Etika Jabatan Publik
Dokumen ini membahas pentingnya etika dalam jabatan publik dan administrasi pemerintahan. Secara singkat, dokumen ini menjelaskan bahwa etika diperlukan untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan wewenang, serta untuk memastikan pelayanan publik yang efektif. Dokumen ini juga membahas berbagai bentuk pelanggaran etika dalam administrasi pemerintahan seperti penggelapan, suap, dan benturan kepent
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Etika Jabatan Publik
1. Etika Jabatan Publik
Disampaikan pada guest lecture Program Pascasarjana
STIA LAN Bandung, 25 April 2014
Tri Widodo W. Utomo
Deputi Inovasi Administrasi Negara LAN
2. Nama : Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
TTL : Yogyakarta, 15-07-1968
NIP : 19680715 199401 1 001
Jabatan : Deputi Inovasi Administrasi Negara/
APU Bidang Administrasi Publik
Gol/Pangkat : IV-d / Pembina Utama Madya
Alamat Ktr : Jl. Veteran No. 10 Jakarta
Alamat Rmh : Villa Melati Mas Blok M6/12A, Serpong
Tangerang Selatan, HP. 0813-1786-9936
3. 1. Konteks;
2. Apa itu Etika, dan Mengapa Perlu?;
3. Etika Pemerintahan;
4. Mal (praktek) Administrasi;
5. Agenda Kedepan.
5. Situasi Kekinian
• Lahirnya UU No. 5/2014 tentang ASN.
• PNS berubah menjadi Profesi (ASN).
• Implikasinya: harus ada nilai-nilai dasar,
kode etik, kode perilaku, standar
kompetensi, dan organisasi yang menyantuni
pengembangan profesi.
• Tujuan: membangun ASN yg Profesional.
6. ASN Profesional?
Kompeten: mampu memanfaatkan iptek, memiliki
pengetahuan / keterampilan / sikap untuk
menghasilkan pelayanan kelas dunia.
Integritas: jujur, bebas dari konflik kepentingan,
imparsial, dan akuntabel.
Orientasi Kepublikan: menempatkan nilai dan
kepentingan publik diatas yang lain.
Budaya Pelayanan yg tinggi: kepentingan dan
kepuasan warga sebagai pusat perhatian dan kriteria
pengambilan keputusan.
Berwawasan & Berdayasaing Global; wawasan global
tetapi sikap dan perilakunya berakar pada kepentingan
nasional.
9. Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary: 1) a set of
moral principles or values; 2) the principle of conduct
governing an individual or a group; 3) a guiding
philosophy; 4) a consciousness of moral importance.
Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1) Ilmu tentang apa
yg baik & apa yg buruk, dan tentang hak & kewajiban
moral; 2) Kumpulan asas/nilai yg berkenaan dengan
akhlak; 3) Nilai mengenai benar dan salah yg dianut
suatu golongan / masyarakat.
10. Bertens (dalam Keban, 2004): 1) Nilai dan norma
moral sebagai pedoman tingkah laku seseorang
atau kelompok atau disebut sebagai sistem nilai; 2)
Kumpulan asas atau nilai moral yg disebut sebagai
kode etik; 3) Ilmu tentang yg baik atau buruk atau
dikenal sebagai filsafat moral.
Cooper (dalam Frederickson, 1997: 160): values are
the soul of public administration (nilai-nilai etika
adalah jiwa atau nyawa dari administrasi negara).
11. Etika adalah sebuah studi tentang formasi nilai-nilai moral &
prinsip-prinsip benar & salah (Altschull, 1990). Kode Etik
adalah peraturan moral, atau pedoman dari tingkah laku yg
membantu aksi personal dalam situasi khusus.
(http://bincangmedia.wordpress.com/2010/06/01/tentang-etika-kode-etik-kebijakan-dan-
hukum-media).
Etika atau filsafat moral adalah cabang filsafat yg berbicara
tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak mempersoalkan
keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana
manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan
oleh bermacam-macam norma. Kode etik adalah sistem
norma, nilai dan aturan profesional tertulis yg secara tegas
menyatakan apa yg benar dan baik, dan apa yg tidak benar
dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan
perbuatan apa yg benar atau salah, perbuatan apa yg harus
dilakukan dan apa yg harus dihindari.
(http://felix3utama.wordpress.com/2008/12/01/pengertian-dalam-etika-profesi).
