SlideShare a Scribd company logo
MODUL BELAJAR
KALKULUS LANJUT
Oleh
ARVINA FRIDA KARELA (12030090)
EKA DASA ENDANG A (12030091)
MULYUANA (12030094)
SINDI PADILAH (12030083)
SISKA APRILIA (12030079)
TIYA LIANA RIZKI (12030086)
WINDY MEILANI PUTRI (12030087)
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2015
BARISAN DAN DERET
A. Barisan Tak Terhingga
Barisan dalam bahasa sederhana suatu barisan π‘Ž1 , π‘Ž2 , π‘Ž3 , π‘Ž4 ,... adalah
susunan bilangan yang terurut sesuai dengan urutan bilangan asli. Barisan
Tak terhingga adalah sebuah fungsi yang daerah asalnya adalah himpunan
bilangan asli. Suatu barisan π‘Ž1 , π‘Ž2 , π‘Ž3 , π‘Ž4 ,... dapat disajikan pula sebagai
{ π‘Ž 𝑛 } 𝑛=1
∞
atau lebih singkat { π‘Ž 𝑛 }.
Contoh:
Barisan 1, 4, 7, 10, 13, ...
Dengan rumus eksplisit untuk suku ke-n , seperti pada
π‘Ž 𝑛 = 3𝑛 βˆ’ 2, 𝑛 β‰₯ 1
atau rumus rekursi
π‘Ž 𝑛 = π‘Ž π‘›βˆ’1 + 3, 𝑛 β‰₯ 2, π‘Ž 𝑛 = 1
Jadi, ketiga rumusan diatas melukiskan barisan yang sama.
Contoh:
1. π‘Ž 𝑛 = 1 βˆ’
1
𝑛
, n β‰₯ 1 : 0,
1
2
,
2
3
,
3
4
,
4
5
, . . .
2. 𝑏 𝑛 = 1 + (βˆ’1) 𝑛 1
𝑛
, n β‰₯ 1 : 0,
3
2
,
2
3
,
5
4
,
4
5
,
7
6
,
6
7
, . . .
3. 𝑐 𝑛 = (βˆ’1) 𝑛
+
1
𝑛
, n β‰₯ 1 : 0,
3
2
,
βˆ’2
3
,
5
4
,
βˆ’4
5
,
7
6
,
βˆ’6
7
, . . .
4. 𝑐 𝑛 = 0,999, n β‰₯ 1 : 0,999, 0,999, 0,999, 0,999, . . .
Kekonvergenan Nilai suku-suku pada { π‘Ž 𝑛 } dan { 𝑏 𝑛 } semakin mendekati
1. Ini dapat dikatakan bahwa { π‘Ž 𝑛 } dan { 𝑏 𝑛 } konvergen menuju 1,
sedangkan { 𝑐 𝑛 } dan { 𝑑 𝑛 } tidak demikian. Agar suatu barisan konvergen
menuju 1, syaratnya yang pertama ialah bahwa nilai-nilai barisan itu harus
mendekati 1. Tetapi tidak hanya harus mendekati satu ; nilai-nilai tersebut
harus tetap berdekatan, yang tidak dipenuhi oleh { 𝑐 𝑛 }. Berdekatan artinya
semakin lama semakin dekat, yakni, dalam sebarang tingkat ketelitian yang
ditentukan, yang tidak dipenuhi oleh { 𝑑 𝑛 }. Walaupun { 𝑑 𝑛 } tidak
konvergen menuju 1, yang betul dapat ddikatakan bahwa barisan { 𝑑 𝑛 }
konvergen menuju 0,999. Sedangkan barisan { 𝑐 𝑛 } tidak konvergen sama
sekali sehingga { 𝑐 𝑛 } dapat dikatakan divergen.
Definisi :
Barisan { π‘Ž 𝑛 } dinamakan konvergen menuju L atau berlimit L dapat di tulis
sebagai berikut :
lim
π‘›β†’βˆž
π‘Ž 𝑛 = 𝐿
Apa bila untuk tiap bilangan positif πœ€, ada bilangan positif N sehingga untuk
n β‰₯ 𝑁 β†’ | π‘Ž 𝑛 βˆ’ 𝐿| < πœ€
suatu barisan yang tidak konvergen ke suatu bilangan L yang terhingga
dinamakan divergen.
Teorema
Andaikan { π‘Ž 𝑛 } dan { 𝑏 𝑛 } barisan-barisan yang konvergen dan k sebuah
konstanta. Maka :
1. lim
π‘›β†’βˆž
π‘˜ = π‘˜ ;
2. lim
π‘›β†’βˆž
π‘˜π‘Ž 𝑛 = π‘˜ lim
π‘›β†’βˆž
π‘Ž 𝑛 ;
3. lim
π‘›β†’βˆž
( π‘Ž 𝑛 Β± 𝑏 𝑛 ) = lim
π‘›β†’βˆž
π‘Ž 𝑛 Β± lim
π‘›β†’βˆž
𝑏 𝑛 ;
4. lim
π‘›β†’βˆž
( π‘Ž 𝑛 βˆ™ 𝑏 𝑛 ) = lim
π‘›β†’βˆž
π‘Ž 𝑛 βˆ™ lim
π‘›β†’βˆž
𝑏 𝑛 ;
5. lim
π‘›β†’βˆž
π‘Ž 𝑛
𝑏 𝑛
=
lim
π‘›β†’βˆž
π‘Ž 𝑛
lim
π‘›β†’βˆž
𝑏 𝑛
asalkan lim
π‘›β†’βˆž
𝑏 𝑛 β‰  0.
Contoh 1 :
Buktikan bahwa untuk p positif bulat, maka lim
π‘›β†’βˆž
1
𝑛 𝑝 = 0.
Penyelesaian:
Andaikan diketahui πœ€ > 0. pilihlah N > √1 πœ€β„π‘ƒ
maka untuk n > 𝑁 berlakulah
| π‘Ž 𝑛 βˆ’ 𝐿| = |
1
𝑛 𝑝 βˆ’ 0| =
1
𝑛 𝑝 ≀
1
𝑁 𝑝 <
1
( √1 πœ€β„π‘ƒ
)
𝑃 = πœ€
Contoh 2 :
Tentukan lim
π‘›β†’βˆž
3𝑛2
7𝑛2 + 1
Penyelesaian :
lim
π‘›β†’βˆž
3𝑛2
7𝑛2 + 1
= lim
π‘›β†’βˆž
3
7+ (1
𝑛2⁄ )
=
lim
π‘›β†’βˆž
3
lim
π‘›β†’βˆž
(7+ (1
𝑛2⁄ ))
=
lim
π‘›β†’βˆž
3
lim
π‘›β†’βˆž
7+ lim
π‘›β†’βˆž
1
𝑛2⁄
=
3
7+ lim
π‘›β†’βˆž
1
𝑛2⁄
=
3
7+0
=
3
7
Contoh 3 :
Apakah barisan ( ln 𝑛 𝑒 𝑛⁄ ) konvergen, jika demikian berapakah limitnya?
Penyelesaian :
Gunakan fakta bahwa jika lim
π‘›β†’βˆž
𝑓 ( π‘₯) = 𝐿, maka lim
π‘›β†’βˆž
𝑓 ( 𝑛) = 𝐿
Berdasarkan kaidah I’ Hopital, maka
lim
π‘›β†’βˆž
ln π‘₯
𝑒 π‘₯ = lim
π‘›β†’βˆž
1 π‘₯⁄
𝑒 π‘₯ = 0
Artinya, {(ln 𝑛) 𝑒 𝑛⁄ } konvergen menuju 0.
Latihan :
1. Buktikan bahwa barisan {
𝑛
2𝑛+1
} mempunyai limit
1
𝑧
2. Perhatikan apakah barisan {
4𝑛2
2𝑛2 + 1
} konvergen atau divergen?
B. Deret Tak Terhingga
Definisi Paradoks Zeno :
Zeno dari Elea mengatakan dalam suatu paradoks terkenal kira-kira 2400 th
yang lalu bahwa seorang pelari tak mungkin dapat mengakhiri suatu
pertandingan sebab ia harus berlari setengah jarak, kemudian stengah sisa
jarak, kemudian stengah jarak yang masih tersisa dan sterusnya, untuk
selamanya oleh karena waktu yang disediakan bagi pelari tersebut terhingga,
maka ia tk mungkin mencakup ruas-ruas jarak yang banyaknya tak terhingga.
Walaupun demikian kita meangetahui bahwa pelari dapat mengakhiri
pertandingan.
Perhatikan jarak pertandingan yang panjangnya 1 mil. Ruas jarak dalam
pikiran Zeno dengan ini panjangnya
1
2
mil,
1
4
mil,
1
8
mil dan seterusnya. Dalam
bahasa mtematika, mengakhiri pertandingan berarti kita harus menghitung
jumlahnya yang tampaknya tak mungkin.
1
2
+
1
4
+
1
8
+
1
16
+
1
32
+ β‹―
Definisi :
Perhatikan jumlah parsial sebagai berikut :
𝑠1 =
1
2
𝑠 𝑛 =
1
2
+
1
4
=
3
4
𝑠 𝑛 =
1
2
+
1
4
+
1
8
=
7
8
𝑠 𝑛 =
1
2
+
1
4
+
1
8
+ …+
1
2 𝑛 = 1 βˆ’
1
2 𝑛
Jelas jumlah-jumlah parsial ini mendekati 1. Tepatnya
lim
π‘›β†’βˆž
𝑠1 = lim
π‘›β†’βˆž
(1 βˆ’
1
2 𝑛 ) = 1
Ini kita definisikan sebagai nilai jumlah tak terhingga itu.
Definisi :
Perhatiakn hal yang lebih umum
π‘Ž1 + π‘Ž2 + π‘Ž3 + π‘Ž4 + …
Kita singkat sebagai βˆ‘ π‘Ž π‘˜
∞
π‘˜=1 atau βˆ‘ π‘Ž π‘˜ dan bentuk tersebut dinamakan deret
tak terhingga (atau deret saja ). maka 𝑠 𝑛, yaitu jumlah parsial ke-n , adalah
𝑠 𝑛 = π‘Ž1 + π‘Ž2 + π‘Ž3 + π‘Ž4 + … π‘Ž 𝑛 = βˆ‘ π‘Ž π‘˜
∞
π‘˜=1
C. Kekonvergenan Deret
Definisi :
Deret βˆ‘ π‘Ž π‘˜
∞
π‘˜=1 konvergen dan mempunyai jumlah S, apakah barisan jumla-
jumlah parsial { 𝑆 𝑛} konvergen menuju S. Apakah { 𝑆 𝑛} divergen, maka deret
divergen. Suatu deret yang divergen tidak memiliki jumlah.
Deret Geometri adalah suatu deret yang berbentuk
βˆ‘ π‘Žπ‘Ÿ π‘˜βˆ’1
∞
π‘˜=1
= π‘Ž + π‘Žπ‘Ÿ + π‘Žπ‘Ÿ2
+ …
Dengan π‘Ž β‰  0 dinamakan deret geometri.
Teorema
Deret geometri konvergen dengan jumlah 𝑆 = π‘Ž (1 βˆ’ π‘Ÿ)⁄ apabila | π‘Ÿ| < 1.
Deret itu divergen apabila | π‘Ÿ| β‰₯ 1.
Teorema ( uji kedidivergenan dengan suku ke-n)
Apabila βˆ‘ π‘Ž 𝑛
∞
𝑛=1 konvergen, maka lim
π‘›β†’βˆž
π‘Ž 𝑛 = 0. Setara dengan pernyataan ini
ialah bahwa apabila lim
π‘›β†’βˆž
π‘Ž 𝑛 β‰  0 (atau apabila lim
π‘›β†’βˆž
π‘Ž 𝑛 tidak ada) maka derte
divergen.
Bukti :
Andaikan 𝑆 𝑛 jumlah parsial ke-n dan 𝑆 = lim
π‘›β†’βˆž
𝑆 𝑛 .
oleh karena π‘Ž 𝑛 = 𝑆 𝑛 βˆ’ 𝑆 π‘›βˆ’1
𝑆 βˆ’ 𝑆 = 0
Contoh:
Buktikan bahwa βˆ‘
𝑛3
3𝑛3 + 2𝑛2
∞
𝑛=1 divergen
Penyelesaian:
lim
π‘›β†’βˆž
π‘Ž 𝑛 = lim
π‘›β†’βˆž
𝑛3
3𝑛3 + 2𝑛2 =
1
3+ 2 𝑛⁄
=
1
3
Menurut teorema deret divergen
Sifat-sifat deret konvergen
Teorema (kelinearan)
Jika βˆ‘ π‘Ž π‘˜
∞
π‘˜=1 dan βˆ‘ 𝑏 π‘˜
∞
π‘˜=1 keduanya konvergen dan c sebuah konstanta,
maka βˆ‘ π‘π‘Ž π‘˜
∞
π‘˜=1 dan βˆ‘ ( π‘Ž π‘˜ + 𝑏 π‘˜)∞
π‘˜=1 juga konvergen, selain itu.
1. βˆ‘ π‘π‘Ž π‘˜
∞
π‘˜=1 = 𝑐 βˆ‘ π‘Ž π‘˜
∞
π‘˜=1
2. βˆ‘ ( π‘Ž π‘˜ + 𝑏 π‘˜)∞
π‘˜=1 = βˆ‘ π‘Ž π‘˜
∞
π‘˜=1 + βˆ‘ 𝑏 π‘˜
∞
π‘˜=1
Contoh:
Hitunglah βˆ‘ [3 (
1
8
)
π‘˜
+ 5 (
1
3
)
π‘˜
]∞
π‘˜=1
Penyelesaian:
Menurut teorema kita peroleh
βˆ‘ [3 (
1
8
)
π‘˜
+ 5(
1
3
)
π‘˜
]∞
π‘˜=1 = 3 βˆ‘ (
1
8
)
π‘˜
∞
π‘˜=1 +5βˆ‘ (
1
3
)
π‘˜
∞
π‘˜=1
= 3
1
8
1βˆ’
1
8
βˆ’ 5
1
3
1βˆ’
1
3
=
3
7
βˆ’
5
2
= βˆ’
29
14
Teorema : Jika βˆ‘ π‘Ž π‘˜
∞
π‘˜=1 divergen dan 𝑐 β‰  0, maka βˆ‘ π‘π‘Ž π‘˜
∞
π‘˜=1 divergen.
Teorema (pengelompokan)
Suku-suku sebuah deret yang konvergen dapat dikelompokan dengan cara
sebarang (asalkan urutan suku-suku tidak diubah)dan deret yang baru setiap
konvergen dan jumlahnya sama dengan jumlah deret semula.
Uji kekonvergenan deret (deret positif)
Teorema A (Uji Jumlah Terbatas)
Suatu deret βˆ‘ π‘Ž π‘˜ yang sukunya tak negatif, adalah konvergen, jika dan hanya
jika jumlah parsialnya terbatas diatas.
Contoh :
Buktikan bahwa deret
1
1!
+
1
2!
+
1
3!
+ β‹― konvergen!
Penyelesaian :
Kita akan membuktika bahwa jumla-jumlah parsial 𝑆 𝑛 terbatas diatas,
perhatikan bahwa :
𝑛! = 1 βˆ™ 2 βˆ™ 3 βˆ™βˆ™βˆ™ 𝑛 β‰₯ 1 βˆ™ 2 βˆ™ 2 βˆ™βˆ™βˆ™ 2 = 2 π‘›βˆ’1
Dan sehingga 1 𝑛! ≀ 1 2 π‘›βˆ’1⁄⁄ jadi
𝑆 𝑛 =
1
1!
+
1
2!
+
1
3!
+ β‹― +
1
𝑛!
≀ 1 +
1
2
+
1
4
+ β‹―+
1
2 𝑛 βˆ’1
Suku-suku yang terahir ini adalah deret geometri dengan π‘Ÿ =
1
2
. Oleh karena
itu menurut teorema diperoleh :
𝑆 𝑛 ≀
1βˆ’(
1
2
)
𝑛
1βˆ’
1
2
= 2 [1 βˆ’ (
1
2
)
𝑛
] < 2
Jadi, menurut teorema Uji Jumlah Terbatas, deret ini konvergen.
Teorema B (Uji Integral)
Andaikan f suatu fungsi yang kontinyu, positif dan tidak naik pada
selang [1,∞]. Andaikan π‘Ž π‘˜ = 𝑓( π‘˜)untuk semua k positif bulat. Maka deret
tak terhingga
βˆ‘ π‘Ž π‘˜
∞
π‘˜=1
Konvergen, jika dan hanya jika integral tak wajar
∫ 𝑓( π‘₯) 𝑑π‘₯
∞
1
Konvergen.
Catatan: bilangan bulat 1 dapat diganti oleh setiap bilangan bulat positif M
yang lain menurut teorema tersebut.
Contoh :
Periksa apakah deret βˆ‘
1
π‘˜ ln π‘˜
∞
π‘˜=2 bkonvergen atau divergen.
Penyelesaian:
Hipotesis pada uji integral diperoleh untuk 𝑓( π‘₯) = 1 (π‘₯ ln π‘₯)⁄ pada selang
[2, ∞]
∫
1
π‘₯ ln π‘₯
∞
2
𝑑π‘₯ = lim
π‘‘β†’βˆž
∫
1
π‘₯ ln π‘₯
𝑑
2
𝑑(ln π‘₯) = lim
π‘‘β†’βˆž
[ln ln π‘₯]2
𝑑
= ∞
Jadi, βˆ‘ 1 ( π‘˜ln π‘˜)⁄ divergen
Teorema C (Uji Deret-p)
Deret : βˆ‘
1
π‘˜ 𝑝
∞
π‘˜=1 = 1 +
1
2 𝑝 +
1
3 𝑝 +
1
4 𝑝 + β‹―
Dengan p sebuah konstanta berlaku :
1) Deret-p konvergen untuk 𝑝 > 1
2) Deret-𝑝 divergen untuk 𝑝 ≀ 1
Teorema D (Uji Banding)
Andaikan untuk 𝑛 β‰₯ 𝑁 berlaku 0 ≀ π‘Ž 𝑛 ≀ 𝑏 𝑛
1) Jika βˆ‘ 𝑏 𝑛 konvergen, maka βˆ‘ π‘Ž 𝑛 konvergen
2) Jika βˆ‘ π‘Ž 𝑛 divergen, maka βˆ‘ 𝑏 𝑛 divergen
Contoh :
Apakah βˆ‘
𝑛
2 𝑛 (𝑛+1)
konvergen atau divergen?
Penyelesaian:
Untuk n cukup besar suku ke-n mirip dengan (1 2⁄ ) 𝑛
𝑛
2 𝑛 ( 𝑛+1)
= (
1
2
)
𝑛 𝑛
𝑛+1
< (
1
2
)
𝑛
Deret geometri βˆ‘ (
1
2
)
𝑛
konvergen sebab pembandingannya adalah
1
2
. Jadi deret
yang diketahui juga konvergen.
Teorema E (uji Banding limit)
Andaikan π‘Ž 𝑛 β‰₯ 0, 𝑏 𝑛 > 0, dan Lim
π‘›β†’βˆž
π‘Ž 𝑛
𝑏 𝑛
= 𝐿
Apabila 0 < 𝐿 < ∞, maka βˆ‘ π‘Ž 𝑛 dan βˆ‘ 𝑏 𝑛 bersama-sama akan konvergen atau
divergen. Apabila 𝐿 = 0 dan βˆ‘ 𝑏 𝑛 konvergen, maka βˆ‘ π‘Ž 𝑛 konvergen.
