Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang pengertian hadits maudhu' secara bahasa dan istilah menurut para muhaditsin.
2) Secara bahasa, hadits maudhu' berarti menurunkan derajat, menggugurkan, membuat-buat, dan meletakan sesuatu.
3) Secara istilah, hadits maudhu' adalah hadits yang diciptakan secara dusta dan dinisbatkan kepada N
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hadits merupakan salah satu dari sumber hukum Islam setelah Al-Quran. Maka
umat Islam harus mengikuti hadits sebagaimana mengikuti Al-Quran, baik dalam bentuk
awamir atau nawabi-Nya. Berpegang teguh kepada hadits sebagai pegangan dan pedoman
hidup adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Quran.
Meskipun mempunyai fungsi dan kedudukan begitu besar sebagai sumber ajaran
setelah Al-Qur’an, namun sebagaimana pada awal Islam diperintahkan oleh Nabi, hadis
tersebut untuk dihafal dengan tidak boleh sama sekali mengubahnya, tidak
menyelenggarakan penulisan secara resmi seperti penulisan Al-Qur’an, kecuali penulisan
secara perorangan. Hadits baru dibukukan dan ditulis pada masa Kekholifahan Umar ibn
‘Abd Al Aziz abad ke 2 H melalui perintahnya kepada Gubernur Abu Bakar Muhammad
bin ‘Amr bin Hazm dan bahkan kepada tabi’in wanita ‘Amrah binti ‘Abd Al Rahman.
Kesenjangan waktu antara sepeninggalan Rasulullah SAW dengan waktu
pembukukan hadits hampir 1 abad merupakan kesempatan yang baik bagi orang-orang
atau kelompok tertentu untuk memulai aksinya membuat dan mengatakan sesuatu yang
kemudian dinisbatkan kepada Rasulluh SAW. dengan alasan yang dibuat-buat.
Penisbatan sesuatu kepada Rasulullah seperti inilah yang selanjutnya di kenal dengan
hadis palsu atau hadits maudhu’.
Kemunculan riwayat hadits palsu yang tersebar di masyarakat, menyulitkan
masyarakat Islam yang ingin mengetahui riwayat yang dipertanggungjawabkan. Hadits-
hadits maudhu’ yang beredar di masyarakat hampir menjadi tradisi, anutan dan pedoman
beragama, bahkan dianggap sebagai hadits yang berasal dari Nabi. Kondisi demikian
dapat mengacaukan umat Islam.
Berdasarkan hal itu, dalam Makalah “ Hadis Maudhu” ini kami akan membahas
segala sesuatu yang berhubungan dengan hadis palsu atau hadis Maudhu dengan batasan
rumusan masalah yang telah ditentukan.
2. 2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan hadits maudhu’?
2. Bagaimana sejarah munculnya hadits maudhu’ serta faktor apa saja yang
mempengaruhi kemunculan hadits maudhu’?
3. Apa sajakah ciri yang dapat menentukan ke-maudhu’-an suatu hadits?
4. Bagaimana hukum membuat, meriwayatkan, dan mengamalkan hadits maudhu’?
5. Bagaimana usaha para ulama dalam menanggulangi hadits maudhu’?
6. Siapa saja tokoh dan golongan yang memalsukan hadits serta kitab apa saja yang
memuat hadits maudhu’?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Dapat mengetahui yang dimaksud dengan hadits maudhu’
2. Dapat mengetahui sejarah munculnya hadits maudhu’ serta faktor yang
mempengaruhi kemunculan hadits maudhu’
3. Dapat mengetahui ciri-ciri hadits maudhu’
4. Dapat mengetahui hukum membuat, meriwayatkan, dan mengamalkan hadits
maudhu’
5. Dapat mengetahui usaha para ulama dalam menanggulangi hdits maudhu’
6. Dapat mengetahui para tokoh dan golongan pemalsu hadits serta kitab-kitab yang
memuat hadits maudhu’
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hadits Maudhu’
2.1.1 Pengertian Secara Bahasa
Secara bahasa hadits maudhu’ merupakan peralihan dari kata arab, tersusun
dari tiga huruf , yang merupakan bentuk isim maf’ul dari kata dasarnya. Kata yang
terdiri atas tiga huruf adalah suatu bangunan kata yang pada dasarnya menunjukan
arti, yang berarti menurunkan atau merendahkan (derajat).1
Hadis maudhu merupakan isim maf’ul dari kata وضع-عَضي - وضعا . kata وضع
memiliki beberapa makna , antara lain ‘menggugurkan’, misalnya kalimat عنها ؤضع
ية (لجناhakim menggugurkan hukuman dari seseorang ).juga bermakna yang
meninggalkan, misalnya ungkapan موضوعة بل ا (unta yang ditinggalkan di tempat
pengembalaannya ). Selain itu, juga bermakna االفتراءواالختالق (mengada-ada dan
membuat-buat ), misalnya kalimat, لقصة ا ه هذ فالن وضع ( fulan membuat- buat dan
mengada-ngada kisah itu ).2
Kata Maud’u memang memiliki beberapa konotasi yang berbeda-beda jika
dilihat dari segi kebahasaan, tetapi pada intinya semiuanya merujuk pada pengertian
yang sama. Beberapa konotasinya yaitu :
Bermakna al-hiththah, yang mempunyai arti menurunkan atau merendahkan
derajat. Contoh bentuk kailmat ini adalah :
قدره من حط اى عنه حطه,وضع اي وضعا وضعه
Dia merendahkan orang lain, dia merendahkan derajatnya.3
Bermakna al-isqah , yang mempunyai arti menggugurkan, seperti pada
kalimat:
1
Ibnu Zakariya,1389 H;Moh.Najib, 2001:37
2
Al-Qamus AL-Muhits.hlmn 4 Juuz III. Pokok kata W-DH’A
3
Sohari Sahrani ,ulumul hadist (IAIN Banten,2005) hlmn 161
4. 4
وضعأسقطها اى : اجلنية عنه اسقطها.ووضع اى : عنقيه
Dia menjatuhkan lehernya , dia menjatuhkan hukum pidananya.4
Bermakna al- ikhtilaq, yang mempunyai arti membuat-buat, seperti :
أختلقه أي : وضعا شيئ وضع
Dia telah membuat-buta sesuatu.5
Bermakna al-islaq , yang mempunyai arti meletakan , seperti pada kalimat :
به الصقه أي :فالن عن وضع
Seorang meletakan sesuatu pada orang lain.6
Beberapa contoh bentukan kata tersebut di atas menunjukan bahwa kata al-
maudhu’u mempunyai padanan debngan kata al-hiththah,al-isqah,al- ikhtilaq,al-islaq.
Kata-kata tersebut fi’il , yang dapat digunakan untuk arti berbentuk maf’ul sehingga
maka al-maudhu’u bisa mempunyai pengertian menurunkan atau merendahkan
derajat , menggugurkan membuat-buat, dan meletakan sesuatu yang bersifat tiruan
pada sesuatu yang aslinya.7
Dari berabagai sumber yang didapat kami dapat menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan hadis maudh’u secara bahasa adalah menurunkan atau merendahkan
(derajat), menggugurkan ,yang meninggalkan,mengada-ada dan membuat-buat,dan
meletakan.
2.1.2 Pengertian Secara Istilah
Pengertian hadits maudhu secara istilah diberikan oleh para muhaditsin
dengan redaksi yang berbeda-beda , tetapi pada dasar memiliki satu rujukan yang
sama, yaitu dalam makna yang mendasar dari semua pengertian yang diberikan oleh
para muhaditsin tersebut, yang berdeda adalah mengenai batasan yang terdapat pada
4
Moh.Najib, 2001:38
5
Moh.Najib, 2001:38
6
Moh.Najib, 2001:39
7
Sohari Sahrani ,ulumul hadist (IAIN Banten,2005) hlmn 162
5. 5
hadits maudhu tersebut. Dari beberapa sumber, penulis akan memaparkan berikut
adalah beberapa pengertian hadist maudhu’ yang dikeluarkan oleh para muhaditsin,
علي اءرتاف صلعم هللا رسول إىل وينسبونه الكذابون خيتلقه الذي اخلرب هو)الصاحل (صبحي ه
Hadis maudlu’ adalah khabar yang dibuat oleh para pendusta dan dinisbatkan
kepada Rasulullah Saw. secara palsu.
