SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
ILMU ASBABUN NUZUL
A. Pengertian Asbabun Nuzul
1. Secara Etimologi
Ungkapan asbab an-nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata“asbab” dan “nuzul”, Secara
etimologi, asbab an-nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu.
Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu dapat disebut asbab an-
nuzul, dalam pemakaiannya, ungkapan asbab an-nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan
sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Alquran, seperti halnya asbab al-wurud secara
khusus digunakan bagi sebab terjadinya hadist.
Muhammad Abdul Azhim Al-Zarqani mentakwilkan kata nuzul dengan kata i’lam (seperti
yang dikutip oleh Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan). Alasannya:
a. Mentakwilkan kata nuzul dengan i’lam berarti kembali pada apa yang telah diketahui dan
dipahami dari yang diacunya.
b. Yang dimaksud dengan adanya Al-Qur’an di Lauh al-mahfuzh, Baitul ’Izzah dan dalam hati
Nabi SAW. juga berarti bahwa Al-Qur’an telah di-i’lam-kan oleh Allah pada masing-masing
tempat tersebut sebagai petunjuk bagi manusia untuk mencapai kebenaran.
c. Mentakwilkan kata nuzul dengan i’lam hanyalah tertuju pada Al-Quran semata dengan semua
segi dan aspeknya. (Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan. 1992: 65-67)
2. Secara Terminologi
Banyak pengertiannya terminologi yang di rumuskan oleh para ulama, di antaranya:
a. Menurut Az-zarqoni: Asbab an-nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta
hubungan dengan turunnya ayat al-qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat
peristiwa itu terjadi”.
b. Ash-shabuni: asbab an-nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu
ayat atau beberapa ayat mulai yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik
berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan
agama”.
c. Subhi shalih: asbab an-nuzul adalah suatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat
al-qur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa, sebagai respon atasnya atau penjelas
terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi”.
d. Mana’ Al-Qaththan: asbab an-nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya
al-qur’an, berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa kejadian atau
pertanyaan yang diajukan kepada nabi”.
Kendatipun redaksi pendifinisian di atas sedikit berbeda, semuanya menyimpulkan bahwa
asbab an-nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat al-qur’an,
dalam rangka menjawab, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari
kejadian tersebut. Asbab an-nuzul merupakan bahan sejarah yang dapat di pakai untuk
memberikan keterangan terhadap turunnya ayat Al-qur’an dan memberinya konteks dalam
memahami perintah-perintahnya. Sudah tentu bahan-bahan ini hanya melingkupi peristiwa pada
masa Al-qur’an masih turun (ashr at-tanzil). (Rosihon Anwar, 2006: 61)
Bentuk-bentuk peristiwa yang melatarbelakangi turunnya Al-qur’an itu sangat beragam,
diantaranya:
a. Berupa konflik sosial, seperti ketegangan yang terjadi diantara suku Aus dan suku khazraj.
b. Kesalahan besar, seperti kasus seorang sahabat yang mengimani shalat dalam keadaan mabuk.
c. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang sahabat kepada nabi, baik berkaitan
dengan sesuatu yang telah lewat, sedang, atau yang akan rerjadi.
Persoalan mengenai apakah seluruh ayat al-qur’an memiliki asbab an-nuzul atau tidak,
ternyata telah menjadi bahan kontroversi diantara para ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa
tidak semua ayat al-qur’an memiliki asbab an-nuzul. Oleh sebab itu, ada ayat al-qur’an yang
diturunkan tanpa ada yang melatarbelakanginya (ibtida’), dan sebagian lainnya diturunkan dengan
di latarbelakamgi oleh sesuatu peristiwa (ghair ibtida’).
Pendapat tersebut hampir menjadi kesepakatan para ulama. Akan tetapi sebagian
berpendapat bahwa kesejarahan arabia pra-qur’an pada masa turunnya Al-qur’an merupakan latar
belakang makro Al-qur’an, sedangkan riwayat-riwayat asbab an-nuzul merupakan latarbelakang
mikronya. Pendapat ini berarti mengaggap bahwa semua ayat Alquran memiliki sebab-sebab yang
melatarbelakanginya
3. Redaksi Dan Makna Ungkapan Sabab An-Nuzul
Ungkapan-ungkapan yang di gunakan oleh para sahabat untuk menunjukkan turunnya Al-
qur’an tidak selamanya sama. Ungkapan-ungkapan itu secara garis besar di kelompokkan dalam
dua kategori, yaitu:
a. Sarih (jelas)
Ungkapan riwayat “sarih” yang memang jelas menunjukkan asbab an-nuzul dengan
indikasi menggunakan lafadz (pendahuluan). Seperti:
1) “sebab turun ayat ini adalah ...”
2) “telah terjadi... maka turunlah ayat …”
3) “rasulullah saw pernah di tanya tentang ... maka turunlah ayat ...”
Contoh lain: QS. Al-maidah/5, ayat 2 yang berbunyi:
ََٰٓ‫ل‬َ‫ق‬ۡ‫ٱل‬ َ
‫َل‬َ‫و‬ َ‫ي‬ۡ‫د‬َ‫ه‬ۡ‫ٱل‬ َ
‫َل‬َ‫و‬ َ‫ام‬ َ‫ر‬َ‫ح‬ۡ‫ٱل‬ َ‫ر‬ۡ‫ه‬َّ‫ش‬‫ٱل‬ َ
‫َل‬َ‫و‬ ِ َّ
‫ٱَّلل‬ َ‫ر‬ِ‫ئ‬ََٰٓ‫ع‬َ‫ش‬ ْ‫ا‬‫و‬ُّ‫ل‬ ِ
‫ح‬ُ‫ت‬ َ
‫َل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ن‬َ‫ام‬َ‫ء‬ َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ٱل‬ ‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬ََٰٓ‫ي‬
ََََُُۡ‫ي‬ َ‫ام‬ َ‫ر‬َ‫ح‬ۡ‫ٱل‬ ََۡ‫ن‬ََۡ‫ٱل‬ َ‫نن‬ِ‫ي‬‫م‬َٰٓ‫ا‬َ‫ء‬ َٰٓ َ
‫َل‬َ‫و‬ َ‫د‬ِ‫ئ‬
َ‫ون‬
َ‫َن‬‫ش‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬َّ‫ن‬َ‫م‬ ِ
‫ر‬ ۡ
‫ج‬َ‫ي‬ َ
‫َل‬َ‫و‬ ْۚ‫ا‬‫ُو‬‫د‬‫ا‬َ‫ط‬ ۡ‫ٱص‬َ‫ف‬ ۡ‫م‬َُۡ‫ل‬َ‫ل‬َ‫ح‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ َ‫و‬ ۚ‫ا‬‫ا‬‫ن‬ َ‫و‬ۡ‫ض‬ ِ
‫ر‬َ‫و‬ ۡ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ي‬‫ب‬ َّ‫ر‬ ‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ‫ا‬
‫ٗل‬ۡ‫ض‬َ‫ف‬
ِ‫ام‬ َ‫ر‬َ‫ح‬ۡ‫ٱل‬ ِ‫د‬ ِ
‫ج‬ ۡ‫س‬َ‫م‬ۡ‫ٱل‬ ِ‫ن‬َ‫ع‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬‫ُّو‬‫د‬َ‫ص‬ ‫ن‬َ‫أ‬ ٍ‫م‬ ۡ
‫و‬َ‫ق‬ ُ‫ان‬ َ
ٔٔ
ِ‫م‬ۡ‫ث‬ِ ۡ
‫ٱۡل‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ن‬ َ‫او‬َ‫ع‬َ‫ت‬ َ
‫َل‬َ‫و‬ ٰۖ
‫ى‬ َ‫و‬ۡ‫ق‬ََّ‫ٱل‬ َ‫و‬ ِ‫ي‬‫ر‬َِۡ‫ٱل‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ن‬ َ‫او‬َ‫ع‬َ‫ت‬ َ‫و‬ ْْۘ‫ا‬‫ُو‬‫د‬ََۡ‫ع‬َ‫ت‬ ‫ن‬َ‫أ‬
ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ق‬ِ‫ع‬ۡ‫ٱل‬ ُ‫د‬‫ي‬ِ‫َد‬‫ش‬ َ َّ
‫ٱَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ َٰۖ َّ
‫ٱَّلل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ق‬َّ‫ت‬‫ٱ‬ َ‫و‬ ِۚ‫ن‬ َ‫و‬ۡ‫د‬ُ‫ع‬ۡ‫ٱل‬ َ‫و‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan
jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang
had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan
apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-
kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya.
Asbab an-nuzul dari ayat ini; ibnu jarir mengetengahkan subuah hadits dari ikrimah
yang telah bercerita,” bahwa hatham bin hindun al-bakri datang kemadinah beserta kafilahnya
yang membawa bahan makanan. Kemudian ia menjualnya lalu ia masuk ke madinah menemui
nabi saw. setelah itu ia membaiatnya masuk islam. Tatkala ia pamit untuk keluar pulang, nabi
memandangnya dari belakang kemudian beliau bersabda kepada orang-orang yang ada di
sekitarnya, ‘sesungguhnya ia telah menghadap kepadaku dengan muka yang bertampang
durhaka, dan ia pamit dariku dengan langkah yang khianat. Tatkala al-bakri sampai di
yamamah, ia kembali murtad dari agama islam. Kemudian pada bulan dhulkaidah ia keluar
bersama kafilahnya dengan tujuan makkah. Tatkala para sahabat nabi saw. Mendengar
beritanya, maka segolongan sahabat nabi dari kalangan kaum muhajirin dan kaun ansar bersiap-
siap keluar madinah untuk mencegat yang berada dalam kafilahnya itu. Kemudian Allah SWT.
Menurunkan ayat,’ hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar shiar-shiar
Allah. (QS. Al-maidah/5: 2) kemudian para sahabat mengurungkan niatnya (demi menghormati
bulan haji itu). (Qamaruddin Shaleh dan. M. D. Dahlan, Dkk. 2004: 182)
Hadits serupa ini di kemukakan pula oleh asadiy.” Ibnu abu khatim mengetengahkan
dari zaid bin aslam yang mengatakan, bahwa rasulullah saw. Bersama para sahabat tatkala
berada di hudaibiah, yaitu sewaktu orang-orang musyrik mencegah mereka untuk memasuki
bait al-haram peristiwa ini sangat berat dirasakan oleh mereka, kemudian ada orang-orang
musyrik dari penduduk sebelah timur jazirah arab untuk tujuan melakukan umroh. Para sahabat
nabi saw. Berkata, marilah kita halangi mereka sebagaimana (teman-teman mereka) merekapun
menghalangi sahabat-sahabat kita. Kemudian Allah Swt. Menurunkan ayat, ”janganlah sekali-
kali mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka.” (QS. Al-maidah/5 ayat : 2)
b. Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti)
Ungkapan “muhtamilah”adalah ungkapan dalam riwayat yang belum dipastikan asbab
an-nuzul karena masih terdapat keraguan. Hal tersebut dapat berupa ungkapan sebagai berikut:
1) ...“ayat ini diturunkan berkenaan dengan ...”
2) “saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan ...”
3) “saya kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan ...”
Contohnya: QS. Al-baqarah/2: 223 yang berbunyi:
َٰٓ‫و‬ُ‫م‬َ‫ل‬ ۡ‫ٱع‬ َ‫و‬ َ َّ
‫ٱَّلل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ق‬َّ‫ت‬‫ٱ‬ َ‫و‬ ۚۡ‫م‬ُ‫ك‬ِ‫س‬ُ‫ف‬‫ن‬َ ِ
‫ِل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫م‬ِ‫ي‬‫د‬َ‫ق‬ َ‫و‬ ٰۖۡ‫م‬َُۡ‫ئ‬ِ‫ش‬ ‫ى‬َّ‫ن‬َ‫أ‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬َ‫ث‬ ۡ
‫ر‬َ‫ح‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ت‬ۡ‫أ‬َ‫ف‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬َّ‫ل‬ ٞ
‫ث‬ ۡ
‫ر‬َ‫ح‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬ُ‫ؤ‬َٰٓ‫ا‬َ‫س‬ِ‫ن‬
َ‫ل‬ُّ‫م‬ ‫م‬ُ‫ك‬َّ‫ن‬َ‫أ‬ ْ‫ا‬
ِ‫م‬ ۡ
‫ؤ‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ ِ
‫ر‬ِ‫ي‬‫ش‬َ‫ب‬ َ‫و‬ ُُۗ‫ه‬‫و‬ُ‫ق‬
َ‫نن‬ِ‫ن‬
Artinya: Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah
tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal
yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalahkepadaAllah dan ketahuilah bahwakamukelak akan
menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
Asbab an-nuzul dari ayat berikut; dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh abu daud
dan hakim, dari ibnu abbas di kemukakan bahwa penghuni kampung di sekitar yatsrib
(madinah), tinggal berdampingan bersama kaum yahudi ahli kitab. Mereka menganggap bahwa
kaum yahudi terhormat dan berilmu, sehingga mereka banyak meniru dan menganggap baik
segala perbuatannya. Salah satu perbuatan kaum yahudi yang di anggap baik oleh mereka ialah
tidak menggauli istrinya dari belakang.
Adapun penduduk kampung sekitar quraish (makkah) menggauli istrinya dengan segala
keleluasannya. Ketika kaum muhajirin (orang makkah) tiba di madinah salah seorang dari
mereka kawin dengan seorang wanita ansar (orang madinah). Ia berbuat seperti kebiasaannya
tetapi di tolak oleh istrinya dengan berkata: “kebiasaan orang sini, hanya menggauli istrinya
dari muka.” Kejadian ini akhirnya sampai pada nabi saw, sehingga turunlah ayat tersebut di atas
yang membolehkan menggauli istrinya dari depan, balakang, atau terlentang, asal tetap di
tempat yang lazim. (Jalaluddin as-Suyuthi, 2008: 95)
B. Fungsi Asbabun Nuzul dalam Memahami al-Qur’an
Para mufassirūn (para ahli tafsir) telah memperhatikan dan memberikan pembahasan khusus
masalah asbāb an-nuzūl dalam buku-buku mereka. Di antaranya:
1. Ali bin Madini syaikh Bukhari, kemudian karangan termasyhur yang di tulis oleh al-Wahidi
dengan judul Asbāb Nuzūl Al-Qur’ān. Telah salahlah yang mengira bahwa tidak ada gunanya
mengetahui asbāb an-nuzūl. Karena, menurut mereka mempelajarinya hanya bagaikan mengikuti
peristiwa sejarah. Padahal tidaklah demikian, sebab mempelajari asbāb an nuzūl memiliki
beberapa faidah. (Az-Zarkasi. (1985: 22)
2. Al-Wahidi mengatakan tidak mungkin mengetahui tafsir suatu ayat tanpa bersandar kepada kisah
dan penjelasan sebab turunnya.
3. Ibnu Daqiq al-Id juga mengatakan bahwa menjelaskan sabab nuzūl adalah cara yang kuat dalam
memahami makna-makna ayat Al-Qur’ān.
4. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa mengetahui sabab nuzūl membantu dalam memahami sebuah
ayat, karena pengetahuan tentang as-sabab (sebab) akan menghasilkan al-musabbab (akibat). (As-
Suyūti. 2000: 59)
5. Az-Zarqani menjelaskan secara detail tentang fawā`id (faedah-faedah) mengetahui asbāb an-
nuzūl, di antaranya:
a. Membantu dalam memahami ayat dan menghilangkan kesulitan. Semisal firman Allah SWT.
dalam surat al-Baqarah ayat 115:
ٞ‫نم‬ِ‫ل‬َ‫ع‬ ٌ‫ع‬ِ‫س‬ َ‫و‬ َ َّ
‫ٱَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ِۚ َّ
‫ٱَّلل‬ ُ‫ه‬ ۡ
‫ج‬ َ‫و‬ َّ‫م‬َ‫ث‬َ‫ف‬ ْ‫ا‬‫و‬ُّ‫ل‬ َ‫و‬ُ‫ت‬ ‫ا‬َ‫َم‬‫ن‬ۡ‫ي‬َ‫أ‬َ‫ف‬ ُۚ‫ب‬ ِ
‫ر‬َُۡ‫م‬ۡ‫ٱل‬ َ‫و‬ ُ‫ق‬ ِ
‫ر‬ۡ‫ش‬َ‫م‬ۡ‫ٱل‬ ِ َّ ِ
‫َّلل‬ َ‫و‬
Artinya: Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di
situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Lafal ayat ini secara tekstual menunjukkan bahwa seseorang boleh melaksanakan salat
menghadap kemana saja, tidak diwajibkan baginya untuk menghadap al-Bait al-Haram baik
dalam berpergian maupun di rumah. Akan tetapi jika ia mengetahui bahwa ayat ini turun bagi
orang yang berpergian atau pun orang yang salat dengan hasil ijtihad dan ternyata hasil
ijtihadnya salah tidak sesuai dengan yang di maksud, maka ia akan memahami bahwa maksud
ayat di atas adalah memberikan keringanan bagi musafir dalam salat sunnah atau terhadap orang
yang berijtihad dalam menentukan arah kiblat, kemudian salat dan ternyata hasil ijtihadnya
salah dalam menentukan arah kiblat. Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA bahwa ayat ini turun
berkaitan dengan salat musafir yang sedang dalam kendaraan dan kendaraan itu mengarah
kemanapun. (Az-Zarqāni. 2001: 98)
b. Pengkhususan hukum dengan sebab (takhsīs al-hukm bi as-sabab) bagi yang menganut paham
al-‘ibrah bi khusūs as-sabab lā bi ‘umūm al-lafzhi (ketentuan berlaku untuk kekhususan sebab,
bukan pada keumuman lafal, maka dari itu ayat-ayat zihār di permulaan surat al-Mujādilah
sebabnya adalah bahwa Aus bin as-Samit men-zihār istrinya, Khaulah binti Hakim as-Sa‘labah.
Hukum yang di kandung dalam ayat-ayat ini khusus untuk keduanya saja (menurut paham ini),
sedang yang lain bisa diketahui melalui dalil lain, baik dengan qiyās (analogi) atau yang lain.
Sudah semestinya bahwa tidak mungkin mengetahui maksud hukum dan juga analogi kecuali
jika mengetahui sebabnya, dan tanpa mengetahui sebab turunnya, maka ayat itu menjadi tidak
berfaidah sama sekali. (Az-Zarqāni. 2001: 100)
c. Dengan sabab nuzūl berfungsi untuk mengetahui ayat ini diturunkan kepada siapa, sehingga
tidak terjadi keraguan yang akan mengakibatkan penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah
dan membebaskan tuduhan terhadap orang yang bersalah. Oleh karena itu, Aisyah menolak
tuduhan Marwan terhadap saudaranya, Abdurrahman bin Abu Bakar, bahwa Abdurrahman
adalah orang yang di maksud dalam ayat 17 dari surat al-Ahqaf:
َّ‫ٱل‬ َ‫و‬
َٰٓ‫ا‬َ‫م‬ُ‫ك‬َّ‫ل‬ ّٖ‫ي‬
‫ف‬ُ‫أ‬ ِ‫ه‬ۡ‫ي‬َ‫د‬ِ‫ل‬ َ‫و‬ِ‫ل‬ َ‫ال‬َ‫ق‬ ‫ي‬ِ‫ذ‬
Artinya: “Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: “bagi kamu keduanya”.
Aisyah berkata: “Demi Allah, bukan dia yang di maksud dengan ayat itu, kalau
seandainya aku ingin menyebutnya maka akan aku sebutkan siapa namanya” sampai akhir kisah
itu. (Az-Zarqāni. 2001: 101)
d. Pemudahan hafalan, pemahaman dan pengukuhan wahyu dalam benak setiap orang yang
mendengarnya, jika ia mengetahui sebab turunnya. Karena hubungan antara sebab dan akibat,