Contoh :
Tentukan apakah βˆ‘
3𝑛 βˆ’1
𝑛3 βˆ’2𝑛2 +11
∞
𝑛=1 konvergen atau divergen?
Penyelesaian :
Terlebih dahulu harus menentukan pembanding suku ke-n deret ini dengan
melihatnsuku-suku derajat tertinggi dalam pembilang dan penyebut suku
umum. Suku deret tersebut mirip dengan 3 𝑛2⁄ sehingga
Lim
π‘›β†’βˆž
π‘Ž 𝑛
𝑏 𝑛
= Lim
π‘›β†’βˆž
(3π‘›βˆ’2) ( 𝑛3
βˆ’2𝑛2
+11)⁄
3 𝑛2⁄
= Lim
π‘›β†’βˆž
3𝑛3
βˆ’2𝑛2
3𝑛3 +6𝑛2 +33
= 1
Jadi deret tersebut konvergen
Teorema F (Uji Hasil Bagi)
Andaikan βˆ‘ π‘Ž 𝑛 sebuah deret yang sukunya positifdan andaikan
Lim
π‘›β†’βˆž
π‘Ž 𝑛+1
π‘Ž 𝑛
= 𝑝
1) Jika 𝑝 < 1 deret konvergen
2) Jika 𝑝 > 1 deret divergen
3) Jika 𝑝 = 1, pengujian ini tidak memberikan kepastian.
Contoh:
Apakah deret βˆ‘
2 𝑛
𝑛!
∞
𝑛=1 konvergen atau divergen?
Penyelesaian :
𝑝 = Lim
π‘›β†’βˆž
π‘Ž 𝑛+1
π‘Ž 𝑛
= Lim
π‘›β†’βˆž
2 𝑛+1
( 𝑛 + 1)!
2 𝑛
2 𝑛
= Lim
π‘›β†’βˆž
2
𝑛 + 1
= 0
Menurut teorema hasil bagi deret itu konvergen.
GRAFIK PERMUKAAN DI R3
A. Parabola
Suatu parabola adalah himpunan (tempat kedudukan) titik, yang titik-titiknya
memenuhi syarat, bahwa jaraknya terhadap suatu titik tertentu sama dengan
jaraknya terhadap suatu garis tertentu. Dengan kata lain parabola adalah
tempat kedudukan titik-titik yang jaraknya sama terhadap suatu titik tertentu
dan garis tertentu. Titik-titik tertentu itu disebut titik api (fokus) dan garis
tertentu itu disebut direktriks. Perhatikan gambar berikut:
Y
A T1
L
(Gambar 1.1)
P
Q F
T2
L1 B
Pada gambar 1.1 menunjukkan sebuah parabola yang memiliki titik puncak di
sumbu X, yaitu titik P. Pada gambar tampak bahwa PQ = PF, F disebut titik
fokus, LL1 disebut lactus rectum, T1T2 disebut tali busur fokal, FB disebut
jari-jari fokal, dan I disebut direktriks (garis arah). Pada gambar tersebut
tampak juga jarak titik T1 ke A sama dengan jarak titik T1 ke F.
Persamaan Umum Parabola
1. Parabola yang terbuka ke kanan
Y
Q (-p,y)
P (x,y)
F (p,0)
O
x = -p
Pada gambar di atas tampak sebuah parabola yang terbuka ke kanan.
Perhatikan PF = PQ
Maka :
√( 𝑝 βˆ’ π‘₯)2 + (0 βˆ’ 𝑦)2 = √(βˆ’π‘ βˆ’ π‘₯)2 + ( 𝑦 βˆ’ 𝑦)2
√( 𝑝 βˆ’ π‘₯)2 + 𝑦2 = √(βˆ’π‘ βˆ’ π‘₯)2 + 0 ↔
√( 𝑝 βˆ’ π‘₯)2 + (0 βˆ’ 𝑦)2 = √(βˆ’π‘ βˆ’ π‘₯)2 + ( 𝑦 βˆ’ 𝑦)2 ↔ 𝑝2
βˆ’
2𝑝π‘₯ + π‘₯2
+ 𝑦2
= 𝑝2
+ 2𝑝π‘₯ + π‘₯2
↔ 𝑦2
= 4𝑝π‘₯
Pada persamaan yang didapat ini merupakan persamaan umum parabola
yang terbuka ke kanan yang memiliki puncak di (0,0), titik fokus (p,0),
dan sumbu direktriks : x = -p.
Dengan menggunakan translasi susunan sumbu dapat kita jabarkan
bahwa persamaan parabola yang berpuncak (𝛼, 𝛽) dan sumbu simetrinya
sejajar sumbu X adalah:
(𝑦 βˆ’ 𝛽)2
= 4𝑝( π‘₯ βˆ’ 𝛼)
Sebuah parabola dengan puncaknya di ( 𝛼, 𝛽), fokus 𝐹( 𝛼 + 𝑝, 𝛽),
direktriksnya garis π‘₯ = 𝛼 βˆ’ 𝑝 yang membuka ke kanan, bila persamaan
parabolanya dalam system koordinat X’O’Y, maka persamaannya
adalah: (𝑦′
)2
= 4𝑝π‘₯β€².
Dengan mensubtitusikan persamaan π‘₯β€²
= π‘₯ βˆ’ 𝛼 dan 𝑦′ = 𝑦 βˆ’ 𝛽 ke
dalam persamaan (𝑦′)2
= 4𝑝π‘₯β€²
, dapat dinyatakan persamaan parabola di
dalam system koordinat XOY, yakni:
(𝑦 βˆ’ 𝛽)2
= 4𝑝(π‘₯ βˆ’ 𝛼)
Contoh :
Tentukanlah persamaan parabola jika diketahui:
a) Puncak parabola (2,0) dan sumbu direktrisnya x = 1.
b) Puncak parabola (1,-2) dan latus rektumnya 4.
c) Koordinat fokusnya (11,4) dan sumbu direktrisnya x = 5.
Penyelesaian :
a) Puncak parabola (2,0) maka a = 2 dan b = 0
Sumbu direktrisnya x = 1, maka a – p = 1 atau a + p = 1
Karena a = 2 maka p = 1 atau p = -1.
Jadi persamaan parabolanya adalah:
𝑦2
= 4( π‘₯ βˆ’ 2) π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 𝑦2
= βˆ’4( π‘₯ βˆ’ 2)
b) Puncak parabola (1,-2) maka a = 1 dan b = -2.
latus rectum = 4 maka 4𝑝 = 4. Persamaan parabolanya adalah:
( π‘₯ βˆ’ 1)2
= 4( 𝑦 + 2) π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ ( 𝑦 + 2)2
= 4( π‘₯ βˆ’ 1)
c) Koordinat fokusnya (11,4) dan sumbu direktrisnya x = 5
Maka a – p = 5 koordinat fokus (a + p,b)
maka : b = 4 dan a + p = 11.
Dengan mengeliminasi a – p = 5 dan a + p = 11
didapat a = 8 dan p = 3
Jadi, persamaan parabolanya adalah:
(𝑦 βˆ’ 4)2
= 12( π‘₯ βˆ’ 8)
Contoh-Contoh Soal :
1) Gambarlah grafik dari parabola 𝑦2
= 8π‘₯ !
Penyelesaian :
Koordinat puncaknya O (0,0)
4p = 8
p = 2
Titik F(2,0)
Persamaan direktriks g = x = -p = -2
Sumbu simetrinya y = 0
2) Gambarlah grafik dari parabola 𝑦2
βˆ’ 2𝑦 βˆ’ 4π‘₯ βˆ’ 9 = 0 !
Penyelesaian :
𝑦2
βˆ’ 2𝑦 βˆ’ 4π‘₯ βˆ’ 9 = 0
𝑦2
βˆ’ 2𝑦 + 1 βˆ’ 1 = 4π‘₯ + 9
( 𝑦 βˆ’ 1)2
= 4π‘₯ + 9 + 1
( 𝑦 βˆ’ 1)2
= 4 (π‘₯ +
5
2
)
Puncak parabola : (βˆ’
5
2
,1)
Parameter : 4p = 4 ↔ p = 1
Titik fokus : F(1 + (βˆ’
5
2
), 1) ↔ 𝐹 = (βˆ’
3
2
, 1)
Persamaan direktriks g = x = a – p
= βˆ’
3
2
βˆ’ 1 = βˆ’
5
2
Persamaan lotus rectumnya x = βˆ’
3
2
3) Penampang dari reflektor lampu mobil tertentu dapat dimodelkan oleh
suatu persamaan 25π‘₯ = 16𝑦2
, dengan x dan y dalam cm dan x
bilangan real dari 0 sampai 4. Gunakan informasi yang diberikan untuk
menggambarkan grafiknya dengan domain yang diberikan.
Penyelesaian :
Persamaan 25π‘₯ = 16𝑦2
merupakan persamaan dari parabola
horizontal yang memiliki titik pusat di (0, 0). Selanjutnya kita tentukan
nilai p dari parabola tersebut.
25π‘₯ = 16𝑦2
persamaan awal
𝑦2
=
25
16
π‘₯ bagi kedua ruas dengan 16
𝑦2
= 4 (
25
64
) π‘₯ dijadikan bentuk 𝑦2
= 𝑝π‘₯
Sehingga kita peroleh p = 25/64 (p > 0), yang artinya grafik dari
parabola tersebut terbuka ke kanan. Selanjutnya kita tentukan dua titik
selain titik (0,0) yang dilalui oleh grafik parabola tersebut. Karena
domainnya memiliki batas kanan di 4, kita tentukan dua titik pada
parabola yang memiliki absis4.
25π‘₯ = 64𝑦2
persamaan awal
25(4) = 64𝑦2
subtitusi 4 ke x
𝑦2
=
25(4)
64
bagi kedua ruas dengan 64
𝑦 = Β±
5(2)
8
= Β±1,25 hasil
Diperoleh dua titik tersebut adalah
(4,1.25) dan (4,–1.25). Dengan
menggunakan tiga titik (0,0),
(4,1.25), dan (4,–1.25) kita dapat
menggambarkan grafik dari
parabola tersebut.
4) Penampang dari reflektor suatu lampu senter dapat dimodelkan dengan
persamaan 4π‘₯ = 𝑦2
, dengan x dan y dalam cm dan x bilangan real dari
0 sampai 2,25. Gambarlah grafik dari penampang reflektor tersebut
dengan domain yang diberikan.
Penyelesaian :
Persamaan 4π‘₯ = 𝑦2
merupakan persamaan suatu parabola horizontal
yang berpusat di (0, 0). Dari persamaan tersebut kita ketahui p = 1 (p >
0), sehingga parabola tersebut terbuka ke kanan. Karena domainnya
adalah bilangan real mulai 0 sampai 2,25, selanjutnya kita tentukan dua
titik lain yang dilalui oleh parabola dan memiliki absis 2,25.
4π‘₯ = 𝑦2
persamaan awal
4(2,25) = 𝑦2
subtitusi 2,25 ke x
𝑦 = Β±3 hasil
Sehingga dua titik lainnya yang dilalui oleh parabola tersebut adalah
(2,25, 3) dan (2,25, –3). Sehingga, grafik dari penampang reflektor
yang dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut.
2. Parabola yang Terbuka Ke Atas
Misal garis g sebagai garis tetap (garis direktriks) dan titik F sebagai titik
tetap (fokus) atau titik api. Jika F tidak terletak pada g, maka kita dapat
memilih sebuah sistem koordinat yang menghasilkan sebuah persamaan
yang sederhana untuk parabola dengan mengambil sumbu Y melalui F
dan tegak lurus garis g, dan dengan mengambil titik asalnya di titik
tengah antara F dan g.
Jika jarak titik F dan garis g adalah 2p, maka koordinat titik F (0,p).
dengan demikian persamaan garis g menjadi y = -p. Titik P (x,y) terletak
pada parabola jika dan hanya jika PF = PQ, dengan Q(x,-p) adalah kaki
garis tegak lurus dari P ke g.
Dari PF = PQ, maka:
√π‘₯2 + ( 𝑦 βˆ’ 𝑝)2 = √( 𝑦 + 𝑝)2
↔ π‘₯2
+ ( 𝑦 βˆ’ 𝑝)2
= ( 𝑦 + 𝑝)2
↔ π‘₯2
+ 𝑦2
βˆ’ 2𝑝𝑦 + 𝑝2
= 𝑦2
+ 2𝑝𝑦 + 𝑝2
↔ π‘₯2
= 4𝑝𝑦
Jadi, persamaan parabola dengan titik puncak di (0,0) dan fokus di F(0,P)
didefinisikan dengan persamaan: π‘₯2
= 4𝑝𝑦
Sebuah parabola dengan puncaknya di (a,b) yang membuka ke atas, bila
persamaan parabolanya dalam sistem koordinat X’O’Y’, maka
persamaannya adalah:
( π‘₯β€²)2
= 4𝑝𝑦′
Dengan mensubtitusikan persamaan π‘₯β€²
= π‘₯ βˆ’ π‘Ž π‘‘π‘Žπ‘› 𝑦′
= 𝑦 βˆ’ 𝑏 ke
dalam sistem persamaan (π‘₯β€²)2
= 4𝑝𝑦′, dapat dinyatakan persamaan
parabola di dalam sistem koordinat XOY, yakni:
(π‘₯ βˆ’ π‘Ž)2
= 4𝑝(𝑦 βˆ’ 𝑏)
Contoh-contoh Soal:
1) Gambarlah grafik dari parabola 4x2 – 25y = 0 !
Penyelesaian :
4π‘₯2
βˆ’ 25𝑦 = 0
4π‘₯2
= 25𝑦
π‘₯2
=
25
4
𝑦
Koordinat puncaknya (0,0)
4𝑝 =
25
4
↔ 𝑝 =
25
16
Titik 𝐹 = (0,
25
16
)
Persamaan direktris 𝑦 = βˆ’
25
16
Sketsa Grafik :
2) Gambarlah grafik dari parabola π‘₯2
βˆ’ 2π‘₯ βˆ’ 9 = 4𝑦 !
Penyelesaian :
π‘₯2
βˆ’ 2π‘₯ βˆ’ 9 = 4𝑦
π‘₯2
βˆ’ 2π‘₯ + 1 βˆ’ 1 = 4𝑦 + 9
( π‘₯ βˆ’ 1)2
= 4𝑦 + 9 + 1
( π‘₯ βˆ’ 1)2
= 4 (𝑦 +
5
2
)
Puncak Parabola (1, βˆ’
5
2
)
Parameter : 4𝑝 = 4 ↔ 𝑝 = 1
Titik Fokus 𝐹 (1, 1 + (βˆ’
5
2
)) ↔ 𝐹 (1,βˆ’
3
2
)
Persamaan direktriks g = y = b – p = βˆ’
3
2
βˆ’ 1 = βˆ’
5
2
Persamaan lotus rectumnya 𝑦 = βˆ’
3
2
3) Gambar di bawah menunjukkan penampang dari piringan antena
radio. Seorang teknisi telah menempatkan suatu titik pada
penampang antena yang terletak 0,75 meter di atas dan 6 meter di
kanan dari titik pusatnya. Pada koordinat mana seharusnya teknisi
tersebut menempatkan fokus antena tersebut?
Penyelesaian :
Berdasarkan gambar di atas, kita tahu bahwa parabola di atas
merupakan suatu parabola vertikal dengan titik pusat (0, 0). Hal ini
berarti bahwa persamaan dari parabola tersebut haruslah berbentuk
xΒ² = 4py. Karena titik (6, 0,75) terletak pada grafik, maka kita dapat
mensubstitusi titik tersebut ke dalam persamaan dan menyelesaikan
nilai p:
π‘₯2
= 4𝑝𝑦 Persamaan parabola vertikal, titik pusat (0,0)
62
= 4𝑝(0,75) subtitusi 6 ke x dan 0,75 ke y
36 = 3𝑝 sederhanakan
𝑝 = 12 hasil
Karena diperoleh p = 12, maka fokus dari parabola tersebut terletak
di koordinat (0, 12). Atau dengan kata lain, fokus dari parabola
tersebut seharusnya ditempatkan 12 meter di atas titik pusatnya.
4) Salah satu bentuk teknologi yang menggunakan piringan parabolis
