalam
konflik.
7. Pencegahan Konflik
Konflik dapat dicegah dengan cara :
1. Ciptakan Suasana Positif
2. Menerima Perbedaan Karakter
3. Jangan Terjebak Perilaku Emosional
4. Berkomunikasi dengan Santun
5. Ketahui Apa yang Penting Bagi Orang Lain
6. Berikan Kritik dengan Santun
7. Hargai Pendapat dan Prinsip Rekan Kerja
8. Selesaikan Masalah Kecil Secepat Mungkin
8. Konflik dapat menimbulkan pengaruh positif jika konflik tersebut
dimanajemen dengan baik. Yakni :
• Menciptakan suasana kerja yang kondusif dan tenang sehingga
dapat meningkatkan kinerjan karyawan.
• Meningkatkan kedisiplinan dalam waktu kerja
• Meningkatkan motivasi kerja antar individu dan dan kelompok
organisasi
• Konflik dapat membantu orang – orang dan kelompok untuk
menciptakan identitas dan citra mereka.
9. Sedangkan dampak atau pengaruh yang ditimbulkan jika konflik
tidak dimanajemen dengan baik atau suatu perusahaan tidak
memiliki manajemen konflik yang baik untuk mengatasi suatu
konflik di dalamnya. Maka akan mengakibatkan sebagai berikut:
• Tidak lagi sejalan antar seseorang dengan orang lain atau
kelompok dengan kelompok lain untuk menuju tujuan
perusahaan.
• Dapat menurunkan kinerja karyawan.
• Dapat menghalangi kerjasama anatar individu.
• Dapat menggangu saluran komunikasi antar karyawan.
10. kinerja karyawan
Kinerja berasal dari kata job performance atau actual
performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian
kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
11. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kinerja
a. Efektifitas dan efisiensi
Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa
kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan
menilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan kepuasan
walaupun efektif dinamakan tidak efesien. Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari
tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efesien (Prawirosentono, 1999:27).
b. Otoritas (wewenang)
Otoritas menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu
organisasi formal yang dimiliki seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain
untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (Prawirosentono,
1999:27). Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dalam organisasi tersebut.
c. Disiplin
Disiplin adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku (Prawirosentono,
1999:27). Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam
menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia bekerja.
d. Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk ide untuk
merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi
12. Indikator kinerja
karyawan
Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada
enam indikator, yaitu (Robbins, 2006:260):
-Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap
kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas
terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan.
-Kuantitas. Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam
istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
Ketepatan waktu. Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada
awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan
hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk
aktivitas lain.
-Efektivitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya
organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan
dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan
sumber daya.
-Kemandirian. Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya
akan dapat menjalankan fungsi kerjanya Komitmen kerja.
Merupakan suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen
kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap
kantor
13. kesimpulan
Hubungan antara manajemen konflik dan kinerja adalah manajemen
konflik tidak dapat dipisahkan dari kinerja karyawan, Hubungan Stres
Kerja dan Konflik Terhadap Kinerja Karyawan Konflik dapat dijadikan
sebagai bahan untuk memperbaiki prestasi organisasi karena konflik
yang terjadi didalam suatu organisasi dapat mempengaruhi kinerja
karyawan, maka perlu dilakukan langkah-langkah atau cara-cara untuk
mengelolanya atau disebut dengan manajemen konflik yaitu untuk
meningkatkan kinerja. Sedangkan hubungan stres dengan kinerja
karyawan adalah sebagai berikut : Menurut H. Malayu S. P. Hasibuan [2]
bahwa : “Prestasi kerja (kinerja) karyawan yang stres pada umumnya
akan menurun karena mereka mengalami ketegangan pikiran dan
berprilaku aneh, pemarah, dan suka menyendiri.”