Musthalat Fi Al Hadis, Kodifikasi Hadis,Hadis Ditinjau dari Kuantitas dan Kualitas serta Kehujjahannya
1. Musthalat Fi Al Hadis, Kodifikasi Hadis,
Hadis Ditinjau dari Kuantitas dan Kualitas serta
Kehujjahannya
Oleh Kelompok 6 :
Tri Wahyuningsih 16630003
Vivi Ambar Kusumaningrum 16630012
Servita Ramadianti 16630027
Uzlivatul Jamilah 16630039
3. Musthalat fi al-Hadist
Ilmu musthalah adalah suatu ilmu tentang pokok-pokok dan ketentuan-
ketentuan dalam suatu Hadist, yang diketahui dengan ilmu ini keadaan sanad dan matan
diterima atau ditolaknya hadits tersebut. Ilmu Musthalah bisa juga disebut Ilmu Hadits,
karena dengan mempelajari ilmu ini akan bisa membedakan mana Hadits Shohih dan
mana Hadits Dhoif.
4. Istilah-istilah Musthalat fi al-Hadist
Hadist
Khabar
Atsar
Hadits secara bahasa artinya (Al-Jadid) baru, karena dia datang
belakangan dari pengucapnya. Secara istilah hadits adalah apa
saja yang datang dari Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam baik
ucapan, perbuatan, penetapan, atau sifat..
Khabar secara bahasa artinya (an-naba) berita, bentuk jamaknya adalah
akhbaar. Secara istilah khabar terdapat tiga pendapat:
• Sinonim dari hadits, dengan kata lain memiliki satu arti.
• Berbeda dengan hadits. Hadits itu berasal dari Nabi saw, sedangkan
khabar adalah selain dari beliau saw.
• Lebih umum dari hadits. Hadits itu dari Nabi saw, sedangkan khabar
berasal dari beliau maupun bukan dari beliau saw.
Atsar secara bahasa artinya sisa dari sesuatu (jejak). Secara
istilah terdapat dua pendapat:
Sinonim dari hadits, dengan kata lain memiliki satu arti.
Berbeda dengan hadits, yaitu sesuatu yang disandarkan
kepada para sahabat dan tabi’in, baik berupa perkataan
maupun perbuatan.
6. PENGERTIAN SANAD
1. Di dalam kitab Fathul Bary
المتن الموصلةإلى الطريقة adalah jalan yang menyampaikan kepada matan hadist.Jalur ini adakalanya disebut
sanad, adakalanya karena periwayat bersandar kepadanya dalam menisbatkan matan kepada sumbernya,
dan adakalanya karena hafidz bertumpu kepada yang menyebutkan sanad dalam mengetahui shahih atau
dho’if suatu hadis
2. Menurut Ajjal al Khatib dalam buku Ushul al Hadits
األول مصدره عن المتن نعلوا الذين الرواة سلسلةsanad adalah silsilah para perawi yang menukilkan hadits dari
sumbernya yang pertama. Jadi, secara terperinci berdasarkan beberapa rumusan pengertian di atas,
sanad adalah rantai penutur hadits yang terdiri atas seluruh penutur,mulai dari orang yang menulis hadits
dalam kitabnya (kitab hadits) hingga rasulullah SAW
Secara bahasa, sanad berarti األرض من ارتفع ما yaitu bagian bumi yang menonjol, sesuatu yang
berada di hadapan anda dan yang jauh dari kaki bukit ketika anda memandangnya. Ada
juga yang mengatakan bahwa sanad secara etimologi berarti sandaran, tempat kita
bersandar. Dan berarti yang dapat dipegang, dipercaya, kaki bukit, atau gunung juga disebut
sanad Sedangkan menurut istilah terdapat beberapa pendapat antara lain:
7. Adapun bentuk jamak dari sanad adalah isnad. Segala seuatu yang anda sandarkan
kepada yang lain disebut musnad. Dikatakan الجبال في أسند , maknanya seseorang yang
mendaki gunung.
ISNAD
Musnad
Secara bahasa, isnad berarti menyandarkan.Secara istilah, isnad adalah menerangkan sanad hadits (jalan menerima
hadits) (Shiddieqy, 1999).Sedangkan Hasbi Ash shidiqi, mendefinisikan isnad dengan ناقله أو قائله إلى الحديث ,رفع yang artinya
mengangkat hadits kepada yang mengatakannya, atau yang menukilkannya (Jumantoro, 1997). Menurut pendapat yang
lain, ada yang mendefinisikan isnad adalah usaha ahli hadits dalam menerangkan sebuah hadits yang diikutinya dengan
penjelasan mengenai orang yang dijadikan sandaran atau disebut yang mengisnadkan hadits (Hasan, 2012).
Menurut ulama’ muhadditsin Isnad dan sanad mempunyai pengertian yang sama, sehingga dapat dipakai secara
bergantian.
Musnid adalah orang yang menerangkan hadits dengan menyebutkan sanadnya.Sedangkan
musnad adalah hadits yang disebut dengan diterangkan sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW
8. Macam-macam Sanad
Sanad ‘aliy adalah sebuah
sanad yang jumlah
perawinya lebih sedikit jika
dibandingkan dengan sanad
yang lain
Adalah sebuah sanad yang jumlah
perawinya lebih banyak jika
dibandingkan dengan sanad yang
lain. Hadits dengan sanad yang
lebih banyak akan tertolak dengan
sanad yang sama jika jumlah
perawinya lebih sedikit
sebuah sanad yang jumlah perawwinya
hingga sampai kepada Rasulullah SAW
lebih sedikit jika dibandingkan dengan
sanad yang lain. Jika sanad tersebut
shahih, maka sanad itu menempati
tingkatan tertinggi dari jenis sanad ‘aliy.
yaitu sebuah sanad yang jumlah perawi di
dalamnya lebih sedikit jika dibandingkan
dengan para imam ahli hadits,
9. Tingkatan-tingkatan Sanad Hadits
Contoh ashahhul asaanid dari sahabat tertentu, yaitu Umar bin Khatthab r.a, ialah
yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az Zuhri dari Salim bin Abdullah bin Umar dari
ayahnya (Abdullah bin Umar), dari kakeknya (umar bin Khatthab).