ص له ليسو ، كذباصلعم هللا رسول إىل ينسب الذي أي ، املصنوع املختلق هوبالنيب حقيقية لة
: عرت الدين نور ( صلعم۳۰۱)
Hadis maudlu’ adalah (hadis) yang diciptakan (dan) dibuat, yakni hadis yang
dinisbahkan kepada Rasulullah SAW. secara dusta, serta tidak memiliki hubungan
hakiki dengan Nabi SAW.
أويقره يغلعه أو يقله كذبامماملإختالقاو ص.م هللا إلىرسول مانسب هو
Sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW, secara mengada-ada dan dusta,
yang tidak beliau sabdakan , beliau kerjakan , ataupun belia taqrirka8
آوخطآ عمدا .ص.م هللا رسول على املدوب املصنوع املختلق :احلديث اضوعوامل
Hadits maudhu adalah hadits yang diciptakan dan dibuat-buat , yqng bersifat dusta
terhadap Rasulullah SAW. Dibuat secara sengaja atau tidak sengaja.9
9
Syamsuddin Muhammad As-Sakhsh, 1968 hlmn 224
6. 6
الذىيختلقهرباخلوه : اضوعواملافرت .ص.م هللا رسول اىل وينسونه اكذبوناناعليه
Hadits yang diciptakan oleh pendusta yang disandarkan kepada Rasulullah dengan
tujuan untuk memperdayai 10
Diambil dari buku karya Sohari Sahrani kami mengetahui beberapa unsur
penting yang terdapat dari bacaan definisi hadits maudhu’ menurut para muhaditsin ,
diantara unsur penting yang terdapatnya adalah :
Unsur al-wadhu’
Kata al-wadhu’diatas mempunyai arti pembutaan atau dibuat-buat .
artinya, apa yang disebut dengan hadits oleh para rawi penyamai riwayat itu
adalah hadits ”buatan” dia sendiri , bukan ucapan, perbuatan, atau ketetapan
nabi Muhammad SAW.
Unsur al-kadzibu
Kata al-kadzibu di atas mempunyai arti dusta atau menipu. Artinya,
apa yang dikatakan rawi sebagai hadits nabi hanyalah dusta belaka atau tipuan
dari dirinya sendiri, dan jelas-jelas bukan berasal dari nabi Muhammad SAW.
Namun dia berdusta dengan mengatakan bahwa hadits tersebut berasal dari
nabi Muhammad SAW.
Unsur al-amdudan al-khata’u
Kata al-amdu sengaja dan kata al-khata’u mempunyai arti tidak
disengaja . yaitu , pembuatan hadits dusta tersebut dapat dilakukan dengan
sengaja ataupun secara tidak sengaja oleh pemalsu tersebut.
Dari ketiga unsur tersebut , kita harus mengetahui unsur yang paling dominan
adalah menentukan perwujudan hadits maudhu adalah kata al-kadzibu yaitu dusta,
karena memang dari berbagai istilah dan pengertian yang dipaparkan semuanya
mempunyai rujukan yang sama yaitu pada kata dusta .
Rasulullah berpesan kepada kaumnya untuk berhati- hati dengan segala
sesuatu yangkeluar dari para pendusta apalagi ini menyangkut hadits nabi yang bisa
dikatan akan menjadi pegangan umatnya , oleh karena itu nabi memberi ancaman
kepada para pelaku pendustaan hadits.Namun, yang menjadi perdebatan para ulama
adalah istilah al-amdu dan al-khata’u .
10
Moh. Najib 2001 hlmn 30
7. 7
Yang diperdebatkan disini adalah apakah hadits yang diriwayatkan secara
maudhu’ tersebut diriwayatkan secara sengaja atau diriwayatkan secara tidak sengaja
apakah ada perbedaan hukum antar keduanya yaitu dalam segi kemaudhu’an hadist
palsu tersebut, dalam hal ini para ulama memilki beberapa pendapat, golongan yang
pertama berpendapat kembali pada pernyataan awal hadits maudhu adalah hadits yang
dibuat-buat atau diada-ada baik disengaja maupun tidak disengaja, jadi menurut para
ulama golongan pertama ini bahwa tidak ada perbedaan baik hadits tersebut
dikeluarkan secara sengaja maupun tidak. Pandangan ini didukung oleh para ulama
yaitu Babdruddi Muhammad ibn Salamah al- Maridini, Umar bin Hasan Utsman
Fallatah , dan Mahmud Abu Rayyah.
Sedangkan ulama golongan kedua mengatakan bahwa hadist maudhu’ adalah
hadits dusta yang dibuat-buat atau yang didustakan dan dilakukan secara disengaja,
dalam artian jika hadits yang dibuat-buat tersebut dilontarkan secara tidak sengaja
maka tidak dikategorikan sebagai hadits maudhu’. Jadi ulama yang berpendapat ini
mengatakan bahwa ada perpedaan antara hadits palsu yang dikeluarkan secara sengaja
dan hadits palsu yang dikeluarkan secara tidak sengaja. Ulama yang memegang
pandangan ini adalah Imam As- Sindi , Abu Bakar Abdushamad Abid, dan Al-
Mualimi.
Sebagian ulama perpendapat bahwa unsur tidak sengaja tersebut bisa saja
terjadi dalam sebuah periwayatannya tetap menjadi hadits maudhu’ karena yang
diperhatikan disini adalah kedustaan hadits tersebut.
Terlepas dari perbedaan pendapat para ulama di atas, dalam buku karya
Nuruddin yang menjelaskan tentang hadits maudhu, pengarang mengatakan bahwa
hadits maudhu adalah hadits dhaif yang paling jelek atau paling buruk , yaitu hadits
dho’if dengan derajad kedho’ifan paling tinggi. Dan sangat berbahaya bagi umat
islam sehingga para ulama sepakat tidak halal meriwayatkan hadits maudhu’bagi yang
mengetahui kemaudhu’an hadits tersebut, kecuali disertai oleh penjelasan dan
peringatan untuk tidak menggunakannya.
Rasulullah bersabda dalam suatu hadits yang sangat masyhur yang artinya :
Barangsiapa yang meriwayatkan suatu hadits dariku yang ia ketahui hadits itu dusta
,maka ia adalah salah seorang pendusta.11
8. 8
Dari pengertian yang telah terpaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa
hadits maudhu’ adalah hadits yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW , baik
secara perbuatan, perkataan, maupun taqrirnya, secara rekaan atau dusta semata.
Dalam masyarakat islam hadits maudhu’disebut juga hadits palsu.12
Kata-kata yang biasa dipakai untuk hadits maudhu’ adalah al-mukhtalaqu, al-
muhtala’u, al-mashnu, dan al-makdzud. Kata tersebut memiliki arti yang hampir
sama. Pemakain kata-kata tersebut adalah lebih mengokohkan bahwa hadits semacam
ini semata-mata dusta atas nama Rasulullah SAW.13
Setelah mengetahui paparan mengenai pengertian hadits maudhu’ baik secara
bahasa maupun secara istilah, dari buku karya Sohari Sahrani kami menemukan
hubungan kesinambungan antar pengertian hadits secara bahas dan secara istilah
yaitu:
Al- hiththah mengandung arti bahwa hadist maudhu adalah hadits yang
terbuang atau terlempar dari kebahasan yang tidak memiliki dasar samasekali
untuk diangkat seabagai hujjah . ini sudah sangat jelas karena seorang muslim
tidaklah mungkin mengambil sesuatu yang berasal dari pendusta untuk
dijadikan hujjah.
Al-isqath,yang mengandung arti bahwa hadits maudhu’ adalah hadits yang
gugur , gugur dalam artian hadits tersebut tidak layak untuk dipakai.
Al- islaq, yang mengandung arti bahwa hadits maudhu adalah hadits yang
ditempelkan atau hasil klaim terhadap Rasulullah agar dianggap bahwa hadits
tersebut dari rasulullah SAW.