hukum dan peristiwa, peristiwa dan pelaku, masa dan tempatnya, semua itu merupakan faktor-
faktor pengokohan sesuatu dan terpahatnya dalam ingatan. (Az-Zarqāni. 2001: 101)
6. Muhammad chirzin dalam bukunya: Al-qur’an dan ulum Al-qur’an menjelaskan, dengan ilmu
asbab an-nuzul, maka:
a. Seorang dapat mengetahui hikmah di balik syariat yang di turunkan melalui sebab tertentu.
b. Seorang dapat mengetahui pelaku atau orang yang terlibat dalam peristiwa yang mendahului
turunnya suatu ayat.
c. Seorang dapat dapat menentukan apakah ayat mengandung pesan khusus atau umum dan dalam
keadaan bagaimana ayat itu mesti di terapkan.
d. Seorang dapat menyimpulkan bahwa Allah selalu memberi perhatian penuh pada rasulullah dan
selalu bersama para hambaNya.
7. Muhammad Amin Suma tentang faedah mempelajari asbab an-nuzul yang mengatakan kesulitan
dalam menafsirkan al-Qur’an tanpa melibatkan ilmu asbab an-nuzul mungkin tidak terlalu terasa
ketika seseorang hendak menafsirkan ayat-ayat ilmu pengetahuan dan teknologi (ayat-ayat
kauniyah) misalnya, tetapi diduga kuat akan menghadapi masalah ketika dihubungkan dengan
ayat-ayat qashash dan terutama ayat-ayat hukum. Pasalnya, karena ayat-ayat kauniyah dapat
dikatakan lebih banyak berhubungan dengan kondisi kekinian dan kemungkinan masa depan,
sementara ayat-ayat sejarah dan hukum sangat berhubungan dengan masa silam di samping masa
sekarang dan akan datang. Selanjutnya, atas dasar ini, maka terlepas dari sikap pro-kontra para
pakar ulumul Quran akan keberadaan ilmu asbab an-nuzul berikut urgensi-fungsionalnya, yang
pasti keberadaan ilmu ini telah memasyarakat dalam dunia tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur’an. Ilmu
asbab an-nuzul telah menjadi salah satu bagian tak terpisahkan dari ilmu-ilmu al-Qur’an secara
keseluruhan, dan keberadaannya sama sekali tidak merugikan penafsiran dan justru semakin
memperkaya dalam penafsiran. (, Muhammad Amin Suma, 2013: 218-219)
8. Manna khalil al-qattan dalam bukunya mabahith fi ulum al-qur’an diantara faedah ilmu asbab an-
nuzul dalam dunia pendidikan:
a. Membantu para pendidik yang megalami kesulitan dalam penggunaan media pendidikan untuk
dapat membangkitkan perhatian anak didik supaya jiwa mereka siap menerima pelajaran
dengan penuh minat dan terdorong untuk mendengarkan dan mengikuti pelajaran.
b. Asbab an-nuzul adakalanya berupa kisah tentang peristiwa yang terjadi, atau berupa pertanyaan
yang di sampaikan kepada rasulullah untuk mengetahui hukum suatu masalah, maka apabila
seorang pendidik menyampaikan sebab asbab an-nuzul, maka kisahnya itu sudah cukup untuk
membangkitkan perhatian, minat, memusatkan potensi intelektual dan menyiapkan jiwa anak
didik untuk menerima pelajaran.
c. Peserta didik segera dapat memahamai pelajaran secara umum dengan mengetahui asbab an-
nuzul karena di dalamnya terdapat unsur-unsur kisah yang menarik. Dengan demikian jiwa
mereka terdorong untuk mengetahui ayat apa yang rahasia perundangan dan hukum-hukum
yang terkandung didalamnya, yang kesemua ini memberi petunjuk kepada manusia kejalan
kehidupan lurus, jalan menuju kekuatan kemuliaan dan kebahagiaan.
Dalam kaitannya dengan kajian ilmu shari’ah dapat ditegaskan bahwa pengetahuan tentang
asbab an-nuzul berfungsi antara lain:
1. Mengetahui hikmah dan rahasia diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ tehadap
kepentingan umum, tanpa membedakan etnik, jenis kelamin dan agama. Jika dianalisa secara
cermat, proses penetapan hukum berlangsung secara manusiawi, seperti pelanggaran minuman
keras,misaalnya ayat-ayat al-qur’an turun dalam empat kali tahapan yaitu: QS. An-nahl: 67, QS.
Al-baqarah: 219, QS. An-nisa’: 43 dan QS Al-Maidah: 90-91.
2. Mengetahui asbab an-nuzul membantu memberikan kejelasan terhadap beberapa ayat. Misalnya.
Urwah ibnu zubair mengalami kesulitan dalam memahami hukum fardu sa’i antara sofa dan marwa
QS. Al-baqarah/2: 158:
‫ٱ‬ َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ف‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬
‫ن‬َ‫م‬َ‫و‬ ۚ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ب‬ َ
‫ف‬ َّ‫و‬َّ‫ط‬َ‫ي‬ ‫ن‬َ‫أ‬ ِ‫ه‬ۡ‫ن‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫َاح‬‫ن‬ُ‫ج‬ َ
‫ٗل‬َ‫ف‬ َ‫ر‬َ‫م‬ََ ۡ‫ٱع‬ ِ‫و‬َ‫أ‬ ََۡ‫ن‬ََۡ‫ٱل‬ َّ‫ج‬َ‫ح‬ ۡ
‫ن‬َ‫م‬َ‫ف‬ ِٰۖ َّ
‫ٱَّلل‬ ِ
‫ر‬ِ‫ئ‬َٰٓ‫ا‬َ‫ع‬َ‫ش‬ ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫ة‬َ‫و‬ ۡ
‫ر‬َ‫م‬ۡ‫ل‬
ۡ‫ن‬َ‫خ‬ َ‫ع‬َّ‫و‬َ‫ط‬َ‫ت‬
‫ا‬ ‫ا‬
‫ر‬
ٌ‫م‬‫ن‬ِ‫ل‬َ‫ع‬ ٌ‫ر‬ِ‫َاك‬‫ش‬ َ َّ
‫ٱَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬
Artinya: Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka
barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya
mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan
dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha
Mengetahui.
Urwah bin zubair kesulitan memahami ”tidak ada dosa” di dalam ayat ini lalu ia
menanyakan kepada aisyah perihal ayat tersebut, lalu aisyah menjelaskan bahwa peniadaan
dosa di situ bukan peniadaan hukum fardhu peniadaan di situ dimaksudkan sebagai penolak
keyakinan yang telah mengakar di hati muslimin pada saat itu, bahwa melakukan sa’i antara
sofa dan marwah termasuk perbuatan jahiliyah.
Keyakinan ini didasarkan atas pandangan bahwa pada masa pra islam di bukit safa
terdapat sebuah patung yang di sebut ”isaf” dan di bukit marwah ada patung yang di sebut
”na’ilah”. Jika melakukan sa’i di antara bukit itu orang jahiliyah sebelumnya mengusap kedua
patung tersebut. Ketika islam datang, patung-patung tersebut itu di hancurkan, dan sebagian
ummat islam enggan melakukan sa’i di tempat itu, maka turunlah ayat ini; QS. Al-Baqarah:158.
a. Pengetahuan asbab an-nuzul dapat menghususkan (takhsis) hukum terbatas pada sebab,
terutama ulama yang menganut kaidah (khusus as-sabab) sebab khusus. Sebagai contoh
turunnya ayat-ayat dhihar pada permulaan surat al-mujadalah, yaitu dalam kasus aus ibnu
as-samit yang mendzihar istrinya, khaulah binti hakam ibnu tha’labah. Hukum yang
terkandung dalam ayat-ayat ini khusus bagi keduanya dan tidak berlaku bagi orang lain.
b. Yang paling penting ialah asbab an-nuzul dapat membantu memahami apakah suatu ayat
berlaku umum atau berlaku khusus, selanjutnya dalam hal apa ayat itu di terapkan. Maksud
yang sesungguhnya suatu ayat dapat di pahami melalui asbab an-nuzul.
c. Pengetahuan tentang asbab an-nuzul akan mempermudah orang yang menghafal ayat-ayat
al-qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan yang mendengarnya jika
mengetahui sebab turunnya. Sebab, pertalian antara sebab dan musabab (akibat), hukum dan
peristiwa, peristiwa dan pelaku, masa dan tempatnya, semua ini merupakan faktor-faktor
yang menyebabkan mantapnya dan terlukisnya dalam ingatan.
C. Klasifikasi Asbabun Nuzul Ayat dan Contohnya
Asbabun Nuzul dapat di tinjau dari berbagai aspek, yaitu:
1. Dari aspek bentuknya, asbab an-nuzul diklasifikasikan menjadi dua macam:
a. Berbentuk peristiwa.
Menurut Ramli Abdul Wahid (1993) terdiri dari tiga jenis peristiwa, yaitu:
1) Berupa pertengkaran, seperti perselisihan yang berkecamuk antara segolongan dari suku Aus
dan segolongan dari Khazraj. Peristiwa tersebut menyebabkan turunnya beberapa ayat surat
Ali Imran mulai dari firman Allah:
َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ٱل‬ َ‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ‫ا‬‫ا‬‫يق‬ ِ
‫ر‬َ‫ف‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ع‬‫ن‬ِ‫ط‬ُ‫ت‬ ‫ن‬ِ‫إ‬ ْ‫ا‬ َٰٓ‫و‬ُ‫ن‬َ‫ام‬َ‫ء‬ َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ٱل‬ ‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬ََٰٓ‫ي‬
َ‫ين‬ ِ
‫ر‬ِ‫ف‬َ‫ك‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬ِ‫ن‬َ‫يم‬ِ‫إ‬ َ‫د‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ ‫م‬ُ‫ك‬‫ُّو‬‫د‬ُ‫ر‬َ‫ي‬ َ‫ب‬ََِ‫ك‬ۡ‫ٱل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ت‬‫و‬ُ‫أ‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jikakamumengikuti sebahagian dari orang-orang
yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir
sesudah kamu beriman. (QS. Ali Imran: 100). Sampai beberapa ayat sesudahnya.
2) Kesalahan serius, seperti peristiwa seorang yang mengimami shalat sedang mabuk sehingga
tersalah membaca surah al-Kafirun. Peristiwa ini menyebakan turunnya Ayat:
َ‫ون‬ُ‫ول‬ُ‫ق‬َ‫ت‬ ‫ا‬َ‫م‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫م‬َ‫ل‬ۡ‫ع‬َ‫ت‬ ‫ى‬َََّ‫ح‬ ‫ى‬ َ‫ر‬َ‫ك‬ُ‫س‬ ۡ‫م‬َُ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫و‬ َ‫ة‬‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ب‬ َ‫ر‬ۡ‫ق‬َ‫ت‬ َ
‫َل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ن‬َ‫ام‬َ‫ء‬ َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ٱل‬ ‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬ََٰٓ‫ي‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan … (QS. An-Nisa: 43)
3) Cita-cita atau keinginan, seperti persesuaian-persesuaian (muwafaqat) khalifah Umar bin
khaththab dengan ketentuan-ketentuan ayat-ayat Al-Qur’an.
Contoh: Imam Al-Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Anas r.a . bahwa Umar berkata
:”Aku sepakat dengan Tuhanku dalam tiga hal: Aku katakan kepada Rasul, bagaimana
sekiranya kita jadikan makam Ibrahim tempat shalat; maka turunlah surat Al-Baqarah: 125.
ِ‫ه‬َ‫ر‬ۡ‫ب‬ِ‫إ‬ ِ‫ام‬َ‫ق‬َّ‫م‬ ‫ن‬ِ‫م‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ذ‬ ِ
‫خ‬َّ‫ت‬‫ٱ‬ َ‫و‬
ٰۖ‫ى‬‫ا‬‫ي‬‫ل‬َ‫ص‬ُ‫م‬ َ‫م‬ٔ
Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat.
“Aku katakan kepada Rasul, sesungguhnya isteri-isterimu masuk kepada mereka itu orang
yang baik-baik dan orang yaang jahat, maka bagaimana sekiranya Engkau perintahkan
kepada mereka agar bertabir, maka turunlah ayat hijab (Q.S. Al Ahzab: 53).
ۡ
‫س‬َ‫ف‬ ‫ا‬‫ا‬‫ع‬َََ‫م‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫م‬َُۡ‫ل‬َ‫أ‬َ‫س‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ َ‫و‬
ّٖۚ‫اب‬َ‫ج‬ ِ
‫ح‬ ِ‫ء‬َٰٓ‫ا‬ َ‫ر‬َ‫و‬ ‫ن‬ِ‫م‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫ل‬ َ
ٔٔ
Artinya: Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi),
maka mintalah dari belakang tabir.
b. Berbentuk pernyataan. Adapun dalam bentuk pernyataan terdiri dari tiga macam, yaitu:
1) Berhubungan pada masa lalu. Seperti dalam (QS. Al-Kahf: 83)
ۡ
‫س‬َ‫ي‬ َ‫و‬
‫ا‬ ً‫ر‬ۡ‫ك‬ِ‫ذ‬ ُ‫ه‬ۡ‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ‫م‬ُ‫ك‬ۡ‫ن‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ل‬ۡ‫ت‬َ‫أ‬َ‫س‬ ۡ
‫ل‬ُ‫ق‬ ِٰۖ‫ن‬ۡ‫َن‬‫ن‬ ۡ
‫ر‬َ‫ق‬ۡ‫ٱل‬ ‫ي‬ِ‫ذ‬ ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫َك‬‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬ َ
ٔٔ
Artinya: Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah:
"Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya".
2) Berhubungan pada masa yang sedang berlangsung. Seperti dalam (QS. Al- Isra: 85)
ۡ
‫س‬َ‫ي‬ َ‫و‬
َ‫و‬ ‫ي‬ِ‫ي‬‫ب‬ َ‫ر‬ ِ
‫ر‬ ۡ
‫م‬َ‫أ‬ ۡ
‫ن‬ِ‫م‬ ُ‫ح‬‫و‬ُّ‫ٱلر‬ ِ‫ل‬ُ‫ق‬ ِٰۖ‫وح‬ُّ‫ٱلر‬ ِ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫َك‬‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬ َ
ٔٔ
‫ا‬
‫نٗل‬ِ‫ل‬َ‫ق‬ َّ
‫َل‬ِ‫إ‬ ِ‫م‬ۡ‫ل‬ِ‫ع‬ۡ‫ٱل‬ َ‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ‫م‬َُ‫ن‬ِ‫ت‬‫و‬ُ‫أ‬ َٰٓ‫ا‬َ‫م‬
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk
urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.
3) Berhubungan pada masa yang akan datang. Seperti dalam (QS. Al-A’raf: 187)
ۡ
‫س‬َ‫ي‬
ٰۖ‫ا‬َ‫ه‬‫ى‬َ‫س‬ ۡ
‫ر‬ُ‫م‬ َ‫ان‬َّ‫ي‬َ‫أ‬ ِ‫ة‬َ‫ع‬‫ا‬َّ‫س‬‫ٱل‬ ِ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫َك‬‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬ َ
ٔٔ
Artinya: Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?
2. Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbab an-nuzul diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Ta’addud Al-Asbab Wa Al-Nazil Wahid
Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu ayat/wahyu. Terkadang
wahyu turun untuk menanggapi beberapa peristiwa atau sebab (Muhammad Ali Ash-
shaabuuniy, 1998:52) misalnya turunnya Q.S. Al-Ikhlas: 1-4, yang berbunyi:
ُ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ ‫ا‬ ً‫و‬ُ‫ف‬ُ‫ك‬ ‫ۥ‬
ُ‫ه‬َّ‫ل‬ ‫ن‬ُ‫ك‬َ‫ي‬ ۡ‫م‬َ‫ل‬ َ‫و‬ ۡ‫د‬َ‫ل‬‫و‬ُ‫ي‬ ۡ‫م‬َ‫ل‬ َ‫و‬ ۡ‫د‬ِ‫ل‬َ‫ي‬ ۡ‫م‬َ‫ل‬ ُ‫د‬َ‫م‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ ُ َّ
‫ٱَّلل‬ ٌ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ ُ َّ
‫ٱَّلل‬ َ‫و‬ُ‫ه‬ ۡ
‫ل‬ُ‫ق‬
Artinya: “Katakanlah:”Dia-lah Allah, yang maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia Tiada beranak dan tiada pula di peranakkan. Dan tiada
seoarangpun yang setara dengan dia.
Ayat-ayat yang terdapat pada surat di atas turun sebagai tanggapan terhadap orang-
orang musyrik makkah sebelum nabi hijrah, dan terhadap kaum ahli kitab yang ditemui di
madinah setelah hijrah.
Contoh yang lain dalam Q.S. Al-Baqarah: 238, yang berbunyi:
َ‫نن‬َِِ‫ن‬َ‫ق‬ ِ َّ ِ
‫َّلل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫م‬‫و‬ُ‫ق‬ َ‫و‬ ‫ى‬َ‫ط‬ ۡ‫س‬ُ‫و‬ۡ‫ٱل‬ ِ‫ة‬‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ َ‫و‬ ِ‫ت‬ َ‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ظ‬ِ‫ف‬َ‫ح‬
Artinya: “peliharalah semua shalat (mu), dan (peliharah) shalat wustha. Berdirilah untuk
Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.
Ayat di atas menurut riwayat diturunkan berkaitan dengan beberapa sebab berikut:
1) Dalam sustu riwayat dikemukakan bahwa nabi saw. Shalat dzuhur di waktu hari yang sangat
panas. Shalat seperti ini sangat berat dirasakan oleh para sahabat. Maka turunnlah ayat
tersebut di atas. (HR. Ahmad, bukhari, abu daud).
2) Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa nabi saw. Shalat dzuhur di waktu yang sangat
panas. Di belakang rasulullah tidak lebih dari satu atau dua saf saja yang mengikutinya.
Kebanyakan diantara mereka sedang tidur siang, adapula yang sedang sibuk berdagang.
Maka turunlah ayat tersebut diatas (HR.ahmad, an-nasa’i, ibnu jarir).
3) Dalam riwayat lain dikemukakan pada zaman rasulullah SAW. Ada orang-orang yang suka
bercakap-cakap dengan kawan yang ada di sampingnya saat mereka shalat. Maka turunlah
ayat tersebut yang memerintahkan supaya diam pada waktu sedang shalat (HR. Bukhari
muslim, tirmidhi, abu daud, nasa’i dan ibnu majah).
4) Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada orang-orang yang bercakap-cakap di waktu
shalat, dan ada pula yang menyuruh temannya menyelesaikan dulu keperluannya (di waktu
sedang shalat). Maka turunlah ayat ini yang sedang memerintahkan supaya khusyuk ketika
shalat.
b. Ta’adud an-nazil wa al-asbab wahid
Satu sebab yang mekatarbelakangi turunnya beberapa ayat. Contoh: Q.S. Ad-
dukhan/44: 10,15 dan16, yang berbunyi:
‫ي‬ِ‫ت‬ۡ‫أ‬َ‫ت‬ َ‫م‬ ۡ
‫و‬َ‫ي‬ ۡ
‫ب‬ِ‫ق‬َ‫ت‬ ۡ
‫ٱر‬َ‫ف‬
ّٖ
‫نن‬َُِّ‫م‬ ّٖ
‫ُخَان‬‫د‬ِ‫ب‬ ُ‫ء‬َٰٓ‫ا‬َ‫م‬َّ‫س‬‫ٱل‬
(
10
)
Artinya: maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata.
َ‫ُون‬‫د‬ِ‫ئ‬َٰٓ‫ا‬َ‫ع‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ۚ ً
‫نٗل‬ِ‫ل‬َ‫ق‬ ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ع‬ۡ‫ٱل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ف‬ِ‫اش‬َ‫ك‬ ‫ا‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬
(
15
)
Artinya: “sesungguhnya (kalau) kami akanmelenyapkansiksaan itu agak sedikit sesungguhnya
kamu akan kembali (ingkar)”.
َ‫ون‬ُ‫م‬ِ‫ق‬ََ‫ن‬ُ‫م‬ ‫ا‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬ َٰٓ‫ى‬ َ‫ر‬َُۡ‫ك‬ۡ‫ٱل‬ َ‫ة‬َ‫ش‬ ۡ‫ط‬ََۡ‫ٱل‬ ُ‫ش‬ِ‫ط‬ََۡ‫ن‬ َ‫م‬ ۡ
‫و‬َ‫ي‬
(
16
)
Artinya:“(ingatlah) hari (ketika) kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras.