Ashahhul
asaanid
Adh’aful
asaanid
Ahasnul
asaanid
Salah satunya adalah Abu Bakar Ash Shidiq r.a, yang diriwayatkan oleh Shadaqah bin
Musa dari Abi Ya’qub farqad bin Ya’qub dari Murrah Ath Thayyib dari Abu Bakar r.a
Contoh, apabila hadits tersebut bersanad antara lain: Bahaz bin hakim dari ayahnya
(Hakim bin Mu’awiyah) dari kakeknya (Mu’awiyah bin Haidah) dan Amru’ bin Syu’aib dari
ayahnya (Syu’aib bin Muhammad) dari kakeknya (Muhammad bin Abdillah bin Amr bin
Ash).
10. Pengertian Matan Hadits
Secara bahasa,
Sedangkan secara istilah
Secara bahasa, matan berarti األرض من ارتفع ما (tanah yang meninggi), (Jumantoro, 1997) namun ada
pula yang mengartikan segala sesuatu yang keras bagian atasnya, punggung jalan (muka jalan),
tanah keras yang tinggi, kuat, sesuatu yang tampak asli
1. Muhammad at Tahhan
الكالم من السند إليه ينتهى ما matan adalah suatu kalimat tempat berakhir sanad.
2. Ajjal al Khattib
معانيه بها تتقوم التي الحديث ألفاظmatan adalah lafadz hadits yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu
3. Ath Thibbi
معاني بها تتقوم التي الحديث ألفاظmatan adalah lafadz hadits yang depan lafadz itu terbentuk makna
4. Ibnu Jama’ah
(السند )غاية السند إليه ماينتهىmatan adalah sesuatu yang kepadanya berakhir sanad (perkataan yang disebut untuk
mengakhiri sanad)
11. RAWI
• Rowi bentuk jamaknya adalah ruwah artinya orang yang meriwayatkan
hadits dari awal hingga ke pengucapnya.Kumpulan perawi inilah yang
membentuk isnad. Jadi seseorang bias dikatakan sebagai rawi apabila ia
telah menuliskan atau menyampaikannya dalam sebuah kitab atau ia
mendengar langsung dari gurunya
• Diantara perawi ada yang disebut muhaddits artinya orang yang
menyibukkan dirinya dalam hadits sekaligus mendalami ilmu dirayah,
riwayah, dan ahwal hadits. Adapula Al-Hafizh, yang maknanya sama dengan
muhaddits atau lebih tinggi dari muhaddits karena yang diketahui jauh lebih
banyak daripada yang tidak diketahui
12. Contoh mudahnya adalah hadits yang tercantum di kitab Shahih Al-Bukhari (no. 109):
َالَقالبخاريَالَق ،َيمِّاهَرْبِّإ ُنْب ُّيِّكَم اَنََّثدَح:ُنْب ُيدِّزَي اَنََّثدَحَالَق ،َةَمَلَس ْنَع ،ٍدْيَبُع َِِّبأ:ََِّّّبنال ُتْعََِّسُهللا ىَّلَص
ُولُقَي َمَّلَسَو ِّهْيَلَع:َّوَبَتَيْلَف ْلُقَأ ََْل اَم َّيَلَع ْلُقَي ْنَمَّارنال َنِم ُهَدَعْقَم ْأِِّ
Al-Bukhari berkata: Makki bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Abi „Ubaid
menceritakan kepada kami, dari Salamah, dia berkata: aku mendengar Nabi Shallallahu „Alaihi wa
Sallam bersabda: Siapa yang mengucapkan atasku apa yang tidak aku katakan, hendaklah ia
menyiapkan tempat duduknya di Neraka
Maka, yang digaris bawah adalah isnad, yang miring adalah perawi, dan yang tebal adalah
matan
13. Kedudukan Sanad dan Matan Hadits
Kedudukan sanad dalam hadits
sangat penting karena hadits yang
diperolah diriwayatkan akan
mengikuti siapa yang
meriwayatkannya. Dengan sanad
suatu periwayatan hadits, dapat
diketahui hadits yang dapat
diterima atau ditolak dan hadits
yang shahih atau tidak shahih,
untuk diamalkan
Beberapa persyaratan penerimaan hadits
pada masa sahabat, yaitu:
1. Penyampaian hadits di kalangan sahabat.
2. Berani bersumpah bahwa ia tidak berdusta.
3. Harus menghadiri saksi yang mengetahui
secara langsung perihal hadits yang
disampaikan
15. Definisi Kodifikasi Hadist
Kodifikasi atau tadwin hadith sama dengan tadwin al hadith Rasmiyan,
berarti penulisan hadith atau kitabah al hadith berbeda. Secara
etimologi kata kodifikasi berasal kata codification yang berarti
penyusunan menurut aturan tertentu. Adapun kata rasmiyan
mengandung arti suatu kegiatan dilakukan oleh lembaga administratif
yang diaukui oleh masyarakat, baik langkah yang ditempuh tersebut
diakui atau tidak oleh masyarakat itu sendiri. Jadi yang dimaksud dengan
kodifikasi hadith secara resmi adalah penulisan hadith nabi yang
dilakukan oleh pemerintah yang disusun menurut aturan dan sistem
tertentu yang diakui oleh masyarakat.