Al-ikhtilaq, hadist maudhu adalah hadits yang dibuat – buat sebagai ucapan,
perbuatan atau ketetapan yang berasal dari nabi Muhammad SAW. Padahal
sejatinya hadits tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW.14
Dari berbagai paparan tersebut kami dapat menyimpulkan bahwa hadits
maudhu’ adalah hadits palsu hadits yang dikeluarkan oleh para pendusta dan
disandarkan atau diatas namakan terhadap nabi Muhammad SAW dengan berbagai
sebab yang akan dibahas , hadits maudhu’ juga dapat diartikan sebagi hadits palsu,
dan umat islam dilarang untuk menggunakannya.
12
Abdul Fatah Abu Ghuddah. Lamhat Min Tarikh As- Sunnah wa ‘Ulum Al-Haditshlmn 41.
13
Utang Rawijaya , Ilmu Hduts. Jakarta : Gaya Media Pratama. 1996. Hlmn 189
14
Sohari Sahrani ,ulumul hadist (IAIN Banten,2005) hlmn 166
9. 9
2.2 Sejarah dan Faktor Munculnya Hadits Maudhu’
2.2.1 Sejarah Munculnya Hadits Maudhu’
Masuknya secara massal penganut agama lain ke dalam islam, yang merupakan
akibat dari keberhasilan dakwah islamiyah ke seluruh pelosok dunia, secara tidak
langsung menjadi faktor-faktor munculnya hadits palsu. Kita tidak bisa menafikan bahwa
masuknya mereka ke islam disamping ada yang benar-benar ikhlas tertarik dengan ajaran
islam yang dibawa oleh para da’i ada juga segolongan dari mereka yang menganut
agama islam karena terpaksa untuk tunduk padakekuasaan islam yang pada waktu itu,
golongan yang seperti ini kita sebut dengan golongan munafik.15
Golongan munafik tersebut senantiasa menyimpan dendam dan dengki terhadap
islam dan penganutnya. Mereka senantiasa menunggu peluang yang tepat untuk merusak
dan menimbulkan keraguan dalam hati orang islam.oleh karena itu memang benar
menurut Rsulullah bahwa orang munafik lebih berbahaya dari pada orang kafir sekalipun,
hal ini disebabkan orang munafik ingin menghancurkan islamdengan cara yang
sembunyi, berbeda dengan orang kafir yang sudah jelas mereka memusuhi islam.
Orang munafik sangat menunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan islam,
hingga datanglah waktu yang mereka tunggu yaitu pada masa pemerintahan Utsman bin
Affan (w. 35 H) golongan munafik inilah yang mulai menaburkan benih-benih fitnah
yang pertama. 16
Salah seorang tokoh yang berperan dalam upaya menghancurkan islam
pada masa Utsman bin Affan adalah Abdullah bin Saba’, seorang penganut yahudi yang
telah masuk islam.
Dengan bertopengkan pembelaan terhadap Sayidin Ali bin Abi Thalib dan ahli
bait, ia menjelajah ke seluruh pelosok masyarakat untuk menabur fitnah besar-besaran. Ia
menyatakan bahwa Sayidin Ali lebih berhak menjadi khalifah dibandingkan dengan
Utsman bin Affan. Bahkan ia pula mengatakan bahwa sayyidina Ali juga lebih berhak
menggantikan posisi nabi Muhammad sebagai khalifah dibandingkan denga Abu Bakar
dan Umar sekalipun, Abdullah bin Saba’ mengatakan seperti itu karena ia berdusta dan
mengaku hal itu sesuai dengan wasiat Rasulullah SAW. Dan untuk mendukung
propaganda inilah dia menggunakan hadits maudhu’ yang artinya”setiap nabi itu ada
penerima wasiatnya dan penerima wasiatku adalah Ali ”17
15
Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah.al-Israiliyyat wa Maudhuat fi Kutub At-tafsir.hlmn20.
16
Ibid
17
Ibid
10. 10
Namun, penyebaran hadits maudu’pada masa itu belum meluas karena masih
banyak para sahabat utama yang masih hidup dan mengetahui dengan yakin akan
kepalsuan suatu hadits. Sebagai contohnya yaitu Sayyidina Utsman , ketika beliau
mengetahui hadits maudhu’ yang dibuat oleh Ibnu Saba’beliau mengambil tindakan
dengan mengusir Ibnu Saba’dari Madinah, begitu pula yang dilakukan oleh Sayyidina Ali
setelah beliau menjadi khalifah.18
Para sahabat sudah mewaspadai hal akan kemunculan hadits maudhu’ dan
mengetahui betapa bahayanya hadits maudhu hal ini karena para sahabat telah
mengetauinya dan telah di wanti-wanti oleh rasulullah SAW, terhadap orang yang
memalsukan hadits, yaitu sebagai mana nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya
“barang siapa yang berdusta atas namaku, dengan sengaja dia telah menempatkan
tempatnya di dalam neraka ”19
Walaupun begitu , golongan munafik ini terus mencari-cari peluang yang ada
mereka menampaatkan segala situasi,terutama setelah terbunuhnya Utsman. Sejak itu
muncullah golongan – golongan , seperti golongan yang ingin membela dan menuntut
atas wafatnya Utsman, golongan yang mendukung Ali , serta golongan yang tidak
memihak pada keduanya, dalam tiap golongan itu terdapat sebagian orang-orang munafik,
dan orang – orang munafik itu menggunakan hadits-hadits palsu yang berisi tentang
keunggulan golongan itu, tak lain tujuan mereka adalah untuk memengaruhi orang-orang
agar bergabung pada golongan mereka.20
Diriwayatkan oleh imam Muslim dari Tawus bahwa pernah suatu ketika
dihadapkan pada Ibnu Abbas,suatukitab yang di dalamnya mengandung keputusan-
keputusan dari Sayyidina Ali, lalu Ibnu Abbas menghapusnya kecuali sebagian kecil
yang tidak dihapus, Sufyan bin Unaiyah memperkirakan bagian yang tidak dihapus hanya
sekitar sehasta.21
Imam Zahabi juga meriwayatkan dari Huzaimah bin Nasr, katanya “aku
mendengar Ali berada di siffin,’mudah-mudahanAllah melaknati mereka yaitu golongan
yang putih yang menghitamkan ’ karena telah merusak hadits-hadits Rasulullah22
”
18
Ibid
19
Al-Imam An- Nawawi . muqaddimah Shahih MuslimbiSyarh An- Nawawi.babTagliz Akidzb Ala Rasulillah
.hadits nmr 3.
20
Abdul Fatah Abu Ghudah . Lamhaat Min Tarikh As-Sunnah wa Ulum AL-hadits.hlmn 45; Syahban
.op.cit.hlmn.20-21
21
An- Nawawi .op.cit.hlmn.22
22
Syahbah.hlmn.22.
11. 11
Menanggapi hal ini para sahabat menaruh perhatian pada suatu hadits yang
disebarkan oleh seseorang, mereka tidak langsung percaya dan mudah menerimanya
sekiranya ,mereka meragukan keshahihan hadits tersebut.23
Setelah zaman sahabat berlalu , penelitian dan penilaian terhadap hadits mulai
melemah . ini menyebabkan banyaknya periwayatan dan penyebaran hadits secara tidak
langsung telah turut menyebabkan pendustaan terhadap Rasulullah dan para sahabatnya.
Ditambah lagi dengan adanya konflik politik di antara umat islam yang semakin hebat.
Inilah yang menyebabkan besarnya peluang golongan yang memalsukan hadits yang
bersengkongkol dengan parapembesar untuk memalsukan hadits.24
Walaupun begitu, tahap penyebaran hadits-hadits maudhu’ pada massa ini masih
kecil jika dibandingkan dengan pada zaman-zaman berikutnya. Hal ini karena masih
banyaknya tabi’in yang menjaga hadits-hadits dan menjelaskan mana hadits yang hasan
atau yang dhoif. Dan juga karena pada zaman ini masih dianggap sezaman dengan
zamannya Rasulullah SAW. Sehingga disebut oleh nabi bahwa zaman ini lah yang
disebut dengan sebaik-baiknya zaman. Hal ini dikarenakan pengajaran dan wasiat-wasiat
nabi masih segar dikalangan mereka sehinggamereka dapat menganalisis kepalsuan-
kepalsuan pada suatu hadits .25
2.2.2 Faktor- Faktor Penyebab Munculnya Hadits Maudhu’
Tedapat beberapa faktor penyebab hadits maudhu’ muncul diantaranya adalah
sebagai berikut :
a) Pertentangan Politik dalam Soal Pemilihan Khalifah
Pertentangan antara umat islam terjadi setelah terbunuhnya Sayyidina utsman
oleh para pemberontak dan kekhalifahan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib.