adalah panel surya. Pada umumnya, sinar matahari yang datang ke
panel tersebut dipantulkan ke fokusnya, dan menghasilkan suhu yang
sangat tinggi. Misalkan suatu panel surya memiliki diameter 10
meter dan penampangnya dapat dimodelkan dengan persamaan xΒ² =
50y. Berapakah kedalaman dari panel surya tersebut? Di manakah
lokasi dari fokusnya?
Penyelesaian :
Persamaan xΒ² = 50y merupakan persamaan suatu parabola vertikal
dengan titik pusat (0, 0). Dari persamaan tersebut, kita peroleh p =
50/4 = 12,5 (p > 0). Sehingga grafik dari persamaan tersebut berupa
parabola yang terbuka ke atas. Selain itu, kita juga peroleh bahwa
koordinat titik fokusnya adalah (0, 50/4), atau dengan kata lain,
fokusnya terletak 50/4 meter di atas titik pusatnya. Untuk
menentukan kedalaman dari panel surya tersebut, kita selesaikan y
untuk x = 10/2 = 5 (diameter dibagi dua).
π‘₯2
= 50𝑦 persamaan awal
52
= 50𝑦 subtitusi 5 ke x
𝑦 =
25
50
=
1
2
bagi kedua ruas dengan 50; hasil
Sehingga kedalaman dari panel surya tersebut adalah 0,5 meter.
Panel surya parabolis tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
5) Reflektor dari suatu lampu sorot yang berupa piringan parabolis
memiliki diameter 120 cm. Berapakah kedalaman dari reflektor
tersebut jika penempatan bola lampu yang tepat adalah 11,25 cm di
atas titik pusatnya (titik terendah dari piringan)? Tentukan
persamaan yang digunakan oleh teknisi dalam membuat piringan
reflektor tersebut!
Penyelesaian :
Lokasi yang tepat dari bola lampu merupakan lokasi dari fokus
parabola. Sehingga lokasi fokusnya 11,25 di atas titik pusat. Jika kita
anggap penampang dari reflektor tersebut berupa parabola vertikal
dengan titik pusat (0, 0) yang terbuka ke atas, maka koordinat titik
fokusnya adalah (0, 11,25). Artinya, kita peroleh p = 11,25.
Sehingga, persamaan dari parabola yang dimaksud adalah xΒ² = 4 βˆ™
11,25y atau ekuivalen dengan xΒ² = 45y. Karena diameter
reflektornyanya 120 cm, kedalaman dari reflektor tersebut dapat
ditentukan dengan menyelesaikan nilai y untuk x sama dengan jari-
jari, yaitu x = 120/2 = 60.
π‘₯2
= 45𝑦 persamaan parabola
602
= 45𝑦 subtitusi 60 ke x
𝑦 =
3600
45
= 80 bagi kedua ruas dengan 45; hasil
Jadi, kedalaman dari reflektor lampu sorot tersebut adalah 80 cm.
Grafik dari pemodelan reflektor tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut.
3. Parabola yang Terbuka Ke Kiri
Jika jarak titik F dan garis g adalah 2p, maka koordinat titik F(-p,0).
Dengan demikian persamaan garis g menjadi x = p. Titik P(x,y) terletak
pada parabola jika dan hanya jika PF = PQ, dengan Q(p,y)
Y
𝑦2
= βˆ’4𝑝π‘₯ Direktriks π‘₯ = 𝑝
P(x.y) Q(p,y)
F(-p,0) 0 X
𝑔
Dari PF = PQ, maka:
√(βˆ’π‘ βˆ’ π‘₯)2 + (0 βˆ’ 𝑦)2 = √( 𝑝 βˆ’ π‘₯)2 + ( 𝑦 βˆ’ 𝑦)2
√(βˆ’π‘ βˆ’ π‘₯)2 + 𝑦2 = √( 𝑝 βˆ’ π‘₯)2 + 0
↔ (βˆ’π‘ βˆ’ π‘₯)2
+ 𝑦2
= ( 𝑝 βˆ’ π‘₯)2
↔ 𝑝2
+ 2𝑝π‘₯ + π‘₯2
+ 𝑦2
= 𝑝2
βˆ’ 2𝑝π‘₯ + π‘₯2
↔ 𝑦2
= βˆ’4𝑝π‘₯
Jadi, persamaan parabola dengan titik puncak di (0,0) dan fokus di F(-
p,0) didefinisikan dengan persamaan:
𝑦2
= βˆ’4𝑝π‘₯
Sebuah parabola dengan puncaknya di (a,b), fokus F(a-p, b), dan
persamaan direktriksnya x = a + p yang membuka ke kiri, bila
persamaaan parabolanya dalam sistem koordinat X’O’Y’, maka
persamaannya adalah:
(𝑦′)2
= βˆ’4𝑝π‘₯β€²
Dengan mensubtitusikan persamaan π‘₯β€²
= π‘₯ βˆ’ π‘Ž π‘‘π‘Žπ‘› 𝑦′
= 𝑦 βˆ’ 𝑏 ke
dalam persamaan (𝑦′
)2
= βˆ’4𝑝π‘₯β€², dapat dinyatakan persamaan parabola
di dalam sistem koordinat XOY, yakni:
(𝑦 βˆ’ 𝑏)2
= βˆ’4𝑝(π‘₯ βˆ’ π‘Ž)
4. Parabola yang Terbuka Ke Bawah
Jika jarak titik F dan garis g adalah 2p, maka koordinat titik F(0,-p).
Dengan demikian persamaan garis g menjadi y = p. Titik P(x,y) terletak
pada parabola jika dan hanya jika PF = PQ, dengan Q(x,p)..
Dari PF = PQ, maka:
√ π‘₯2 + ( 𝑦 + 𝑝)2 = √( 𝑦 βˆ’ 𝑝)2
↔ π‘₯2
+ (𝑦 + 𝑝)2
= (𝑦 βˆ’ 𝑝)2
↔ π‘₯2
= βˆ’4𝑝𝑦
Jadi, persamaan parabola dengan titik puncak di (0,0) dan fokus di F(0,-
p) didefinisikan dengan persamaan:
π‘₯2
= βˆ’4𝑝𝑦
Sebuah parabola dengan puncaknya di (a,b), fokus F(a, p-b), dan garis
direktriksnya y = b + p yang membuka ke bawah, bila persamaaan
parabolanya dalam sistem koordinat X’O’Y’, maka persamaannya
adalah:
(π‘₯β€²)2
= βˆ’4𝑝𝑦′
Dengan mensubtitusikan persamaan π‘₯β€²
= π‘₯ βˆ’ π‘Ž π‘‘π‘Žπ‘› 𝑦′
= 𝑦 βˆ’ 𝑏 ke
dalam persamaan (π‘₯β€²
)2
= 4𝑝𝑦′, dapat dinyatakan persamaan parabola di
dalam sistem koordinat XOY, yakni :
(π‘₯ βˆ’ π‘Ž)2
= βˆ’4𝑝(𝑦 βˆ’ 𝑏)
Contoh-contoh Soal :
1) Tentukan titik puncak, fokus, dan direktris dari parabola yang
didefinisikan oleh persamaan xΒ² = –12y. Kemudian gambarkan
grafiknya, disertai dengan fokus dan direktrisnya.
Penyelesaian :
Karena hanya suku-x yang dikuadratkan dan tidak ada pergeseran
yang diterapkan, maka parabola tersebut merupakan parabola
vertikal dengan titik puncak di (0, 0). Dengan membandingkan
persamaan yang diberikan dengan persamaan umum parabola bentuk
fokus-direktriks kita dapat menentukan nilai p:
4𝑝 = βˆ’12
𝑝 =
βˆ’12
4
= βˆ’3
Karena p = –3 (p < 0),
maka parabola tersebut
terbuka ke bawah, dengan
titik fokus di (0, –3) dan
direktriksnya y = 3. Untuk
menggambar grafiknya, kita perlu beberapa titik tambahan yang
dilalui oleh parabola tersebut. Karena 36 = 6Β² dapat dibagi oleh 12,
maka kita dapat mensubstitusikan x = 6 dan x = –6, dan
menghasilkan titik-titik (6, –3) dan (–6, –3). Sehingga grafik dari
parabola tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Dari grafik di atas, kita dapat mengetahui bahwa garis x = 0
merupakan sumbu simetri dari grafik parabola yang diberikan.
2) Tentukan titik puncak, fokus, dan direktriks dari persamaan parabola
yang diberikan, kemudian gambarkan grafiknya, disertai dengan
fokus dan direktriksnya: xΒ² – 6x + 12y – 15 = 0.
Penyelesaian :
Karena hanya suku-x yang dikuadratkan, maka grafik dari
persamaan tersebut berbentuk parabola vertikal. Untuk menentukan
kecekungan, titik puncak, fokus, dan direktriks, kita terlebih dulu
melengkapkan kuadrat dalam x dan membandingkannya dengan
persamaan bentuk fokus-direktriks dengan pergeseran.
π‘₯2
βˆ’ 6π‘₯ βˆ’ 15 = 0 persamaan yang diberikan
π‘₯2
βˆ’ 6π‘₯ = βˆ’12𝑦 + 15 memisah suku x
π‘₯2
βˆ’ 6π‘₯ + 9 = βˆ’12𝑦 + 24 tambahkan dengan 9
( π‘₯ βˆ’ 3)2
= βˆ’12(𝑦 βˆ’ 2) faktorkan
Dari persamaan yang
dihasilkan, kita dapat melihat
bahwa grafiknya merupakan
suatu parabola yang digeser
ke kanan sejauh 3 satuan dan
ke atas sejauh 2 satuan. Oleh
karena itu, semua unsur dari
parabola tersebut juga akan
bergeser. Karena kita
mendapatkan 4p = –12, maka p = –3 (p < 0) dan parabola tersebut
terbuka ke bawah. Jika parabola tersebut berada pada posisi biasa,
maka titik puncaknya akan di (0, 0), fokusnya di (0, –3), dan
direktriksnya y = 3. Karena parabola tersebut bergeser ke kanan
sejauh 3 satuan dan ke atas sejauh 2 satuan, maka kita harus
menambahkan nilai x dengan 3 dan nilai y dengan 2 dari semua
unsur parabola tersebut. Sehingga titik puncaknya akan berada di (0
+ 3, 0 + 2) = (3, 2), fokusnya pada (0 + 3, –3 + 2) = (3, –1), dan
direktriksnya adalah y = 3 + 2 = 5. Dan akhirnya, jarak horizontal
antara fokus dan grafik adalah |2p| = 6 satuan (karena |4p| = 12),
sehingga memberikan titik-titik tambahan yang dilalui grafik, yaitu
(–3, –1) dan (9, –1).
B. Elips
Elips dan Hiperbola letaknya simetris terhadap pusatnya sehingga disebut
konik terpusat.
Jika syarat | PF | = e | PL | kita ambil terlebih dahulu P=A dan kemudian P’=A
dipilih berturut-turut :
a-c = e ( k-a ) = ek – ea
a=c = e ( k+a ) = ek + ea
Sehingga diperoleh c = ea dan k =
π‘Ž
𝑒
andaikan p (x,y) sebuah titik pada
elips. Maka L (
π‘Ž
𝑒
, y ) adalah proyeksi pada garis arah.
Maka syarat | PF | = e | PL | menjadi √( π‘₯ βˆ’ π‘Ž 𝑒 )2 + 𝑦2 = e √( π‘₯ βˆ’
π‘Ž
𝑒
)2
Bukti :
| PF | = e | PL |
ο‚· P = A (a,o) , F ( c,o ) , L ( k,o )
√( π‘Ž βˆ’ 𝑐 )2 + ( π‘œ, π‘œ )2 = e √( π‘Ž βˆ’ π‘˜ )2 + ( π‘œ, π‘œ )2
(π‘Ž βˆ’ 𝑐 ) = e ( a-k ) . . . . . . 1
ο‚· P = A’ (-a,o) , F ( c,o ) , L ( k,o )
√( π‘Ž βˆ’ 𝑐 )2 + ( π‘œ, π‘œ )2 = e √( βˆ’π‘Ž βˆ’ π‘˜)2 + ( π‘œ, π‘œ )2
(βˆ’π‘Ž βˆ’ 𝑐 ) = e (βˆ’π‘Ž βˆ’ π‘˜ ) . . . . . . 2
Eleminasi Pers 1 dan 2
a – c = e k – e a
-a – c = -e k – e k +
-2 c = -2 e a
Subtitusi c = ea
a – e a = e k – e a
a = e k
| PF | = e | PL |
√( π‘₯ βˆ’ 𝑐 )2 + (𝑦, π‘œ )2 = e √( π‘₯ βˆ’ π‘˜ )2 + ( 𝑦, 𝑦 )2
Subtitusi c = ea dan k =
π‘Ž
𝑒
ke Persamaan, maka :
√( π‘₯ βˆ’ π‘’π‘Ž )2 + (𝑦, π‘œ )2 = e √( π‘₯ βˆ’
π‘Ž
𝑒
)2 + ( 𝑦, 𝑦 )2
( π‘₯ βˆ’ π‘’π‘Ž )2
+ 𝑦2
= 𝑒2
( π‘₯ βˆ’
π‘Ž
𝑒
)2
x2 – 2eax + ea2 + y2 = 𝑒2
π‘₯ βˆ’
2π‘Žπ‘₯
𝑒
+
π‘Ž2
𝑒2
x2 (1 – e2) + a2 (e2 – 1) + y2 = 0 :
1
π‘Ž2 (1βˆ’ 𝑒2 )
π‘₯2
π‘Ž2 - 1 +
𝑦2
π‘Ž2 (1βˆ’ 𝑒2)
= 0
π‘₯2
π‘Ž2 +
𝑦2
π‘Ž2(1βˆ’ 𝑒2 )
= 1
Untuk Elips 0 < e < 1, sehingga 1 – e2 > 0 untuk menyederhanakan kita
namakan
b = a √1βˆ’ 𝑒2
Persamaan tersebut menjadi :
π‘₯2
π‘Ž2 +
𝑦2
𝑏2 = 1 a > b sumbu panjang di sumbu x
A < b sumbu panjang di sumbu y
c = ea
π‘Ž
𝑒
= π‘˜
Yang disebut pers baku elips
Elips 0 < e < 1
Elips mendatar :
π‘₯2
π‘Ž2 +
𝑦2
𝑏2 = 1, a > b
Elips Tegak :
π‘₯2
π‘Ž2 +
𝑦2
𝑏2 = 1, a < b
Contoh :
1. Gambar grafik persamaan
π‘₯2
36
+
𝑦2
4
= 1, dan tentukan fokus serta
keeksentrisannya!
Penyelesaian :
a = Β± 6 A (6,0) ^ A’ (-6, 0)
b = Β± 2 B (0,2) ^ B’ (0,-2)
c = Β± βˆšπ‘Ž2 βˆ’ 𝑏2 * karena a > b maka sumbu panjang di sumbu x
= Β± √36βˆ’ 4
= ± √30
= Β± 4√2 f1 (4√2 , 0) ^ f2 (βˆ’4√2 , 0)
e =
𝑐
𝑏
=
4√2
6
=
2
3
4√2
k =
π‘Ž
𝑒
=
6
2
3
√2
=
9√2
2
= 6,36
y
x
B (0, b)
A’(-a,0) f’(-C,0) f(C,0) A(a,0)
B’ (0, -b)
2. Buatlah sketsa grafik persamaan
π‘₯2
16
+
𝑦2
25
= 1, Tentukan fokus serta
keesentrasinya
Penyelesaian :
a = Β± 4 A (4,0) ^ A’ (-4, 0)
b = Β± 5 B (0,5) ^ B’ (0,-5)
c = Β± βˆšπ‘2 βˆ’ π‘Ž2 * karena a > b maka sumbu panjang di sumbu y
= Β± √25βˆ’ 16
= ± √9
= Β± 3 f1 (0 , 3) ^ f2 (0 , -3)
e =
𝑐
𝑏
=
3
5
k =
𝑏
𝑒
=
5
3
5
=
25
3
= 8,12
B (0, 2)
6
A’(-6,0) f’(-C,0)
f(C,0) A(6,0)
B’ (0, -2)
F
π‘₯
9
2
√2π‘₯
βˆ’9
2
√2
B (0, 5)
B’ (0, -5)