16. Faktor-Faktor Pendorong Kodifikasi
Hadist
Kemauan yang keras untuk memelihara al-hadits dari hadits – hadits maudlu’ yang dibuat oleh
orang – orang untuk mempertahankan idiologi golongannya. Lalu, mempertahankan mazhabnya,
sejak awal berdirinya kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib r.a.
Alasan tidak terdewannya al-hadits secara resmi di zaman Rasulullah SAW. Lalu Khulafaur
Rasyidin, yakni kekhawatiran bercampur aduknya dengan Al-Quran. Al-Qur’an telah dikumpulkan
dalam satu mush-af dan telah merata di seluruh pelosok.
Pada zaman Khulafaur Rasyidin, tak dibayangkan terjadi peperangan antara orang muslim
dengan orang kafir. Nyatanya, makin hari makin berkurangnya jumlah ulama ahli hadits.
1.
3
2
17. Proses Kodifikasi
1. Pengumpulan Hadis
A. Pada Masa Pertama
Tahun 100 H, sang khalifah memerintahkan semua gubernur Madinah, Abu Bakar bin
Muhammad bin Amer bin Hazm untuk membukukan hadist-hadist dari penghafalnya. Umar bin
Abdul Aziz menulis surat kepada gubernur Madinah, dan kepada Abu Bakar Muhammad bin
Muslim bin Abaidilllah bin Syihab az-Zuhri. Kemudian Syihab az-Zuhri mulai melaksanakan
perintah khalifah tersebut sehingga menjadi salah satu ulama yang pertama kali membukukan
hadist.
18. Pada Masa Kedua
Pada abad ini terdapat dua generasi, yaitu generasi shighar al-tabi’in dan generasi
atba’u al-tabi’in. Generasi pertama, mereka yang hidup sampai setelah tahun 140 hijrah.
Sedangkan generasi kedua, mereka yang hidup setelah periode sahabat dan tabi’in.
Dalam tingkatan periwayatan hadits dan penyebaran agama Islam, generasi ini
berperanan sangat besar menghadapi ahl al-bida’ wa al-ahwa’, dan berusaha sekuat
tenaga menghalau segala bentuk kebohongan hadits (al-wadl’u fi al-hadits). Generasi ini
dipelopori oleh kelompok al-Zanadiyah. Pada umumnya, mereka sangat teliti menyeleksi
hadits untuk dibukukan dan disusun dalam susunan bab. Selain itu, keberhasilan
mereka adalah menyusun ilm al-rijal, yang ditandai dengan adanya buku-buku yang
ditulis oleh al-Laits ibn Sa’ad, Ibn al-Mubarak, Dlamrah ibn Rabi’ah dan lain-lain.
19. Penulisan
• Penulisan Hadist Secara Menyeluruh
Awal penyusunan hadits dalam kitab, hadits-hadits nabi tidak dipisahkan dari fatwa
para sahabat dan tabi’in. Lalu, tidak diadakan juga pemilihan bab-bab tertentu. Jadi,
dibukukan dengan serentak. Maka dari itu, terdapatlah dalam kitab-kitab itu hadits –
hadits marfu’, hadits-hadits mauquf, dan hadits-hadits maqthu’.
Sistematika penulisan kitab hadits tersebut yaitu dengan mengumpulkan hadits-hadits
yang tergolong dalam munasabah. Hadits-hadits itu harus saling berhubungan antara
yang satu dengan yang lainnya dalam satu bab. Kemudian disusun menjadi beberapa
bab sehingga menjadi satu kitab. Para ulama masih mencampur adukkan antara hadits
dengan atsar sahabat dan tabi’in.
20. PENULISAN
• Penulisan Hadist Secara Terpisah
Masa ini dikatakan sebagai masa yang paling sukses dalam pembukuan hadits. Hal
itu disebabkan ulama hadits berhasil memisahkan hadits-hadits nabi dari yang
bukan hadits (fatwa sahabat dan tabi’in). Tidak hanya itu, masa ini berhasil
mengadakan penyaringan yang sangat teliti terhadap apa saja yang dikatakan
hadits nabi (diteliti matan dan sanadnya). Masa ini disebut “masa menghimpun dan
mentasbih Hadits”.
21. Pembukuan
• Sistem Ulama Abad Kesatu Membukukan Hadits
Pada masa ini, belum ada pembukuan hadits. Hal itu dilarang oleh nabi Muhammad saw karena
takut jika hadits tercampur dengan al-Qur’an.
• Sistem Ulama Abad Kedua Membukukan Hadits
Dibukukan hadits oleh para ulama pada abad kedua dengan tidak menyaringnya. Tidak hanya
membukukan hadits saja, namun fatwa-fatwa sahabat dan fatwa tabi’in pun dimasukkan ke dalam
bukunya itu. Semua itu dibukukan bersama-sama. Maka terdapatlah dalam kitab-kitab itu hadits
marfu’, hadits mauquf dan hadits maqthu’.