Umat islam pada masa itu terpecah belah menjadi beberapa golongan yang
membela dan menuntut atas kematian khalifah Utsman dan golongan yang
mendukung sayyidina Ali. Setelah perang siffin , muncullah beberapa golongan
lainnya, diantaranya golongan Khawarij dan golongan Muawiyyah.26
23
An- Nawawi .op.cot.Bab an-nahyu An arRiwatyatb An Ad-Dhuaffatwa Al-Ihtiyyat fi Tahammuliha. Hadits
no.7.hlmn.76.
24
Syahbah .op.cit.hlmn.23.
25
Al-Khatib.op.ct.hlmn.353-354.
26
Ibid
12. 12
Diantara golongan-golongan tesebut, untuk mendukung golongannya masing-
masing, mereka membuat hadits palsu, dan golongan yang paling banyak membuat
hadits maudhu' adalah golongan syi’ah dan golongan Rafidhah.27
Orang- orang syi’ah membuat Hadits maudhu’ tentang keutamaan Ali bin Abi
Thalib dan ahli bait. Disamping itu, mereka membuat hadits maudhu’ denan maksud
mencela dan menjelek- jelekan Abu Bakar dan Umar mereka menganggap bahwa
keduanya adalah perampas kekuasaan yang seharusnya untuk sayyidina Ali.28
Diantara hadits yang dibuat oleh golongan syi’ah adalah :
منأرادأنينظرإىلأدمفعلمهوإىلنوحفَقواهوإىلإبراهيمفحلمهوإىل
هَد ابع ِف ىسيعفلينظرإىلعلي
“barang siapa yang ingin melihat Adam tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat
Nuh tentang ketaqwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang kebaikan hatinya , ingin
melihat musa tentang kehebatannya, ingin melihat Isa tentang ibadahnya, hendaklah
ia melihat Ali.”
إذارايتممعاويةفاقتلوه
“Apabila kamu melihat muawiyyah atas mimbarku maka bunuhlah dia”
Gerakan-gerakan golongan Syi’ah tersebut diimbangi oleh golongan jumhur
yang bodoh dan tidak tahu akibat dari pemalsuan hadits tersebut dengan membuat
hadits palsu. Contoh hadits-hadits palsu adalah,
لإال :اهنم ةقرولكىلع ٌبوتكم َّالإ ٌةرجش َّةناجل ف امَّاَّلل لوسرٌدَّمُم َّاَّلل َّالإ ه,
انمثع ,قوارفال رمع ,قيدالص ركبوبأنيرُّوالنوذ
“Tak ada satu pohon pun dalam surge, melainkan tertulis pada tiap-tiap daunnya: La
illaha illallah, Muhammadur Rasulullah, Abu Bakar Ash-Shiddieq, ‘Umar Al-Faruq,
dan Utsman Dzunnuraini.”
27
M. Hasby As-Shiddieqy.sejarah dan pengantar ilmu hadits.jakarta :bulan bintang. Hlmn.246.
28
Ibid
13. 13
Golongan yang fanatik terhadap muawiyyah pun membuat hadits palsu yang
menerangkan keutamaan muawiyyah, diantaranya :
المناءثالثٌة:أنو اجربيلومعاوية
“orang yang terpercaya ada tiga, yaitu aku, jibril, dan muawiyyah”
Perlu ditegaskan disini, bahwa walaupun golongan khawarij merupakan
glolongan yang keluar dari golongan ahli sunnah wal jama’ah, mereka tidak suka
membuat hadits maudhu’ untuk menguatkan madzhabnya. Jadi, tak benar jika ada
ulama yang menggatakan bahwa khawarij memperkuat madzhab nya dengan hadits
maudhu’.29
Hal ini seperti dikatakan oleh Abu Dawud bahwa tidak ada di golongan
pengikut nafsu yang lebih benar perkataannya dan lebih shahih haditsnya , selain
golongan khawarij.30
Mereka melakukan pemalsuan hadits dikarenakan oleh doktrin mereka yang
mengkafirakan orang-orang yang melakukan dosa besar, apalagi berdusta atas nama
nabi Muhammad SAW.31
b) Adanya Kesengajaan dari Pihak Lain yang Ingin Merusak Ajaran Islam
Golongan ini adalah terdiri dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani
yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama Islam. Mereka tidak mampu
melawan kekuatan islam secara terbuka maka mereka mengambil jalan ynag buruk
ini. Mereka menciptakan sejumlah besar hadits maudhu’ (palsu) dengan tujuan
merusak ajran islam. 32
Faktor itu merupakan faktor awal munculnya hadits maudhu’. Hal ini
berdasarkan peristiwa Abdullah bin Saba’ yang mencoba memecah belah umat islam
dengan bertopengkan kecintaan kepada Ahli Bait. Sejarah mencatat bahwa ia adalah
seorang yahudi yang berpura-pura memeluk agam islam. Oleh sebab itu, ia berani
menciptakan hadits maudhu’ pada saat masih banyak sahabat utama masih hidup.33
29
Ibid . hlmn. 248
30
Ibid
31
Syaikh Mnna’Al- Qaththan. Mabahits fi ’ulum Al-Hadits . terj. Miftdhol Abdurahman . Jakarta :Pustaka
Kautsar .2005.hlmn . 147.
32
Mahmud At-Tahhan. Beirut :Tafsir Musthalah Al-Hadits. Dar Al-Quran Al-Karim, 1399H/ 1979 M. Hlmn. 91
33
Syahbah.op.cit.hlmn.20.
14. 14
Diantara hadits maudhu’ yang diciptakan oleh orang-orang zindiq tersebut
adalah:
ينزلرُّبنع اشَّيةعلج ىلأورقي ,صافحُّالركبانويعانقالمشاة
Tuhan kami turun dari langit pada sore hari, di Arafah dengan berkendaraan unta
kelabu, sambil berjabatantangan dengan orang-orang yang berkendaraan dan
memeluk orang-orang yang sedang berjalan.34
اَّنلظرإىلالوجهاجلملعبادٌة
Melihat (memandang) muka yang indah adalah ibadah.35
Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadis maudhu’ dari kalangan orang zindiq ini,
adalah :
1. Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4000 hadits maudhu’
tentang hukum halal-haram. Akhirnya , ia dihukum mati oleh Muhammad bin
Sulaiman , Seorang walikota Bashrah ;
2. Muhaammad bin Sa’id Al- Mashlub, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja’far Al-
Manshur;
3. Bayan bin Sam’an Al-Mahdy, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid bin
‘Abdillah.36
Khalifah yang sangat keras membasmi gerakan orang-orang zindiq ini adalah
Khalifah Al-Mahdy dari Dinasti Abbasyah.37
c) Mempertahankan Madzhab dalam Masalah Fiqih dan Masalah Kalam
Para pengikut mahdzab fiqih dan pengikut ulama kalam, yang masih dangkal
dalam ilmu agamanya, membuat pula hadits-hadits palsu untuk menguatkan paham
pendirian imannya.
34
Fathur Rahamn.Ikthisar Mutshalahul Hadits.Bandung:Alma’arif.1974.hlmn.177.
35
Ash-Shiddieqy.op.cit.hlmn.250.
36
Rahman .op.cit.hlmn.178.
37
Ash-Shiddieqy.op.cit.hlmn.250.