Sesungguhnya kami memberi balasan”.
Asbab an-nuzul dari ayat-ayat tersebut adalah dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika
kaum Quraisy durhaka kepada nabi saw. Beliau berdo’a supaya mereka mendapatkan kelaparan
umum seperti kelaparan yang pernah terjadi pada zaman nabi yusuf. Alhasil mereka menderita
kekurangan, sampai-sampai merekapun makan tulang, sehingga turunlah (QS. Ad-dukhan/44:
10). Kemudian mereka menghadap nabi saw untuk meminta bantuan. Maka rasulullah saw
berdo’a agar di turunkan hujan. Akhirnya hujanpun turun, maka turunnlah ayat selanjutnya (QS.
Ad-dukhan/44: 15), namun setelah mereka memperoleh kemewahan merekapun kembali
kepada keadaan semula (sesat dan durhaka) maka turunlah ayat ini (QS. Ad-dukhan/44: 16)
dalam riwayat tersebut dikemukakan bahwa siksaan itu akan turun di waktu perang badar.
Contoh lain Terkadang ada satu peristiwa tapi ayat yang turun banyak. Semisal hadis
yang diriwayatkan oleh Tirmizi dan Hakim dari Ummu Salamah, ia berkata: “Wahai
Rasulullah, saya tidak mendengar Allah menyebutkan sesuatu kepada kaum wanita tentang
hijrah”, maka Allah menurunkan ayat 195 dari surat Ali ‘Imrān
ٰۖ ّٖ
‫ض‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ ‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ‫م‬ُ‫ك‬ُ‫ض‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ ٰۖ
‫ى‬َ‫ث‬‫ن‬ُ‫أ‬ ۡ
‫و‬َ‫أ‬ ٍ
‫ر‬َ‫ك‬َ‫ذ‬ ‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ‫م‬ُ‫ك‬‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ّٖ
‫ل‬ِ‫م‬َ‫ع‬ َ‫ل‬َ‫م‬َ‫ع‬ ُ‫ع‬‫ن‬ ِ
‫ض‬ُ‫أ‬ َٰٓ َ
‫َل‬ ‫ي‬ِ‫ي‬‫ن‬َ‫أ‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُّ‫ب‬ َ‫ر‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ َ‫اب‬َ‫ج‬ََ ۡ‫ٱس‬َ‫ف‬
Artinya: “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
“Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu,
baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang
lain”.
Diriwayatkan juga oleh Hakim dari Ummu Salamah, ia berkata: “Wahai Rasulullah, laki-laki
disebutkan sedang perempuan tidak di sebut”, maka turunlah surat al-Ahzab ayat 35:
ََِ‫م‬ِ‫ل‬ ۡ‫س‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ َ‫و‬ َ‫نن‬ِ‫م‬ِ‫ل‬ ۡ‫س‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬
Artinya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim
Dan diriwayatkan juga dari Ummu Salamah, bahwa ia berkata: “laki-laki berperang dan
perempuan tidak berperang, dan kita mendapat warisan nishf (setengah)”, maka Allah menurunkan
ayat 32 dari surat an-Nisā:
ُ َّ
‫ٱَّلل‬ َ‫ل‬َّ‫ض‬َ‫ف‬ ‫ا‬َ‫م‬ ْ‫ا‬ ۡ
‫و‬َّ‫ن‬َ‫م‬َََ‫ت‬ َ
‫َل‬َ‫و‬
ۡ َ‫و‬ َۚ‫ن‬ََۡ‫س‬ََ ۡ‫ٱك‬ ‫ا‬َّ‫م‬ِ‫ي‬‫م‬ ٞ
‫نب‬ ِ
‫َص‬‫ن‬ ِ‫ء‬َٰٓ‫ا‬َ‫س‬ِ‫ي‬‫ن‬‫ل‬ِ‫ل‬ َ‫و‬ ْٰۖ‫ا‬‫و‬ََُ‫س‬ََ ۡ‫ٱك‬ ‫ا‬َّ‫م‬ِ‫ي‬‫م‬ ٞ
‫نب‬ ِ
‫َص‬‫ن‬ ِ‫ال‬َ‫ج‬ ِ‫ي‬‫لر‬ِ‫ي‬‫ل‬ ۚ ّٖ
‫ض‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬َ‫ض‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ ‫ب‬
ِ‫ه‬ِ‫ب‬
ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ل‬ َ
ٔٔ
‫ا‬ ‫ا‬
‫نم‬ِ‫ل‬َ‫ع‬ ٍ‫ء‬ ۡ
‫َي‬‫ش‬ ِ‫ي‬‫ل‬ُ‫ك‬ِ‫ب‬ َ‫ان‬َ‫ك‬ َ َّ
‫ٱَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ َٰۚٓ‫ب‬
ِ‫ه‬ِ‫ل‬ ۡ‫ض‬َ‫ف‬ ‫ن‬ِ‫م‬ َ َّ
‫ٱَّلل‬
Artinya: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian
kamulebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada
apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka
usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.
ََِ‫م‬ِ‫ل‬ ۡ‫س‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ َ‫و‬ َ‫نن‬ِ‫م‬ِ‫ل‬ ۡ‫س‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬
Artinya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim
D. Aneka Riwayat tentang Sebab Turunnya Satu Ayat
Definisi Asbab al-nuzul yang dikemukakan pada pembagian ayat-ayat Al-Qur’an ada dua
kelompok:
1. Kelompok ayat yang turun tanpa sebab.
Ayat-ayat al-Qur’an yang turun tanpa dilatarbelakangi dengan peristiwa atau pertanyaan
yang diajukan kepada Nabi, Saw. Lebih banyak (mayoritas) dibandingkan ayat yang turun karena
sebab.
2. Kelompok ayat yang turun dengan sebab tertentu
Ayat yang turun dengan sebab (asbab an-Nuzul) lebih sedikit dibandingkan yang turun
tanpa sebab. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak semua ayat menyangkut keimanan,
kewajiban dari syariat agama turun tanpa asbab al-nuzul.
Untuk mengetahui sabab an-nuzūl adalah melalui hadis sahih maupun hadis mursal dengan
syarat sanadnya sahih dan harus dikuatkan dengan hadis mursal yang lain yang diriwayatkan oleh
para sahabat maupun tabi‘i. Karena, sahabat adalah orang yang menyaksikan dan bertemu langsung
dengan Rasulullah.
Apabila ayat yang diturunkan sesuai dengan sebab secara umum atau sesuai dengan sebab
secara khusus, maka yang umum (‘ām) diterapkan pada keumumannya dan khusus (khās) pada
kekhususannya.
1. Contoh yang pertama firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 222:
ۡ
‫س‬َ‫ي‬ َ‫و‬
ُ‫ل‬ ِ
‫ز‬ََ ۡ‫ٱع‬َ‫ف‬ ‫ى‬‫ا‬‫ذ‬َ‫أ‬ َ‫و‬ُ‫ه‬ ۡ
‫ل‬ُ‫ق‬ ٰۖ ِ
‫نض‬ ِ
‫ح‬َ‫م‬ۡ‫ٱل‬ ِ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫َك‬‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬ َ
ٔٔ
َ‫ن‬ ۡ
‫ر‬َّ‫ه‬َ‫ط‬َ‫ت‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ َٰۖ‫ن‬ ۡ
‫ر‬ُ‫ه‬ۡ‫ط‬َ‫ي‬ ‫ى‬َََّ‫ح‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫ب‬ َ‫ر‬ۡ‫ق‬َ‫ت‬ َ
‫َل‬َ‫و‬ ِ
‫نض‬ ِ
‫ح‬َ‫م‬ۡ‫ٱل‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ َ‫ء‬َٰٓ‫ا‬َ‫س‬ِ‫ي‬‫ن‬‫ٱل‬ ْ‫ا‬‫و‬
َ‫ين‬ ِ
‫ر‬ِ‫ي‬‫ه‬َ‫ط‬ََُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ ُّ‫ب‬ ِ
‫ح‬ُ‫ي‬ َ‫و‬ َ‫نن‬ِ‫ب‬ َّ‫و‬ََّ‫ٱل‬ ُّ‫ب‬ ِ
‫ح‬ُ‫ي‬ َ َّ
‫ٱَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ُۚ َّ
‫ٱَّلل‬ ُ‫م‬ُ‫ك‬َ‫ر‬َ‫م‬َ‫أ‬ ُ‫ث‬ۡ‫ن‬َ‫ح‬ ۡ
‫ن‬ِ‫م‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫ت‬ۡ‫أ‬َ‫ف‬
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
Anas berkata: Bila istri orang-orang Yahudi haid, mereka dikeluarkan dari rumah, tidak di
beri makan dan minum, dan di dalam rumah tidak boleh bersama-sama. Lalu Rasulullah di tanya
tentang hal itu, maka Allah menurunkan: Mereka bertanya kepadamu tentang haid, kemudian kata
Rasulullah: “Bersama-samalah dengan mereka di rumah dan perbuatlah segala sesuatu kecuali
menggaulinya.”
2. Contoh kedua ialah firman-Nya:
َِۡ‫ٱب‬ َّ
‫َل‬ِ‫إ‬ َٰٓ‫ى‬ َ‫ز‬ ۡ
‫ج‬ُ‫ت‬ ّٖ‫ة‬َ‫عۡم‬ِ‫ي‬‫ن‬ ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ۥ‬
ُ‫ه‬َ‫د‬‫ن‬ِ‫ع‬ ٍ‫د‬َ‫ح‬َ ِ
‫ِل‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫و‬ ‫ى‬َّ‫ك‬َ‫ز‬َََ‫ي‬ ‫ۥ‬
ُ‫ه‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬ ‫ي‬ِ‫ت‬ ۡ
‫ؤ‬ُ‫ي‬ ‫ي‬ِ‫ذ‬َّ‫ٱل‬ ‫ى‬َ‫ق‬ۡ‫ت‬َ ۡ
‫ٱِل‬ ‫ا‬َ‫ه‬ََُّ‫ن‬َ‫ج‬ُ‫ن‬َ‫س‬ َ‫و‬
َ
‫ف‬ ۡ
‫و‬َ‫س‬َ‫ل‬ َ‫و‬ ‫ى‬َ‫ل‬ ۡ‫ع‬َ ۡ
‫ٱِل‬ ِ‫ه‬ِ‫ي‬‫ب‬ َ‫ر‬ ِ‫ه‬ ۡ
‫ج‬ َ‫و‬ َ‫ء‬َٰٓ‫ا‬َُ
‫ى‬َ‫ض‬ ۡ
‫ر‬َ‫ي‬
Artinya: “Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan
hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seseorangpun memberikan
suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena
mencari keridaan Tuhannya yang Maha Tinggi, dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan”.
(QS. Al-Lail: 17-21)
Ayat-ayat ini diturunkan mengenai Abu Bakar, karena kata al-atqā (orang yang paling
taqwa) menurut tasrif berbentuk af‘ala untuk menunjukkan superlatif, tafdīl yang disertai al-
‘ahdiyah (kata sandang yang menunjukkan bahwa kata yang dimasukinya itu telah diketahui
maksudnya), sehingga ia dikhususkan bagi orang yang karenanya ayat itu diturunkan. Oleh sebab
itu, al-Wahidi berkata: al-atqā adalah Abu Bakar as-Siddiq menurut pandangan para ahli tafsir.
(As-Suyūti. 2000: 61-62)
Adapun jika sebab itu khusus sedangkan ayat yang turun berbentuk umum, maka ada ikhitilāf
(perselisihan) antara ahli usul mengenai apakah al-‘ibrah bi ‘umūm al-lafzhi atau bi khus}ūs as-sabab
(yang harus diperhatikan keumuman lafal atau kekhusuan sebab).
1. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah ‘ibrah bi ‘umūm al-lafzhi (yang
harus diperhatikan keumuman lafal). Seperti turunnya ayat zhihār dalam kasus Salamah bin Sakhr,
ayat li‘ān dalam masalah Hilal bin Umayah dan juga ayat tentang seorang wanita yang mencuri
pada zaman nabi. Kesemua peristiwa di atas berlaku umum untuk semua orang tanpa kecuali,
bukan hanya sebatas pada Salamah bin Shakhr, Hilal bin Umayah ataupun wanita yang mencuri
pada zaman nabi (as-Saraqah). (As-Suyūti. 2000: 61-62)
2. Sebagian ulama berpendapat bahwa al-‘ibrah bi khushūs as-sabab (yang harus diperhatikan adalah
kekhususan sebab). Mereka berkomentar bahwa kasus zhihār, li‘ān, dan wanita yang mencuri pada
zaman nabi itu hanya berlaku bagi mereka saja, tidak berlaku bagi yang lain. Oleh karenanya harus
dicarikan dalil lain dengan menggunakan qiyās (analogi). (As-Suyūti. 2000: 61-62)
Banyak riwayat mengenai sebab turunya satu ayat. Dalam keadaan demikian sikap seorang
mufassir kepadanya sebagai berikut:
1. Jika salah satu riwayatnya saja yang sahih, ketentuannya adalah menggunakan yang sahih. Itu
untuk menjelaskan sebab turun dan menolak yang tidak sahih. Misalnya antara hadis yang
dikeluarkan oleh Imam Bukhari, Muslim dan yang lain melalui jalur Jundab dan hadis yang
dikeluarkan oleh at-Tabrani dan Ibnu Abi Syaibah melalui jalur Hafs bin Maisarah dari ibunya
dari neneknya, yang merupakan pelayan Rasulullah SAW. Mengenai kenapa Allah belum
menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. pada surat ad-Dhuhā ayat 1-3:
‫ى‬َ‫ل‬َ‫ق‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫و‬ َ‫ك‬ُّ‫ب‬ َ‫ر‬ َ‫ك‬َ‫ع‬َّ‫د‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫م‬ ‫ى‬َ‫ج‬َ‫س‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ ِ‫ل‬ۡ‫ن‬َّ‫ٱل‬ َ‫و‬ ‫ى‬َ‫ح‬ُّ‫ض‬‫ٱل‬ َ‫و‬
Artinya: Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap),
Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu.
Maka kami (az-Zarqani) dalam hal ini hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslimlah yang lebih didahulukan karena, kesahihan riwayatnya. (Az-Zarqāni. 2001:104)
2. Jika kedua riwayat sama-sama sahih dan salah satu dari keduanya mempunyai murajjih (penguat),
maka yang di ambil adalah yang lebih rajah. Dan murajjih (penguat) bisa di lihat dari segi lebih
sahih dari yang lain atau perawi salah satunya menyaksikan langsung kejadiannya. Semisal hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari jalur Ibnu Mas‘ud dan hadis yang dikeluarkan oleh
Tirmizi dari jalur Ibnu Abbas mengenai ruh pada surat al-Isrā ayat 85
ۡ
‫س‬َ‫ي‬ َ‫و‬
‫ا‬
‫نٗل‬ِ‫ل‬َ‫ق‬ َّ
‫َل‬ِ‫إ‬ ِ‫م‬ۡ‫ل‬ِ‫ع‬ۡ‫ٱل‬ َ‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ‫م‬َُ‫ن‬ِ‫ت‬‫و‬ُ‫أ‬ َٰٓ‫ا‬َ‫م‬َ‫و‬ ‫ي‬ِ‫ي‬‫ب‬ َ‫ر‬ ِ
‫ر‬ ۡ
‫م‬َ‫أ‬ ۡ
‫ن‬ِ‫م‬ ُ‫ح‬‫و‬ُّ‫ٱلر‬ ِ‫ل‬ُ‫ق‬ ِٰۖ‫وح‬ُّ‫ٱلر‬ ِ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫َك‬‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬ َ
ٔٔ
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan
Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.
Antara kedua riwayat ini yang di ambil adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dari jalur Ibnu Mas‘ud karena, Ibnu Mas‘ud menyaksikan langsung kisah itu dari awal hingga
akhir, sedangkan Ibnu Abbas tidak. Tidak diragukan lagi orang yang menyaksikan langsung lebih
kuat daripada yang tidak menyaksikan secara langsung. (Az-Zarqāni. 2001:104)
3. Jika kedua riwayat sama-sama sahih dan tidak ada murajjih bagi salah satu dari keduanya, maka
dikompromikan. Ibnu Hajar berkata: “tidak ada masalah banyaknya sebab turun pada satu ayat”.
Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari melalui jalur Ikrimah dari Ibnu Abbas dan hadis
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari jalur Sahal bin Sa‘ad tentang qazaf (tuduhan)
seorang suami kepada istrinya melakukan zina yang ada pada ayat enam dari surat an-Nūr
َ‫ه‬َ‫ش‬ ُ‫ع‬َ‫ب‬ ۡ
‫ر‬َ‫أ‬ ۡ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ ُ‫ة‬َ‫د‬َ‫ه‬َ‫ش‬َ‫ف‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫س‬ُ‫ف‬‫ن‬َ‫أ‬ َٰٓ َّ
‫َل‬ِ‫إ‬ ُ‫ء‬َٰٓ‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬ُ‫ش‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬َّ‫ل‬ ‫ن‬ُ‫ك‬َ‫ي‬ ۡ‫م‬َ‫ل‬ َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ج‬ َ‫و‬ ۡ
‫ز‬َ‫أ‬ َ‫ون‬ُ‫م‬ ۡ
‫ر‬َ‫ي‬ َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ٱل‬ َ‫و‬
َ‫نن‬ِ‫ق‬ِ‫د‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ َ‫ن‬ِ‫م‬َ‫ل‬ ‫ۥ‬
ُ‫ه‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ِ َّ
‫ٱَّلل‬ِ‫ب‬ ِ‫ت‬َ‫د‬
Artinya: “Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali
bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar”.
Dari kedua riwayat ini maka caranya adalah dikompromikan. Lebih utama
mengkompromikan daripada meninggalkan salah satunya, sebab tidak ada halangan untuk
mengambil keduanya. Dan juga tidak boleh menolak keduanya, karena keduanya sama-sama sahih
dan tidak ada ta’ārud (pertentangan). Di samping itu tidak dibenarkan mengambil salah satunya
dan membuang yang lainnya karena, itu merupakan tarjih tanpa ada murajjih (yang menguatkan).
(Az-Zarqāni. 2001:106)
4. Jika dua riwayat sama-sama sahih, tidak ada murajjih (yang menguatkan) dan tidak bisa
mengambil salah satunya karena sebab-sebab turunnya tersebut waktunya berjauhan, maka dalam
ini kita (az-Zarqani) pahami sebagai berulangnya turunnya ayat dengan banyaknya asbāb an-nuzūl.
Seperti hadis yang dikeluarkan oleh al-Baihaqi dan al-Bazzar dari jalur Abu Hurairah dan riwayat
yang dikeluarkan oleh Tirmizi dan Hakim dari jalur Abu bin Ka‘ab mengenai balasan atas
gugurnya sahabat di perang Uhud. Ini terekam dalam surat an-Nahl ayat 126
َ‫ين‬ ِ
‫ر‬ََِّ‫ص‬‫ل‬ِ‫ي‬‫ل‬ ٞ
‫ر‬ۡ‫ن‬َ‫خ‬ َ‫و‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ ۡ‫م‬ُ‫ت‬ ۡ
‫ر‬َََ‫ص‬ ‫ن‬ِ‫ئ‬َ‫ل‬ َ‫و‬ ٰۖ‫ب‬
ِ‫ه‬ِ‫ب‬ ‫م‬ََُِۡ‫ق‬‫و‬ُ‫ع‬ ‫ا‬َ‫م‬ ِ‫ل‬ۡ‫ث‬ِ‫م‬ِ‫ب‬ ْ‫ا‬‫و‬َُِ‫ق‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫ف‬ ۡ‫م‬َََُۡ‫ق‬‫ا‬َ‫ع‬ ۡ
‫ن‬ِ‫إ‬ َ‫و‬
Artinya: “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan
siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang
lebih baik bagi orang-orang yang sabar”.
Maka dari kedua riwayat tersebut tidak masalah bila dikatakan bahwa banyaknya waktu
turun, satu diturunkan pada perang Uhud dan satunya pada hari Fathu Makkah. (Az-Zarqāni.
2001:108)
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Dahlan dkk. 1996. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Al-Wahidi. 2001. Asbāb Nuzūl Al-Qur’ān.,Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah.
Aminuddin, Studi Ilmu al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
As-Suyūti. 2000. al-Itqān fī ‘Ulūm Al-Qur’ān., Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah.
Az-Zarqāni. 2001. Manāhil al-‘Urfān fī ‘Ulūm Al-Qur’ān. Al-Qāhirah: Dār al-Hadīs.
Az-Zarkasi. 1985. al-Burhān fī ‘Ulūm Al-Qur`ān, Al-Qāhirah: Maktabah Dār at-Turās.
Jalaluddin as-Suyuthi. 2008. Asbabun Nuzul. Alih Bahasa oleh Tim Abdul Hayyie, Sebab-sebab
Turunnya al-Qur’an. Jakarta: Gema insani.
Manna’ Khalil Al-Qattan. 2001. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Bogor: Pustaka Litera Antarnusa.
Muhammad Ali Ash-shaabuuniy. 1998. At-Tibyaan Fii Uluumil Qur’an, Alih Bahasa oleh.
Qamaruddin Shaleh dan. M. D. Dahlan, Dkk. 2004. Asbabun Nuzul. Bandung: Diponegoro.
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan. 1992. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Rosihon Anwar. 2006. Ulumul Quran. Bandung: Pustaka Setia.
Suma, Muhammad Amin. 2013. Ulumul Qur’ān. Jakarta: Rajawali Pers.