• Sistem Ulama Abad Ketiga Membukukan Hadits
Mereka memisahkan hadits dari fatwa-fatwa itu. Dibukukanlah hadits dalam buku-buku hadits
berdasarkan statusnya. Tetapi satu kekurangan pula yang harus kita akui, ialah mereka tidak
memisah-misahkan hadits. Jadi, mencampurkan hadits shahih dengan hadits hasan dan dengan
hadits dla’if. Segala hadits yang mereka terima, dibukukan dengan tidak menerangkan
keshahihannya.
22. Dalam abad ini banyak beredar buku-buku kumpulan hadits yakni, al-
Kutub al-Sittah, dan al-Masanid. Zaman sekarang pun menjadi rujukan dalam
bidang hadits. Semua buku tersebut merupakan sumbangan besar dalam
perkembangan ilmu hadits dari ulama yang mempunyai wawasan keilmuan yang
luas, seperti Imam Ahmad ibn Hanbal, Ali ibn al-Madini, al-Bukhari, Imam Muslim,
Ishaq ibn Rahwaih dan lain-lain.
25. Hadist Mutawatir
Pengertian Hadist Mutawatir secara Bahasa
Secara bahasa, kata “mutawatir” berbentuk isim fa’il musytaq dari kata “tawatur”
yang bermakna “ berturut – turut atau berurutan” . Sedangkan secara istilah, hadis
mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut adat
kebiasaan mustahil mereka bersepakat untuk melakukan kebohongan
1. Menurut sebagian ulama’ cenderung membatasi jumlah mereka dengan bilangan. Oleh karena itu,
sebagian pendapat menyatakan apabila jumlah mereka telah mencapai tujuh puluh orang, maka
hadisnya dinilai mutawatir.
2. Manna’ Al-Qaththan memberikan definisi hadis mutawatir sebagai hadis yang diriwayatkan oleh
sejumlah orang yang menurut adat kebiasaan mustahil sepakat untuk untuk berdusta, dari awal sanad
hingga akhir sanad (pada seluruh generasi) dari hadis yang diriwayatkan tersebut bersifat mahshus.
3. Subhi Shalih juga mendefinisikan hadis mutawatir sebagai hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang
, yang menurut akal dan kebiasaan mustahil bersepakat untuk melakukan dusta, dan pada perawinya
tersebut memiliki kesamaan sifat (berimbang jumlahnya), mulai awal hingga akhir sanad.
Pengertian Hadist Mutawatir Secara istilah
26. Karakteristik Hadits Mutawatir
1 2 3
Jumlah perawinya
banyak hingga
menurut akal dan
kebiasaan mustahil
bersepakat untuk
berdusta
Jumlah perawi
terdapat pada setiap
generasi
Hadis yang
diriwayatkan bersifat
mushus
27. PEMBAGIAN HADIST MUTAWATIR
1. Mutawatir Lafdzi
Hadis mutawatir lafdzi adalah hadis mutawatir yang lafadz dan maknanya sama. Hadis jenis
ini sedikit sekali jumlahnya karena sangat sulit jumlah perawi yang begitu banyak dapat
meriwayatkan sebuah hadis dalam satu keseragaman redaksi. Berikut contoh hadist Mutawatir
lafdzi:
Artinya : “Telah menceritakaan kepada kami Abu Ma’mar berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul
Warits dari ‘Abdul ‘Aziz berkata, Anas berkata, “Beliau melarangku untuk banyak menceritakan hadis kepada
kalian karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa sengaja berdusta terhadapku (atas
namaku), maka hendaklah ia persiapkan tempat duduknya di neraka..”
28. PEMBAGIAN HADIST MUTAWATIR
2. Mutawatir Ma’nawi
Hadis mutawatir ma’nawi adalah hadis mutawatir yang maknanya sama akan tetapi
redaksinya berbeda. Perbedaan lafadz itu bisa saja terjadi karena Rasulullah sendiri
menyatakan sabdanya dengan bahasa (dialek) yang berbeda-beda, bisa ditingkat sahabat
karena kemampuan mereka beragam didalam menerima hadis dari Rasulullah, juga bisa pada
perawi pada tingkat dan tabaqat setelah sahabat. Contoh hadis mutawatir ma’nawi adalah
hadis yang menyatakan tentang cara beribadah Rasulullah, terutama dalam persoalan
mengangkat tangan ketika dalam berdo’a :
Artinya : “Adalah Nabi SAW tidak mengangkat tangan dalam berdoa, kecuali dalam sholat Istisqa’, dan
Rasululloh mengangkat tangannya hingga tampak putih kedua ketiaknya.”
29. HADIST AHAD
Menurut istilah adalah hadis yang
tidak memenuhi syarat-syarat hadis
mutawatir.
Menurut Al Qaththan, hadis ahad
hadis yang tidak memenuhi syarat
mutawatir.
Dengan demikian berarti
bahwa semua hadis yang jumlah
prawinya tidak sampai pada tingkat
mutawatir dinamakan hadis ahad
Secara Etimologis
Secara bahasa, kata “ahad”
merupakan bentuk plural
dari kata “ahad” yang
bermakna satu, sedangkan
khabar “ahad” adalah khabar
yang diriwayatkan oleh satu
orang.
Secara Terminologis
Pengertian
30. PEMBAGIAN HADIST AHAD
HADIST MASYHUR
Secara bahasa, kata “masyhur” adalah isim maf’ul dari kata “syahara”. Sedangkan
secara istilah, hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih
dari setiap generasi, akan tetapi tidak mencapai jumlah mutawatir. Jika diteliti lebih
lanjut, sebenarnya hadis masyhur ini tidak semuanya berkualitas shahih, karena jumlah
perawi yang demikian belum tentu menjamin keshahihannya kecuali disertai sifat-sifat
yang menjadikan sanad ataupun matannya shahih
31. Contohnya yakni : “Anas ra., berkata,
Rasulullah SAW berqunut selama
sebulan berdo’a untuk kehancuran Ri’l
dan Dzakwan.”