15. 15
Mereka yang fanatik terhadap mazhab Abu Hanifah yang menganggap tidak
sah shalat mengangkat kedua tangan di kala shalat, membuat hadits maudhu’ sebagai
berikut :
منرفعيديهفَّالصالةفالصالةله
Barang siapa mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, tidak sah shalatnya.38
Hadits ditas semata-mata keluar dari perkataan mereka bukann dari perkataan
Rasulllah SAW, Mereka membuat hadits tersebut bertujuan untu menguatkan mazhab
yang mereka anut.
Dalam hal ini juga golongan mutakalimin mengkafirkan orang yang
berpendapat bahwa Al-Quran adalah ciptaan, baru (mahluk) , yang mengeluarkan
hadits dengan disandarkan kepada nabi Muhammad SAW :
كُّلمنفَّالسمواتوالرضومب اينهمف اهوملوٌقغيرهللاوالقران,
سيجيءأقوٌاممنأَّمتيقولونا :لقرأنملوٌقفمنقالذلكفقدكفرباهللاالعظيم
وطلقتمنهامرأَهمنسع اتها
Setiap yang ada di langit, di bumi, dan di antara keduanya, adalah mahluk, kecuali
Allah, Al-Quran, Kelak, akan datang kaum dari umatku yang mengatakan bahwa Al-
Quran adalah mahluk (baru). Oleh karena itu, barang siapa yang mengatakan
demikian , sungguh kafir terhadap Allah yang mahabesar , dan tertalaklah istinya
sejak saat itu .39
Hadits inipun dibuat seamata-mata hanya untuk menguatkan pendapat
mereka.
d) Membangkitkan Gairah Beribadah untuk Mendekatkan Diri Pada Allah
Mereka membuat hadits-hadits palsu dengan tujuan menarikorang untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah, melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan, atau
dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal, melaui hadits tarhib wa targib
38
M. Agus Sholahuddin dan Agus suyadi.Ulumul Hadits.Bandung :Pustaka Setia. Hlmn.180.
39
Rachman .op.cit. hlmn.180-181.
16. 16
(anjuran-anjuran untuk meinggalkan yang tidak baik dan untuk mengerjakan yang
dipandangnya baik), dengan cara berlebih-lebihan.40
Seperti hadits-hadits yang dibuat Nuh ibn Abi Maryam tentang keutamaan Al-
Quran. Ketika alasan melakukannya ia menjawab” Saya didapati manusia telah
berpaling dari membaca Al-Quran maka saya membuat hadits-hadits ini untuk
menarik minat umat kembali kepada Al-Quran”.41
e) Menjilat Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah
Ulama-ulam su’ membuat hadits palsu ini untuk membenarkan perbuatan-
perbuatan para penguasa sehingga dari perbuatan nya tersebut , mereka mendapatkan
upah dengan diberi kedudukan atau harta.
Salah satunya adalah kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i yang datang
kepada amirul mu’minin Al-Mahdi, yang sedang bermain merpati,. Lalu, ia
menyebutkan hadits dengan sanadnya secara berturut-turut sampai kepada Nabi
SAW., bahwasanya beliau bersabda :
السبقإَّالِفنصلأوخفأوحافرأوجناح
Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan, menunggang kuda,
atau burung yang bersayap.
Ia menambahkan kata ‘atau burung yang bersayap’untuk menyenangkan Al-
Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham, setelah ia berpaling. Sang
Amir berkata”Aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuku pendusta atas nama
Rasulullah SAW.” lalu ia memerintahkan untuk menyemvbelih merpati itu.42
2.3 Ciri-Ciri Hadits Maudhu’
Para ulama Muhaditsin, di samping membuat kaidah-kaidah untuk mengetahui
sahih, hasan, atau dhaif suatu hadits, mereka juga menentukan ciri-ciri untuk mengetahui
ke-maudhu’-an suatu hadits.
Ke-maudhu’-an suatu hadits dapat dilihat pada ciri-ciri yang terdapat pada sanad
dan matan.
40
Ranuwijaya. Op.cit.hlmn.254.
41
Ash- Shiddieqy.op.cit.hlmn.254.
42
Al-Qaththan.op.cit.hlmn.149.
17. 17
1. Ciri-Ciri yang Terdapat pada Sanad
Terdapat banyak ciri-ciri ke-maudhu’-an hadits yang terdapat pada sanad.
Ciri-ciri tersebut adalah :
a. Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi
yang tepercayayang meriwayatkan hadits dari dia.43
b. Pengakuan dari si pembuat sendiri.
Pengkuan tersebut contohnya sebagai berikut :
1) Pengakuan seorang guru tasawuf, ketika ditanya oleh Ibnu Isma’il tentang
keutamaan ayat-ayat Al-Quran, yang serentak menjawab, “ Tidak seorang pun
yang meriwayatkan hadits kepadaku. Akan tetapi serentak kami melihat
manusia sama membenci Al-Quran, kami ciptakan untuk mereka hadits ini
(tentang keutamaan ayat-ayat Al-Quran), agar mereka menaruh perhatian
untuk mencintai Al-Quran. “
2) Pengakuan Abdul Karim bin Abu al-Auja ketika akan dihukum mati ia
mengatakan,“ Demi Allah, aku palsukan padamu 4.000 buah hadits. Di
dalamnya aku haramkan yang halal dan aku halalkan yang haram.” Kemudian
dihukum pancung lehernya atas instruksi Muhammad bin Sulaiman bin Ali,
Gubernur Bashrah (160-173 H). Maysarah bin Abdi Rabbih Al-Farisi
mengaku banyak membuat hadits maudhu’ tentang keutamaan Alquran dan
keutamaan Ali. Ia mengaku membuat hadits maudhu’ lebih dari 70 hadits.
Demikian juga Abu Ishmah bin Maryam yang bergelar Nuh Al-Jami mengaku
banyak membuat hadits maudhu’ yang disandarkan kepada Ibnu Abbas
tentang keutamaan Alquran.44
c. Kenyataan sejarah mereka tidak mungkin bertemu.
Perawi yang meriwayatkan suatu hadits dari seorang syaikh yang tidak
pernah jumpa, atau ia dilahirkan sesudah syaikh tersebut meninggal, atau tidak
pernah ia dating ke tempat syaikh itu, yang dikatakannya disanalah ia mendengar
hadits.
Misalnya ketika Ma’mun Ibn Ahmad As-Sarawi mengaku bahwa ia
menerima hadits dari Hisyam Ibn Amr kepada Ibnu Hibban maka Ibnu Hibban
bertanya, “ Kapan engkau pergi ke Syam?”. Ma’mun menjawab, “ Pada tahun 250
43
Ash-Shiddieqi.op.cit.hlm.273.
44
Ahmad Muhammad Syakir,Al-Ba’its Al-hatsits Syarh Ikhtishar Ulum Al-Hadits…,hlm.67-68.
18. 18
H.” Mendengar itu Ibnu Hibban berkata, “ Hisyam meninggal dunia apada tahun
245 H.” 45
d. Keadaan rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits maudhu’
Dapat juga diketahui, bahwa hadits itu maudhu’ dengan memperhatikan
keadaan-keadaan karinah yang mengelilingi perawi kala ia meriwayatkan hadits
tersebut.
1) Misalnya seperti yang dilakukan oleh Ghiyats bin Ibrahim, kala ia berkunjung
ke rumah Al-Mahdi yang sedang bermain dengan burung merpati, yang
berkata,
احنجوأ رف اح وأ فخ وأ لصن ِف َّالإ قبس ال
Tidak sah perlombaan itu, selain mengadu anak panah, mengadu unta,
mengadu kuda, atau mengadu burung.
Ia menambahkan kata, “ au janahin” (atau mengadu burung), untuk
menyenangkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham.
Setelah ia berpaling, Sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu
adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah SAW.”, lalu ia memerintahkan
untuk menyembelih merpati itu. Tingkah laku Giyats semacam itu menjadi
qarinah untuk menempatkan ke-maudhu’-an suatu hadits.46
2) Seperti yang disandarkan Al-Hakim dari Saif bin Umar Al-Tamimi, aku di sisi
Saad bin Tharif, ketika anaknya pulang dari sekolah (al-Kuttab) menangis,
ditanya bapaknya : “ Mengapa engkau menangis?” Anaknya menjawab : “
Dipukul gurunya”. Lantas Saad berkata : “ Sungguh saya bikin hina mereka
sekarang.” Memberitakan kepadaku Ikrimah dari Ibnu Abbas secara marfu :
معلموص ابيانكمشارركمقُّلهمرحةلليتيموأغلظهمعلىاملسكاي
Guru-guru anak kecilmu adalah orang yang paling jelek diantara kamu.