A’(-4,0) A(4,0)a
c
b
F1
𝑦
25
3
𝑦
βˆ’25
3
C. Hiperbola
Untuk hiperbol, e > 1 sehingga diperoleh e2 – 1 > 0 Apabila b = a βˆšπ‘’2 βˆ’ 1
maka persamaan
π‘₯2
π‘Ž2 +
𝑦2
(1βˆ’ 𝑒2 ) π‘Ž2 = 1, akan terbentuk
Hiperbol mendatar :
π‘₯2
π‘Ž2 +
𝑦2
𝑏2 = 1
Persamaan baku hiperbola mendatar 𝑏2
= π‘Ž2( 𝑒2
βˆ’ 1 )
βˆ’π‘2
= π‘Ž2(1 βˆ’ 𝑒2 )
Hiperbola mendatar maka c = ae οƒ  disumbu x hiperbola tegak maka :
c2 = a2 + b2
Persamaan baku hiperbola tegak :
βˆ’
π‘₯2
π‘Ž2 +
𝑦2
𝑏2 = 1 e =
𝑐
π‘Ž
οƒ  Panjang titik puncak pada sumbu utama
Sumbu utama di y
Contoh :
1. Gambarlah Grafik
π‘₯2
9
+
𝑦2
16
= 1. Tentukan persamaan dan letak
fokusnya!
Penyelesaian :
a = Β± 3 β†’ 𝐴 (3,0) ^ A’ (-3,0)
X = k
F2 A1
B1
B
L P
F1
c
b
a
C2 = a2 + b2
B = Panjang Sumbu Asimtot
C = Sisi Miring
a = Panjang sumbu A
A = Titik Puncak
b = Β± 4 β†’ B (0,4) ^ B’ (0,-4)
c = Β±βˆšπ‘2 + π‘Ž2 Karena a < b maka sumbu panjang di sumbu y
= ±√16+ 9
= Β± 5 β†’ F1 (5,0) ^ F2 (-5,0)
e =
𝑐
π‘Ž
=
5
3
k =
π‘Ž
𝑒
=
3
5
3⁄
=
9
5
= 1,8
2. Gambrlah grafik
βˆ’ π‘₯2
4
+
𝑦2
9
= 1, dan tentukan fokus hiperbola!
Penyelsaian :
a = Β± 2 β†’ 𝐴 (2,0) ^ A’ (-2,0)
b = Β± 3 β†’ B (0,3) ^ B’ (0,-3)
c = ±√4 + 9
= ±√13
= Β±3,6 β†’ F1 (0,√13 ) ^ F2 (0,-√13 )
e =
𝑐
𝑏
=
√13
3
=
1
3
√13
k =
𝑏
𝑒
=
3
1
3
√13
=
9
13
√13 = 2,49 √13 = 3,6
√13 = 3,6
B (0, 4)
B’ (0, -4)
F2 (-5,0)
A’ (-3,0)
a
c
b
A (3,0)
F1 (5,0)
π‘₯ =
𝑦
5π‘₯ =
βˆ’π‘¦
5
x
𝑦 =
9
13
√13
𝑦 = βˆ’
9
13
√13
F2
B’
B
F1
A’ A
PERMUKAAN DALAM RUANG BERDIMENSI-TIGA
A. Koordinat Cartesius di R3
Contoh:
1. Gambarkanlah grafik dari 3π‘₯ + 4𝑦 + 2𝑧 = 12.
Penyelesaian:
Perpotongan sumbu π‘₯ β†’ 𝑦 = 0, 𝑧 = 0
3π‘₯ + 4.0 + 2.0 = 12
3π‘₯ = 12
π‘₯ = 4 sehingga didapat titik 𝐴(4,0,0)
Perpotongan sumbu 𝑦 β†’ π‘₯ = 0, 𝑧 = 0
3.0 + 4𝑦 + 2.0 = 12
4𝑦 = 12
π‘₯ = 3 didapat titik 𝐴(0,3,0)
Perpotongan sumbu π‘₯ β†’ 𝑦 = 0, 𝑧 = 0
3.0 + 4.0 + 2𝑧 = 12
2𝑧 = 12
π‘₯ = 6 didapat titik 𝐴(0,0,6)
B. Fungsi dua Peubah
Fungsi dua peubah dinotasikan dengan 𝑓(π‘₯, 𝑦) dengan himpunan daerah asal
(𝐷) adalah pasangan terurut bilangan real (π‘₯, 𝑦) atau { 𝑓(π‘₯, 𝑦)|(π‘₯, 𝑦) ∈ 𝐷}.
Contoh :
Dalam bidang x,y buatlah grafik daerah asal untuk
𝑓( π‘₯, 𝑦) =
βˆšπ‘¦ βˆ’ π‘₯2
π‘₯2 + ( 𝑦 βˆ’ 1)2
Penyelesaian :
Agar 𝑓( π‘₯, 𝑦) mempunyai nilai maka syarat untuk daerah asal yaitu:
1) 𝑦 βˆ’ π‘₯2
β‰₯ 0
2) π‘₯2
+ (𝑦 βˆ’ 1) β‰  0
(π‘₯, 𝑦) β‰  0(0,1) β‰  0
Gambar :
C. Turunan Fungsi dua Peubah
Untuk fungsi satu peubah yaitu:
𝑓′( π‘₯) = lim
βˆ†π‘₯β†’0
𝑓( π‘₯ + βˆ†π‘₯) βˆ’ 𝑓( π‘₯)
βˆ†π‘₯
𝑓′( π‘₯0, 𝑦0) = lim
βˆ†π‘₯β†’0
𝑓( π‘₯0 + βˆ†π‘₯) βˆ’ 𝑓(π‘₯0)
βˆ†π‘₯
Sedangkan untuk dua peubah f(x,y) :
Definisi:
𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦) = lim
βˆ†π‘₯β†’0
𝑓( π‘₯ + βˆ†π‘₯, 𝑦) βˆ’ 𝑓(π‘₯, 𝑦)
βˆ†π‘₯
𝑓π‘₯ ( π‘₯0, 𝑦0) = lim
βˆ†π‘₯β†’0
𝑓( π‘₯0 + βˆ†π‘₯ + 𝑦0) βˆ’ 𝑓(π‘₯0, 𝑦0)
βˆ†π‘₯
𝑓𝑦 ( π‘₯0, 𝑦0) = lim
βˆ†π‘¦β†’0
𝑓( π‘₯0, 𝑦0 + βˆ†π‘¦) βˆ’ 𝑓(π‘₯0, 𝑦0)
βˆ†π‘¦
Misalkan:
𝑓( π‘₯, 𝑦) = 𝑧, maka
𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦) =
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
=
πœ•π‘“(π‘₯,𝑦)
πœ•π‘₯
𝑓π‘₯0
( π‘₯0, 𝑦0) =
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
|(π‘₯0, 𝑦0)
𝑓𝑦 ( π‘₯0, 𝑦0) =
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
| (π‘₯0, 𝑦0)
Contoh:
Carilah 𝑓π‘₯ dan 𝑓𝑦 di (1,2) jika 𝑓( π‘₯, 𝑦) = π‘₯2
𝑦 + 3𝑦3
Penyelesaian:
ο‚· 𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦) = 2π‘₯𝑦 + 0
𝑓π‘₯(1,2) = 2 βˆ™ 1 βˆ™ 2 = 4
ο‚· 𝑓𝑦( π‘₯, 𝑦) = π‘₯2
+ 9𝑦2
𝑓𝑦(1,2) = 12
+ 9 βˆ™ 22
= 37
Contoh:
Jika 𝑧 = π‘₯2
sin(π‘₯𝑦2
) carilah
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
dan
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
!
Penyelesaian:
Misal: 𝑒 = π‘₯2
𝑣 = sin(π‘₯𝑦2
)
𝑒 π‘₯
β€²
= 2π‘₯ 𝑣 π‘₯
β€²
= 𝑦2
cos(π‘₯𝑦2
)
Sehingga:
𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦) = 𝑒′
𝑣 + 𝑒𝑣′
= 2π‘₯ sin( π‘₯𝑦2) + π‘₯2
𝑦2
cos(π‘₯𝑦2
)
𝑓𝑦( π‘₯, 𝑦) =
πœ•(π‘₯2
sin(π‘₯𝑦2
))
πœ•π‘¦
= π‘₯2
βˆ™ 2π‘₯𝑦cos(π‘₯𝑦2
)
= 2π‘₯3
𝑦 cos(π‘₯𝑦2
)
TURUNAN BERARAH
Perhatikan lagi fungsi dua peubah 𝑓(π‘₯, 𝑦). Turunan parsial 𝑓π‘₯(π‘₯, 𝑦) dan 𝑓𝑦(π‘₯, 𝑦)
mengukur laju perubahan (dan tanjakan (kemiringan) garis singgung) pada arah
sejajar sumbu π‘₯ dan 𝑦. Sasaran kita sekarang adalah mempelajari laju perubahan
𝑓 pada sembarang arah. Ini menuju konsep turunan berarah, yang kemudian
dihubungkan dengan gradien.
Akan sangat menguntungkan untuk menggunakan cara penulisan vektor.
Andaikan 𝑝 = (π‘₯, 𝑦) dan π’Š dan 𝒋 adalah vektor-vektor satuan pada arah π‘₯ dan 𝑦
positif. maka dua turunan berarah di p dapat ditulis sebagai berikut
𝑓π‘₯( 𝑝) = lim
β„Žβ†’0
𝑓( 𝑝 + β„Žπ’Š) βˆ’ 𝑓(𝑝)
β„Ž
𝑓𝑦( 𝑝) = lim
β„Žβ†’0
𝑓( 𝑝 + β„Žπ’‹) βˆ’ 𝑓(𝑝)
β„Ž
Untuk memperoleh konsep yang kita tuju, yang kita kerjakan hanyalah
menggantikan π’Š dan 𝒋 dengan suatu vektor satuan sebarang u.
Definisi :
Untuk setiap vektor satuan u, andaikan
𝐷 𝑒 𝑓( 𝑝)βˆ’ lim
β„Žβ†’0
𝑓( 𝑝 + β„Žπ’–) βˆ’ 𝑓(𝑝)
β„Ž
Limit ini, jika ia ada, disebut turunan berarah f di p pada arah u.
Jadi, 𝐷𝑖 𝑓( 𝑝) = 𝑓π‘₯(𝑝) dan 𝐷𝑗 𝑓( 𝑝) = 𝑓𝑦(𝑝). Karena 𝑝 = (π‘₯, 𝑦), kita gunakan juga
cara penulisan 𝐷 𝑒 𝑓(π‘₯, 𝑦).
Teorema A
Andaikan 𝑓 mempunyai turunan parsial kontinu di sekitar p. Maka 𝑓 mempunyai
turunan berarah di p pada arah vektor satuan 𝑒 = 𝑒1 𝑖 + 𝑒2 𝑗 dan
𝐷 𝑒 𝑓( 𝑝) = 𝑒 βˆ™ βˆ‡π‘“(𝑝)
yakni,
𝐷 𝑒 𝑓( π‘₯, 𝑦) = 𝑒1 𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦) + 𝑒2 𝑓𝑦(π‘₯, 𝑦)
Bukti :
Akan dibuktikan bahwa f terdeferensialkan dan karena itu
𝑓( 𝒑 + β„Žπ’–) βˆ’ 𝑓( 𝒑) = β„Žπ’– βˆ™ βˆ‡π‘“( 𝒑)+ |β„Žπ’–| πœ€(β„Žπ’–)
dengan πœ€(β„Žπ’–) β†’ 0 pada β„Ž β†’ 0. Jadi,
𝑓( 𝒑 + β„Žπ’–) βˆ’ 𝑓(𝒑)
β„Ž
= 𝒖. βˆ‡π‘“(𝒑)Β± πœ€(β„Žπ’–)
Kesimpulan itu diperoleh dengan mengambil limit pada β„Ž β†’ 0.
Contoh :
1. Jika 𝑓( π‘₯, 𝑦) = 4π‘₯2
βˆ’ π‘₯𝑦 + 3𝑦2
, tentukan turunan berarah f di (2, -1) pada
arah vektor 𝒂 = 4π’Š + 3𝒋.
Penyelesaian:
Vektor satuan u pada arah a adalah (
4
5
) π’Š + (
3
5
) 𝒋. Juga, 𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦) = 8π‘₯ βˆ’ 𝑦
dan 𝑓𝑦( π‘₯, 𝑦) = βˆ’π‘₯ + 6𝑦; jadi, 𝑓π‘₯(2,βˆ’1) = 17 dan 𝑓𝑦(2,βˆ’1) = βˆ’8.
Akibatnya, menurut Teorema A
𝐷 𝑒 𝑓 (1,2,
πœ‹
2
) =
1
3
(2) +
2
3
(1) +
2
3
(0) =
4
3
Walaupun kita tidak akan meneruskan dengan terperinci,kita nyatakan bahwa
apa yang telah kita kerjakan adalah benar untuk fungsi tiga peubah atau lebih,
dengan peubah-han tertentu.
2. Cari turunan berarah dari fungsi 𝑓( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = π‘₯𝑦 sin 𝑧 di titik (1,2,
πœ‹
2
) pada
arah vektor 𝒂 = π’Š + 2𝒋 + 2π’Œ.
Penyelesaian:
Vektor satuan u pada arah a adalah
1
3
π’Š +
2
3
𝒋 +
2
3
π’Œ. Juga 𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = 𝑦 sin 𝑧,
𝑓𝑦( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = π‘₯ sin 𝑧 dan 𝑓𝑧( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = π‘₯𝑦cos 𝑧, sehingga 𝑓π‘₯ (1,2,
πœ‹
2
) = 2,
𝑓𝑦 (1,2,
πœ‹
2
) = 1 dan 𝑓𝑧 (1,2,
πœ‹
2
) = 0. Kita simpulkan bahwa
𝐷 𝑒 𝑓 (1,2,
πœ‹
2
) =
1
3
(2) +
2
3
(1) +
2
3
(0) =
4
3
ATURAN RANTAI
𝑓( π‘₯) = (π‘₯2
+ 1)3
𝑓`( π‘₯) = 3(π‘₯2
+ 1)2
.2π‘₯
= 6π‘₯(π‘₯ 2
+ 1)2
Jika 𝑦 = 𝑓(π‘₯(𝑑)) dengan 𝑓 dan π‘₯ merupakan fungsi yang dapat di diferensialkan
maka:
𝑑𝑦
𝑑𝑑
=
𝑑𝑦
𝑑π‘₯
Γ—
𝑑π‘₯
𝑑𝑑
Contoh:
jika 𝑦 = 2π‘₯ + 1 dengan π‘₯ = 𝑑2
carilah
𝑑𝑦
𝑑𝑑
?
Penyelesaian:
𝑑𝑦
𝑑π‘₯
= 2
𝑑𝑦
𝑑𝑑
= 2.2𝑑 = 4𝑑
𝑑π‘₯
𝑑𝑑
= 2𝑑
A. Fungsi dua Peubah
𝑧 = 𝑓( π‘₯, 𝑦) dimana π‘₯ dan 𝑦 adalah fungsi dalam 𝑑
Teorema 1
andaikan π‘₯ = π‘₯( 𝑑) π‘‘π‘Žπ‘› 𝑦 = 𝑦( 𝑑) dapat di diferensialkan di t dan andaikan
𝑧 = 𝑓( π‘₯, 𝑦) dapat didiferensialkan di (π‘₯( 𝑑), 𝑦( 𝑑) maka:
𝑧 = 𝑓(π‘₯( 𝑑)) dapat didiferensialkan di t dan
𝑑𝑧
𝑑𝑑
=
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
Γ—
𝑑π‘₯
𝑑𝑑
+
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
Γ—
𝑑𝑦
𝑑𝑑
Contoh:
1. Misal 𝑧 = π‘₯3
𝑦 dengan π‘₯ = 2𝑑 dan 𝑦 = 𝑑2
tentukan
𝑑𝑧
𝑑𝑑
dalam 𝑑?
Penyelesaian:
Adt
𝑑𝑧
𝑑𝑑
= β‹―?
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
= 3π‘₯2
𝑦
𝑑π‘₯
𝑑𝑑
= 2
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
= π‘₯2
𝑑𝑦
𝑑𝑑
= 2𝑑
𝑑𝑧
𝑑𝑑
= 3π‘₯2
𝑦 Γ— 2 + π‘₯3
Γ— 2𝑑
= 6π‘₯2
𝑦 + 2π‘₯3
𝑑
= 6(2𝑑)2
𝑑2
+ (2𝑑)3
𝑑
= 6 Γ— 4𝑑2
𝑑2
+ 2 Γ— 8𝑑3
𝑑
= 24𝑑4
+ 16𝑑4
= 40𝑑4
2. Jika 𝑧 = π‘₯2
𝑦 βˆ’ 𝑦2
π‘₯ dengan π‘₯ = π‘π‘œπ‘ π‘‘ dan 𝑦 = sin 𝑑 tentukan
𝑑𝑧
𝑑𝑑
dalam 𝑑?
Penyelesaian:
Adt
𝑑𝑧
𝑑𝑑
= β‹―?
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
= 2π‘₯𝑦 βˆ’ 𝑦2
𝑑π‘₯
𝑑𝑑
= βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘‘
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
= π‘₯2
βˆ’ 2𝑦π‘₯
𝑑𝑦
𝑑𝑑
= π‘π‘œπ‘ π‘‘
𝑑𝑧
𝑑𝑑
= (2π‘₯𝑦 βˆ’ 𝑦2)(βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘‘) + ( π‘₯2
βˆ’ 2𝑦π‘₯) π‘π‘œπ‘ π‘‘
= (2π‘π‘œπ‘ π‘‘ 𝑠𝑖𝑛𝑑 βˆ’ ( 𝑠𝑖𝑛𝑑)2)(βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘‘) + (π‘π‘œπ‘ π‘‘)2
βˆ’ 2𝑠𝑖𝑛𝑑 π‘π‘œπ‘ π‘‘π‘π‘œπ‘ 
= (2π‘π‘œπ‘ π‘‘π‘ π‘–π‘›π‘‘ βˆ’ 𝑠𝑖𝑛2
𝑑)(βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘‘) + ( π‘π‘œπ‘ 2
𝑑 βˆ’ 2𝑠𝑖𝑛𝑑 π‘π‘œπ‘ π‘‘) π‘π‘œπ‘ 
= βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘‘( 𝑠𝑖𝑛2𝑑 βˆ’ 𝑠𝑖𝑛2
𝑑) + π‘π‘œπ‘ π‘‘(π‘π‘œπ‘ 2
𝑑 βˆ’ 𝑠𝑖𝑛2𝑑)
Teorema 2
Andaikan π‘₯ = π‘₯( 𝑑), 𝑦 = 𝑦( 𝑑) π‘‘π‘Žπ‘› 𝑧 = 𝑧( 𝑑) dapat didiferensialkan di 𝑑 dan
andaikan 𝑀 = 𝑓( π‘₯, 𝑦, 𝑧) dapat didiferensialkan (π‘₯( 𝑑), 𝑦( 𝑑), 𝑧( 𝑑)) maka 𝑀 =
𝑓(π‘₯( 𝑑)) dapat didiferensialkan di 𝑑 dan
𝑑𝑀
𝑑𝑑
=
πœ•π‘€
πœ•π‘₯
Γ—
𝑑π‘₯
𝑑𝑑
+
πœ•π‘€
πœ•π‘¦
Γ—
𝑑𝑦
𝑑𝑑
+
πœ•π‘€
πœ•π‘§
Γ—
𝑑𝑧
𝑑𝑑
Contoh:
𝑀 = π‘₯2
𝑦 + 𝑦 + π‘₯𝑧 dan π‘₯ = cos 𝑑 ; 𝑦 = sin 𝑑 ; 𝑧 = 𝑑2
tentukan
𝑑𝑀
𝑑𝑑
𝑑𝑖 𝑑 =
πœ‹
3
.
Penyelesaian:
πœ•π‘€
πœ•π‘₯
= 2π‘₯𝑦 + 𝑧
𝑑π‘₯
𝑑𝑑
= βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘‘
𝑑𝑀
𝑑𝑦
= π‘₯2
+ 1
𝑑𝑦
𝑑𝑑
= π‘π‘œπ‘ π‘‘
πœ•π‘€
πœ•π‘§
= π‘₯
𝑑𝑧
𝑑𝑑
= 2𝑑
𝑑𝑀
𝑑𝑑
= 2π‘₯𝑦 + 𝑧(βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘‘) + ( π‘₯2
+ 1) π‘π‘œπ‘ π‘‘ + π‘₯ Γ— 2𝑑
= 2π‘π‘œπ‘ π‘‘π‘ π‘–π‘›π‘‘ + 𝑑2
βˆ’ 𝑠𝑖𝑛𝑑 + π‘π‘œπ‘ 2
𝑑 + 1π‘π‘œπ‘ π‘‘ + π‘π‘œπ‘ π‘‘ Γ— 2𝑑
= (2π‘π‘œπ‘ 
πœ‹
3
𝑠𝑖𝑛
πœ‹
3
+
πœ‹2
9
) (βˆ’π‘ π‘–π‘›
πœ‹
3
) + (π‘π‘œπ‘ 2
πœ‹
3
+ 1) π‘π‘œπ‘ 
πœ‹
3
+ π‘π‘œπ‘ 
πœ‹
3
Γ—
2πœ‹
3
= (2 Γ—
1
2
Γ—
1