Contoh nya, yakni : “Rasulullah SAW
bersabda, orang muslim adalah orang
yang menyelamatkan sesama muslim
lainnya dari gangguan lidah dan
tangannya”
Contohnya, yakni : “Rasululullah SAW bersabda,
sesungguhnya perkara halal yang paling di benci
oleh Allah adalah Talak”.
Contohnya, yakni : “Rasulullah SAW
bersabda, jika seorang hakim berijtihad,
kemudian ijtihadnya benar maka ia
mendapatkan dua pahala, namun jika
ijtihadnya keliru maka ia mendapatkan satu
pahala.”
Berdasarkan segi lingkungan, popularitas dan penyebarannya maupun
maupun dari segi frekuensi penggunaanya, hadis masyhur ini juga beragam,
yaitu
HADIST MASYHUR
32. 3 KEYWORDS
Berdasarkan segi lingkungan, popularitas dan penyebarannya maupun
maupun dari segi frekuensi penggunaanya, hadis masyhur ini juga beragam,
yaitu
Hadis masyhur dikalangan ahli bahasa arab
Hadis masyhur dikalangan ahli pendidikan
Contohnya, yakni : “Dari Umar ra, dia berkata, sebaik-baik hamba Allah adalah suhaib.
Bila dia tidak takut kepada Allah dia tidak berbuat dosa.”
Contoh Hadis masyhur dikalangan ahli pendidikan, yakni :
“Tuhanku telah mendidikku, maka dia menjadikan
pendidikanmu menjadi baik”
Hadis masyhur di kalangan umum
Contoh Hadis masyhur di kalangan umum adalah yang
artinya : “Rasulullah SAW bersabda, ketergesa-gesaan
berasal dari syetan”
HADIST MASYHUR
33. Hadis masyhur dari segi diterima dan ditolaknya dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Hadis masyhur yang sahih adalah :“ Apabila salah seorang di antara kamu
hendak mendatangi shalat jum’at, maka hendaklah dia mandi”. Hadis ini
diriwayatkan dari Nabi melalui banyak sanad.
2. Hadis masyhur yang hasan adalah : “Tidak boleh membiarkan bahaya datang
dan tidak boleh mendatangkan bahaya”. Hadis ini diriwayatkan dari Nabi
melalui banyak sanad yang dapat menempatkannya pada derajat hasan atau
shahih. Hadis ini dinyatakan hasan oleh Al-Nawawi dalam kitab Al-Arba’iin.
3. Hadis masyhur yang dhoif adalah : “Carilah ilmu walau di negeri Cina”. Hadis
ini diriwayatkan melalui banyak sanad dari Anas dan Abu Hurairah, tetapi
semua sanadnya tidak terbebas dari rawi yang cacat (majruh) dengan
pencacatan (jarh) yang cukup serius. Oleh karena itu, hadis diatas
merupakan hadis masyhur yang dhoif.
34. HADIST AZIZ
Secara Bahasa
Secara Istilah
Secara bahasa kata aziz merupakan sifat musyabbahah dari kata “azza ya’izzu” yang
berarti kuat selain itu juga bisa diartikan sedikit atau jarang.
Hadis aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang atau tiga orang rawi pada
seluruh tingkatan atau generasi
Contoh hadis aziz adalah hadis yang diriwayatkan dari Anas ibn Malik dari
Rasulullah SAW, tentang etika sosial sebagai parameter kualitas keimanan
seseorang, yang artinya adalah “Rasulullah SAW bersabda, tidaklah sempurna iman
seseorang sampai dia mencintaiku melebihi kecintaannya kepada anaknya, orang
tuamya serta seluruh manusia.”
35. Hukum hadis aziz adalah sama dengan hadis hukum hadis masyhur, yakni
bergantung kepada keadaan sanad dan matannya. Oleh karena itu, apabila
pada kedua unsur itu telah terpenuhi kriteria hadis sahih meskipun dari satu jalur,
maka hadis yang bersangkutan adalah sahih. Dalam kondisi yang lain ada yang
hasan dan ada pula yang dhaif. Hadis sahih tidak diisyaratkan harus berupa
hadis ‘aziz, bahkan kadang – kadang berupa hadis gharib
36. Hadis Gharib
Gharib menurut bahasa adalah orang yang menyendiri, mengasingkan diri,
atau orang yang jauh dari sanak keluarganya. Menurut istilah muhadditsin,
yang dimaksud hadis gharib adalah hadis yang rawinya menyendiri
dengannya, baik menyendiri karena jauh dari seorang imam yang telah
disepakati hadisnya, maupun menyendiri karena jauh dari rawi lain yang
bukan imam sekalipun. Hadis yang demikian dinamai gharib karena dia
seperti orang asing yang menyendiri dan tidak ada sanak keluarga di
sisinya atau karena hadis tersebut jauh dari tingkat masyhur, terlebih lagi
tingkat mutawattir
37. Hadis
Gharib
Berdasarkan letak terjadinya kegharib-an, hadis model ini dapat dipilah
menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Gharib matnan wa isnadan (hadis gharib dari segi matan dan
sanadnya) adalah hadis yang tidak diriwayatkan kecuali melalui
satu sanad
2. Gharib isnadan la matnan (hadis gharib dari segi sanadnya, tidak
dari segi matannya) adalah hadis yang masyhur kedatangannya
melalui beberapa jalur dan seorang rawi atau seorang sahabat atau
dari sejumlah rawi, lalu ada seorang rawi meriwayatkannya dari
jalur lain yang tidak masyhur
3. Gharib matnan la isnadan , yaitu hadis yang pada mula sanadnya
tunggal, akan tetapi pada tahap selanjutnya masyhur. Sebenarnya
hadis gharib dalam bentuk ini, jika dicermati, dapat dikelompokkan
pada kelompok pertam (Gharib matnan wa isnadan).