More Related Content

What's hot

I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)Maghfur Amien
 
Makalah : IMAN
Makalah : IMANMakalah : IMAN
Makalah : IMANRia Widia
 
Makalah I'jaaz Al qur'an
Makalah I'jaaz Al qur'anMakalah I'jaaz Al qur'an
Makalah I'jaaz Al qur'anLinbud
 
Ulumul Qur'an (3)
Ulumul Qur'an (3)Ulumul Qur'an (3)
Ulumul Qur'an (3)Ibnu Ahmad
 
perempuan tidak berasal daripada tulang rusuk
perempuan tidak berasal daripada tulang rusukperempuan tidak berasal daripada tulang rusuk
perempuan tidak berasal daripada tulang rusukR&R Darulkautsar
 
makalah Ijazul al quran
makalah Ijazul al quran makalah Ijazul al quran
makalah Ijazul al quran rinskynufussa
 
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaanSejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaanRiyan Smart
 
Makalah amsal-quran
Makalah amsal-quranMakalah amsal-quran
Makalah amsal-quranRiri Rizki
 
Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087
Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087
Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087GenthaYudha
 
Tugasan ulum quran ustazah siti eshah salleh
Tugasan ulum quran ustazah siti eshah sallehTugasan ulum quran ustazah siti eshah salleh
Tugasan ulum quran ustazah siti eshah sallehNorafsah Awang Kati
 
WhatsApp Tajwid - Bab 001 Tentang Al-Quran
WhatsApp Tajwid - Bab 001 Tentang Al-QuranWhatsApp Tajwid - Bab 001 Tentang Al-Quran
WhatsApp Tajwid - Bab 001 Tentang Al-QuranRidlo Abelian
 
Perempuan tidak berasal daripada tulang rusuk
Perempuan tidak berasal daripada tulang rusukPerempuan tidak berasal daripada tulang rusuk
Perempuan tidak berasal daripada tulang rusukR&R Darulkautsar
 
Benarkah taubat nabi adam diterima kerana bertawasul
Benarkah taubat nabi adam diterima kerana bertawasulBenarkah taubat nabi adam diterima kerana bertawasul
Benarkah taubat nabi adam diterima kerana bertawasulR&R Darulkautsar
 
Beberapa bukti keotentikan al-quran
Beberapa bukti keotentikan al-quranBeberapa bukti keotentikan al-quran
Beberapa bukti keotentikan al-quranVimz SpecialOps
 
01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)
01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)
01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)EmCy PoEtri SagiEta AL-ghoffari
 

What's hot (20)

I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
 
Makalah : IMAN
Makalah : IMANMakalah : IMAN
Makalah : IMAN
 
Makalah ijaz alquran
Makalah ijaz alquranMakalah ijaz alquran
Makalah ijaz alquran
 
Makalah I'jaaz Al qur'an
Makalah I'jaaz Al qur'anMakalah I'jaaz Al qur'an
Makalah I'jaaz Al qur'an
 
Asbabun nuzul
Asbabun nuzulAsbabun nuzul
Asbabun nuzul
 
Ulumul Qur'an (3)
Ulumul Qur'an (3)Ulumul Qur'an (3)
Ulumul Qur'an (3)
 
perempuan tidak berasal daripada tulang rusuk
perempuan tidak berasal daripada tulang rusukperempuan tidak berasal daripada tulang rusuk
perempuan tidak berasal daripada tulang rusuk
 
Asbababun nuzul powerpoint
Asbababun nuzul powerpointAsbababun nuzul powerpoint
Asbababun nuzul powerpoint
 
makalah Ijazul al quran
makalah Ijazul al quran makalah Ijazul al quran
makalah Ijazul al quran
 
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaanSejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaan
 
"139 Faedah Hadith"
"139 Faedah Hadith""139 Faedah Hadith"
"139 Faedah Hadith"
 
Makalah amsal-quran
Makalah amsal-quranMakalah amsal-quran
Makalah amsal-quran
 
Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087
Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087
Gentha yudha-UAS-Pendidikan Agama 2B E1D019087
 
I'jaz Al Qur'an
 I'jaz Al Qur'an I'jaz Al Qur'an
I'jaz Al Qur'an
 
Tugasan ulum quran ustazah siti eshah salleh
Tugasan ulum quran ustazah siti eshah sallehTugasan ulum quran ustazah siti eshah salleh
Tugasan ulum quran ustazah siti eshah salleh
 
WhatsApp Tajwid - Bab 001 Tentang Al-Quran
WhatsApp Tajwid - Bab 001 Tentang Al-QuranWhatsApp Tajwid - Bab 001 Tentang Al-Quran
WhatsApp Tajwid - Bab 001 Tentang Al-Quran
 
Perempuan tidak berasal daripada tulang rusuk
Perempuan tidak berasal daripada tulang rusukPerempuan tidak berasal daripada tulang rusuk
Perempuan tidak berasal daripada tulang rusuk
 
Benarkah taubat nabi adam diterima kerana bertawasul
Benarkah taubat nabi adam diterima kerana bertawasulBenarkah taubat nabi adam diterima kerana bertawasul
Benarkah taubat nabi adam diterima kerana bertawasul
 
Beberapa bukti keotentikan al-quran
Beberapa bukti keotentikan al-quranBeberapa bukti keotentikan al-quran
Beberapa bukti keotentikan al-quran
 
01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)
01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)
01 desiana trisnawati (memahami pengertian al-qur'an dan bukti keotentikannya)
 

Similar to Ilmu asbabun nuzul

P e n g e r t i a n A s b a b A L - N u z u
P e n g e r t i a n A s b a b A L - N u z u P e n g e r t i a n A s b a b A L - N u z u
P e n g e r t i a n A s b a b A L - N u z u Roeslandy Ahmad Andy
 