Mereka paling sedikit sayangnya terhadap anak yatim dan yang paling kasar
terhadap orang-orang miskin.
45
Ibid.hlm.238.
46
Rahman.op.cit.hlm.170.
19. 19
Ibnu Ma’in berkata, “ Tidak halal seseorang meriwayatkan suatu hadits dari
Sa’ad bin Tharif.” Ibnu Hibban berkomentar : “ Ia memalsukan hadits.” Al-
Hakim juga berkata: “ Ia dituduh sebagai Zindiq dan gugur dalam
periwayatannya.” 47
2. Ciri-Ciri yang Terdapat pada Matan
Terdapat banyak pula ciri-ciri hadits maudhu’ yang terdapat dalam matan,
diantaranya sebagai berikut.
a. Lemah susunan lafal dan maknanya
Salah satu tanda ke-maudhu-an suatu hadits adalah lemah dari segi bahasa dan
maknanya. Secara logis tidak dibenarkan bahwa ungkapan itu datang dari Rasul.
Banyak hadits-hsdits panjang yang lemah susunan bahasa dan maknanya. Seorang
yang memiliki keahlian bahasa dan satra memiliki ketajaman dalam memahami
hadits dari Nabi atau bukan hadits maudhu ini, bukan bahasa Nabi yang
mengandung sastra (fashahah) karena sangat rusak susunannya. Ar-Rabi bin Khats
yang berkata :
إَّنللحديثضوءكاضوءَّالنهارنعرفهوظلمةَّلاليلننكره
Sesungguhnya hadits itu bercahaya seperti cahaya siang kami mengenalnya dan
memiliki kegelapan bagaikan gelap malam kami menolaknya.
Hadits palsu jika diriwayatkan secara eksplisit bahwa ini lafal dari Nabi dapat
dideteksi oleh para pakar yang ahli dalam bidangnya sehingga tercium bahwa ini
hadits yang sesungguhnya dan hadits palsu. Jika tidak dinyatakan secara eksplisit,
menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, hadits itu dikembalikan pada maknanya yang
rusak, karena bisa jadi ia beralasan riwayah bi’ al-ma’na atau karena tidak bisa
menyusunnya secara baik.48
b. Kerusakan maknanya
Maksud rusaknya makna karena bertentangan dengan rasio yang sehat, menyalahi
kaidah kesehatan, mendorong pelampiasan biologis seks, dan lain-lain dan tidak
bisa di takwilkan.
1) Karena berlawanan dengan akal sehat, seperti hadits :
47
Muhammad Syakir,Al-Ba’its Al-Hatsits Syarh Ikhtishar…,hlm.68.
48
Ibid.,hlm.68-69.
20. 20
أَّنسفينةنوحطافتبالبيتسبعاوصلتبالمقامركعتي
Sesunguhnya bahtera Nuh berthawaf tujuh kali keliling Ka’bah dan
bersembahyang di maqam Ibrahim dua rakaat.49
2) Karena berlawanan dengan hukum akhlak yang umum, atau menyalahi
kenyataan, seperti hadits :
اليولدبعدالمائةمولوٌدََّّللفيهحاجٌة
Tiada dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada padanya
keperluan bagi Allah.
3) Karena bertentangan dengan ilmu kedokteran, seperti hadits :
الباذنانشفٌاءمنكلشيء
Buah terong itu penawar bagi segala penyakit.
4) Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang ditetapkan akal
terhada Allah. Akal menetapkan bahwa Allah suci dari serupa dengan
makhluknya. Oleh karena itu, kita menghukumi palsu hadits berikut ini.
إَّنهللاخلقالفرسفأجراهف اعرقتفخلقنفسهم انها
Sesungguhnya Allah menjadikan kuda betina, lalu ia memacukannya. Maka
berpeluhlah kuda itu, lalu Tuhan menjadikannya dirinya dari kuda itu.
5) Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan alam, seperti
hadits yang menerangkan bahwa ‘Auj Ibn ‘Unuq mempunyai panjang tiga
ratus hasta. Ketika Nuh menakutinya dengan air bah, ia berkata, “ Bawalah
aku ke dalam piring mangkukmu ini.” Ketika topan terjadi, air hanya sampai
ke tumitnya saja. Kalau mau makan, ia memasukkan tangannya ke dalam laut,
lalu membakar ikan yang diambilnya ke panas matahari yang tidak seberapa
jauh dari ujung tangannya.50
49
Ibid.,hlm.69.
50
Ibid.
21. 21
6) Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal sama sekali,
seperti hadits,
الديكالبيضحبييبوحبيبحبييب
Ayam putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku jibril.
Ibnu Jauzy berkata,
كُّلخربأوهمبط االومليقبلَّتل اأويلفمكذوٌبأونقصمنهمي ازيال لوهم
Segala khabar yang mewahamkan kebatalan dan tiada menerima ta’wil,
dihukum dusta, atau kurangkan daripadanya yang menghilangkan waham itu.
Kata Ar-Razy dalam Al-Maushul :
كُّلحديثرأيتهخيالفالعقولو ,يناقضالصولو ,يباينالمنقولف ,ع المأَّنهموضوٌع
Tiap-tiap hadits yang engkau dapati menyalahi akal, menentangi kaedah dan
berlainan dengan yang dinukilkan dari Nabi, ketahuilah bahwa hadits itu
maudlu.
c. Menyalahi keterangan Al-Quran yang terang, keterangan Sunnah Mutawatirah dan
kaidah-kaidah kulliyah
1) Apabila suatu hadits menyalahi sharih Al-Quran dan tidak dapat dita’wilkan,
dihukumlah maudhu’. Misalnya hadits :
ولدالزنال ايدخلاجلَّنةإلسبعةأبناء
Hadits ini bertentangan dengan firman Allah SWT :
والَزروازرٌةوزراخر:النعام (ا ي١٦٤)
Dan tiada seseorang yang bersalah memikul kesalahan orang lain.
( Q.S. Al-An’am(6) :164)
2) Dan dihukum demikian juga, apabila menyalahi Sunnah mutawatirah,
misalnya hadits:
22. 22
إذح ادثتمعنبديثيوف اقاحلَّقفخذوبهح ,َّدثتبأ همملأحدث
Apabila diriwayatkan kepadamu sesuatu hadits yang sesuai dengan
kebenaran, ambillah, baik aku menerangkannya ataupun tidak.
Hadits di atas jelas palsu, karena bertentangan dengan hadits mutawatir yang
disabdakan Nabi SAW :
منكذبعلَّيمتعمدف اليتبَّوأمقعدهمنَّنالار
Barang siapa yang mendustakanku dengan sengaja, maka hendak siap-
siaplah tempat tinggalnya di dalam neraka.
d. Menyalahi hakikat sejarah yang terkenal di masa Nabi SAW
Misalnya hadits yang menjelaskan bahwa Nabi memungut jizyah (pajak) pada
penduduk Khaibar dengan disaksikan oleh Sa’ad bin Mu’adz, padahal Sa’ad telah
meninggal pada saat Perang Khandaq sebelum kejadian tersebut. Jizyah
disyariatkan setelah Perang Tabuk pada Nasrani Najran dan Yahudi Yaman.
e. Hadits sesuai dengan madzhab perawi
Misalnya, hadits yang diriwayatkan oleh Habbah bin Juwaini, ia berkata : Saya
mendengar Ali berkata :
عبدتهللامعرسولهقبلأنيعبدهأحٌدمنهذهالَّمةخسسنيأوسبعسني
Aku menyembah Tuhan bersama Rasul-Nya sebelum menyembah-Nya seorangpun
dari umat ini lima atau tujuh tahun.