2
√3 +
πœ‹2
9
)(βˆ’
1
2
√3) +
1
4
+ 1) Γ—
1
2
+
1
2
Γ—
2πœ‹
3
= βˆ’
1
2
√3(
1
2
√3+
πœ‹2
9
)+
5
8
+
πœ‹
3
B. Fungsi tiga Peubah
Terdiri dari 𝑍 = 𝑓( π‘₯, 𝑦); π‘₯ = ( 𝑠, 𝑑); 𝑦 = 𝑦(𝑠, 𝑑)
Teorema 1
Andaikan π‘₯ = π‘₯( 𝑠, 𝑑) dan 𝑦 = ( 𝑠, 𝑑) yang dapat di diferensialkn di ( 𝑠, 𝑑) dan
andaikan 𝑧 = 𝑓( π‘₯, 𝑦) dapat mempunyai turunan parsial pertama yaitu:
1)
πœ•π‘§
πœ•π‘ 
=
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
Γ—
πœ•π‘₯
πœ•π‘ 
+
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
Γ—
πœ•π‘¦
πœ•π‘ 
2)
πœ•π‘§
πœ•π‘‘
=
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
Γ—
πœ•π‘₯
πœ•π‘‘
+
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
Γ—
πœ•π‘¦
πœ•π‘‘
Contoh:
1. Jika 𝑧 = 3π‘₯2
βˆ’ 𝑦2
dgn π‘₯ = 2𝑠 + 7𝑑, 𝑦 = 5𝑠𝑑 tentukan
πœ•π‘§
πœ•π‘‘
dalam 𝑑 dan 𝑠!
Penyelesaian:
πœ•π‘§
πœ•π‘‘
… ?
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
= 6π‘₯
πœ•π‘₯
πœ•π‘‘
= 7
πœ•π‘₯
πœ•π‘¦
= βˆ’2𝑦
πœ•π‘¦
πœ•π‘‘
= 5𝑠
πœ•π‘§
πœ•π‘‘
= 6π‘₯ Γ— 7 + (βˆ’2𝑦) Γ— 5𝑠
= 42π‘₯ βˆ’ 2𝑦𝑠
= 42(2𝑠 + 7𝑑) βˆ’ 10 Γ— 5𝑠𝑑 Γ— 𝑠
= 84𝑠 + 294𝑑 βˆ’ 50𝑠2
𝑑
πœ•π‘§
πœ•π‘ 
= β‹― ?
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
= 6π‘₯
πœ•π‘₯
πœ•π‘ 
= 2
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
= βˆ’2𝑦
πœ•π‘¦
πœ•π‘ 
= 5𝑑
πœ•π‘§
πœ•π‘ 
= 6π‘₯ Γ— 2 + (βˆ’2𝑦) Γ— 5𝑑
= 12π‘₯ βˆ’ 10𝑦𝑑
= 12(2𝑠 + 7𝑑) βˆ’ 10 Γ— 5𝑠𝑑 Γ— 𝑑
= 24𝑠 + 84𝑑 βˆ’ 50𝑠𝑑2
2. Jika 𝑧 = ln( π‘₯ + 𝑦) βˆ’ ln( π‘₯ βˆ’ 𝑦) dengan π‘₯ = 𝑑𝑒2
dan 𝑦 = 𝑒 𝑠𝑑
tentukan
πœ•π‘§
πœ•π‘‘
dan
πœ•π‘§
πœ•π‘ 
, dalam 𝑠 dan 𝑑?
Penyelesaian:
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
=
1
π‘₯ + 𝑦
βˆ’
1
π‘₯ βˆ’ 𝑦
πœ•π‘₯
πœ•π‘‘
= 𝑒 𝑠
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
=
1
π‘₯ + 𝑦
+
1
π‘₯ βˆ’ 𝑦
πœ•π‘¦
πœ•π‘‘
= 𝑠𝑒 𝑠𝑑
πœ•π‘§
πœ•π‘‘
=
1
π‘₯ + 𝑦
βˆ’
1
π‘₯ βˆ’ 𝑦
𝑒 𝑠
+
1
π‘₯ + 𝑦
+
1
π‘₯ βˆ’ 𝑦
𝑠𝑒 𝑠𝑑
=
βˆ’2𝑦
π‘₯2 βˆ’ 𝑦2
𝑒 𝑠
+
2π‘₯
π‘₯2 βˆ’ 𝑦2
𝑠𝑒 𝑠𝑑
=
βˆ’2( 𝑒 𝑠𝑑) 𝑒 𝑠
+ 2(𝑑𝑒 𝑠
)𝑠𝑒 𝑠𝑑
𝑑2 𝑒2𝑠 βˆ’ 𝑒2𝑠𝑑
=
(βˆ’2 + 2𝑠𝑑)𝑒 𝑠𝑑+𝑠
𝑑2 𝑒2𝑠 βˆ’ 𝑒2𝑠𝑑
C. Fungsi Implisit
Misalkan 𝑓( π‘₯, 𝑦) yang mendefinisikan fungsi y secara implisit dalam π‘₯ misal
𝑦 = 𝑔( π‘₯), akan tetapi 𝑔( π‘₯) sukar di tentukan atau tidak mungkin untuk di
tentukan.
Kita masih bisa menentukan
𝑑𝑦
𝑑π‘₯
salah satunya menggunakan aturan rantai
𝑓( π‘₯, 𝑦) = 0 di turunkan terhadap π‘₯
πœ•π‘“
πœ•π‘₯
Γ—
𝑑π‘₯
𝑑π‘₯
+
πœ•π‘“
πœ•π‘¦
Γ—
𝑑𝑦
𝑑π‘₯
= 0
𝑑𝑦
𝑑π‘₯
= βˆ’
πœ•π‘“
πœ•π‘₯⁄
πœ•π‘“
πœ•π‘¦β„
Penyelesaian:
𝑑𝑦
𝑑π‘₯
= β‹―?
πœ•π‘“
πœ•π‘₯
= 2π‘₯ + 𝑦
πœ•π‘“
πœ•π‘¦
= π‘₯ βˆ’ 40𝑦3
𝑑𝑦
𝑑π‘₯
=
βˆ’(2π‘₯ + 𝑦)
π‘₯ βˆ’ 40𝑦3
Contoh:
π‘₯ sin 𝑦 + 𝑦 cos π‘₯ = 0, tentukan
𝑑𝑦
𝑑π‘₯
= β‹― ?
Penyelesaian:
𝑑𝑦
𝑑π‘₯
= β‹― ?
πœ•π‘“
πœ•π‘₯
= 𝑠𝑖𝑛𝑦 + 𝑦(βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘₯)
πœ•π‘“
πœ•π‘¦
= π‘₯π‘π‘œπ‘ π‘¦ + π‘π‘œπ‘ π‘₯
𝑑𝑦
𝑑π‘₯
=
βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘¦ + 𝑦𝑠𝑖𝑛π‘₯
π‘₯π‘π‘œπ‘ π‘¦ + π‘π‘œπ‘ π‘₯
Jika z fungsi implisit dari π‘₯ π‘‘π‘Žπ‘› 𝑦 yang didefinisikan oleh 𝑓( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = 0.
Maka turunan 𝑓( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = 0 terhadap π‘₯ dengan menganggap 𝑦 konstan
diperoleh:
πœ•π‘“
πœ•π‘₯
Γ—
πœ•π‘₯
πœ•π‘₯
+
πœ•π‘“
πœ•π‘¦
Γ—
πœ•π‘¦
πœ•π‘₯
+
πœ•π‘“
πœ•π‘§
Γ—
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
= 0
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
= βˆ’
πœ•π‘“
πœ•π‘₯
⁄
πœ•π‘“
πœ•π‘§
⁄
Jika 𝑧 fungsi implisit dari π‘₯ dan 𝑦 yang didefinisikan oleh 𝑓( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = 0 .
Maka turunan 𝑓( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = 0 terhadap 𝑦 dengan menganggap π‘₯ konstan
diperoleh:
πœ•π‘“
πœ•π‘₯
Γ—
πœ•π‘₯
πœ•π‘¦
+
πœ•π‘“
πœ•π‘¦
Γ—
πœ•π‘¦
πœ•π‘¦
+
πœ•π‘“
πœ•π‘§
Γ—
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
= 0
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
= βˆ’
πœ•π‘“
πœ•π‘¦β„
πœ•π‘“
πœ•π‘§
⁄
Contoh:
1. Jika 𝑓( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = π‘₯3
𝑒 𝑦+𝑧
βˆ’ 𝑦𝑠𝑖𝑛 ( π‘₯ βˆ’ 𝑧) = 0 mendefinisikan 𝑧 secara
implisit sebagai fungsi π‘₯ dan 𝑦 carilah
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
dan
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
?
Penyelesaian:
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
= β‹― ?
πœ•π‘“
πœ•π‘₯
= 3π‘₯2
𝑒 𝑦+𝑧
βˆ’ π‘¦π‘π‘œπ‘ (π‘₯ βˆ’ 𝑧)
πœ•π‘“
πœ•π‘§
= π‘₯3
𝑒 𝑦+𝑧
βˆ’ π‘¦π‘π‘œπ‘ ( π‘₯ βˆ’ 𝑧)(βˆ’1)
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
=
βˆ’(3π‘₯2
𝑒 𝑦+𝑧
+ π‘¦π‘π‘œπ‘ ( π‘₯ βˆ’ 𝑧))
π‘₯3 𝑒 𝑦+𝑧 + π‘¦π‘π‘œπ‘ (π‘₯ βˆ’ 𝑧)
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
… ?
πœ•π‘“
πœ•π‘¦
= π‘₯3
𝑒 𝑦+𝑧
βˆ’ sin(π‘₯ βˆ’ 𝑧)
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
=
βˆ’(3π‘₯2
𝑒 𝑦+𝑧
+ 𝑠𝑖𝑛( π‘₯ βˆ’ 𝑧))
π‘₯3 𝑒 𝑦+𝑧 + π‘¦π‘π‘œπ‘ (π‘₯ βˆ’ 𝑧)
2. Jika 3π‘₯2
𝑧 + 𝑦3
βˆ’ π‘₯𝑦𝑧3
= 0 carilah
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
dan
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
?
Penyelesaian:
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
= βˆ’
πœ•π‘“
πœ•π‘₯⁄
πœ•π‘“
πœ•π‘§β„
πœ•π‘“
πœ•π‘₯
= 6π‘₯𝑧 βˆ’ 𝑦𝑧3
πœ•π‘“
πœ•π‘§
= 3π‘₯2
βˆ’ 3π‘₯𝑦𝑧3
πœ•π‘§
πœ•π‘₯
=
βˆ’(6π‘₯𝑧 βˆ’ 𝑦𝑧3
)
3π‘₯2 βˆ’ 3π‘₯𝑦𝑧3
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
=
βˆ’πœ•π‘“
πœ•π‘¦β„
πœ•π‘“
πœ•π‘§β„
πœ•π‘“
πœ•π‘¦
= 3𝑦2
βˆ’ π‘₯𝑧3
πœ•π‘§
πœ•π‘¦
=
βˆ’(3𝑦2
βˆ’ π‘₯𝑧3
)
3π‘₯2 βˆ’ 3π‘₯𝑦𝑧2
Nilai Maksimum dan Minimum 𝒇 𝟐 Peubah
Definisi :
Andaikan 𝑃0 = ( π‘₯0, 𝑦0) suatu titik di 𝑆 yaitu dari asal dari fungsi 𝑓.
1) 𝑓( 𝑃0) adalah nilai maksimum (global) dan 𝑓 pada 𝑆 jika 𝑓( 𝑃0) β‰₯
𝑓( 𝑃),βˆ€ 𝑃 ∈ 𝑆.
2) 𝑓( 𝑃0) adalah nilai minimum (global) dari 𝑓 pada 𝑆 jika 𝑓( 𝑃0) ≀
𝑓( 𝑃),βˆ€ 𝑃 ∈ 𝑆.
3) 𝑓( 𝑃0) disebut nilai ekstrem (global) jika 𝑓( 𝑃0) merupakan nilai
maksimum (global) atau nilai minimum (global).
Kata global dapat diganti dengan lokal jika pada i dan ii kita hanya memerlukan
bahwa pertidaksamaan tersebut berlaku pada 𝑁 ∩ 𝑆, dengan 𝑁 adalah lingkungan
dari 𝑃0.
Nilai Ekstrem
Titik-titik kritis dari 𝑓 pada 𝑆 ada tiga jenis, yaitu :
1) Titik-titik batas
a. Titik 𝑃 disebut titik dalam dari himpunan 𝑆 jika terdapat lingkungan
dari 𝑃 yang mengandung 𝑆.
b. Titik 𝑃 disebut titikbatas dari himpunan 𝑆 jika semua lingkungan 𝑃
mengandung titik-titik pada 𝑆 dan bukan 𝑆.
2) Titik-titik stasioner
𝑃0 merupakan titik stasioner jika 𝑃0 titik dalam dari 𝑆 dimana 𝑓 dapat
didiferensialkan dan βˆ‡ 𝑓( 𝑃0) = 0
(
𝑓π‘₯( 𝑃0) = 0
𝑓𝑦( 𝑃0) = 0
)
3) Titik-titik singular
𝑃0 disebut titik singular jika 𝑃0 titik dalam dari 𝑆 dimana 𝑆 tidak dapat
didiferensialkan.
Teorema titik kritis
Andaikan 𝑓 didiferensialkan pada suatu himpuna 𝑆 yang mengandung 𝑃. Jika
𝑓( 𝑃0) adalah suatu nilai ekstrem, maka 𝑃0 haruslah berupa suatu titik kritis, yaitu
𝑃0 berupa salah satu dari :
1) Titik batas dari 𝑆,
2) Titik stsioner dari 𝑓, atau
3) Titik singular dari 𝑓.
Teorema Uji Parsial kedua
Andaikan 𝑓( π‘₯, 𝑦) mempunyai turunan parsial kontinu disuatu lingkungan dari 𝑃0
dan bahwa βˆ‡π‘“( 𝑃0) = 0 ambil 𝐷 = 𝐷( 𝑃0) = 𝑓π‘₯π‘₯( 𝑃0)βˆ’ 𝑓𝑦𝑦( 𝑃0)βˆ’ 𝑓π‘₯𝑦
2 ( 𝑃0), maka :
1) Jika 𝐷 > 0 dan 𝑓π‘₯π‘₯( 𝑃0) < 0, maka 𝑓( 𝑃0) merupakan maksimum lokal.
2) Jika 𝐷 > 0 dan 𝑓π‘₯π‘₯( 𝑃0) > 0, maka 𝑓( 𝑃0) merupakan minimum lokal.
3) Jika 𝐷 < 0, maka 𝑓( 𝑃0) bukan merupakan nilai ekstrem dan 𝑃0 disebut
titik pelana.
Contoh :
Tentukan ekstrem, 𝑓( π‘₯, 𝑦) = 3π‘₯3
+ 𝑦2
βˆ’ 9π‘₯ + 4𝑦
Penyelesaian :
βˆ‡π‘“( 𝑃0) = 0
𝑓π‘₯ ( π‘₯, 𝑦) = 9π‘₯2
βˆ’ 9 = 0 β†’ π‘₯ = Β±1
𝑓𝑦 ( π‘₯, 𝑦) = 2𝑦 + 4 = 0 β†’ 𝑦 = βˆ’2
Diperoleh titik kritisnya (1,βˆ’2) dan (βˆ’1,βˆ’2)
a. Periksa 𝑃0 = (1,βˆ’2)
𝑓π‘₯π‘₯ ( π‘₯, 𝑦) = 18π‘₯ β†’ 𝑓π‘₯π‘₯ (1,βˆ’2) = 18
𝑓𝑦𝑦 ( π‘₯, 𝑦) = 2 β†’ 𝑓𝑦𝑦 (1,βˆ’2) = 2
𝑓π‘₯𝑦 ( π‘₯, 𝑦) = 0 β†’ 𝑓π‘₯𝑦 (1,βˆ’2) = 0
𝐷 = 𝐷( 𝑃0) = 𝑓π‘₯π‘₯( 𝑃0) βˆ’ 𝑓𝑦𝑦( 𝑃0) βˆ’ 𝑓π‘₯𝑦
2 ( 𝑃0)
𝐷(1,βˆ’2) = 18 .2 βˆ’ 02
= 36 > 0 dan 𝑓π‘₯π‘₯(1,βˆ’2) = 18 > 0
𝑓(1, βˆ’2) = 3 .13
+ (βˆ’2)2
βˆ’ 9 .1 βˆ’ 8
= 3 + 4 βˆ’ 9 βˆ’ 8
= βˆ’10
Berdasarkan teorema dapat disimpulkan bahwa 𝑓(1, βˆ’2) = βˆ’10
merupakan nilai minimum lokal dari 𝑓( π‘₯, 𝑦).
b. Periksa 𝑃0 = (βˆ’1, βˆ’2)
𝑓π‘₯π‘₯ ( π‘₯, 𝑦) = 18π‘₯ β†’ 𝑓π‘₯π‘₯ (βˆ’1,βˆ’2) = βˆ’18
𝑓𝑦𝑦 ( π‘₯, 𝑦) = 2 β†’ 𝑓𝑦𝑦 (βˆ’1,βˆ’2) = 2
𝑓π‘₯𝑦 ( π‘₯, 𝑦) = 0 β†’ 𝑓π‘₯𝑦 (βˆ’1,βˆ’2) = 0
𝐷 = 𝐷( 𝑃0) = 𝑓π‘₯π‘₯( 𝑃0) βˆ’ 𝑓𝑦𝑦( 𝑃0) βˆ’ 𝑓π‘₯𝑦
2 ( 𝑃0)
𝐷(βˆ’1,βˆ’2) = βˆ’18 .2 βˆ’ 02
= βˆ’36 < 0 dan 𝑓π‘₯π‘₯(βˆ’1,βˆ’2) = βˆ’18 < 0
𝑓(βˆ’1, βˆ’2) = 3 .(βˆ’1)3
+ (βˆ’2)2
βˆ’ 9(βˆ’1) βˆ’ 4(βˆ’2)
= βˆ’3 + 4 + 9 βˆ’ 8
= 2
Maka 𝐷 < 0 berdasarkan teorema dapat disimpulkan bahwa 𝑓(βˆ’1, βˆ’2)
merupakan nilai ekstrem 𝑃0(βˆ’1,βˆ’2) disebut titik pelana.
Metode Lagrange
Metode lagrange digunakan untuk memaksimumkan atau meminimumkan 𝑓( π‘₯, 𝑦)
terhadap kendala 𝑔( π‘₯, 𝑦)
Teorema 1
Untuk memaksimumkan atau meminimumkan 𝑓(𝑃) terhadap kendala 𝑔( 𝑃) = 0
dengan cara menyelesaikan sistem dimana βˆ‡π‘“( 𝑃) = πœ† βˆ‡π‘”( 𝑃) dan 𝑔( 𝑃) = 0
ο‚· Tiap titik 𝑃 merupkan suatu titik kritis untuk masalah nilai ekstrem
terkendala
ο‚· πœ† Merupakan pengali lagrange
ο‚· βˆ‡π‘“( 𝑃) = 𝑓π‘₯ ( 𝑃) 𝑖 + 𝑓𝑦 ( 𝑃) 𝑗
βˆ‡π‘”( 𝑃) = 𝑔π‘₯ ( 𝑃) 𝑖 + 𝑔𝑦 ( 𝑃) 𝑗
Contoh :
Berapa luas daerah yang terbesar yang dimiliki oleh suatu persegi panjang jika
panjang panjang diagonalnya 2?
Penyelesaian :
Sehingga dari gambar diperoleh :
𝑓( π‘₯, 𝑦) = π‘₯𝑦
𝑔( π‘₯, 𝑦) = π‘₯2
+ 𝑦2
βˆ’ 4
βˆ‡π‘“( π‘₯, 𝑦) = 𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦) 𝑖 + 𝑓𝑦( π‘₯, 𝑦) 𝑗
ο‚· 𝑓π‘₯ ( π‘₯, 𝑦) = 𝑦 𝑓𝑦( π‘₯, 𝑦) = π‘₯
ο‚· 𝑔𝑦( π‘₯, 𝑦) = 2π‘₯ 𝑔𝑦( π‘₯, 𝑦) = 2𝑦
βˆ‡π‘“( π‘₯, 𝑦) = 𝑦𝑖 + π‘₯𝑗
βˆ‡π‘”( π‘₯, 𝑦) = 2π‘₯𝑖 + 2𝑦𝑖
𝑦 = πœ† .2x ………(i)
π‘₯ = πœ† .2𝑦 ………(ii)
π‘₯2
+ 𝑦2
βˆ’ 4 = 0 …….(iii)
Dari (i) dan (ii) :
𝑦 = πœ† .2x (dikali π‘₯𝑦) maka : 𝑦2
= πœ† 2π‘₯𝑦………(iv)
π‘₯ = πœ† .2𝑦 (dikali π‘₯𝑦) maka :π‘₯2
= πœ† 2π‘₯𝑦……….(v)
Dari (iv) dan (v) diketahui bahwa 𝑦2
= π‘₯2
……….(vi)
Dari (vi) dan (iii) diperoleh :
π‘₯2
+ π‘₯2
βˆ’ 4 = 0
2π‘₯2
= 4
π‘₯2
= 2
π‘₯ = ±√2
Selanjutnya
π‘₯2
+ π‘₯2
βˆ’ 4 = 0
2𝑦2
= 4
𝑦2
= 2
𝑦 = ±√2
Sehingga diperoleh 𝑃0 = (√2,√2) dan 𝑓(√2,√2) = √2 .√2 = 2
Jadi luas maksimumnya adalah 2, panjang √2 , dan lebar √2