12. Ethics is the basis of conduct, which is perceived through
individual morality and society's norm of what is "good or
bad", "right or wrong". A code of ethics establishes whether
an activity is right or wrong. A code of conduct is a statement
of the standards to which an individual or enterprise adheres,
and the responsibilities and restrictions that are to be
observed. A code of practice is a set of guidelines issued by a
professional or service organization, to which the members
agree to comply.
(http://wiki.answers.com/Q/What_is_the_difference_between_Code_of_Ethics_Code_of_Co
nduct_and_Code_of_Practice).
A code of ethics expresses fundamental principles that provide
guidance in cases where no specific rule is in place or where
matters are genuinely unclear. A well drafted code of conduct
will be consistent with the primary code of ethics, however, it
will provide much more specific guidance
(http://www.ethics.org.au/faq/whats-difference-between-code-ethics-and-code-conduct).
15. Government ethics, when properly enforced:
• can be a valuable means for protecting against
government waste and ensuring effective public
administration.
• can prohibit many of the activities that lead to waste,
including theft by public officials and use of
government property for private gain.
• can also address issues such as bribery and conflicts
of interest; activities that can lead public officials to
sacrifice the public interest in the administration of
programs and services for private gain and benefit.
http://www.mapleleafweb.com/features/ethics-government-concepts-
issues-debates
17. 1.Tap MPR No. X/MPR/1998 Tentang Pokok2 Reformasi
Pembangunan dlm rangka Penyelamatan & Normalisasi
Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara: Pelaksananan
reformasi di bidang sosial budaya adalah untuk mendukung
penanggulangan krisis di bidang sosial budaya. Agenda yg harus
dijalankan adalah: menyiapkan sarana dan prasarana, program
aksi dan perundangundangan bagi tumbuh dan tegaknya etika
usaha, etika proses, dan etika pemerintahan.
2.Tap MPR No. V/MPR/2000 Tentang Pemantapan
Persatuan dan Kesatuan Nasional: Nilai2 agama dan budaya
bangsa tidak dijadikan sumber etika dalam berbangsa &
bernegara oleh sebagian masyarakat, sehingga melahirkan krisis
akhlak dan moral berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum, dan
pelanggaran HAM Menugaskan Badan Pekerja MPR-RI untuk
merumuskan etika kehidupan berbangsa.
18. 3. Tap MPR No. VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan
Berbangsa: etika kehidupan berbangsa dewasa ini
mengalami kemunduran yang turut menyebabkan
terjadinya krisis multidimensi.
4. Tap MPR No. VIII/MPR/2001 Tentang Rekomendasi
Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN
Membentuk Undang-undang beserta peraturan
pelaksanaannya untuk membantu percepatan dan
efektivitas pelaksanaan pemberantasan dan
pencegahan korupsi yang muatannya meliputi (antara
lain) ”Etika Pemerintahan”!
19. Judul RUU sebaiknya apakah RUU Penyelenggara Negara,
ataukah RUU Etika Pemerintahan?
Di AS, The US Office of Government Ethics (OGE) juga hanya
dalam lingkup eksekutif saja dan memiliki 4 fungsi: Establishes
standards of ethical conduct for the executive branch; Ensures
transparency in government through financial disclosure; Educates
executive branch employees; Promotes good governance.
http://www.oge.gov/
Tap MPR No. X/1998 & Tap No. VIII/2001 secara tegas
mengamanatkan disusunnya UU Etika Pemerintahan, bukan UU
Etika Penyelenggara Negara.
20. 1. Etika Kehidupan Berbangsa merupakan rumusan yg
bersumber dari ajaran agama, khususnya yg bersifat
universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yg tercermin
dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir,
bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
2. Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa
mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan,
sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi,
rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta
martabat diri sebagai warga bangsa.
(Tap MPR No. VI/2001)
21. Dimensi Etika:
Etika Sosial dan Budaya
Etika Politik dan Pemerintahan
Etika Ekonomi dan Bisnis
Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Etika Keilmuan
Etika Lingkungan
(Tap MPR No. VI/2001)
22. Mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa
dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan
negara melalui pendidikan formal, informal dan nonformal dan
pemberian contoh keteladanan oleh para pemimpin negara,
pemimpin bangsa, dan pemimpin masyarakat.
Mengarahkan orientasi pendidikan yang mengutamakan aspek
pengenalan menjadi pendidikan yang bersifat terpadu dengan
menekankan ajaran etika yang bersumber dari ajaran agama dan
budaya luhur bangsa serta pendidikan watak dan budi pekerti
yang menekankan keseimbangan antara kecerdasan intelektual,
kematangan emosional dan spritual, serta amal kebijakan.