Hadits ini mengultuskan Ali sesuai dengan prinsip madzhab Syi’ah, tetapi
pengultusan itu juga tidak masuk akal, bagaimana Ali beribadah bersama Rasul
lima atau tujuh tahun sebelum umat ini.
f. Mengandung pahal yang berlebihan bagi amal yang kecil
Biasanya motif pemalsuan hadits ini disampaikan para tukang kisah yang ingin
menarik perhatian para pendengarnya atau agar menarik pendengar untuk
melakukan perbuatan amal shaleh. Akan tetapi, memang terlalu tinggi dalam
membesarkan suatu amal kecil dengan pahala yang berlebihan. Misalnya :
منصَّلالض ىحكىذو اكذر اكعةأعطيثوابسبعينبيا
23. 23
Barang siapa shalat dhuha sekian rakaat diberi pahala 70 nabi.
g. Sahabat dituduh menyembunyikan hadits
Sahabat dituduh menyembunyikan hadits dan tidak menyampaikan atau tidak
meriwayatkan kepada orang lain, padahal hadits itu secara transparan harus
disampaikan Nabi SAW. Misalnya, Nabi memegang tangan Ali bin Abi Thalib
dihadapan sahabat semua, kemudian bersabda :
هذو اصييوأخو ياخلليفةمنبعدى
Ini wasiatku dan saudaraku dan khalifah setelah aku.
Seandainya itu benar hadits dari Nabi SAW, tentu banyak diantara sahabat yang
meriwayatkannya karena masalahnya adalah untuk kepentingan umum, yaitu
kepemimpinan. Tidak mungkin para sahabat diam, tidak meriwayatkan jika hal itu
terjadi benar pada Rasulullah SAW.
Dari uraian di atas, telah dijelaskan bahwa ciri-ciri ke-maudhu’-an hadits
dapat diketahui baik yang ada pada sanad maupun pada matan. Sehingga para ahli
hadits yang bergelut dalam bidangnya dapat mengetahui secara dalam, sekali pun baru
mencium perbedaan hadits yang disampaikan Nabi atau susunan para pendusta.
2.4 Hukum Membuat dan Meriwayatkan Hadits Maudhu’
Umat islam telah sepakat bahwa hukum membuat dan meriwayatkan hadits
maudu’ dengan sengaja adalah haram secara muthlaq, bagi mereka yang sudah
mengetahui hadits itu palsu. Adapun bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan
member tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu ( menerangkan sesudah
meriwayatkan ataupun membacakannya ), yidak ada dosa atasnya.
Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka
mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, tidak ada dosa atasnya. Akan
tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang ia ceritakan atau
amalkan itu adalah hadits palsu, hendaklah segera ia tinggalkannya, kalau tetap ia
amalkan, sedangkan dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, hukumnya tidak
boleh.
Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa hukum terhadap seseorang yang
membuat atau meriwayatkan hadits dilihat dari niat dan kesengajaan seseorang dalam
membuat dan meriwayatkan hadits maudhu’ dan hukum bagi orang yang mengamalkan
hadits maudhu’ atas dasar ketidaktahuannya maka ia tidak berdosa berbeda dengan orang
yang sudah mengetahuinya.
24. 24
2.5 Usaha Para Ulama dalam Menanggulangi Hadits Maudhu’
Usaha para ulama dalam menanggulangi hadits maudhu’ diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Memelihara sanad hadits
Dalam rangka memelihara sunnah, siapa saja yang mengaku mendapat
sunnah harus disertai dengan sanad. Jika tidak disertai dengan sanad, maka suatu
hadits tidak dapat diterima. Muhammad bin Sirin mengatakan, para ulama semula
tidak bertanya tentang sanad sunnah. Akan tetapi, setelah terjadi pemalsuan hadits,
mereka pun berkata kepada yang meriwayatkannya: “ Sebutkan kepada kami para
perawinya.” Maka jika mereka memang ahli sunnah, diambil haditsnya, dan jika
dilihat ahli bid’ah, tidak diambil haditsnya.
Abdullah bin Al-Mubarak berkata :
مثلَّلاذي يطلبدينهبالإسنادكمثلَّلاذي يرَا قىَّلسطحبالسَّلم
Perumpamaan orang yang mencari agamanya tanpa isnad bagaikan orang yang naik
loteng tanpa tangga.
Keharusan sanad dalam menerima hadits bukan pada orang-oarng khusus saja,
bagi masyarakat umumpun pada saat itu mengharuskan menerimanya dengan sanad.
Hal ini mulai berkembang sejak masa tabi’in, hingga merupaka kewajiban bagi ahli
hadits menerangkan sanad hadits yang ia riwayatkan.
2. Meningkatkan kesungguhan penelitian
Sejak masa sahabat dan tabi’in, mereka telah melaksanakan penelitian dan
pemeriksaan hadits yang mereka dengar atau yang mereka terima dari sesamanya.
Jika hadits yang mereka terima itu meragukan, atau datang bukan dari sahabat yang
langsung terlibat dalam permasalahan hadits, segera mereka mengadakan rihlah
(perjalanan), sekalipun dalam jarak jauh untuk mengecek kebenarannya kepada pada
sahabat senior atau yang terlibat dalam kejadian hadits. Mereka saling mengingatkan
dan bermudzkarah bersama sahabat lain agar tidak melupakan hadits dan mengetahui
yang shahih dan yang tidak shahih.
Hasil penelitian mereka dibukukan di berbagai buku hadits atau ilmu hadits
yang besar-besar dan berjilid-jilid dari masa ke masa, seperti buku Induk Hadits Enam
atau Tujuh. Imam Asy_syafi’i menulis Ar-Risalah dan Al-Umm yang memuat Ulumul
Hadits, demikian juga Imam Muslim dalam mukadimah dan akhiran kitabnya, At-
25. 25
Tirmidzi dalam akhir kitab jami-nya, dan Al-Bukhari yang menulis kitab Tarikh Al-
Kabir, Al-Awsath, dan Ash-Shaghir. Muhammad bin Sa’ad Al-Waqidi (w.230 H)
yang menulis Ath-Thabaqat, Abu Hatim (w. 354 H) menulis Ats-Tsiqat, Ath-
Thabaqat, Adh-Dhu’afa, Al-‘Illal, dan lain-lain.
3. Mengisolir para pendusta hadits
Para ulama berhati-hati dalam menerima dan meriwayatkan hadits. Orang-
orang yang dikenal sebagai pendusta hadits dijauhi dan masyarakat pun dijauhkan
darinya. Semua ahli ilmu juga menyampaikan hadits-hadits maudhu’ dan
pembuatannya itu kepada murid-muridnya, agar mereka menjauhi dan tidak
meriwayatkan daripadanya.
Diantara ulama yang terkenal menentang para pembuat maudhu’ adalah Amir
Asy-Sya’bi (w.103 H), Syu’bah bin Al-Hajjaj (w.160 H), Sufyan Ats-Tsauri
(w.161H), Abdullah bin Al-Mubarak (w.181 H), Abdurrahman bin Al-mahdi (w.198
H), dan lain-lain.
4. Menerangkan keadaan para perawi
Dalam membasmi hadits maudhu’, para ahli hadits berusaha menelusuri
sejarah kehidupan, baik mulai dari lahir hingga wafat ataupun dari segi sifat-sifat para
perawi hadits, dari yang jujur, adil, dan andal daya ingatnya dan sebaliknya, sehingga
dapat dibedakan mana hadits shahih dan mana yang tidak shahih, mana hadits yang
sesungguhnya dan yang dipalsukan. Hasil karya penelitian mereka dihimpun dalam
buku Rijal Al-Hadits dan Al-Jarh wa At-Ta’dil sehingga dapat dimanfaatkan oleh
generasi ke generasi berikutnya.
5. Memberikan kaidah-kaidah hadits
Para ulama meletakkan dasar-dasar atau kaidah-kaidah secara metodologis
tentang penelitian hadits untuk menganalisis otentisitasnya, sehingga dapat diketahui
mana yang shahih, hasan dhaif dan maudhu’. Kaidah-kaidah itu dapat dijadikan
standar penilaian suatu hadits apakah suatu hadits memenuhi kriteria sebagai hadits
yang diterima atau ditolak.