More Related Content

What's hot

Matematika Diskrit Relasi Rekursif
Matematika Diskrit Relasi RekursifMatematika Diskrit Relasi Rekursif
Matematika Diskrit Relasi Rekursif
Ayuk Wulandari
Β 
teori graf (planar
teori graf (planarteori graf (planar
teori graf (planar
Citra Chairani Haerul
Β 
Teorema green dalam bidang
Teorema green dalam bidangTeorema green dalam bidang
Teorema green dalam bidang
okti agung
Β 
Modul 2 pd linier orde n
Modul 2 pd linier orde nModul 2 pd linier orde n
Modul 2 pd linier orde nAchmad Sukmawijaya
Β 
Pertemuan 3 relasi & fungsi
Pertemuan 3 relasi & fungsiPertemuan 3 relasi & fungsi
Pertemuan 3 relasi & fungsiaansyahrial
Β 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Arvina Frida Karela
Β 
Rangkuman materi Isometri
Rangkuman materi IsometriRangkuman materi Isometri
Rangkuman materi Isometri
Nia Matus
Β 
Contoh soal dan pembahasan subgrup
Contoh soal dan pembahasan subgrupContoh soal dan pembahasan subgrup
Contoh soal dan pembahasan subgrupKabhi Na Kehna
Β 
Turunan Fungsi Kompleks
Turunan Fungsi KompleksTurunan Fungsi Kompleks
Turunan Fungsi Kompleks
RochimatulLaili
Β 
Supremum dan infimum
Supremum dan infimum  Supremum dan infimum
Supremum dan infimum
Rossi Fauzi
Β 
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Kelinci Coklat
Β 
5 gradien
5 gradien5 gradien
5 gradien
Simon Patabang
Β 
Analisis Vektor ( Bidang )
Analisis Vektor ( Bidang )Analisis Vektor ( Bidang )
Analisis Vektor ( Bidang )
Phe Phe
Β 
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Onggo Wiryawan
Β 
Turuna parsial fungsi dua peubah atau lebih
Turuna parsial fungsi dua peubah atau lebihTuruna parsial fungsi dua peubah atau lebih
Turuna parsial fungsi dua peubah atau lebih
Mono Manullang
Β 
Fungsi pecah fungsi rasional
Fungsi pecah  fungsi rasional Fungsi pecah  fungsi rasional
Fungsi pecah fungsi rasional Ig Fandy Jayanto
Β 
Peubah acak diskrit dan kontinu
Peubah acak diskrit dan kontinuPeubah acak diskrit dan kontinu
Peubah acak diskrit dan kontinu
Anderzend Awuy
Β 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Arvina Frida Karela
Β 

What's hot (20)

Matematika Diskrit Relasi Rekursif
Matematika Diskrit Relasi RekursifMatematika Diskrit Relasi Rekursif
Matematika Diskrit Relasi Rekursif
Β 
teori graf (planar
teori graf (planarteori graf (planar
teori graf (planar
Β 
Teorema green dalam bidang
Teorema green dalam bidangTeorema green dalam bidang
Teorema green dalam bidang
Β 
Modul 2 pd linier orde n
Modul 2 pd linier orde nModul 2 pd linier orde n
Modul 2 pd linier orde n
Β 
Pertemuan 3 relasi & fungsi
Pertemuan 3 relasi & fungsiPertemuan 3 relasi & fungsi
Pertemuan 3 relasi & fungsi
Β 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.3
Β 
Grup permutasi
Grup permutasiGrup permutasi
Grup permutasi
Β 
Rangkuman materi Isometri
Rangkuman materi IsometriRangkuman materi Isometri
Rangkuman materi Isometri
Β 
Contoh soal dan pembahasan subgrup
Contoh soal dan pembahasan subgrupContoh soal dan pembahasan subgrup
Contoh soal dan pembahasan subgrup
Β 
Turunan Fungsi Kompleks
Turunan Fungsi KompleksTurunan Fungsi Kompleks
Turunan Fungsi Kompleks
Β 
Supremum dan infimum
Supremum dan infimum  Supremum dan infimum
Supremum dan infimum
Β 
Analisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1cAnalisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1c
Β 
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Β 
5 gradien
5 gradien5 gradien
5 gradien
Β 
Analisis Vektor ( Bidang )
Analisis Vektor ( Bidang )Analisis Vektor ( Bidang )
Analisis Vektor ( Bidang )
Β 
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Relasi rekursi (2) : Menentukan solusi relasi Rekursi Linier Homogen Berkoefi...
Β 
Turuna parsial fungsi dua peubah atau lebih
Turuna parsial fungsi dua peubah atau lebihTuruna parsial fungsi dua peubah atau lebih
Turuna parsial fungsi dua peubah atau lebih
Β 
Fungsi pecah fungsi rasional
Fungsi pecah  fungsi rasional Fungsi pecah  fungsi rasional
Fungsi pecah fungsi rasional
Β 
Peubah acak diskrit dan kontinu
Peubah acak diskrit dan kontinuPeubah acak diskrit dan kontinu
Peubah acak diskrit dan kontinu
Β 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.1
Β 

Viewers also liked

Makalah kalkulus lanjut
Makalah kalkulus lanjutMakalah kalkulus lanjut
Makalah kalkulus lanjutEnggar Dewa
Β 
Deret fourier
Deret fourierDeret fourier
Deret fourier
irvan pranata
Β 
Fungsi beberapa varibel peubah banyak
Fungsi beberapa varibel peubah banyakFungsi beberapa varibel peubah banyak
Fungsi beberapa varibel peubah banyak
Mono Manullang
Β 
3209210
32092103209210
3209210
Akbar Rikudo
Β 
Diferensial Parsial
Diferensial ParsialDiferensial Parsial
Diferensial Parsial
Rose Nehe
Β 
Makalah teigonometri
Makalah   teigonometriMakalah   teigonometri
Makalah teigonometri
rikoa agustiawan
Β 
Turunan fungsi n_variabel_ppt_
Turunan fungsi n_variabel_ppt_Turunan fungsi n_variabel_ppt_
Turunan fungsi n_variabel_ppt_irildian
Β 
Barisan dan deret kompleks
Barisan dan deret kompleksBarisan dan deret kompleks
Barisan dan deret komplekspramithasari27
Β 
Vektor2[1]
Vektor2[1]Vektor2[1]
Vektor2[1]
Ajir Aja
Β 
Uji kekonvergenan deret dengan suku suku positif
Uji kekonvergenan deret dengan suku suku positifUji kekonvergenan deret dengan suku suku positif
Uji kekonvergenan deret dengan suku suku positif
tria rahayu
Β 
Sejarah Taylor dan Maclaurin
Sejarah Taylor dan MaclaurinSejarah Taylor dan Maclaurin
Sejarah Taylor dan Maclaurin
ISNA FAUZIYAH
Β 
Operasi aljabar
Operasi aljabarOperasi aljabar
Operasi aljabardintadanti
Β 
06 vektor-di-r2-dan-r3
06 vektor-di-r2-dan-r306 vektor-di-r2-dan-r3
06 vektor-di-r2-dan-r3
Citra Adelina
Β 
Bilangan kompleks
Bilangan kompleksBilangan kompleks
Bilangan kompleks
novitia
Β 
kalkulus dasar
kalkulus dasarkalkulus dasar
kalkulus dasar
angga maulana
Β 
Fisika matematika bab4 differensial danintegral
Fisika matematika bab4 differensial danintegralFisika matematika bab4 differensial danintegral
Fisika matematika bab4 differensial danintegralRozaq Fadlli
Β 
Persamaan differensial parsial
Persamaan differensial parsialPersamaan differensial parsial
Persamaan differensial parsialMoch Harahap
Β 
2 deret fourier
2 deret fourier2 deret fourier
2 deret fourier
Simon Patabang
Β 
01 intro taylor_series
01 intro taylor_series01 intro taylor_series
01 intro taylor_series
Fathan Hakim
Β 
Matematika dasar
Matematika dasarMatematika dasar
Matematika dasarFaisal Amir
Β 

Viewers also liked (20)

Makalah kalkulus lanjut
Makalah kalkulus lanjutMakalah kalkulus lanjut
Makalah kalkulus lanjut
Β 
Deret fourier
Deret fourierDeret fourier
Deret fourier
Β 
Fungsi beberapa varibel peubah banyak
Fungsi beberapa varibel peubah banyakFungsi beberapa varibel peubah banyak
Fungsi beberapa varibel peubah banyak
Β 
3209210
32092103209210
3209210
Β 
Diferensial Parsial
Diferensial ParsialDiferensial Parsial
Diferensial Parsial
Β 
Makalah teigonometri
Makalah   teigonometriMakalah   teigonometri
Makalah teigonometri
Β 
Turunan fungsi n_variabel_ppt_
Turunan fungsi n_variabel_ppt_Turunan fungsi n_variabel_ppt_
Turunan fungsi n_variabel_ppt_
Β 
Barisan dan deret kompleks
Barisan dan deret kompleksBarisan dan deret kompleks
Barisan dan deret kompleks
Β 
Vektor2[1]
Vektor2[1]Vektor2[1]
Vektor2[1]
Β 
Uji kekonvergenan deret dengan suku suku positif
Uji kekonvergenan deret dengan suku suku positifUji kekonvergenan deret dengan suku suku positif
Uji kekonvergenan deret dengan suku suku positif
Β 
Sejarah Taylor dan Maclaurin
Sejarah Taylor dan MaclaurinSejarah Taylor dan Maclaurin
Sejarah Taylor dan Maclaurin
Β 
Operasi aljabar
Operasi aljabarOperasi aljabar
Operasi aljabar
Β 
06 vektor-di-r2-dan-r3
06 vektor-di-r2-dan-r306 vektor-di-r2-dan-r3
06 vektor-di-r2-dan-r3
Β 
Bilangan kompleks
Bilangan kompleksBilangan kompleks
Bilangan kompleks
Β 
kalkulus dasar
kalkulus dasarkalkulus dasar
kalkulus dasar
Β 
Fisika matematika bab4 differensial danintegral
Fisika matematika bab4 differensial danintegralFisika matematika bab4 differensial danintegral
Fisika matematika bab4 differensial danintegral
Β 
Persamaan differensial parsial
Persamaan differensial parsialPersamaan differensial parsial
Persamaan differensial parsial
Β 
2 deret fourier
2 deret fourier2 deret fourier
2 deret fourier
Β 
01 intro taylor_series
01 intro taylor_series01 intro taylor_series
01 intro taylor_series
Β 
Matematika dasar
Matematika dasarMatematika dasar
Matematika dasar
Β 