40. Pengertian
Kata Shohih dalam bahas diartikan orang sehat, antonym dari kata as-saqim yang berarti
orang sakit. Jadi yang dimaksudkan hadis shohihadalah hadis yang sehat dan benar, tidak
terdapat penyakit dan cacat. Dalam istilah, hadis shohih adalah:
اتصل هوماوالعلة الشذوذ من وخال مثله عن كامال ضبطا الضابط اعدل بنقل سنده
Hadist yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan dhabith (kuat
ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat darikejanggalan (syadzadz), dan cacat (‘illat).
Hadist Shohih
41. Syarat-syarat Hadist Shohih
Artinya setiap perawi dalam sanad bertemu dan menerima periwayatan dari perawi sebelumnya,
baik secara langsung ( (مباشره atau secara hukum ( (حكمي dari awal sanad sampai akhirnya.
Pertemuan atau persambungan sanad dalam periwayatan ada dua macam lambang yang
digunakan oleh para periwayat:
• Pertemuan langsung (mubasyarah)
• Pertemuan secara hukum (hukumi)
1. Persambungan ayat ( (لسند اتصال
2. Keadilan Para Perawi (‘Adalah Ar-Ruwah)
Pengertian adil dalam bahas adalah seimbang atau meletakkan sesuatu
pada tempatnya, lawan dari lazim. Dalam isstilah periwayatan, orang yang
adil adalah :
المروءه وخوارم الفسق من وسلم خلقه وحسن دينه استقام من
Adil adalah orang yang konsisten (istiqomah)dalam beragama, baik
akhlaknya, tidak fasik, dan tidak melakukan cacat muru’ah.
42. 3. Para Perawi bersifat Dhabith ( Dhabth Ar-Ruwah)
Yang dimaksud dengan dhabit ialah para perawi memiliki daya ingat hafalan yang
kuat dan sempurna. Daya ingat dan hafalan kuat ini sangat diperlikan dalam rangka
menjaga otentitas hadis, mengingat seluruh hadis yang tidak tercatat pada masa
awal perkembangan islam. Atau jika tercatat, catatan tulisannya harus selalu benar,
tidak terjadi kesalahan yang mencurugakan . Terdapat 2 macam :
• Dhabith dalam dada (adh-dhabth fi ash shudur), artinya memiliki ingatan yang
kuat sejak dari menerima sampai kepada menyampaikan kepada orang lain dan
ingtannya itu sanggup dikeluarkan kapan dan dimana saja dikehendaki.
• Dhabith dalam tulisan (adh-dhabth fi as-suthur), artinya tulisan hadisnya sejak
mendengar dari gurunya terpelihara dari perubahan, pergantian, dan kekurangan.
Singkatnya, tidak terjadi kesalahan-kesalahan tulis lkemudian diubah dan diganti,,
karrena hal demikian akan mengundang keraguan atas ke dhabith-an seseorang.
43. Pengertian syadzadz ini mengecualikan jika periwayatan orang dha’if. Logikanya,
pertentangan periwayatan orang tsiqah terhadap orang yang lebih tsiqah Syadzadz
dalam bahasa berarti ganjil, terasing, atau menyalahi aturan. Maksud syadzadz
disini adalah periwayatan orang tsiqah (terpercaya, yaitu adil dan dhabith)
bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih tsiqah
5. Tidak Terjadi ‘Illat
4. Tidak terjadi kejanggalan (syadzadz)
Dari segi bahasa, ‘illat berarti penyakit, sebab, alasan, atau udzur. Sedangkan arti
‘illat di sini adalah suatu sebab tersembunyi yang membuat cacat keabsahan suatu
hadis padahal lahirnya selamat dari cacat tersebut. Misalnya, sebuah hadis setelah
diadakan penelitian, ternyata ada sebab yang membuat cacat yang menghalangi
terkabulnya, seperti munqathi’, mawaquf, atau perawi seorang fasik, tidak bagus
hafalannya, seorang ahli bid’ah, dan lain-lain
44. Shahih lidzati (Shahih dengan sendirinya),
Macam-macam Hadist Shohih
karena telah memenuhi 5 kriteria hadis
shahih sebagaimana definisi, contoh, dan
keterangan di atas.
Shahih lighayrih (shahih karena yang lain)
(Hadis shahih lighayrih) adalah hadis hasan
lidzatihi ketika ada periwayatan hadis shahih
melalui jalan lain yang sama atau lebih kuat
daripadanya.
Shahih
lidzati
Shahih
lighayri
h
45. Contoh, hadis yang diriwayatkan oleh At- Tirmizdi melalui jalan
Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah SAW bersabda :
صالة كل عند بالسواك المرتهم امتي علي اشق ان لوال
Seandainya aku tidak khawatir memberatkan atas umatu, tentu
aku perintah mereka bersiwak ketika setiap sholat.