Uraian di atas merupakan usaha yang dilakukan para ulama dalam
menanggulangi hadits maudhu’, dengan tujuan supaya hadits tetap terpelihara dan
bersih dari pemalsuan tangan orang-orang kotor. Di samping agar jelas posisi hadits
maudhu’ tidak tercampur dengan hadits-hadits shahih dari Rasulullah SAW.
26. 26
2.6 Para Pendusta dan Kitab-Kitab Hadits Maudhu’
1. Para Pendusta dalam Hadits
Diantara para pendusta hadits yang diketahui setelah penelitian yang
dilakukan oleh para ulama, yaitu sebagai berikut :
1) Aban bin Ja’far An-Numaiqi, membuat 300 buah hadits yang disandarkan kepada
Abu Hanifah.
2) Ibrahim bin Zaid Al-Aslami, membuat hadits disandarkan dari Malik.
3) Ahmad bin Abdullah Al-Juwaini, juga membuat beribu-ribu hadits untuk
kepentingan kelompok Al-Karramiyah.
4) Jabir bin Zaid Al-Jua’fi, membuat 30.000 buah hadits.
5) Nuh bin Abu Maryam membuat hadits maudhu’ tentang fadhail surah-surah dalam
Alquran.
6) Muhammad bin Syuja’ Al-Wasithi, Al-Harits bin Abdullah Al-A’war, Muqatil bin
Sulaiman, Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, Al-Waqidi dan Ibnu Abu Yahya.
7) Abbas bin Dlahhak
8) Ali bin ‘Urwah ad-Dimisyiqi
9) Abu Sawud al-Nakh’I namanya Sulaiman bin Amr
10) Al-Mughirah bin Syu’bah al-Kufi
11) Al-Waqidi, Muhammad bin Umar bin waqid
12) Ghiast bin Ibrahim an-Nakh’i
13) Ibnu Jahdlam
14) Hammdan bin ‘Amr an-Nashibi
15) Is-haqbin Najih
16) Ibrahim bin Muhammad bin Abi Yahya
17) Maisarah bin Abdi Rabbih Al-Farisi
18) Muhammad Sa’idasy-Syami al-Mashlub
19) Ma’mun bin ahmad al-Harawi
20) Muhammad bin ‘Ukasyah al-Karmani
21) Muhammad bin Qasim ath-Thaikani
22) Muhammad bin Ziad al-Lasykuri
23) Muqatil bin Sulaiman al-Bukhli
24) Muhammad bin Tamim al-Fariyabi
25) Umar bin Rasyid al-Madani
26) Umar bin Zaid
27. 27
27) Wahh bin Wahb al-Qadli Abul Bukhtari
28) Zaid bin Rifa al-Hasyimi
Selain para pendusta hadits di atas, terdapat golongan-golongan yang
memalsukan hadits, yaitu sebagai berikut :
a. Zanadiqah ( orang-orang zindiq )
b. Penganut-penganut bid’ah
c. Orang-orang yang dipengaruhi fanatic kepartaian.
d. Orang-orang yang ta’ashshub kebangsaan, kenegerian, dan keimanan.
e. Orang-orang yang dipengaruhi ta’ashshub madzhab
f. Para qushshash ( ahli riwayat dongeng )
g. Para ahli tashawuf zuhhad yang keliru
h. Orang-orang yang mencari penghargaan pembesar negeri
i. Orang-orang yang ingin memegahkan dirinya dengan dapat meriwayatkan hadits-
hadits yang tidak diperoleh orang lain.51
2. Kitab-Kitab yang Memuat Hadits Maudhu’
Para ulama muhaditsin, dengan menggunakan berbagai kaidah studi kritis
hadits, berhasil mengumpulkan hadits-hadits maudhu’ dalam sejumlah karya yang
cukup banyak. Diantara kitab-kitab yang memuat hadits maudhu’ adalah sebagai
berikut :
a. Al-Maudhu’ ‘Al-Kubra, karya Abu Al-Faraj Abdurrahman Al-Jauzi ( ulama yang
paling awal menulis dalam ilmu ini ), (508-597 H) 4 jilid.
b. Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Mawdhu’ah, karya Jalaluddin As-
Suyuthi (849-911 H).
c. Tanzihu Asy-Syari’ah Al-Marfu’ah ‘an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-maudhu’ah,
karya Ibnu ‘Iraq Al-Kittani (ringkasan kedua kitab tersebut).
d. Tadzkirah Al-Mawdhu’at, karya Abu Al-Fadhal Muhammad bin Tharir Al-
Maqdisi (448-507 H). kitah ini menyebutkan hadits secara alphabet dan
disebutkan nama perawi yang dinilai cacat (tajrih).
e. Al-Ba’its ‘ala Al-Khalash min Hawadits Al-Qashash, karya Zainuddin
Abdurrahim Al-Iraqi (725-806 H).
51
Baca uraian ini dalam kitab:Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits”dan pautkan satu sama lainnya.
28. 28
f. Al-Fawa’id Al-Majmu’ah fi Al-Ahadits Al-Mawdhu’ah, karya Al-Qadhi Abu
Abdullah Muhamad bin Ali Asy-Syaukani (1173-1255 H).
g. Silsilah Al-ahadits Adh-Dha’ifah, karya Al-Abani.52
Dari penjelasan di atas, akan memudahkan bagi umat islam untuk dapat
mengetahui siapa saja orang-orang yang membuat hadits mudhu’ dan juga akan
memudahkan bagi umat islam untuk dapat membedakan mana kitab hadits yang dapat
dijadikan sebagai pedoman (kitab hadits shahih) atau kitab hadits yang tidak dapat
dijadikan pedoman yaitu kitab hadits maudhu’.
52
Al-Khathib.op.cit.hlm.372.
29. 29
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, kami dapat menyimpulkan bahwa hadits
maudhu’ adalah hadits palsu yang disandarkan atas nama Nabi Muhammad SAW. dengan
berbagai tujuan. Kemunculan hadits maudhu’ pertama kali yaitu pada masa khalifah
Utsman bin Affan. Adapun faktor-faktor yang memengaruhinya selain dari kesengajaan
pihak lain untuk merusak Islam juga karena adanya konflik politik, menjilat para
penguasa untuk mendapatkan kedudukan, ada juga untuk mempertahankan madzhab
dalam masalah fiqih dan kalam serta membangkitkan minat beribadah dan mendekatkan
diri kepada Allah SWT.
Adapun ciri-ciri untuk mengetahui ke-maudhu’-an suatu hadits dapat dilihat dari
sanad dan matannya. Untuk itu, para ulama melakukan beberapa usaha dalam
menanggulangi hadits maudhu’ diantaranya dengan cara memelihara sanad hadits,
meningkatkan kesungguhan penelitian, mengisolir para pendusta hadits, menerangkan
keadaan para perawi dan memberikan kaidah-kaidah hadits. Dari hasil penelitian para
ulama didapatkan para tokoh dan golongan para pemalsu hadits serta kitab-kitab yang
memuat hadits maudhu’ atau hadits palsu.
3.2 Saran
Dikarenakan materi tentang hadits maudhu’ sangat penting untuk diketahui bagi
setiap muslim, maka kami menyarankan untuk membaca makalah ini sebagai salah satu
referensi, namun dalam makalah ini hanya membahas sebagian kecil materi tentang hadits
maudhu’ maka kami juga menyarankan kepada pembaca untuk mencari dan mendalami
materi tentang hadits maudhu’ dari berbagai sumber lainnya. Kami berharap semoga
makalah ini memberikan manfaat bagi penyusun dan pembaca.
30. 30
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy,Tengku Muhammad Habsi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra.1999.
Khon,Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah. 2012.
Maslani dan Ratu Suntiah. Ikhtisar Ulumul Hadits. Bandung: Sega Arsy. 2010.
Mudasir. Ilmu Hadis. Bandung: CV.Pustaka Setia. 1999.
Sahrani,Sohari. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.
Solahudin,Agus dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung: CV.Pustaka Setia. 2008.
Suparca,Munzier dan Ucang Ranuwijaya. Ilmu Hadis. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
1993.