82529705 al-qur-an
82529705 al-qur-an82529705 al-qur-an
82529705 al-qur-anAsr Ajah
 
Pertemuan 5- Asbabun Nuzul.pptx
Pertemuan 5- Asbabun Nuzul.pptxPertemuan 5- Asbabun Nuzul.pptx
Pertemuan 5- Asbabun Nuzul.pptxFauziahNurHutauruk
 
Resume Ulumul Qur'an
Resume Ulumul Qur'anResume Ulumul Qur'an
Resume Ulumul Qur'anSuya Yahya
 
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaanSejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaanRiyan Smart
 
Bab 6-sumber-sumber-hukum-islam2
Bab 6-sumber-sumber-hukum-islam2Bab 6-sumber-sumber-hukum-islam2
Bab 6-sumber-sumber-hukum-islam2ikbar ghifari
 
PPT asbabun-nuzul.pptx
PPT asbabun-nuzul.pptxPPT asbabun-nuzul.pptx
PPT asbabun-nuzul.pptxantungjos
 
Makalah muhkam & mutasyabi
Makalah muhkam & mutasyabiMakalah muhkam & mutasyabi
Makalah muhkam & mutasyabiilmanafia13
 
iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an
iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an
iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an fajar ramadhan alfarisi
 
Makna Konteks Al-Lail Dalam Tafsir Al-Misbah
Makna Konteks Al-Lail Dalam Tafsir Al-MisbahMakna Konteks Al-Lail Dalam Tafsir Al-Misbah
Makna Konteks Al-Lail Dalam Tafsir Al-Misbahsriwhyn2
 
Makna konteks Surah Al-lail Dalam Tafsir Al-Misbah
Makna konteks Surah Al-lail Dalam Tafsir Al-MisbahMakna konteks Surah Al-lail Dalam Tafsir Al-Misbah
Makna konteks Surah Al-lail Dalam Tafsir Al-Misbahsriwhyn2
 

Similar to Ilmu asbabun nuzul (20)

P e n g e r t i a n A s b a b A L - N u z u
P e n g e r t i a n A s b a b A L - N u z u P e n g e r t i a n A s b a b A L - N u z u
P e n g e r t i a n A s b a b A L - N u z u
 
Asbab al nuzul
Asbab al nuzulAsbab al nuzul
Asbab al nuzul
 
Ppt ulumul qur'an
Ppt ulumul qur'anPpt ulumul qur'an
Ppt ulumul qur'an
 
82529705 al-qur-an
82529705 al-qur-an82529705 al-qur-an
82529705 al-qur-an
 
Makalah Ulumul Qur'an
Makalah Ulumul Qur'anMakalah Ulumul Qur'an
Makalah Ulumul Qur'an
 
Pertemuan 5- Asbabun Nuzul.pptx
Pertemuan 5- Asbabun Nuzul.pptxPertemuan 5- Asbabun Nuzul.pptx
Pertemuan 5- Asbabun Nuzul.pptx
 
ulumul Quran .pptx
ulumul Quran .pptxulumul Quran .pptx
ulumul Quran .pptx
 
Makalah nuzulul quran
Makalah nuzulul quranMakalah nuzulul quran
Makalah nuzulul quran
 
Resume Ulumul Qur'an
Resume Ulumul Qur'anResume Ulumul Qur'an
Resume Ulumul Qur'an
 
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaanSejarah turun,penulisan&pemeliharaan
Sejarah turun,penulisan&pemeliharaan
 
Bab 6-sumber-sumber-hukum-islam2
Bab 6-sumber-sumber-hukum-islam2Bab 6-sumber-sumber-hukum-islam2
Bab 6-sumber-sumber-hukum-islam2
 
PPT asbabun-nuzul.pptx
PPT asbabun-nuzul.pptxPPT asbabun-nuzul.pptx
PPT asbabun-nuzul.pptx
 
Makalah muhkam & mutasyabi
Makalah muhkam & mutasyabiMakalah muhkam & mutasyabi
Makalah muhkam & mutasyabi
 
Pembahasan
PembahasanPembahasan
Pembahasan
 
Tugas study al quran
Tugas study al quranTugas study al quran
Tugas study al quran
 
iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an
iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an
iain lhokseumawe- makalah ulumul al-qur'an
 
Asbab An-Nuzul
Asbab An-NuzulAsbab An-Nuzul
Asbab An-Nuzul
 
Asbabun Nuzul dalam Alquran
Asbabun Nuzul dalam AlquranAsbabun Nuzul dalam Alquran
Asbabun Nuzul dalam Alquran
 
Makna Konteks Al-Lail Dalam Tafsir Al-Misbah
Makna Konteks Al-Lail Dalam Tafsir Al-MisbahMakna Konteks Al-Lail Dalam Tafsir Al-Misbah
Makna Konteks Al-Lail Dalam Tafsir Al-Misbah
 
Makna konteks Surah Al-lail Dalam Tafsir Al-Misbah
Makna konteks Surah Al-lail Dalam Tafsir Al-MisbahMakna konteks Surah Al-lail Dalam Tafsir Al-Misbah
Makna konteks Surah Al-lail Dalam Tafsir Al-Misbah
 

Recently uploaded

sagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnv
sagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnvsagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnv
sagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnvademahdiyyah
 
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMASPOWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMASAfrilyakurniarezki
 
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.docundangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.docLaelaSafitri7
 
persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...
persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...
persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...ahmadirhamni
 
kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...
kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...
kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...achmadwalidi444
 
TIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertama
TIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertamaTIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertama
TIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertamalitaseptiana2
 
Pertemuan kuliah 6 Reduksi data State.ppt
Pertemuan kuliah 6 Reduksi data State.pptPertemuan kuliah 6 Reduksi data State.ppt
Pertemuan kuliah 6 Reduksi data State.pptDAVIDSTEVENSONSIMBOL
 

Recently uploaded (7)

sagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnv
sagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnvsagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnv
sagdjasgfjckasbkfjhsakjkadjvjnskdjvnjkdvnv
 
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMASPOWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
POWER POINT BUNDEL HAIS PPTDALAM PELAKSANAAN DI PUSKESMAS
 
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.docundangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
 
persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...
persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...
persentasi tentang modul ajar kelas lima kelas enam semster 2458902569-Modul-...
 
kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...
kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...
kk eko junianto.pdf ada yang terjual tapi ngecer nggak bisa mijid nggak bisa ...
 
TIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertama
TIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertamaTIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertama
TIPOLOGI BANGUNAN materi penjelasan minggu pertama
 
Pertemuan kuliah 6 Reduksi data State.ppt
Pertemuan kuliah 6 Reduksi data State.pptPertemuan kuliah 6 Reduksi data State.ppt
Pertemuan kuliah 6 Reduksi data State.ppt
 