Hadis di atas berkualitas hasan lidzati , karena semua perawinya bersifat
tsiqah (adil,dhabit) selain Muhammad bin Amr, ia bertitel: Shaduq
(banyak benarnya). Akan tetapi, hadis ini mempunyai jalan lain yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim melalui jalan Abu Az-Zinad dari
Al-A’raj dari Abu Hurairah. Maka hadis di atas kualitasnya dapat naik
menjadi shahih lighayrih.
46. Kehujahan Hadis Shahih
Hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis shahih wajib diamalkan sebagai
hujah atau dalil syara’ sesuai dengan ijma’ para ulama hadis dan sebagian ulama
ushul dan fiqih. Tidak ada alasan bagi seorang muslim, tinggal mengamalkannya.
Hadis shahih lighayrih lebih tinggi derajatnya daripada hasan lidzatih, tetapi lebih
rendah daripada shahih lidzati. Sekalipun demikian, ketiganya dapat dijadikan
hujah
47. PENGERTIAN
Menurut bahasa hasan hasan berasal dari kata hasuna, yahsunu, yang berarti baik. Kata
“hasan” merupakan sifat Musyabbahah dari “Al Husn” yang mempunyai arti “Al Jamal”
(bagus), sedangkan secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam men-
definisikannya karena melihat bahwa ia merupakan pertengahan antara Hadits Shahih dan
Dhaif, dan juga karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya.
Manurut At Turmudzy hadis hasan adalah
االمعنى في نحوه غيروجه من شاداويروى واليكون بالكذب يتمهم من اسناده في مااليكون
"Ialah hadis yang pada sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdpat
kejanggalan pada matannya dan hadis itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai
banyak jalan) yang sepadan maknanya”.
Berdasarkan definisi ini maka tampaklah perbedaan yang tegas antara hadist shohih dan
hadist hasan, yakni terletak pada syarat kedlabitan rawi. Pada hadist hasan, kedlabitannya
lebih rendah (tidak begitu baik ingatannya), jika dibandiingkann dengan hadist shohih.
Sedangkan syarat-syarat hadist shohih yang lain masih diperlukan untuk hadist hasan.
Hadis Hasan
48. Macam-macam Hadits Hasan
Hadits hasan lidzatihi ialah
hadits yang bersambung-
sambung sanadnya dengan
orang yang adil yang kurang
kuat hafalannya dan tidak
terdapat padanya syudzudz dan
‘illat.
Hadits hasan lighairihi adalah
hadits yang di dadalam isnadnya
terdapat orang yang tidak
diketahui keadaannya, tidak bisa
dipastikan kelayakan atau
tidaknya. Namun ia bukan orang
yang lengah yang banyak
berbuat salah dan tidak pula
berbuat dusta. Sedangkan
matannya didukung
oleh muttabi’ atau syahidz.
49. Hadis Dha’if
Pengertian Hadis Dha’if
Kata dha’if menurut bahasa berarti lemah, kebalikannya adalah ()ﻗﻮﻯ
yang berarti kuat. Maka sebutan hadis dha’if secara bahasa berarti hadis yang
lemah, sakit, tidak kuat. Sedangkan pengertian hadis dha’if secara therminologi
menurut an-Nawawi dan al-Qasimi adalah:
االحسن شروط وال الصحة شروط فيه يوجد مالم
Hadis dha’if adlah hadis yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis
shahih dan syarat-syarat hadis hasan.
Dari definisi tersebut dapat difahami bahwa jika dalam satu hadis telah
hilang satu syarat saja dari sekian syara-syarat hadis hasan, maka hadis tersebut
dinyatakan sebagai hadis dha’if. Apalagi yang hilang itu sambai dua atau tiga
syarat maka inilah yang dikatakan sebagai hadis dha’if dan status semua hadis
dha’if adalah mardud (tertolak) dan tidak bias dijadikan hujjah.
51. HADIST MU’ALLAQ
Pengertian
Hadist Mu’allaq ialah :
فاكثر راو سنده اول من يسقط هوالذى
“Hadist-hadist yang gugur rawinya seorang atau lebih dari awal sanad”
Keguguran (inqitha’) sanad pada hadist mu’allaq tersebut dapat terjadi
pada sanad yang pertama, pada seluruh sanad, atau pada seluruh sanad
kecuali sahabat.
52. Hadist Mu’allaq
Sebagai contoh hadist mu’allaq yang gugur pada sanad pertama saja, seperti hadist :
وسلم عليه هللا صل النبي قال:الناس من يستحيى أن أحق هللا
• Jika kita mengambil hadits Bukhari, maka hadits itu ber- sanad Bahz bin Hakim, ayah Bahz,
yakni Hakim bin Mu'awi- yah dan kakeknya, yakni Mu'awiyah bin Haidah Al-Qusyairy salah
seorang shahaby yang terkenal.
• Jika kita mengambil hadits Abu Dawud, maka hadits itu bersanad: "Abdullah bin
Maslamah, 'Ubay, Bahz bin Hakim, ayah Bahz dan kakek Bahz, atau sanad yang lain terdiri
dari: Ibnu basyar, Yahya, Bahz bin Hakim, ayah Bahz dan kakek Bahz
• jika memperhatikan hadits At-Turmudzy, maka sanad ha- dits tersebut terdiri dari: Ahmad
bin Mani', Mu'adz bersama Yazid bin Harun, Bahz bin Hakim, ayah Bahz dan kakek Bahz.