Similar to Modul Kalkulus Lanjut

Barisan dan Deret ( Kalkulus 2 )
Barisan dan Deret ( Kalkulus 2 )Barisan dan Deret ( Kalkulus 2 )
Barisan dan Deret ( Kalkulus 2 )
Kelinci Coklat
Β 
Buku pelengkap fisika matematika
Buku pelengkap fisika matematikaBuku pelengkap fisika matematika
Buku pelengkap fisika matematikaRozaq Fadlli
Β 
Relasi rekursif
Relasi rekursifRelasi rekursif
Relasi rekursif
Essa Novalia
Β 
Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5
Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5
Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5
Arvina Frida Karela
Β 
Konvergen Seragam dan Kekontinuan, Konvergen Seragam dan Pengintegralan
Konvergen Seragam dan Kekontinuan, Konvergen Seragam dan PengintegralanKonvergen Seragam dan Kekontinuan, Konvergen Seragam dan Pengintegralan
Konvergen Seragam dan Kekontinuan, Konvergen Seragam dan Pengintegralan
Anzilina Nisa
Β 
limit fungsi.pdf
limit fungsi.pdflimit fungsi.pdf
limit fungsi.pdf
dsari081
Β 
Transformasi Laplace (bag.1)
Transformasi Laplace (bag.1)Transformasi Laplace (bag.1)
Transformasi Laplace (bag.1)
Heni Widayani
Β 
Deret pertemuan ii
Deret pertemuan iiDeret pertemuan ii
Deret pertemuan ii
Ifan Kristanto
Β 
Deret pertemuan i
Deret pertemuan iDeret pertemuan i
Deret pertemuan i
Ifan Kristanto
Β 
9b. Relasi Rekurrens_Compressed.pdf
9b. Relasi Rekurrens_Compressed.pdf9b. Relasi Rekurrens_Compressed.pdf
9b. Relasi Rekurrens_Compressed.pdf
Ramadhan798812
Β 
Tugas pertama persamaan linear satu variabel
Tugas pertama persamaan linear satu variabelTugas pertama persamaan linear satu variabel
Tugas pertama persamaan linear satu variabelPian Aifa
Β 
05.nunik indayani internet
05.nunik indayani internet05.nunik indayani internet
05.nunik indayani internet
NunikIndayani1
Β 
KELOMPOK 5_SIFAT ARCHIMEDES.pptx
KELOMPOK 5_SIFAT ARCHIMEDES.pptxKELOMPOK 5_SIFAT ARCHIMEDES.pptx
KELOMPOK 5_SIFAT ARCHIMEDES.pptx
ThomiAzZarowi
Β 
Limit dan turunan fungsi
Limit dan turunan fungsiLimit dan turunan fungsi
Limit dan turunan fungsi
Vanny Febian
Β 
Rekursi dan Induksi Matematika
Rekursi dan Induksi MatematikaRekursi dan Induksi Matematika
Rekursi dan Induksi Matematika
Heni Widayani
Β 
Kelompok 4 orde penghampiran
Kelompok 4 orde penghampiranKelompok 4 orde penghampiran
Kelompok 4 orde penghampiran
eka gustina
Β 
Modul bab 2 1.1
Modul bab 2 1.1Modul bab 2 1.1
Modul bab 2 1.1Ayi Adis
Β 
Persamaan linear
Persamaan linear Persamaan linear
Persamaan linear
Universitas sriwijaya
Β 
BAB 1.pptx
BAB 1.pptxBAB 1.pptx
BAB 1.pptx
nflhanan
Β 

Similar to Modul Kalkulus Lanjut (20)

Barisan dan Deret ( Kalkulus 2 )
Barisan dan Deret ( Kalkulus 2 )Barisan dan Deret ( Kalkulus 2 )
Barisan dan Deret ( Kalkulus 2 )
Β 
Buku pelengkap fisika matematika
Buku pelengkap fisika matematikaBuku pelengkap fisika matematika
Buku pelengkap fisika matematika
Β 
Relasi rekursif
Relasi rekursifRelasi rekursif
Relasi rekursif
Β 
Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5
Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5
Analisis Real (Barisan dan Bilangan Real) Latihan bagian 2.5
Β 
Konvergen Seragam dan Kekontinuan, Konvergen Seragam dan Pengintegralan
Konvergen Seragam dan Kekontinuan, Konvergen Seragam dan PengintegralanKonvergen Seragam dan Kekontinuan, Konvergen Seragam dan Pengintegralan
Konvergen Seragam dan Kekontinuan, Konvergen Seragam dan Pengintegralan
Β 
limit fungsi.pdf
limit fungsi.pdflimit fungsi.pdf
limit fungsi.pdf
Β 
Transformasi Laplace (bag.1)
Transformasi Laplace (bag.1)Transformasi Laplace (bag.1)
Transformasi Laplace (bag.1)
Β 
Deret pertemuan ii
Deret pertemuan iiDeret pertemuan ii
Deret pertemuan ii
Β 
Deret pertemuan i
Deret pertemuan iDeret pertemuan i
Deret pertemuan i
Β 
9b. Relasi Rekurrens_Compressed.pdf
9b. Relasi Rekurrens_Compressed.pdf9b. Relasi Rekurrens_Compressed.pdf
9b. Relasi Rekurrens_Compressed.pdf
Β 
Tugas pertama persamaan linear satu variabel
Tugas pertama persamaan linear satu variabelTugas pertama persamaan linear satu variabel
Tugas pertama persamaan linear satu variabel
Β 
05.nunik indayani internet
05.nunik indayani internet05.nunik indayani internet
05.nunik indayani internet
Β 
KELOMPOK 5_SIFAT ARCHIMEDES.pptx
KELOMPOK 5_SIFAT ARCHIMEDES.pptxKELOMPOK 5_SIFAT ARCHIMEDES.pptx
KELOMPOK 5_SIFAT ARCHIMEDES.pptx
Β 
Limit dan turunan fungsi
Limit dan turunan fungsiLimit dan turunan fungsi
Limit dan turunan fungsi
Β 
Rekursi dan Induksi Matematika
Rekursi dan Induksi MatematikaRekursi dan Induksi Matematika
Rekursi dan Induksi Matematika
Β 
Turunan
TurunanTurunan
Turunan
Β 
Kelompok 4 orde penghampiran
Kelompok 4 orde penghampiranKelompok 4 orde penghampiran
Kelompok 4 orde penghampiran
Β 
Modul bab 2 1.1
Modul bab 2 1.1Modul bab 2 1.1
Modul bab 2 1.1
Β 
Persamaan linear
Persamaan linear Persamaan linear
Persamaan linear
Β 
BAB 1.pptx
BAB 1.pptxBAB 1.pptx
BAB 1.pptx
Β 

More from Arvina Frida Karela

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA LAPANGAN- PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN ...
LAPORAN HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA LAPANGAN- PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN ...LAPORAN HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA LAPANGAN- PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN ...
LAPORAN HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA LAPANGAN- PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN ...
Arvina Frida Karela
Β 
Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...
Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...
Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...
Arvina Frida Karela
Β 
Makalah Mikro Teaching (Keterampilan Bertanya)
Makalah Mikro Teaching (Keterampilan Bertanya)Makalah Mikro Teaching (Keterampilan Bertanya)
Makalah Mikro Teaching (Keterampilan Bertanya)
Arvina Frida Karela
Β 
Keterampilan Bertanya
Keterampilan BertanyaKeterampilan Bertanya
Keterampilan Bertanya
Arvina Frida Karela
Β 
Makalah Aqidah Akhlak
Makalah Aqidah AkhlakMakalah Aqidah Akhlak
Makalah Aqidah Akhlak
Arvina Frida Karela
Β 
Presentasi Aqidah Akhlak
Presentasi Aqidah AkhlakPresentasi Aqidah Akhlak
Presentasi Aqidah Akhlak
Arvina Frida Karela
Β 
STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X ...
STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X ...STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X ...
STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X ...
Arvina Frida Karela
Β 
Karya tulis arvina
Karya tulis arvinaKarya tulis arvina
Karya tulis arvina
Arvina Frida Karela
Β 
Kliping seni budaya
Kliping seni budayaKliping seni budaya
Kliping seni budaya
Arvina Frida Karela
Β 
Kliping Kesenian
Kliping KesenianKliping Kesenian
Kliping Kesenian
Arvina Frida Karela
Β 
Modulus Elastisitas dan Regangan
Modulus Elastisitas dan Regangan Modulus Elastisitas dan Regangan
Modulus Elastisitas dan Regangan
Arvina Frida Karela
Β 
Sistem Respirasi Pada Manusia
Sistem Respirasi Pada Manusia Sistem Respirasi Pada Manusia
Sistem Respirasi Pada Manusia
Arvina Frida Karela
Β 
Tata Cara Perawatan Jenazah
Tata Cara Perawatan JenazahTata Cara Perawatan Jenazah
Tata Cara Perawatan Jenazah
Arvina Frida Karela
Β 
Ayah (Puisi)
Ayah (Puisi)Ayah (Puisi)
Ayah (Puisi)
Arvina Frida Karela
Β 
Presentasi Kewirausahaan
Presentasi KewirausahaanPresentasi Kewirausahaan
Presentasi Kewirausahaan
Arvina Frida Karela
Β 
Deret Matematika
Deret MatematikaDeret Matematika
Deret Matematika
Arvina Frida Karela
Β 
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAIMODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI
Arvina Frida Karela
Β 
Modul komputer (Pengenalan Dasar Miscrosoft Office Word 2007)
Modul komputer (Pengenalan Dasar Miscrosoft Office Word 2007)Modul komputer (Pengenalan Dasar Miscrosoft Office Word 2007)
Modul komputer (Pengenalan Dasar Miscrosoft Office Word 2007)
Arvina Frida Karela
Β 
Masalah Keterampilan Pembelajaran matematika
Masalah Keterampilan Pembelajaran matematikaMasalah Keterampilan Pembelajaran matematika
Masalah Keterampilan Pembelajaran matematikaArvina Frida Karela
Β 
Leteratul pembuatan bangun kerucut pada powerpoint
Leteratul pembuatan bangun kerucut pada powerpointLeteratul pembuatan bangun kerucut pada powerpoint
Leteratul pembuatan bangun kerucut pada powerpoint
Arvina Frida Karela
Β 

More from Arvina Frida Karela (20)

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA LAPANGAN- PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN ...
LAPORAN HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA LAPANGAN- PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN ...LAPORAN HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA LAPANGAN- PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN ...
LAPORAN HASIL PELAKSANAAN KULIAH KERJA LAPANGAN- PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN ...
Β 
Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...
Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...
Seminar proposal (Studi Perbandingan Rata-rata Hasil Belajar Matematika pada ...
Β 
Makalah Mikro Teaching (Keterampilan Bertanya)
Makalah Mikro Teaching (Keterampilan Bertanya)Makalah Mikro Teaching (Keterampilan Bertanya)
Makalah Mikro Teaching (Keterampilan Bertanya)
Β 
Keterampilan Bertanya
Keterampilan BertanyaKeterampilan Bertanya
Keterampilan Bertanya
Β 
Makalah Aqidah Akhlak
Makalah Aqidah AkhlakMakalah Aqidah Akhlak
Makalah Aqidah Akhlak
Β 
Presentasi Aqidah Akhlak
Presentasi Aqidah AkhlakPresentasi Aqidah Akhlak
Presentasi Aqidah Akhlak
Β 
STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X ...
STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X ...STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X ...
STUDI PERBANDINGAN RATA-RATA HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMA KELAS X ...
Β 
Karya tulis arvina
Karya tulis arvinaKarya tulis arvina
Karya tulis arvina
Β 
Kliping seni budaya
Kliping seni budayaKliping seni budaya
Kliping seni budaya
Β 
Kliping Kesenian
Kliping KesenianKliping Kesenian
Kliping Kesenian
Β 
Modulus Elastisitas dan Regangan
Modulus Elastisitas dan Regangan Modulus Elastisitas dan Regangan
Modulus Elastisitas dan Regangan
Β 
Sistem Respirasi Pada Manusia
Sistem Respirasi Pada Manusia Sistem Respirasi Pada Manusia
Sistem Respirasi Pada Manusia
Β 
Tata Cara Perawatan Jenazah
Tata Cara Perawatan JenazahTata Cara Perawatan Jenazah
Tata Cara Perawatan Jenazah
Β 
Ayah (Puisi)
Ayah (Puisi)Ayah (Puisi)
Ayah (Puisi)
Β 
Presentasi Kewirausahaan
Presentasi KewirausahaanPresentasi Kewirausahaan
Presentasi Kewirausahaan
Β 
Deret Matematika
Deret MatematikaDeret Matematika
Deret Matematika
Β 
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAIMODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI
Β 
Modul komputer (Pengenalan Dasar Miscrosoft Office Word 2007)
Modul komputer (Pengenalan Dasar Miscrosoft Office Word 2007)Modul komputer (Pengenalan Dasar Miscrosoft Office Word 2007)
Modul komputer (Pengenalan Dasar Miscrosoft Office Word 2007)
Β 
Masalah Keterampilan Pembelajaran matematika
Masalah Keterampilan Pembelajaran matematikaMasalah Keterampilan Pembelajaran matematika
Masalah Keterampilan Pembelajaran matematika
Β 
Leteratul pembuatan bangun kerucut pada powerpoint
Leteratul pembuatan bangun kerucut pada powerpointLeteratul pembuatan bangun kerucut pada powerpoint
Leteratul pembuatan bangun kerucut pada powerpoint
Β 

Recently uploaded

LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
widyakusuma99
Β 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
agusmulyadi08
Β 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
ssuser289c2f1
Β 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
UditGheozi2
Β 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
EkoPutuKromo
Β 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
EkoPutuKromo
Β 
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptxKarier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
adolfnuhujanan101
Β 
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
MuhammadBagusAprilia1
Β 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
NurSriWidyastuti1
Β 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
TEDYHARTO1
Β 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
MirnasariMutmainna1
Β 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
gloriosaesy
Β 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
DEVI390643
Β 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
smp4prg
Β 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
Β 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
muhammadRifai732845
Β 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
mattaja008
Β 
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
mohfedri24
Β 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
SEMUELSAMBOKARAENG
Β 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Galang Adi Kuncoro
Β 

Recently uploaded (20)

LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
Β 
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagjaPi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Β 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
Β 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak PERMATA BUNDA.pdf
Β 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Β 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Β 
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptxKarier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Karier-Dan-Studi-Lanjut-Di-Bidang-Informatika.pptx
Β 
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
Β 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
Β 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
Β 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Β 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Β 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Β 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
Β 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Β 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Β 
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptxJuknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Juknis Pengisian Blanko Ijazah 2024 29 04 2024 Top.pptx
Β 
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
ppt materi aliran aliran pendidikan pai 9
Β 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Β 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Β 