Ilmu asbabun nuzul

  • 1. ILMU ASBABUN NUZUL A. Pengertian Asbabun Nuzul 1. Secara Etimologi Ungkapan asbab an-nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata“asbab” dan “nuzul”, Secara etimologi, asbab an-nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu dapat disebut asbab an- nuzul, dalam pemakaiannya, ungkapan asbab an-nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Alquran, seperti halnya asbab al-wurud secara khusus digunakan bagi sebab terjadinya hadist. Muhammad Abdul Azhim Al-Zarqani mentakwilkan kata nuzul dengan kata i’lam (seperti yang dikutip oleh Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan). Alasannya: a. Mentakwilkan kata nuzul dengan i’lam berarti kembali pada apa yang telah diketahui dan dipahami dari yang diacunya. b. Yang dimaksud dengan adanya Al-Qur’an di Lauh al-mahfuzh, Baitul ’Izzah dan dalam hati Nabi SAW. juga berarti bahwa Al-Qur’an telah di-i’lam-kan oleh Allah pada masing-masing tempat tersebut sebagai petunjuk bagi manusia untuk mencapai kebenaran. c. Mentakwilkan kata nuzul dengan i’lam hanyalah tertuju pada Al-Quran semata dengan semua segi dan aspeknya. (Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan. 1992: 65-67) 2. Secara Terminologi Banyak pengertiannya terminologi yang di rumuskan oleh para ulama, di antaranya: a. Menurut Az-zarqoni: Asbab an-nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat al-qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi”. b. Ash-shabuni: asbab an-nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu ayat atau beberapa ayat mulai yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama”. c. Subhi shalih: asbab an-nuzul adalah suatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat al-qur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa, sebagai respon atasnya atau penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi”. d. Mana’ Al-Qaththan: asbab an-nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya al-qur’an, berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa kejadian atau pertanyaan yang diajukan kepada nabi”. Kendatipun redaksi pendifinisian di atas sedikit berbeda, semuanya menyimpulkan bahwa asbab an-nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat al-qur’an, dalam rangka menjawab, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari kejadian tersebut. Asbab an-nuzul merupakan bahan sejarah yang dapat di pakai untuk memberikan keterangan terhadap turunnya ayat Al-qur’an dan memberinya konteks dalam memahami perintah-perintahnya. Sudah tentu bahan-bahan ini hanya melingkupi peristiwa pada masa Al-qur’an masih turun (ashr at-tanzil). (Rosihon Anwar, 2006: 61) Bentuk-bentuk peristiwa yang melatarbelakangi turunnya Al-qur’an itu sangat beragam, diantaranya: a. Berupa konflik sosial, seperti ketegangan yang terjadi diantara suku Aus dan suku khazraj. b. Kesalahan besar, seperti kasus seorang sahabat yang mengimani shalat dalam keadaan mabuk.
  • 2. c. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang sahabat kepada nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat, sedang, atau yang akan rerjadi. Persoalan mengenai apakah seluruh ayat al-qur’an memiliki asbab an-nuzul atau tidak, ternyata telah menjadi bahan kontroversi diantara para ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak semua ayat al-qur’an memiliki asbab an-nuzul. Oleh sebab itu, ada ayat al-qur’an yang diturunkan tanpa ada yang melatarbelakanginya (ibtida’), dan sebagian lainnya diturunkan dengan di latarbelakamgi oleh sesuatu peristiwa (ghair ibtida’). Pendapat tersebut hampir menjadi kesepakatan para ulama. Akan tetapi sebagian berpendapat bahwa kesejarahan arabia pra-qur’an pada masa turunnya Al-qur’an merupakan latar belakang makro Al-qur’an, sedangkan riwayat-riwayat asbab an-nuzul merupakan latarbelakang mikronya. Pendapat ini berarti mengaggap bahwa semua ayat Alquran memiliki sebab-sebab yang melatarbelakanginya 3. Redaksi Dan Makna Ungkapan Sabab An-Nuzul Ungkapan-ungkapan yang di gunakan oleh para sahabat untuk menunjukkan turunnya Al- qur’an tidak selamanya sama. Ungkapan-ungkapan itu secara garis besar di kelompokkan dalam dua kategori, yaitu: a. Sarih (jelas) Ungkapan riwayat “sarih” yang memang jelas menunjukkan asbab an-nuzul dengan indikasi menggunakan lafadz (pendahuluan). Seperti: 1) “sebab turun ayat ini adalah ...” 2) “telah terjadi... maka turunlah ayat …” 3) “rasulullah saw pernah di tanya tentang ... maka turunlah ayat ...” Contoh lain: QS. Al-maidah/5, ayat 2 yang berbunyi: ََٰٓ‫ل‬َ‫ق‬ۡ‫ٱل‬ َ ‫َل‬َ‫و‬ َ‫ي‬ۡ‫د‬َ‫ه‬ۡ‫ٱل‬ َ ‫َل‬َ‫و‬ َ‫ام‬ َ‫ر‬َ‫ح‬ۡ‫ٱل‬ َ‫ر‬ۡ‫ه‬َّ‫ش‬‫ٱل‬ َ ‫َل‬َ‫و‬ ِ َّ ‫ٱَّلل‬ َ‫ر‬ِ‫ئ‬ََٰٓ‫ع‬َ‫ش‬ ْ‫ا‬‫و‬ُّ‫ل‬ ِ ‫ح‬ُ‫ت‬ َ ‫َل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ن‬َ‫ام‬َ‫ء‬ َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ٱل‬ ‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬ََٰٓ‫ي‬ ََََُُۡ‫ي‬ َ‫ام‬ َ‫ر‬َ‫ح‬ۡ‫ٱل‬ ََۡ‫ن‬ََۡ‫ٱل‬ َ‫نن‬ِ‫ي‬‫م‬َٰٓ‫ا‬َ‫ء‬ َٰٓ َ ‫َل‬َ‫و‬ َ‫د‬ِ‫ئ‬ َ‫ون‬ َ‫َن‬‫ش‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬َّ‫ن‬َ‫م‬ ِ ‫ر‬ ۡ ‫ج‬َ‫ي‬ َ ‫َل‬َ‫و‬ ْۚ‫ا‬‫ُو‬‫د‬‫ا‬َ‫ط‬ ۡ‫ٱص‬َ‫ف‬ ۡ‫م‬َُۡ‫ل‬َ‫ل‬َ‫ح‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ َ‫و‬ ۚ‫ا‬‫ا‬‫ن‬ َ‫و‬ۡ‫ض‬ ِ ‫ر‬َ‫و‬ ۡ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ي‬‫ب‬ َّ‫ر‬ ‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ‫ا‬ ‫ٗل‬ۡ‫ض‬َ‫ف‬ ِ‫ام‬ َ‫ر‬َ‫ح‬ۡ‫ٱل‬ ِ‫د‬ ِ ‫ج‬ ۡ‫س‬َ‫م‬ۡ‫ٱل‬ ِ‫ن‬َ‫ع‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬‫ُّو‬‫د‬َ‫ص‬ ‫ن‬َ‫أ‬ ٍ‫م‬ ۡ ‫و‬َ‫ق‬ ُ‫ان‬ َ ٔٔ ِ‫م‬ۡ‫ث‬ِ ۡ ‫ٱۡل‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ن‬ َ‫او‬َ‫ع‬َ‫ت‬ َ ‫َل‬َ‫و‬ ٰۖ ‫ى‬ َ‫و‬ۡ‫ق‬ََّ‫ٱل‬ َ‫و‬ ِ‫ي‬‫ر‬َِۡ‫ٱل‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ن‬ َ‫او‬َ‫ع‬َ‫ت‬ َ‫و‬ ْْۘ‫ا‬‫ُو‬‫د‬ََۡ‫ع‬َ‫ت‬ ‫ن‬َ‫أ‬ ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ق‬ِ‫ع‬ۡ‫ٱل‬ ُ‫د‬‫ي‬ِ‫َد‬‫ش‬ َ َّ ‫ٱَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ َٰۖ َّ ‫ٱَّلل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ق‬َّ‫ت‬‫ٱ‬ َ‫و‬ ِۚ‫ن‬ َ‫و‬ۡ‫د‬ُ‫ع‬ۡ‫ٱل‬ َ‫و‬ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali- kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. Asbab an-nuzul dari ayat ini; ibnu jarir mengetengahkan subuah hadits dari ikrimah yang telah bercerita,” bahwa hatham bin hindun al-bakri datang kemadinah beserta kafilahnya yang membawa bahan makanan. Kemudian ia menjualnya lalu ia masuk ke madinah menemui nabi saw. setelah itu ia membaiatnya masuk islam. Tatkala ia pamit untuk keluar pulang, nabi memandangnya dari belakang kemudian beliau bersabda kepada orang-orang yang ada di sekitarnya, ‘sesungguhnya ia telah menghadap kepadaku dengan muka yang bertampang durhaka, dan ia pamit dariku dengan langkah yang khianat. Tatkala al-bakri sampai di yamamah, ia kembali murtad dari agama islam. Kemudian pada bulan dhulkaidah ia keluar bersama kafilahnya dengan tujuan makkah. Tatkala para sahabat nabi saw. Mendengar beritanya, maka segolongan sahabat nabi dari kalangan kaum muhajirin dan kaun ansar bersiap-
  • 3. siap keluar madinah untuk mencegat yang berada dalam kafilahnya itu. Kemudian Allah SWT. Menurunkan ayat,’ hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar shiar-shiar Allah. (QS. Al-maidah/5: 2) kemudian para sahabat mengurungkan niatnya (demi menghormati bulan haji itu). (Qamaruddin Shaleh dan. M. D. Dahlan, Dkk. 2004: 182) Hadits serupa ini di kemukakan pula oleh asadiy.” Ibnu abu khatim mengetengahkan dari zaid bin aslam yang mengatakan, bahwa rasulullah saw. Bersama para sahabat tatkala berada di hudaibiah, yaitu sewaktu orang-orang musyrik mencegah mereka untuk memasuki bait al-haram peristiwa ini sangat berat dirasakan oleh mereka, kemudian ada orang-orang musyrik dari penduduk sebelah timur jazirah arab untuk tujuan melakukan umroh. Para sahabat nabi saw. Berkata, marilah kita halangi mereka sebagaimana (teman-teman mereka) merekapun menghalangi sahabat-sahabat kita. Kemudian Allah Swt. Menurunkan ayat, ”janganlah sekali- kali mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka.” (QS. Al-maidah/5 ayat : 2) b. Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti) Ungkapan “muhtamilah”adalah ungkapan dalam riwayat yang belum dipastikan asbab an-nuzul karena masih terdapat keraguan. Hal tersebut dapat berupa ungkapan sebagai berikut: 1) ...“ayat ini diturunkan berkenaan dengan ...” 2) “saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan ...” 3) “saya kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan ...” Contohnya: QS. Al-baqarah/2: 223 yang berbunyi: َٰٓ‫و‬ُ‫م‬َ‫ل‬ ۡ‫ٱع‬ َ‫و‬ َ َّ ‫ٱَّلل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ق‬َّ‫ت‬‫ٱ‬ َ‫و‬ ۚۡ‫م‬ُ‫ك‬ِ‫س‬ُ‫ف‬‫ن‬َ ِ ‫ِل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫م‬ِ‫ي‬‫د‬َ‫ق‬ َ‫و‬ ٰۖۡ‫م‬َُۡ‫ئ‬ِ‫ش‬ ‫ى‬َّ‫ن‬َ‫أ‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬َ‫ث‬ ۡ ‫ر‬َ‫ح‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ت‬ۡ‫أ‬َ‫ف‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬َّ‫ل‬ ٞ ‫ث‬ ۡ ‫ر‬َ‫ح‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬ُ‫ؤ‬َٰٓ‫ا‬َ‫س‬ِ‫ن‬ َ‫ل‬ُّ‫م‬ ‫م‬ُ‫ك‬َّ‫ن‬َ‫أ‬ ْ‫ا‬ ِ‫م‬ ۡ ‫ؤ‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ ِ ‫ر‬ِ‫ي‬‫ش‬َ‫ب‬ َ‫و‬ ُُۗ‫ه‬‫و‬ُ‫ق‬ َ‫نن‬ِ‫ن‬ Artinya: Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalahkepadaAllah dan ketahuilah bahwakamukelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. Asbab an-nuzul dari ayat berikut; dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh abu daud dan hakim, dari ibnu abbas di kemukakan bahwa penghuni kampung di sekitar yatsrib (madinah), tinggal berdampingan bersama kaum yahudi ahli kitab. Mereka menganggap bahwa kaum yahudi terhormat dan berilmu, sehingga mereka banyak meniru dan menganggap baik segala perbuatannya. Salah satu perbuatan kaum yahudi yang di anggap baik oleh mereka ialah tidak menggauli istrinya dari belakang. Adapun penduduk kampung sekitar quraish (makkah) menggauli istrinya dengan segala keleluasannya. Ketika kaum muhajirin (orang makkah) tiba di madinah salah seorang dari mereka kawin dengan seorang wanita ansar (orang madinah). Ia berbuat seperti kebiasaannya tetapi di tolak oleh istrinya dengan berkata: “kebiasaan orang sini, hanya menggauli istrinya dari muka.” Kejadian ini akhirnya sampai pada nabi saw, sehingga turunlah ayat tersebut di atas yang membolehkan menggauli istrinya dari depan, balakang, atau terlentang, asal tetap di tempat yang lazim. (Jalaluddin as-Suyuthi, 2008: 95) B. Fungsi Asbabun Nuzul dalam Memahami al-Qur’an Para mufassirūn (para ahli tafsir) telah memperhatikan dan memberikan pembahasan khusus masalah asbāb an-nuzūl dalam buku-buku mereka. Di antaranya: 1. Ali bin Madini syaikh Bukhari, kemudian karangan termasyhur yang di tulis oleh al-Wahidi dengan judul Asbāb Nuzūl Al-Qur’ān. Telah salahlah yang mengira bahwa tidak ada gunanya mengetahui asbāb an-nuzūl. Karena, menurut mereka mempelajarinya hanya bagaikan mengikuti peristiwa sejarah. Padahal tidaklah demikian, sebab mempelajari asbāb an nuzūl memiliki beberapa faidah. (Az-Zarkasi. (1985: 22) 2. Al-Wahidi mengatakan tidak mungkin mengetahui tafsir suatu ayat tanpa bersandar kepada kisah dan penjelasan sebab turunnya.
  • 4. 3. Ibnu Daqiq al-Id juga mengatakan bahwa menjelaskan sabab nuzūl adalah cara yang kuat dalam memahami makna-makna ayat Al-Qur’ān. 4. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa mengetahui sabab nuzūl membantu dalam memahami sebuah ayat, karena pengetahuan tentang as-sabab (sebab) akan menghasilkan al-musabbab (akibat). (As- Suyūti. 2000: 59) 5. Az-Zarqani menjelaskan secara detail tentang fawā`id (faedah-faedah) mengetahui asbāb an- nuzūl, di antaranya: a. Membantu dalam memahami ayat dan menghilangkan kesulitan. Semisal firman Allah SWT. dalam surat al-Baqarah ayat 115: ٞ‫نم‬ِ‫ل‬َ‫ع‬ ٌ‫ع‬ِ‫س‬ َ‫و‬ َ َّ ‫ٱَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ِۚ َّ ‫ٱَّلل‬ ُ‫ه‬ ۡ ‫ج‬ َ‫و‬ َّ‫م‬َ‫ث‬َ‫ف‬ ْ‫ا‬‫و‬ُّ‫ل‬ َ‫و‬ُ‫ت‬ ‫ا‬َ‫َم‬‫ن‬ۡ‫ي‬َ‫أ‬َ‫ف‬ ُۚ‫ب‬ ِ ‫ر‬َُۡ‫م‬ۡ‫ٱل‬ َ‫و‬ ُ‫ق‬ ِ ‫ر‬ۡ‫ش‬َ‫م‬ۡ‫ٱل‬ ِ َّ ِ ‫َّلل‬ َ‫و‬ Artinya: Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. Lafal ayat ini secara tekstual menunjukkan bahwa seseorang boleh melaksanakan salat menghadap kemana saja, tidak diwajibkan baginya untuk menghadap al-Bait al-Haram baik dalam berpergian maupun di rumah. Akan tetapi jika ia mengetahui bahwa ayat ini turun bagi orang yang berpergian atau pun orang yang salat dengan hasil ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya salah tidak sesuai dengan yang di maksud, maka ia akan memahami bahwa maksud ayat di atas adalah memberikan keringanan bagi musafir dalam salat sunnah atau terhadap orang yang berijtihad dalam menentukan arah kiblat, kemudian salat dan ternyata hasil ijtihadnya salah dalam menentukan arah kiblat. Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA bahwa ayat ini turun berkaitan dengan salat musafir yang sedang dalam kendaraan dan kendaraan itu mengarah kemanapun. (Az-Zarqāni. 2001: 98) b. Pengkhususan hukum dengan sebab (takhsīs al-hukm bi as-sabab) bagi yang menganut paham al-‘ibrah bi khusūs as-sabab lā bi ‘umūm al-lafzhi (ketentuan berlaku untuk kekhususan sebab, bukan pada keumuman lafal, maka dari itu ayat-ayat zihār di permulaan surat al-Mujādilah sebabnya adalah bahwa Aus bin as-Samit men-zihār istrinya, Khaulah binti Hakim as-Sa‘labah. Hukum yang di kandung dalam ayat-ayat ini khusus untuk keduanya saja (menurut paham ini), sedang yang lain bisa diketahui melalui dalil lain, baik dengan qiyās (analogi) atau yang lain. Sudah semestinya bahwa tidak mungkin mengetahui maksud hukum dan juga analogi kecuali jika mengetahui sebabnya, dan tanpa mengetahui sebab turunnya, maka ayat itu menjadi tidak berfaidah sama sekali. (Az-Zarqāni. 2001: 100) c. Dengan sabab nuzūl berfungsi untuk mengetahui ayat ini diturunkan kepada siapa, sehingga tidak terjadi keraguan yang akan mengakibatkan penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan membebaskan tuduhan terhadap orang yang bersalah. Oleh karena itu, Aisyah menolak tuduhan Marwan terhadap saudaranya, Abdurrahman bin Abu Bakar, bahwa Abdurrahman adalah orang yang di maksud dalam ayat 17 dari surat al-Ahqaf: َّ‫ٱل‬ َ‫و‬ َٰٓ‫ا‬َ‫م‬ُ‫ك‬َّ‫ل‬ ّٖ‫ي‬ ‫ف‬ُ‫أ‬ ِ‫ه‬ۡ‫ي‬َ‫د‬ِ‫ل‬ َ‫و‬ِ‫ل‬ َ‫ال‬َ‫ق‬ ‫ي‬ِ‫ذ‬ Artinya: “Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: “bagi kamu keduanya”. Aisyah berkata: “Demi Allah, bukan dia yang di maksud dengan ayat itu, kalau seandainya aku ingin menyebutnya maka akan aku sebutkan siapa namanya” sampai akhir kisah itu. (Az-Zarqāni. 2001: 101) d. Pemudahan hafalan, pemahaman dan pengukuhan wahyu dalam benak setiap orang yang mendengarnya, jika ia mengetahui sebab turunnya. Karena hubungan antara sebab dan akibat, hukum dan peristiwa, peristiwa dan pelaku, masa dan tempatnya, semua itu merupakan faktor- faktor pengokohan sesuatu dan terpahatnya dalam ingatan. (Az-Zarqāni. 2001: 101) 6. Muhammad chirzin dalam bukunya: Al-qur’an dan ulum Al-qur’an menjelaskan, dengan ilmu asbab an-nuzul, maka: a. Seorang dapat mengetahui hikmah di balik syariat yang di turunkan melalui sebab tertentu. b. Seorang dapat mengetahui pelaku atau orang yang terlibat dalam peristiwa yang mendahului turunnya suatu ayat. c. Seorang dapat dapat menentukan apakah ayat mengandung pesan khusus atau umum dan dalam keadaan bagaimana ayat itu mesti di terapkan.