Nyatalah sekarang apabila kita perbandingkan sanad-sanad da- ri 3 imam
pentakhrij hadits tersebut, bahwa Imam Bukhary menggugurkan sanad, sekurang-kurangnya
seorang, sebelum Bahz bin Hakim, sebab Imam Bukhary dengan Bahz bin Hakim tidak hidup
dalam satu generasi. Dengan demikian ha- dits Bukhary ini adalah hadits mu'allaq, sedang
hadits Abu Dawud dan At-Turmudzy adalah muttashil
53. Hukum Hadits Mu'allaq
• Hadits mu'allaq itu, pada prinsipnya diklasifikasikan ke- pada hadits dla'if (mardud),
disebabkan karena sanad yang di- ugurkan itu, tidak dapat diketahui sifat-sifat dan
keadaannya secara meyakinkan, baik mengenai kedlabithannya maupun keadilannya.
Kecuali bila yang digugurkan itu seorang sahabat yang sudah tidak diragukan lagi
tentang keadilannya.
• Namun demikian, hadits mu'allaq itu bisa dianggap sha- hih, bila sanad yang
digugurkan itu disebutkan oleh hadits yang bersanad lain. Seperti hadits mu'allaq yang
terdapat da- am shahih Bukhary (sebanyak 1341 buah), dan di dalam sha hih Muslim
(sebanyak 3 buah) telah di-ittishal-kan sanadnya di tempat/bab lain. Dengan demikian,
maksud beliau menta- liq-kan hadits tersebut bukan untuk maksud yang tidak baik,
melainkan bertujuan untuk meringkas dan menghindari peru langan sanad
• Kalau dikatakan oleh pengarang suatu kitab hadits, bahwa seluruh sanad yang
dibuangnya itu adalah tsigah, perlu diada- kan ta'dil (penetapan keadilan) rawi yang
samar-samar itu
54. HADITS MURSAL
Yang disebut dengan Hadits Mursal, ialah:
التبعى بعد من سنده اخره ممن يسقط هوالذى
“Hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi’iy”.
Perwujudan dari ta rif tersebut, ialah perkataan tabi'iy, baik tabi'iy besar maupun kecil,
atau perkataan sahabat kecil, yang menegaskan tentang apa yang telah dikatakan atau
diperintahkan oleh Rasulullah saw tanpa menerangkan dari sahabat mana berita itu
diperolehnya. Misalnya seorang tabi'iy atau sahabat kecil, berkata:
كذا وسلم عليه هللا صلى أهلل رسول قال...
(Rasulullah saw bersabda demikian ...)
كذا وسلم عليه هللا صلى هللا رسول فعل...
(Rasulullah saw. mengerjakan begini)
كذا وسلم عليه هللا صلى هللا رسول الصحابحضرة فعل...
(Seorang sahabat mengerjakan di hadapan Rasulullah saw begini...)
55. KLASIFIKASI HADITS MURSAL
1. Mursal Jaly. Yaitu bila pengguguran yang telah dilakukan oleh rawi (tabi'iy), adalah
jelas sekali, dapat diketahui oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan itu tidak
hidup seza- man dengan orang yang digugurkan yang mempunyai berita.
2. Mursal Shahaby. Yaitu pemberitaan sahabat yang disan- darkan kepada Nabi
Muhammad saw., tetapi ia tidak mende- ngar atau menyaksikan sendiri apa yang ia
beritakan, lantaran di saat Rasulullah hidup ia masih kecil atau terakhir masuknya ke
dalam agama Islam.
3. Mursal Khafy. Yaitu: “hadis yang diriwayatkan oleh tabi’iy), diamna tabi’iy yang
meriwayatkan hidup sezaman dengan shahaby, tetapi ia tidak pernah mendengar
sebuah hadis pun darinya”. Hukun Hadist Mursal ini adalah dho’if.
56. Hadis Munqathi’
Kata munqathi' berasal dari kata انقطع-ينقطع-منقطع فهو انقطاعا yang berarti berarti
terputus, lawan dari kata muttashil, yang berarti bersambiang, Nama inqitha' atau
terputus karena ada sanad yang tidak bersambung, ibarat tali yang terputus dak
ada yang menghubungkan.
Hadis munqathi’ adalah hadis yang sanad-nya terputus, artinya seoran perawi tidak bertemu
langsung dengan pembawa berita, baik di awal, di tengah atau di akhir sanad, maka masuk di
dalamnya hadis mursal, mu'allaq, dan mu’dhal. Namun, ulama mutakhirin dan umumnya
miutaqaddimin mengkhusus kan munqathi’ yang tidak sama dengan yang lain. Sebagaimana
dikatakan An-Nawawi bahwa kebanyakan munqathi' digunakan pada pengguguran perawi
setelah tab 'in dari sahabat, seperti periwayatan Malik dari Ibnu Umar Atau munqothi’ adalah
selain mursal (yaitu dibuang seorang periwayat pada awal sanad), mu'dhal (dibuang dua
orang perawi atau lebih secara berturut -turut), dan mu'allaq (dibuang seorang perawi di akhir
sanad).
57. Hadis Mu'dhal
Kata mu’dhal berasal dari akar kata: أعياه أي معضل فهو اعضاال يعضل أعضل yang berarti
payah dan susah. Keterputusan hadis mu'dhal memang parah, sampai dua orang
perawi sehingga menyulitkan dan memberatkan penghubung. Jika berturut tali yang
putus itu dekat jaraknya, memang akan memudahkan penghubung, tetapi jika jauh
maka akan menyulitkannya
Adapun menurut istilah, hadis mu'dhal adalah sebagai berikut.
التوالى على فأكثر اثنان اسناده من سقط هوما
“Yaitu hadist yang gugur dari sanadnya dua orang lebih secara berturut-turut”