Mengupayakan agar setiap program pembangunan dan
keseluruhan aktivitas kehidupan berbangsa dijiwai oleh nilai-
nilai etika dan akhlak mulia, baik pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, maupun evaluasi.
23. • Internalisasi & sosialisasi etika kehidupan berbangsa tersebut
menggunakan pendekatan agama dan budaya.
• Internalisasi & sosialisasi etika kehidupan berbangsa dilakukan
melalui pendekatan komunikatif, dialogis dan persuasif, tidak
melalui cara indoktrinasi.
• Mendorong swadaya masyarakat secara sinergis &
berkesinambungan untuk melakukan internalisasi dan
sosialisasi etika kehidupan berbangsa.
• Mengembangkan dan mematuhi etika-etika profesi: etika
profesi hukum, politik, ekonomi, kedokteran, guru, jurnalistik,
dan profesi lainnya sesuai dengan pokok-pokok etika kehidupan
berbangsa.
• Internalisasi dan sosialisasi serta pengamalan etika kehidupan
berbangsa merupakan bagian dari pengabdian kepada Allah,
Tuhan YMK.
24. Tap MPR No. VI/2001 PP No. 42/2004
Etika Sosial dan Budaya Etika Dalam Bernegara
Etika Politik dan Pemerintahan Etika Dalam Berorganisasi
Etika Ekonomi dan Bisnis Etika Dalam Bermasyarakat
Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan Etika Terhadap Diri Sendiri
Etika Keilmuan Etika Sesama PNS
Etika Lingkungan
Pasal 7 PP No. 42/2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS:
Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap PNS
wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam
penyelenggaraan Pemerintahan, dalam berorganisasi, dalam bermasyarakat,
serta terhadap diri sendiri dan sesama PNS yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini.
28. 1. Theft & Fraud by Public Officials;
2. Improper Use of Government Property;
3. Bribery & Influence Peddling;
4. Conflict of Interest & Self-dealing;
5. Divulging Confidential Information;
6. Improper Conduct Post-Employment;
7. Immoral Conduct by Public Officials.
http://www.mapleleafweb.com/features/ethics-government-concepts-
issues-debates
29. • Melebihi wewenang yang ada;
• Tidak menggunakan wewenang
sebagaimana mestinya;
• Salah dalam menggunakan
wewenangnya.
29
30. • A political term which describes the actions of a
government body which can be seen as causing
an injustice (Wikipedia).
• A malfunctioning of an organization caused
mainly by the top management (Wikipedia).
• Situation where the individual or group in charge
is unjust, dishonest, or ineffective in their
leadership (Business dictionary).
• Abuse of power by public officers (Legal
dictionary).
• Corrupt or incompetent administration (Merriam
Webster dictionary).
31. • Menunda pelayanan, penanganan berlarut/tdk
menangani (undue delay).
• Penyalahgunaan wewenang/berlebihan (abuse of power).
• Bersikap tidak adil/nyata-nyata berpihak (not
impartiality).
• Bersikap diskriminatif, sifat tidak patut yg tidak sesuai
dengan aturan/fakta.
• Pemalsuan/persekongkolan (forgery/conspiracy).
• Intervensi (intervention).
• Inkompetensi (incompetence).
• Imbalan/praktek KKN.
• Penyimpangan prosedur (procedure deviation).
• Penggelapan barang bukti/penguasaan tanpa hak (illegal
possesion & ownership).
• Bertindak tidak layak (inappropriate practices).
• Melalaikan kewajiban (neglecting obligation).
(Budi Wahyuni, LOS Yogyakarta)
32. • Delay;
• Incorrect action or failure to take any action;
• Failure to follow procedures or the law;
• Failure to provide information;
• Inadequate record-keeping;
• Failure to investigate;
• Failure to reply;
• Misleading or inaccurate statements;
• Inadequate liaison;
• Inadequate consultation;
• Broken promises.
(The Local Govt. Ombudsman,
London; Wikipedia)
33. • Overkill or diseconomy: hasil tercapai dengan biaya yg tidak seharusnya.
• Counter productivity: hasil bertolak belakang dengan yg diinginkan.
• Inertia: tidak ada respon dari apa yg telah dilakukan.
• Inneffectivenness: respon cuma sebatas menyusun ulang I/O, tidak
menghasilkan apapun.
• Tall chasing: makin banyak diberi, makin banyak dibutuhkan.