  • 5. d. Seorang dapat menyimpulkan bahwa Allah selalu memberi perhatian penuh pada rasulullah dan selalu bersama para hambaNya. 7. Muhammad Amin Suma tentang faedah mempelajari asbab an-nuzul yang mengatakan kesulitan dalam menafsirkan al-Qur’an tanpa melibatkan ilmu asbab an-nuzul mungkin tidak terlalu terasa ketika seseorang hendak menafsirkan ayat-ayat ilmu pengetahuan dan teknologi (ayat-ayat kauniyah) misalnya, tetapi diduga kuat akan menghadapi masalah ketika dihubungkan dengan ayat-ayat qashash dan terutama ayat-ayat hukum. Pasalnya, karena ayat-ayat kauniyah dapat dikatakan lebih banyak berhubungan dengan kondisi kekinian dan kemungkinan masa depan, sementara ayat-ayat sejarah dan hukum sangat berhubungan dengan masa silam di samping masa sekarang dan akan datang. Selanjutnya, atas dasar ini, maka terlepas dari sikap pro-kontra para pakar ulumul Quran akan keberadaan ilmu asbab an-nuzul berikut urgensi-fungsionalnya, yang pasti keberadaan ilmu ini telah memasyarakat dalam dunia tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur’an. Ilmu asbab an-nuzul telah menjadi salah satu bagian tak terpisahkan dari ilmu-ilmu al-Qur’an secara keseluruhan, dan keberadaannya sama sekali tidak merugikan penafsiran dan justru semakin memperkaya dalam penafsiran. (, Muhammad Amin Suma, 2013: 218-219) 8. Manna khalil al-qattan dalam bukunya mabahith fi ulum al-qur’an diantara faedah ilmu asbab an- nuzul dalam dunia pendidikan: a. Membantu para pendidik yang megalami kesulitan dalam penggunaan media pendidikan untuk dapat membangkitkan perhatian anak didik supaya jiwa mereka siap menerima pelajaran dengan penuh minat dan terdorong untuk mendengarkan dan mengikuti pelajaran. b. Asbab an-nuzul adakalanya berupa kisah tentang peristiwa yang terjadi, atau berupa pertanyaan yang di sampaikan kepada rasulullah untuk mengetahui hukum suatu masalah, maka apabila seorang pendidik menyampaikan sebab asbab an-nuzul, maka kisahnya itu sudah cukup untuk membangkitkan perhatian, minat, memusatkan potensi intelektual dan menyiapkan jiwa anak didik untuk menerima pelajaran. c. Peserta didik segera dapat memahamai pelajaran secara umum dengan mengetahui asbab an- nuzul karena di dalamnya terdapat unsur-unsur kisah yang menarik. Dengan demikian jiwa mereka terdorong untuk mengetahui ayat apa yang rahasia perundangan dan hukum-hukum yang terkandung didalamnya, yang kesemua ini memberi petunjuk kepada manusia kejalan kehidupan lurus, jalan menuju kekuatan kemuliaan dan kebahagiaan. Dalam kaitannya dengan kajian ilmu shari’ah dapat ditegaskan bahwa pengetahuan tentang asbab an-nuzul berfungsi antara lain: 1. Mengetahui hikmah dan rahasia diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ tehadap kepentingan umum, tanpa membedakan etnik, jenis kelamin dan agama. Jika dianalisa secara cermat, proses penetapan hukum berlangsung secara manusiawi, seperti pelanggaran minuman keras,misaalnya ayat-ayat al-qur’an turun dalam empat kali tahapan yaitu: QS. An-nahl: 67, QS. Al-baqarah: 219, QS. An-nisa’: 43 dan QS Al-Maidah: 90-91. 2. Mengetahui asbab an-nuzul membantu memberikan kejelasan terhadap beberapa ayat. Misalnya. Urwah ibnu zubair mengalami kesulitan dalam memahami hukum fardu sa’i antara sofa dan marwa QS. Al-baqarah/2: 158: ‫ٱ‬ َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ف‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ‫ن‬َ‫م‬َ‫و‬ ۚ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ب‬ َ ‫ف‬ َّ‫و‬َّ‫ط‬َ‫ي‬ ‫ن‬َ‫أ‬ ِ‫ه‬ۡ‫ن‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫َاح‬‫ن‬ُ‫ج‬ َ ‫ٗل‬َ‫ف‬ َ‫ر‬َ‫م‬ََ ۡ‫ٱع‬ ِ‫و‬َ‫أ‬ ََۡ‫ن‬ََۡ‫ٱل‬ َّ‫ج‬َ‫ح‬ ۡ ‫ن‬َ‫م‬َ‫ف‬ ِٰۖ َّ ‫ٱَّلل‬ ِ ‫ر‬ِ‫ئ‬َٰٓ‫ا‬َ‫ع‬َ‫ش‬ ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫ة‬َ‫و‬ ۡ ‫ر‬َ‫م‬ۡ‫ل‬ ۡ‫ن‬َ‫خ‬ َ‫ع‬َّ‫و‬َ‫ط‬َ‫ت‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ٌ‫م‬‫ن‬ِ‫ل‬َ‫ع‬ ٌ‫ر‬ِ‫َاك‬‫ش‬ َ َّ ‫ٱَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ Artinya: Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. Urwah bin zubair kesulitan memahami ”tidak ada dosa” di dalam ayat ini lalu ia menanyakan kepada aisyah perihal ayat tersebut, lalu aisyah menjelaskan bahwa peniadaan dosa di situ bukan peniadaan hukum fardhu peniadaan di situ dimaksudkan sebagai penolak keyakinan yang telah mengakar di hati muslimin pada saat itu, bahwa melakukan sa’i antara sofa dan marwah termasuk perbuatan jahiliyah.
  • 6. Keyakinan ini didasarkan atas pandangan bahwa pada masa pra islam di bukit safa terdapat sebuah patung yang di sebut ”isaf” dan di bukit marwah ada patung yang di sebut ”na’ilah”. Jika melakukan sa’i di antara bukit itu orang jahiliyah sebelumnya mengusap kedua patung tersebut. Ketika islam datang, patung-patung tersebut itu di hancurkan, dan sebagian ummat islam enggan melakukan sa’i di tempat itu, maka turunlah ayat ini; QS. Al-Baqarah:158. a. Pengetahuan asbab an-nuzul dapat menghususkan (takhsis) hukum terbatas pada sebab, terutama ulama yang menganut kaidah (khusus as-sabab) sebab khusus. Sebagai contoh turunnya ayat-ayat dhihar pada permulaan surat al-mujadalah, yaitu dalam kasus aus ibnu as-samit yang mendzihar istrinya, khaulah binti hakam ibnu tha’labah. Hukum yang terkandung dalam ayat-ayat ini khusus bagi keduanya dan tidak berlaku bagi orang lain. b. Yang paling penting ialah asbab an-nuzul dapat membantu memahami apakah suatu ayat berlaku umum atau berlaku khusus, selanjutnya dalam hal apa ayat itu di terapkan. Maksud yang sesungguhnya suatu ayat dapat di pahami melalui asbab an-nuzul. c. Pengetahuan tentang asbab an-nuzul akan mempermudah orang yang menghafal ayat-ayat al-qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya. Sebab, pertalian antara sebab dan musabab (akibat), hukum dan peristiwa, peristiwa dan pelaku, masa dan tempatnya, semua ini merupakan faktor-faktor yang menyebabkan mantapnya dan terlukisnya dalam ingatan. C. Klasifikasi Asbabun Nuzul Ayat dan Contohnya Asbabun Nuzul dapat di tinjau dari berbagai aspek, yaitu: 1. Dari aspek bentuknya, asbab an-nuzul diklasifikasikan menjadi dua macam: a. Berbentuk peristiwa. Menurut Ramli Abdul Wahid (1993) terdiri dari tiga jenis peristiwa, yaitu: 1) Berupa pertengkaran, seperti perselisihan yang berkecamuk antara segolongan dari suku Aus dan segolongan dari Khazraj. Peristiwa tersebut menyebabkan turunnya beberapa ayat surat Ali Imran mulai dari firman Allah: َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ٱل‬ َ‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ‫ا‬‫ا‬‫يق‬ ِ ‫ر‬َ‫ف‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ع‬‫ن‬ِ‫ط‬ُ‫ت‬ ‫ن‬ِ‫إ‬ ْ‫ا‬ َٰٓ‫و‬ُ‫ن‬َ‫ام‬َ‫ء‬ َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ٱل‬ ‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬ََٰٓ‫ي‬ َ‫ين‬ ِ ‫ر‬ِ‫ف‬َ‫ك‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬ِ‫ن‬َ‫يم‬ِ‫إ‬ َ‫د‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ ‫م‬ُ‫ك‬‫ُّو‬‫د‬ُ‫ر‬َ‫ي‬ َ‫ب‬ََِ‫ك‬ۡ‫ٱل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ت‬‫و‬ُ‫أ‬ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jikakamumengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (QS. Ali Imran: 100). Sampai beberapa ayat sesudahnya. 2) Kesalahan serius, seperti peristiwa seorang yang mengimami shalat sedang mabuk sehingga tersalah membaca surah al-Kafirun. Peristiwa ini menyebakan turunnya Ayat: َ‫ون‬ُ‫ول‬ُ‫ق‬َ‫ت‬ ‫ا‬َ‫م‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫م‬َ‫ل‬ۡ‫ع‬َ‫ت‬ ‫ى‬َََّ‫ح‬ ‫ى‬ َ‫ر‬َ‫ك‬ُ‫س‬ ۡ‫م‬َُ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫و‬ َ‫ة‬‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ب‬ َ‫ر‬ۡ‫ق‬َ‫ت‬ َ ‫َل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ن‬َ‫ام‬َ‫ء‬ َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ٱل‬ ‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬ََٰٓ‫ي‬ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan … (QS. An-Nisa: 43) 3) Cita-cita atau keinginan, seperti persesuaian-persesuaian (muwafaqat) khalifah Umar bin khaththab dengan ketentuan-ketentuan ayat-ayat Al-Qur’an. Contoh: Imam Al-Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Anas r.a . bahwa Umar berkata :”Aku sepakat dengan Tuhanku dalam tiga hal: Aku katakan kepada Rasul, bagaimana sekiranya kita jadikan makam Ibrahim tempat shalat; maka turunlah surat Al-Baqarah: 125. ِ‫ه‬َ‫ر‬ۡ‫ب‬ِ‫إ‬ ِ‫ام‬َ‫ق‬َّ‫م‬ ‫ن‬ِ‫م‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ذ‬ ِ ‫خ‬َّ‫ت‬‫ٱ‬ َ‫و‬ ٰۖ‫ى‬‫ا‬‫ي‬‫ل‬َ‫ص‬ُ‫م‬ َ‫م‬ٔ Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. “Aku katakan kepada Rasul, sesungguhnya isteri-isterimu masuk kepada mereka itu orang yang baik-baik dan orang yaang jahat, maka bagaimana sekiranya Engkau perintahkan kepada mereka agar bertabir, maka turunlah ayat hijab (Q.S. Al Ahzab: 53). ۡ ‫س‬َ‫ف‬ ‫ا‬‫ا‬‫ع‬َََ‫م‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫م‬َُۡ‫ل‬َ‫أ‬َ‫س‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ َ‫و‬ ّٖۚ‫اب‬َ‫ج‬ ِ ‫ح‬ ِ‫ء‬َٰٓ‫ا‬ َ‫ر‬َ‫و‬ ‫ن‬ِ‫م‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫ل‬ َ ٔٔ Artinya: Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. b. Berbentuk pernyataan. Adapun dalam bentuk pernyataan terdiri dari tiga macam, yaitu:
  • 7. 1) Berhubungan pada masa lalu. Seperti dalam (QS. Al-Kahf: 83) ۡ ‫س‬َ‫ي‬ َ‫و‬ ‫ا‬ ً‫ر‬ۡ‫ك‬ِ‫ذ‬ ُ‫ه‬ۡ‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ‫م‬ُ‫ك‬ۡ‫ن‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ل‬ۡ‫ت‬َ‫أ‬َ‫س‬ ۡ ‫ل‬ُ‫ق‬ ِٰۖ‫ن‬ۡ‫َن‬‫ن‬ ۡ ‫ر‬َ‫ق‬ۡ‫ٱل‬ ‫ي‬ِ‫ذ‬ ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫َك‬‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬ َ ٔٔ Artinya: Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya". 2) Berhubungan pada masa yang sedang berlangsung. Seperti dalam (QS. Al- Isra: 85) ۡ ‫س‬َ‫ي‬ َ‫و‬ َ‫و‬ ‫ي‬ِ‫ي‬‫ب‬ َ‫ر‬ ِ ‫ر‬ ۡ ‫م‬َ‫أ‬ ۡ ‫ن‬ِ‫م‬ ُ‫ح‬‫و‬ُّ‫ٱلر‬ ِ‫ل‬ُ‫ق‬ ِٰۖ‫وح‬ُّ‫ٱلر‬ ِ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫َك‬‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬ َ ٔٔ ‫ا‬ ‫نٗل‬ِ‫ل‬َ‫ق‬ َّ ‫َل‬ِ‫إ‬ ِ‫م‬ۡ‫ل‬ِ‫ع‬ۡ‫ٱل‬ َ‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ‫م‬َُ‫ن‬ِ‫ت‬‫و‬ُ‫أ‬ َٰٓ‫ا‬َ‫م‬ Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. 3) Berhubungan pada masa yang akan datang. Seperti dalam (QS. Al-A’raf: 187) ۡ ‫س‬َ‫ي‬ ٰۖ‫ا‬َ‫ه‬‫ى‬َ‫س‬ ۡ ‫ر‬ُ‫م‬ َ‫ان‬َّ‫ي‬َ‫أ‬ ِ‫ة‬َ‫ع‬‫ا‬َّ‫س‬‫ٱل‬ ِ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫َك‬‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬ َ ٔٔ Artinya: Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya? 2. Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbab an-nuzul diklasifikasikan sebagai berikut: a. Ta’addud Al-Asbab Wa Al-Nazil Wahid Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu ayat/wahyu. Terkadang wahyu turun untuk menanggapi beberapa peristiwa atau sebab (Muhammad Ali Ash- shaabuuniy, 1998:52) misalnya turunnya Q.S. Al-Ikhlas: 1-4, yang berbunyi: ُ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ ‫ا‬ ً‫و‬ُ‫ف‬ُ‫ك‬ ‫ۥ‬ ُ‫ه‬َّ‫ل‬ ‫ن‬ُ‫ك‬َ‫ي‬ ۡ‫م‬َ‫ل‬ َ‫و‬ ۡ‫د‬َ‫ل‬‫و‬ُ‫ي‬ ۡ‫م‬َ‫ل‬ َ‫و‬ ۡ‫د‬ِ‫ل‬َ‫ي‬ ۡ‫م‬َ‫ل‬ ُ‫د‬َ‫م‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ ُ َّ ‫ٱَّلل‬ ٌ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ ُ َّ ‫ٱَّلل‬ َ‫و‬ُ‫ه‬ ۡ ‫ل‬ُ‫ق‬ Artinya: “Katakanlah:”Dia-lah Allah, yang maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia Tiada beranak dan tiada pula di peranakkan. Dan tiada seoarangpun yang setara dengan dia. Ayat-ayat yang terdapat pada surat di atas turun sebagai tanggapan terhadap orang- orang musyrik makkah sebelum nabi hijrah, dan terhadap kaum ahli kitab yang ditemui di madinah setelah hijrah. Contoh yang lain dalam Q.S. Al-Baqarah: 238, yang berbunyi: َ‫نن‬َِِ‫ن‬َ‫ق‬ ِ َّ ِ ‫َّلل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫م‬‫و‬ُ‫ق‬ َ‫و‬ ‫ى‬َ‫ط‬ ۡ‫س‬ُ‫و‬ۡ‫ٱل‬ ِ‫ة‬‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ َ‫و‬ ِ‫ت‬ َ‫و‬َ‫ل‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ظ‬ِ‫ف‬َ‫ح‬ Artinya: “peliharalah semua shalat (mu), dan (peliharah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’. Ayat di atas menurut riwayat diturunkan berkaitan dengan beberapa sebab berikut: 1) Dalam sustu riwayat dikemukakan bahwa nabi saw. Shalat dzuhur di waktu hari yang sangat panas. Shalat seperti ini sangat berat dirasakan oleh para sahabat. Maka turunnlah ayat tersebut di atas. (HR. Ahmad, bukhari, abu daud). 2) Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa nabi saw. Shalat dzuhur di waktu yang sangat panas. Di belakang rasulullah tidak lebih dari satu atau dua saf saja yang mengikutinya. Kebanyakan diantara mereka sedang tidur siang, adapula yang sedang sibuk berdagang. Maka turunlah ayat tersebut diatas (HR.ahmad, an-nasa’i, ibnu jarir). 3) Dalam riwayat lain dikemukakan pada zaman rasulullah SAW. Ada orang-orang yang suka bercakap-cakap dengan kawan yang ada di sampingnya saat mereka shalat. Maka turunlah ayat tersebut yang memerintahkan supaya diam pada waktu sedang shalat (HR. Bukhari muslim, tirmidhi, abu daud, nasa’i dan ibnu majah). 4) Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada orang-orang yang bercakap-cakap di waktu shalat, dan ada pula yang menyuruh temannya menyelesaikan dulu keperluannya (di waktu sedang shalat). Maka turunlah ayat ini yang sedang memerintahkan supaya khusyuk ketika shalat. b. Ta’adud an-nazil wa al-asbab wahid Satu sebab yang mekatarbelakangi turunnya beberapa ayat. Contoh: Q.S. Ad- dukhan/44: 10,15 dan16, yang berbunyi:
  • 8. ‫ي‬ِ‫ت‬ۡ‫أ‬َ‫ت‬ َ‫م‬ ۡ ‫و‬َ‫ي‬ ۡ ‫ب‬ِ‫ق‬َ‫ت‬ ۡ ‫ٱر‬َ‫ف‬ ّٖ ‫نن‬َُِّ‫م‬ ّٖ ‫ُخَان‬‫د‬ِ‫ب‬ ُ‫ء‬َٰٓ‫ا‬َ‫م‬َّ‫س‬‫ٱل‬ ( 10 ) Artinya: maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata. َ‫ُون‬‫د‬ِ‫ئ‬َٰٓ‫ا‬َ‫ع‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ۚ ً ‫نٗل‬ِ‫ل‬َ‫ق‬ ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ع‬ۡ‫ٱل‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ف‬ِ‫اش‬َ‫ك‬ ‫ا‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ( 15 ) Artinya: “sesungguhnya (kalau) kami akanmelenyapkansiksaan itu agak sedikit sesungguhnya kamu akan kembali (ingkar)”. َ‫ون‬ُ‫م‬ِ‫ق‬ََ‫ن‬ُ‫م‬ ‫ا‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬ َٰٓ‫ى‬ َ‫ر‬َُۡ‫ك‬ۡ‫ٱل‬ َ‫ة‬َ‫ش‬ ۡ‫ط‬ََۡ‫ٱل‬ ُ‫ش‬ِ‫ط‬ََۡ‫ن‬ َ‫م‬ ۡ ‫و‬َ‫ي‬ ( 16 ) Artinya:“(ingatlah) hari (ketika) kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras. Sesungguhnya kami memberi balasan”. Asbab an-nuzul dari ayat-ayat tersebut adalah dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika kaum Quraisy durhaka kepada nabi saw. Beliau berdo’a supaya mereka mendapatkan kelaparan umum seperti kelaparan yang pernah terjadi pada zaman nabi yusuf. Alhasil mereka menderita kekurangan, sampai-sampai merekapun makan tulang, sehingga turunlah (QS. Ad-dukhan/44: 10). Kemudian mereka menghadap nabi saw untuk meminta bantuan. Maka rasulullah saw berdo’a agar di turunkan hujan. Akhirnya hujanpun turun, maka turunnlah ayat selanjutnya (QS. Ad-dukhan/44: 15), namun setelah mereka memperoleh kemewahan merekapun kembali kepada keadaan semula (sesat dan durhaka) maka turunlah ayat ini (QS. Ad-dukhan/44: 16) dalam riwayat tersebut dikemukakan bahwa siksaan itu akan turun di waktu perang badar. Contoh lain Terkadang ada satu peristiwa tapi ayat yang turun banyak. Semisal hadis yang diriwayatkan oleh Tirmizi dan Hakim dari Ummu Salamah, ia berkata: “Wahai Rasulullah, saya tidak mendengar Allah menyebutkan sesuatu kepada kaum wanita tentang hijrah”, maka Allah menurunkan ayat 195 dari surat Ali ‘Imrān ٰۖ ّٖ ‫ض‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ ‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ‫م‬ُ‫ك‬ُ‫ض‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ ٰۖ ‫ى‬َ‫ث‬‫ن‬ُ‫أ‬ ۡ ‫و‬َ‫أ‬ ٍ ‫ر‬َ‫ك‬َ‫ذ‬ ‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ‫م‬ُ‫ك‬‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ّٖ ‫ل‬ِ‫م‬َ‫ع‬ َ‫ل‬َ‫م‬َ‫ع‬ ُ‫ع‬‫ن‬ ِ ‫ض‬ُ‫أ‬ َٰٓ َ ‫َل‬ ‫ي‬ِ‫ي‬‫ن‬َ‫أ‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُّ‫ب‬ َ‫ر‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ َ‫اب‬َ‫ج‬ََ ۡ‫ٱس‬َ‫ف‬ Artinya: “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain”. Diriwayatkan juga oleh Hakim dari Ummu Salamah, ia berkata: “Wahai Rasulullah, laki-laki disebutkan sedang perempuan tidak di sebut”, maka turunlah surat al-Ahzab ayat 35: ََِ‫م‬ِ‫ل‬ ۡ‫س‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ َ‫و‬ َ‫نن‬ِ‫م‬ِ‫ل‬ ۡ‫س‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ Artinya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim Dan diriwayatkan juga dari Ummu Salamah, bahwa ia berkata: “laki-laki berperang dan perempuan tidak berperang, dan kita mendapat warisan nishf (setengah)”, maka Allah menurunkan ayat 32 dari surat an-Nisā: ُ َّ ‫ٱَّلل‬ َ‫ل‬َّ‫ض‬َ‫ف‬ ‫ا‬َ‫م‬ ْ‫ا‬ ۡ ‫و‬َّ‫ن‬َ‫م‬َََ‫ت‬ َ ‫َل‬َ‫و‬ ۡ َ‫و‬ َۚ‫ن‬ََۡ‫س‬ََ ۡ‫ٱك‬ ‫ا‬َّ‫م‬ِ‫ي‬‫م‬ ٞ ‫نب‬ ِ ‫َص‬‫ن‬ ِ‫ء‬َٰٓ‫ا‬َ‫س‬ِ‫ي‬‫ن‬‫ل‬ِ‫ل‬ َ‫و‬ ْٰۖ‫ا‬‫و‬ََُ‫س‬ََ ۡ‫ٱك‬ ‫ا‬َّ‫م‬ِ‫ي‬‫م‬ ٞ ‫نب‬ ِ ‫َص‬‫ن‬ ِ‫ال‬َ‫ج‬ ِ‫ي‬‫لر‬ِ‫ي‬‫ل‬ ۚ ّٖ ‫ض‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ۡ‫م‬ُ‫ك‬َ‫ض‬ۡ‫ع‬َ‫ب‬ ‫ب‬ ِ‫ه‬ِ‫ب‬ ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ل‬ َ ٔٔ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫نم‬ِ‫ل‬َ‫ع‬ ٍ‫ء‬ ۡ ‫َي‬‫ش‬ ِ‫ي‬‫ل‬ُ‫ك‬ِ‫ب‬ َ‫ان‬َ‫ك‬ َ َّ ‫ٱَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ َٰۚٓ‫ب‬ ِ‫ه‬ِ‫ل‬ ۡ‫ض‬َ‫ف‬ ‫ن‬ِ‫م‬ َ َّ ‫ٱَّلل‬ Artinya: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamulebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. ََِ‫م‬ِ‫ل‬ ۡ‫س‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ َ‫و‬ َ‫نن‬ِ‫م‬ِ‫ل‬ ۡ‫س‬ُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ Artinya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim D. Aneka Riwayat tentang Sebab Turunnya Satu Ayat Definisi Asbab al-nuzul yang dikemukakan pada pembagian ayat-ayat Al-Qur’an ada dua kelompok: 1. Kelompok ayat yang turun tanpa sebab.
  • 9. Ayat-ayat al-Qur’an yang turun tanpa dilatarbelakangi dengan peristiwa atau pertanyaan yang diajukan kepada Nabi, Saw. Lebih banyak (mayoritas) dibandingkan ayat yang turun karena sebab. 2. Kelompok ayat yang turun dengan sebab tertentu Ayat yang turun dengan sebab (asbab an-Nuzul) lebih sedikit dibandingkan yang turun tanpa sebab. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak semua ayat menyangkut keimanan, kewajiban dari syariat agama turun tanpa asbab al-nuzul. Untuk mengetahui sabab an-nuzūl adalah melalui hadis sahih maupun hadis mursal dengan syarat sanadnya sahih dan harus dikuatkan dengan hadis mursal yang lain yang diriwayatkan oleh para sahabat maupun tabi‘i. Karena, sahabat adalah orang yang menyaksikan dan bertemu langsung dengan Rasulullah. Apabila ayat yang diturunkan sesuai dengan sebab secara umum atau sesuai dengan sebab secara khusus, maka yang umum (‘ām) diterapkan pada keumumannya dan khusus (khās) pada kekhususannya. 1. Contoh yang pertama firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 222: ۡ ‫س‬َ‫ي‬ َ‫و‬ ُ‫ل‬ ِ ‫ز‬ََ ۡ‫ٱع‬َ‫ف‬ ‫ى‬‫ا‬‫ذ‬َ‫أ‬ َ‫و‬ُ‫ه‬ ۡ ‫ل‬ُ‫ق‬ ٰۖ ِ ‫نض‬ ِ ‫ح‬َ‫م‬ۡ‫ٱل‬ ِ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫َك‬‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬ َ ٔٔ َ‫ن‬ ۡ ‫ر‬َّ‫ه‬َ‫ط‬َ‫ت‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ َٰۖ‫ن‬ ۡ ‫ر‬ُ‫ه‬ۡ‫ط‬َ‫ي‬ ‫ى‬َََّ‫ح‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫ب‬ َ‫ر‬ۡ‫ق‬َ‫ت‬ َ ‫َل‬َ‫و‬ ِ ‫نض‬ ِ ‫ح‬َ‫م‬ۡ‫ٱل‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ َ‫ء‬َٰٓ‫ا‬َ‫س‬ِ‫ي‬‫ن‬‫ٱل‬ ْ‫ا‬‫و‬ َ‫ين‬ ِ ‫ر‬ِ‫ي‬‫ه‬َ‫ط‬ََُ‫م‬ۡ‫ٱل‬ ُّ‫ب‬ ِ ‫ح‬ُ‫ي‬ َ‫و‬ َ‫نن‬ِ‫ب‬ َّ‫و‬ََّ‫ٱل‬ ُّ‫ب‬ ِ ‫ح‬ُ‫ي‬ َ َّ ‫ٱَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ُۚ َّ ‫ٱَّلل‬ ُ‫م‬ُ‫ك‬َ‫ر‬َ‫م‬َ‫أ‬ ُ‫ث‬ۡ‫ن‬َ‫ح‬ ۡ ‫ن‬ِ‫م‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫ت‬ۡ‫أ‬َ‫ف‬ Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Anas berkata: Bila istri orang-orang Yahudi haid, mereka dikeluarkan dari rumah, tidak di beri makan dan minum, dan di dalam rumah tidak boleh bersama-sama. Lalu Rasulullah di tanya tentang hal itu, maka Allah menurunkan: Mereka bertanya kepadamu tentang haid, kemudian kata Rasulullah: “Bersama-samalah dengan mereka di rumah dan perbuatlah segala sesuatu kecuali menggaulinya.” 2. Contoh kedua ialah firman-Nya: َِۡ‫ٱب‬ َّ ‫َل‬ِ‫إ‬ َٰٓ‫ى‬ َ‫ز‬ ۡ ‫ج‬ُ‫ت‬ ّٖ‫ة‬َ‫عۡم‬ِ‫ي‬‫ن‬ ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ۥ‬ ُ‫ه‬َ‫د‬‫ن‬ِ‫ع‬ ٍ‫د‬َ‫ح‬َ ِ ‫ِل‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫و‬ ‫ى‬َّ‫ك‬َ‫ز‬َََ‫ي‬ ‫ۥ‬ ُ‫ه‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬ ‫ي‬ِ‫ت‬ ۡ ‫ؤ‬ُ‫ي‬ ‫ي‬ِ‫ذ‬َّ‫ٱل‬ ‫ى‬َ‫ق‬ۡ‫ت‬َ ۡ ‫ٱِل‬ ‫ا‬َ‫ه‬ََُّ‫ن‬َ‫ج‬ُ‫ن‬َ‫س‬ َ‫و‬ َ ‫ف‬ ۡ ‫و‬َ‫س‬َ‫ل‬ َ‫و‬ ‫ى‬َ‫ل‬ ۡ‫ع‬َ ۡ ‫ٱِل‬ ِ‫ه‬ِ‫ي‬‫ب‬ َ‫ر‬ ِ‫ه‬ ۡ ‫ج‬ َ‫و‬ َ‫ء‬َٰٓ‫ا‬َُ ‫ى‬َ‫ض‬ ۡ ‫ر‬َ‫ي‬ Artinya: “Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya yang Maha Tinggi, dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan”. (QS. Al-Lail: 17-21) Ayat-ayat ini diturunkan mengenai Abu Bakar, karena kata al-atqā (orang yang paling taqwa) menurut tasrif berbentuk af‘ala untuk menunjukkan superlatif, tafdīl yang disertai al- ‘ahdiyah (kata sandang yang menunjukkan bahwa kata yang dimasukinya itu telah diketahui maksudnya), sehingga ia dikhususkan bagi orang yang karenanya ayat itu diturunkan. Oleh sebab itu, al-Wahidi berkata: al-atqā adalah Abu Bakar as-Siddiq menurut pandangan para ahli tafsir. (As-Suyūti. 2000: 61-62) Adapun jika sebab itu khusus sedangkan ayat yang turun berbentuk umum, maka ada ikhitilāf (perselisihan) antara ahli usul mengenai apakah al-‘ibrah bi ‘umūm al-lafzhi atau bi khus}ūs as-sabab (yang harus diperhatikan keumuman lafal atau kekhusuan sebab). 1. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah ‘ibrah bi ‘umūm al-lafzhi (yang harus diperhatikan keumuman lafal). Seperti turunnya ayat zhihār dalam kasus Salamah bin Sakhr, ayat li‘ān dalam masalah Hilal bin Umayah dan juga ayat tentang seorang wanita yang mencuri pada zaman nabi. Kesemua peristiwa di atas berlaku umum untuk semua orang tanpa kecuali, bukan hanya sebatas pada Salamah bin Shakhr, Hilal bin Umayah ataupun wanita yang mencuri pada zaman nabi (as-Saraqah). (As-Suyūti. 2000: 61-62) 2. Sebagian ulama berpendapat bahwa al-‘ibrah bi khushūs as-sabab (yang harus diperhatikan adalah kekhususan sebab). Mereka berkomentar bahwa kasus zhihār, li‘ān, dan wanita yang mencuri pada
  • 10. zaman nabi itu hanya berlaku bagi mereka saja, tidak berlaku bagi yang lain. Oleh karenanya harus dicarikan dalil lain dengan menggunakan qiyās (analogi). (As-Suyūti. 2000: 61-62) Banyak riwayat mengenai sebab turunya satu ayat. Dalam keadaan demikian sikap seorang mufassir kepadanya sebagai berikut: 1. Jika salah satu riwayatnya saja yang sahih, ketentuannya adalah menggunakan yang sahih. Itu untuk menjelaskan sebab turun dan menolak yang tidak sahih. Misalnya antara hadis yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari, Muslim dan yang lain melalui jalur Jundab dan hadis yang dikeluarkan oleh at-Tabrani dan Ibnu Abi Syaibah melalui jalur Hafs bin Maisarah dari ibunya dari neneknya, yang merupakan pelayan Rasulullah SAW. Mengenai kenapa Allah belum menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. pada surat ad-Dhuhā ayat 1-3: ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ق‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫و‬ َ‫ك‬ُّ‫ب‬ َ‫ر‬ َ‫ك‬َ‫ع‬َّ‫د‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫م‬ ‫ى‬َ‫ج‬َ‫س‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ ِ‫ل‬ۡ‫ن‬َّ‫ٱل‬ َ‫و‬ ‫ى‬َ‫ح‬ُّ‫ض‬‫ٱل‬ َ‫و‬ Artinya: Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap), Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. Maka kami (az-Zarqani) dalam hal ini hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslimlah yang lebih didahulukan karena, kesahihan riwayatnya. (Az-Zarqāni. 2001:104) 2. Jika kedua riwayat sama-sama sahih dan salah satu dari keduanya mempunyai murajjih (penguat), maka yang di ambil adalah yang lebih rajah. Dan murajjih (penguat) bisa di lihat dari segi lebih sahih dari yang lain atau perawi salah satunya menyaksikan langsung kejadiannya. Semisal hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari jalur Ibnu Mas‘ud dan hadis yang dikeluarkan oleh Tirmizi dari jalur Ibnu Abbas mengenai ruh pada surat al-Isrā ayat 85 ۡ ‫س‬َ‫ي‬ َ‫و‬ ‫ا‬ ‫نٗل‬ِ‫ل‬َ‫ق‬ َّ ‫َل‬ِ‫إ‬ ِ‫م‬ۡ‫ل‬ِ‫ع‬ۡ‫ٱل‬ َ‫ن‬ِ‫ي‬‫م‬ ‫م‬َُ‫ن‬ِ‫ت‬‫و‬ُ‫أ‬ َٰٓ‫ا‬َ‫م‬َ‫و‬ ‫ي‬ِ‫ي‬‫ب‬ َ‫ر‬ ِ ‫ر‬ ۡ ‫م‬َ‫أ‬ ۡ ‫ن‬ِ‫م‬ ُ‫ح‬‫و‬ُّ‫ٱلر‬ ِ‫ل‬ُ‫ق‬ ِٰۖ‫وح‬ُّ‫ٱلر‬ ِ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫َك‬‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬ َ ٔٔ Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. Antara kedua riwayat ini yang di ambil adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari jalur Ibnu Mas‘ud karena, Ibnu Mas‘ud menyaksikan langsung kisah itu dari awal hingga akhir, sedangkan Ibnu Abbas tidak. Tidak diragukan lagi orang yang menyaksikan langsung lebih kuat daripada yang tidak menyaksikan secara langsung. (Az-Zarqāni. 2001:104) 3. Jika kedua riwayat sama-sama sahih dan tidak ada murajjih bagi salah satu dari keduanya, maka dikompromikan. Ibnu Hajar berkata: “tidak ada masalah banyaknya sebab turun pada satu ayat”. Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari melalui jalur Ikrimah dari Ibnu Abbas dan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari jalur Sahal bin Sa‘ad tentang qazaf (tuduhan) seorang suami kepada istrinya melakukan zina yang ada pada ayat enam dari surat an-Nūr َ‫ه‬َ‫ش‬ ُ‫ع‬َ‫ب‬ ۡ ‫ر‬َ‫أ‬ ۡ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ح‬َ‫أ‬ ُ‫ة‬َ‫د‬َ‫ه‬َ‫ش‬َ‫ف‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫س‬ُ‫ف‬‫ن‬َ‫أ‬ َٰٓ َّ ‫َل‬ِ‫إ‬ ُ‫ء‬َٰٓ‫ا‬َ‫د‬َ‫ه‬ُ‫ش‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬َّ‫ل‬ ‫ن‬ُ‫ك‬َ‫ي‬ ۡ‫م‬َ‫ل‬ َ‫و‬ ۡ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ج‬ َ‫و‬ ۡ ‫ز‬َ‫أ‬ َ‫ون‬ُ‫م‬ ۡ ‫ر‬َ‫ي‬ َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ٱل‬ َ‫و‬ َ‫نن‬ِ‫ق‬ِ‫د‬َّ‫ص‬‫ٱل‬ َ‫ن‬ِ‫م‬َ‫ل‬ ‫ۥ‬ ُ‫ه‬َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ِ َّ ‫ٱَّلل‬ِ‫ب‬ ِ‫ت‬َ‫د‬ Artinya: “Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar”. Dari kedua riwayat ini maka caranya adalah dikompromikan. Lebih utama mengkompromikan daripada meninggalkan salah satunya, sebab tidak ada halangan untuk mengambil keduanya. Dan juga tidak boleh menolak keduanya, karena keduanya sama-sama sahih dan tidak ada ta’ārud (pertentangan). Di samping itu tidak dibenarkan mengambil salah satunya dan membuang yang lainnya karena, itu merupakan tarjih tanpa ada murajjih (yang menguatkan). (Az-Zarqāni. 2001:106) 4. Jika dua riwayat sama-sama sahih, tidak ada murajjih (yang menguatkan) dan tidak bisa mengambil salah satunya karena sebab-sebab turunnya tersebut waktunya berjauhan, maka dalam ini kita (az-Zarqani) pahami sebagai berulangnya turunnya ayat dengan banyaknya asbāb an-nuzūl. Seperti hadis yang dikeluarkan oleh al-Baihaqi dan al-Bazzar dari jalur Abu Hurairah dan riwayat yang dikeluarkan oleh Tirmizi dan Hakim dari jalur Abu bin Ka‘ab mengenai balasan atas gugurnya sahabat di perang Uhud. Ini terekam dalam surat an-Nahl ayat 126 َ‫ين‬ ِ ‫ر‬ََِّ‫ص‬‫ل‬ِ‫ي‬‫ل‬ ٞ ‫ر‬ۡ‫ن‬َ‫خ‬ َ‫و‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ ۡ‫م‬ُ‫ت‬ ۡ ‫ر‬َََ‫ص‬ ‫ن‬ِ‫ئ‬َ‫ل‬ َ‫و‬ ٰۖ‫ب‬ ِ‫ه‬ِ‫ب‬ ‫م‬ََُِۡ‫ق‬‫و‬ُ‫ع‬ ‫ا‬َ‫م‬ ِ‫ل‬ۡ‫ث‬ِ‫م‬ِ‫ب‬ ْ‫ا‬‫و‬َُِ‫ق‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫ف‬ ۡ‫م‬َََُۡ‫ق‬‫ا‬َ‫ع‬ ۡ ‫ن‬ِ‫إ‬ َ‫و‬ Artinya: “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar”.
  • 11. Maka dari kedua riwayat tersebut tidak masalah bila dikatakan bahwa banyaknya waktu turun, satu diturunkan pada perang Uhud dan satunya pada hari Fathu Makkah. (Az-Zarqāni. 2001:108) DAFTAR PUSTAKA Abdul Aziz Dahlan dkk. 1996. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. Al-Wahidi. 2001. Asbāb Nuzūl Al-Qur’ān.,Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah. Aminuddin, Studi Ilmu al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia. As-Suyūti. 2000. al-Itqān fī ‘Ulūm Al-Qur’ān., Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah. Az-Zarqāni. 2001. Manāhil al-‘Urfān fī ‘Ulūm Al-Qur’ān. Al-Qāhirah: Dār al-Hadīs. Az-Zarkasi. 1985. al-Burhān fī ‘Ulūm Al-Qur`ān, Al-Qāhirah: Maktabah Dār at-Turās. Jalaluddin as-Suyuthi. 2008. Asbabun Nuzul. Alih Bahasa oleh Tim Abdul Hayyie, Sebab-sebab Turunnya al-Qur’an. Jakarta: Gema insani. Manna’ Khalil Al-Qattan. 2001. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Bogor: Pustaka Litera Antarnusa. Muhammad Ali Ash-shaabuuniy. 1998. At-Tibyaan Fii Uluumil Qur’an, Alih Bahasa oleh. Qamaruddin Shaleh dan. M. D. Dahlan, Dkk. 2004. Asbabun Nuzul. Bandung: Diponegoro.
  • 12. Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan. 1992. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: PT Bulan Bintang. Rosihon Anwar. 2006. Ulumul Quran. Bandung: Pustaka Setia. Suma, Muhammad Amin. 2013. Ulumul Qur’ān. Jakarta: Rajawali Pers.