• Under or over-organization: birokrasi bertele-tele & tambun.
• Wastage: tindakan yg sia-sia.
• Big-stick syndrome: pengendalian yg lebih banyak menimbulkan
masalah daripada hasil.
• Negative demonstration: tindakan yg memicu kemarahan/kebencian.
• Time-lags: tindakan yg terlambat.
• Reorganization: perubahan struktur semata-mata hanya untuk tindakan
simbolik namun mengabaikan substansi.
• Suboptimization: susunan unit-unit yg menganulir tujuan.
• Professional Fragmentation: memindah-mindahkan
permasalahan/biaya.
(Christopher Hood, 1974, dalam
Gerald E. Caiden, 1991, What
Really Is Public Maladministration)
34. • Contrary to law;
• Unreasonable;
• Unjust;
• Oppressive;
• Improperly discriminatory;
• In accordance with any law or established practice but the
law or practice is, or may be, unreasonable, unjust,
oppressive, or improperly discriminatory;
• Based wholly or partly on improper motives, irrelevant
grounds, or irrelevant consideration;
• Based wholly or partly on a mistake of law or mistake of
fact;
• Conduct of which reasons should be given but are not given;
• Otherwise wrong.
Section 26 of the Ombudsman
Act 1974, New South Wales
35. A2
B2 B1
A1
Ethics
Capacity
A1 : good ethics, high capacity stars
A2 : good ethics, low capacity foolish
B1 : high capacity, poor ethics wolfs/predators
B2 : low capacity, poor ethics germ
Mal-
administration
36. • Jaringan Tetap Lokal tanpa Kabel (Code Division Multiple-Access) di
Propinsi DIY (LOD DIY, 2006) Penyimpangan dalam tahap
perencanaan, pembentukan kelembagaan, proses pencairan &
penggunaan anggaran untuk merealisasikan proyek tsb.
• Sertifikat ganda dan konflik pertanahan di Meruya kelalaian
pemerintah dalam menjamin kepastian hukum dari warga negara
sehingga timbul sertifikat ganda (Idham Arsyad, 2007).
• Pemberian ijin tambang oleh Menteri ESDM tanpa didukung
AMDAL dan mengakibatkan bencana banjir di Kec. Malalayang
Kota Manado (JATAM, 2008).
• Penyimpangan Dana BOS: 1) Di Jakarta Utara, ada sekolah yang
ada di daftar dinas akan tetapi saat dikunjungi sekolah tersebut
tidak ditemukan; 2) Tim Managemen BOS Propinsi mengurangi
jumlah dana yang diterima oleh setiap Sekolah; 3) Di Kab. Parigi
Moutong, Sulteng, Dana BOS digunakan untuk membiayai
transport rutin kepala sekolah @Rp. 850 ribu/bulan; 4) Honor GTT
tidak dibayarkan oleh kepala sekolah; dll.
38. Nilai Dasar Definisi Operasional
Religiusitas Kesalehan atau tingginya kepatuhan & pengabdian
thd ajaran agama.
Kebangsaan Mengutamakan kepentingan & keselamatan bangsa;
menjaga persatuan & kesatuan.
Legalitas Bertindak sesuai hukum & kebijakan yg berlaku.
Imparsialitas Tidak berprasangka, bias, atau berpihak kepada
individu/kelompok tertentu dalam pelaksanaan
tugas.
Martabat Menunjukkan perilaku yg pantas secara moral &
dapat dipercaya publik.
Kejujuran Kesesuaian antara ucapan dan perbuatan.
Kesetiaan Loyalitas thd negara, bangsa, organisasi, dan
menjunjung tinggi sumpah jabatan.
39. Nilai Dasar Definisi Operasional
Kerahasiaan Memegang teguh rahasia negara & rahasia jabatan.
Integritas Bertindak sesuai standar moral, sesuai dengan
keyakinan serta sesuai antara ucapan dan tindakan.
Pelayanan Beorientasi kepada pubik untuk memberikan
pelayanan dan kepuasan yg terbesar.
Pengabdian Mendedikasikan segenap kemampuan, pikiran,
waktu, bahkan jiwa dan raga bagi organisasi & negara
Apolitis / tidak
diskriminatif
Tidak memihak dan tidak membeda-bedakan
perlakuan kepada siapapun.
Profesional Memiliki pengetahuan, keahlian, keterampilan dan
perilaku yang sesuai dengan tuntutan jabatan.
Kinerja Kemampuan memberi kontribusi dan nilai tambah
bagi organisasi.