Modul Kalkulus Lanjut

  • 1.
  • 2. MODUL BELAJAR KALKULUS LANJUT Oleh ARVINA FRIDA KARELA (12030090) EKA DASA ENDANG A (12030091) MULYUANA (12030094) SINDI PADILAH (12030083) SISKA APRILIA (12030079) TIYA LIANA RIZKI (12030086) WINDY MEILANI PUTRI (12030087) SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
  • 3. MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG TAHUN 2015 BARISAN DAN DERET A. Barisan Tak Terhingga Barisan dalam bahasa sederhana suatu barisan π‘Ž1 , π‘Ž2 , π‘Ž3 , π‘Ž4 ,... adalah susunan bilangan yang terurut sesuai dengan urutan bilangan asli. Barisan Tak terhingga adalah sebuah fungsi yang daerah asalnya adalah himpunan bilangan asli. Suatu barisan π‘Ž1 , π‘Ž2 , π‘Ž3 , π‘Ž4 ,... dapat disajikan pula sebagai { π‘Ž 𝑛 } 𝑛=1 ∞ atau lebih singkat { π‘Ž 𝑛 }. Contoh: Barisan 1, 4, 7, 10, 13, ... Dengan rumus eksplisit untuk suku ke-n , seperti pada π‘Ž 𝑛 = 3𝑛 βˆ’ 2, 𝑛 β‰₯ 1 atau rumus rekursi π‘Ž 𝑛 = π‘Ž π‘›βˆ’1 + 3, 𝑛 β‰₯ 2, π‘Ž 𝑛 = 1 Jadi, ketiga rumusan diatas melukiskan barisan yang sama. Contoh: 1. π‘Ž 𝑛 = 1 βˆ’ 1 𝑛 , n β‰₯ 1 : 0, 1 2 , 2 3 , 3 4 , 4 5 , . . . 2. 𝑏 𝑛 = 1 + (βˆ’1) 𝑛 1 𝑛 , n β‰₯ 1 : 0, 3 2 , 2 3 , 5 4 , 4 5 , 7 6 , 6 7 , . . . 3. 𝑐 𝑛 = (βˆ’1) 𝑛 + 1 𝑛 , n β‰₯ 1 : 0, 3 2 , βˆ’2 3 , 5 4 , βˆ’4 5 , 7 6 , βˆ’6 7 , . . . 4. 𝑐 𝑛 = 0,999, n β‰₯ 1 : 0,999, 0,999, 0,999, 0,999, . . . Kekonvergenan Nilai suku-suku pada { π‘Ž 𝑛 } dan { 𝑏 𝑛 } semakin mendekati 1. Ini dapat dikatakan bahwa { π‘Ž 𝑛 } dan { 𝑏 𝑛 } konvergen menuju 1, sedangkan { 𝑐 𝑛 } dan { 𝑑 𝑛 } tidak demikian. Agar suatu barisan konvergen
  • 4. menuju 1, syaratnya yang pertama ialah bahwa nilai-nilai barisan itu harus mendekati 1. Tetapi tidak hanya harus mendekati satu ; nilai-nilai tersebut harus tetap berdekatan, yang tidak dipenuhi oleh { 𝑐 𝑛 }. Berdekatan artinya semakin lama semakin dekat, yakni, dalam sebarang tingkat ketelitian yang ditentukan, yang tidak dipenuhi oleh { 𝑑 𝑛 }. Walaupun { 𝑑 𝑛 } tidak konvergen menuju 1, yang betul dapat ddikatakan bahwa barisan { 𝑑 𝑛 } konvergen menuju 0,999. Sedangkan barisan { 𝑐 𝑛 } tidak konvergen sama sekali sehingga { 𝑐 𝑛 } dapat dikatakan divergen. Definisi : Barisan { π‘Ž 𝑛 } dinamakan konvergen menuju L atau berlimit L dapat di tulis sebagai berikut : lim π‘›β†’βˆž π‘Ž 𝑛 = 𝐿 Apa bila untuk tiap bilangan positif πœ€, ada bilangan positif N sehingga untuk n β‰₯ 𝑁 β†’ | π‘Ž 𝑛 βˆ’ 𝐿| < πœ€ suatu barisan yang tidak konvergen ke suatu bilangan L yang terhingga dinamakan divergen. Teorema Andaikan { π‘Ž 𝑛 } dan { 𝑏 𝑛 } barisan-barisan yang konvergen dan k sebuah konstanta. Maka : 1. lim π‘›β†’βˆž π‘˜ = π‘˜ ; 2. lim π‘›β†’βˆž π‘˜π‘Ž 𝑛 = π‘˜ lim π‘›β†’βˆž π‘Ž 𝑛 ; 3. lim π‘›β†’βˆž ( π‘Ž 𝑛 Β± 𝑏 𝑛 ) = lim π‘›β†’βˆž π‘Ž 𝑛 Β± lim π‘›β†’βˆž 𝑏 𝑛 ; 4. lim π‘›β†’βˆž ( π‘Ž 𝑛 βˆ™ 𝑏 𝑛 ) = lim π‘›β†’βˆž π‘Ž 𝑛 βˆ™ lim π‘›β†’βˆž 𝑏 𝑛 ; 5. lim π‘›β†’βˆž π‘Ž 𝑛 𝑏 𝑛 = lim π‘›β†’βˆž π‘Ž 𝑛 lim π‘›β†’βˆž 𝑏 𝑛 asalkan lim π‘›β†’βˆž 𝑏 𝑛 β‰  0. Contoh 1 :
  • 5. Buktikan bahwa untuk p positif bulat, maka lim π‘›β†’βˆž 1 𝑛 𝑝 = 0. Penyelesaian: Andaikan diketahui πœ€ > 0. pilihlah N > √1 πœ€β„π‘ƒ maka untuk n > 𝑁 berlakulah | π‘Ž 𝑛 βˆ’ 𝐿| = | 1 𝑛 𝑝 βˆ’ 0| = 1 𝑛 𝑝 ≀ 1 𝑁 𝑝 < 1 ( √1 πœ€β„π‘ƒ ) 𝑃 = πœ€ Contoh 2 : Tentukan lim π‘›β†’βˆž 3𝑛2 7𝑛2 + 1 Penyelesaian : lim π‘›β†’βˆž 3𝑛2 7𝑛2 + 1 = lim π‘›β†’βˆž 3 7+ (1 𝑛2⁄ ) = lim π‘›β†’βˆž 3 lim π‘›β†’βˆž (7+ (1 𝑛2⁄ )) = lim π‘›β†’βˆž 3 lim π‘›β†’βˆž 7+ lim π‘›β†’βˆž 1 𝑛2⁄ = 3 7+ lim π‘›β†’βˆž 1 𝑛2⁄ = 3 7+0 = 3 7 Contoh 3 : Apakah barisan ( ln 𝑛 𝑒 𝑛⁄ ) konvergen, jika demikian berapakah limitnya? Penyelesaian : Gunakan fakta bahwa jika lim π‘›β†’βˆž 𝑓 ( π‘₯) = 𝐿, maka lim π‘›β†’βˆž 𝑓 ( 𝑛) = 𝐿 Berdasarkan kaidah I’ Hopital, maka lim π‘›β†’βˆž ln π‘₯ 𝑒 π‘₯ = lim π‘›β†’βˆž 1 π‘₯⁄ 𝑒 π‘₯ = 0 Artinya, {(ln 𝑛) 𝑒 𝑛⁄ } konvergen menuju 0.
  • 6. Latihan : 1. Buktikan bahwa barisan { 𝑛 2𝑛+1 } mempunyai limit 1 𝑧 2. Perhatikan apakah barisan { 4𝑛2 2𝑛2 + 1 } konvergen atau divergen? B. Deret Tak Terhingga Definisi Paradoks Zeno : Zeno dari Elea mengatakan dalam suatu paradoks terkenal kira-kira 2400 th yang lalu bahwa seorang pelari tak mungkin dapat mengakhiri suatu pertandingan sebab ia harus berlari setengah jarak, kemudian stengah sisa jarak, kemudian stengah jarak yang masih tersisa dan sterusnya, untuk selamanya oleh karena waktu yang disediakan bagi pelari tersebut terhingga, maka ia tk mungkin mencakup ruas-ruas jarak yang banyaknya tak terhingga. Walaupun demikian kita meangetahui bahwa pelari dapat mengakhiri pertandingan. Perhatikan jarak pertandingan yang panjangnya 1 mil. Ruas jarak dalam pikiran Zeno dengan ini panjangnya 1 2 mil, 1 4 mil, 1 8 mil dan seterusnya. Dalam bahasa mtematika, mengakhiri pertandingan berarti kita harus menghitung jumlahnya yang tampaknya tak mungkin. 1 2 + 1 4 + 1 8 + 1 16 + 1 32 + β‹― Definisi : Perhatikan jumlah parsial sebagai berikut : 𝑠1 = 1 2 𝑠 𝑛 = 1 2 + 1 4 = 3 4 𝑠 𝑛 = 1 2 + 1 4 + 1 8 = 7 8
  • 7. 𝑠 𝑛 = 1 2 + 1 4 + 1 8 + …+ 1 2 𝑛 = 1 βˆ’ 1 2 𝑛 Jelas jumlah-jumlah parsial ini mendekati 1. Tepatnya lim π‘›β†’βˆž 𝑠1 = lim π‘›β†’βˆž (1 βˆ’ 1 2 𝑛 ) = 1 Ini kita definisikan sebagai nilai jumlah tak terhingga itu. Definisi : Perhatiakn hal yang lebih umum π‘Ž1 + π‘Ž2 + π‘Ž3 + π‘Ž4 + … Kita singkat sebagai βˆ‘ π‘Ž π‘˜ ∞ π‘˜=1 atau βˆ‘ π‘Ž π‘˜ dan bentuk tersebut dinamakan deret tak terhingga (atau deret saja ). maka 𝑠 𝑛, yaitu jumlah parsial ke-n , adalah 𝑠 𝑛 = π‘Ž1 + π‘Ž2 + π‘Ž3 + π‘Ž4 + … π‘Ž 𝑛 = βˆ‘ π‘Ž π‘˜ ∞ π‘˜=1 C. Kekonvergenan Deret Definisi : Deret βˆ‘ π‘Ž π‘˜ ∞ π‘˜=1 konvergen dan mempunyai jumlah S, apakah barisan jumla- jumlah parsial { 𝑆 𝑛} konvergen menuju S. Apakah { 𝑆 𝑛} divergen, maka deret divergen. Suatu deret yang divergen tidak memiliki jumlah. Deret Geometri adalah suatu deret yang berbentuk βˆ‘ π‘Žπ‘Ÿ π‘˜βˆ’1 ∞ π‘˜=1 = π‘Ž + π‘Žπ‘Ÿ + π‘Žπ‘Ÿ2 + … Dengan π‘Ž β‰  0 dinamakan deret geometri. Teorema Deret geometri konvergen dengan jumlah 𝑆 = π‘Ž (1 βˆ’ π‘Ÿ)⁄ apabila | π‘Ÿ| < 1. Deret itu divergen apabila | π‘Ÿ| β‰₯ 1.
  • 8. Teorema ( uji kedidivergenan dengan suku ke-n) Apabila βˆ‘ π‘Ž 𝑛 ∞ 𝑛=1 konvergen, maka lim π‘›β†’βˆž π‘Ž 𝑛 = 0. Setara dengan pernyataan ini ialah bahwa apabila lim π‘›β†’βˆž π‘Ž 𝑛 β‰  0 (atau apabila lim π‘›β†’βˆž π‘Ž 𝑛 tidak ada) maka derte divergen. Bukti : Andaikan 𝑆 𝑛 jumlah parsial ke-n dan 𝑆 = lim π‘›β†’βˆž 𝑆 𝑛 . oleh karena π‘Ž 𝑛 = 𝑆 𝑛 βˆ’ 𝑆 π‘›βˆ’1 𝑆 βˆ’ 𝑆 = 0 Contoh: Buktikan bahwa βˆ‘ 𝑛3 3𝑛3 + 2𝑛2 ∞ 𝑛=1 divergen Penyelesaian: lim π‘›β†’βˆž π‘Ž 𝑛 = lim π‘›β†’βˆž 𝑛3 3𝑛3 + 2𝑛2 = 1 3+ 2 𝑛⁄ = 1 3 Menurut teorema deret divergen Sifat-sifat deret konvergen Teorema (kelinearan) Jika βˆ‘ π‘Ž π‘˜ ∞ π‘˜=1 dan βˆ‘ 𝑏 π‘˜ ∞ π‘˜=1 keduanya konvergen dan c sebuah konstanta, maka βˆ‘ π‘π‘Ž π‘˜ ∞ π‘˜=1 dan βˆ‘ ( π‘Ž π‘˜ + 𝑏 π‘˜)∞ π‘˜=1 juga konvergen, selain itu. 1. βˆ‘ π‘π‘Ž π‘˜ ∞ π‘˜=1 = 𝑐 βˆ‘ π‘Ž π‘˜ ∞ π‘˜=1 2. βˆ‘ ( π‘Ž π‘˜ + 𝑏 π‘˜)∞ π‘˜=1 = βˆ‘ π‘Ž π‘˜ ∞ π‘˜=1 + βˆ‘ 𝑏 π‘˜ ∞ π‘˜=1 Contoh: Hitunglah βˆ‘ [3 ( 1 8 ) π‘˜ + 5 ( 1 3 ) π‘˜ ]∞ π‘˜=1
  • 9. Penyelesaian: Menurut teorema kita peroleh βˆ‘ [3 ( 1 8 ) π‘˜ + 5( 1 3 ) π‘˜ ]∞ π‘˜=1 = 3 βˆ‘ ( 1 8 ) π‘˜ ∞ π‘˜=1 +5βˆ‘ ( 1 3 ) π‘˜ ∞ π‘˜=1 = 3 1 8 1βˆ’ 1 8 βˆ’ 5 1 3 1βˆ’ 1 3 = 3 7 βˆ’ 5 2 = βˆ’ 29 14 Teorema : Jika βˆ‘ π‘Ž π‘˜ ∞ π‘˜=1 divergen dan 𝑐 β‰  0, maka βˆ‘ π‘π‘Ž π‘˜ ∞ π‘˜=1 divergen. Teorema (pengelompokan) Suku-suku sebuah deret yang konvergen dapat dikelompokan dengan cara sebarang (asalkan urutan suku-suku tidak diubah)dan deret yang baru setiap konvergen dan jumlahnya sama dengan jumlah deret semula. Uji kekonvergenan deret (deret positif) Teorema A (Uji Jumlah Terbatas) Suatu deret βˆ‘ π‘Ž π‘˜ yang sukunya tak negatif, adalah konvergen, jika dan hanya jika jumlah parsialnya terbatas diatas. Contoh : Buktikan bahwa deret 1 1! + 1 2! + 1 3! + β‹― konvergen! Penyelesaian : Kita akan membuktika bahwa jumla-jumlah parsial 𝑆 𝑛 terbatas diatas, perhatikan bahwa : 𝑛! = 1 βˆ™ 2 βˆ™ 3 βˆ™βˆ™βˆ™ 𝑛 β‰₯ 1 βˆ™ 2 βˆ™ 2 βˆ™βˆ™βˆ™ 2 = 2 π‘›βˆ’1 Dan sehingga 1 𝑛! ≀ 1 2 π‘›βˆ’1⁄⁄ jadi 𝑆 𝑛 = 1 1! + 1 2! + 1 3! + β‹― + 1 𝑛! ≀ 1 + 1 2 + 1 4 + β‹―+ 1 2 𝑛 βˆ’1
  • 10. Suku-suku yang terahir ini adalah deret geometri dengan π‘Ÿ = 1 2 . Oleh karena itu menurut teorema diperoleh : 𝑆 𝑛 ≀ 1βˆ’( 1 2 ) 𝑛 1βˆ’ 1 2 = 2 [1 βˆ’ ( 1 2 ) 𝑛 ] < 2 Jadi, menurut teorema Uji Jumlah Terbatas, deret ini konvergen. Teorema B (Uji Integral) Andaikan f suatu fungsi yang kontinyu, positif dan tidak naik pada selang [1,∞]. Andaikan π‘Ž π‘˜ = 𝑓( π‘˜)untuk semua k positif bulat. Maka deret tak terhingga βˆ‘ π‘Ž π‘˜ ∞ π‘˜=1 Konvergen, jika dan hanya jika integral tak wajar ∫ 𝑓( π‘₯) 𝑑π‘₯ ∞ 1 Konvergen. Catatan: bilangan bulat 1 dapat diganti oleh setiap bilangan bulat positif M yang lain menurut teorema tersebut. Contoh : Periksa apakah deret βˆ‘ 1 π‘˜ ln π‘˜ ∞ π‘˜=2 bkonvergen atau divergen. Penyelesaian: Hipotesis pada uji integral diperoleh untuk 𝑓( π‘₯) = 1 (π‘₯ ln π‘₯)⁄ pada selang [2, ∞] ∫ 1 π‘₯ ln π‘₯ ∞ 2 𝑑π‘₯ = lim π‘‘β†’βˆž ∫ 1 π‘₯ ln π‘₯ 𝑑 2 𝑑(ln π‘₯) = lim π‘‘β†’βˆž [ln ln π‘₯]2 𝑑 = ∞ Jadi, βˆ‘ 1 ( π‘˜ln π‘˜)⁄ divergen
  • 11. Teorema C (Uji Deret-p) Deret : βˆ‘ 1 π‘˜ 𝑝 ∞ π‘˜=1 = 1 + 1 2 𝑝 + 1 3 𝑝 + 1 4 𝑝 + β‹― Dengan p sebuah konstanta berlaku : 1) Deret-p konvergen untuk 𝑝 > 1 2) Deret-𝑝 divergen untuk 𝑝 ≀ 1 Teorema D (Uji Banding) Andaikan untuk 𝑛 β‰₯ 𝑁 berlaku 0 ≀ π‘Ž 𝑛 ≀ 𝑏 𝑛 1) Jika βˆ‘ 𝑏 𝑛 konvergen, maka βˆ‘ π‘Ž 𝑛 konvergen 2) Jika βˆ‘ π‘Ž 𝑛 divergen, maka βˆ‘ 𝑏 𝑛 divergen Contoh : Apakah βˆ‘ 𝑛 2 𝑛 (𝑛+1) konvergen atau divergen? Penyelesaian: Untuk n cukup besar suku ke-n mirip dengan (1 2⁄ ) 𝑛 𝑛 2 𝑛 ( 𝑛+1) = ( 1 2 ) 𝑛 𝑛 𝑛+1 < ( 1 2 ) 𝑛 Deret geometri βˆ‘ ( 1 2 ) 𝑛 konvergen sebab pembandingannya adalah 1 2 . Jadi deret yang diketahui juga konvergen. Teorema E (uji Banding limit) Andaikan π‘Ž 𝑛 β‰₯ 0, 𝑏 𝑛 > 0, dan Lim π‘›β†’βˆž π‘Ž 𝑛 𝑏 𝑛 = 𝐿 Apabila 0 < 𝐿 < ∞, maka βˆ‘ π‘Ž 𝑛 dan βˆ‘ 𝑏 𝑛 bersama-sama akan konvergen atau divergen. Apabila 𝐿 = 0 dan βˆ‘ 𝑏 𝑛 konvergen, maka βˆ‘ π‘Ž 𝑛 konvergen. Contoh : Tentukan apakah βˆ‘ 3𝑛 βˆ’1 𝑛3 βˆ’2𝑛2 +11 ∞ 𝑛=1 konvergen atau divergen?
  • 12. Penyelesaian : Terlebih dahulu harus menentukan pembanding suku ke-n deret ini dengan melihatnsuku-suku derajat tertinggi dalam pembilang dan penyebut suku umum. Suku deret tersebut mirip dengan 3 𝑛2⁄ sehingga Lim π‘›β†’βˆž π‘Ž 𝑛 𝑏 𝑛 = Lim π‘›β†’βˆž (3π‘›βˆ’2) ( 𝑛3 βˆ’2𝑛2 +11)⁄ 3 𝑛2⁄ = Lim π‘›β†’βˆž 3𝑛3 βˆ’2𝑛2 3𝑛3 +6𝑛2 +33 = 1 Jadi deret tersebut konvergen Teorema F (Uji Hasil Bagi) Andaikan βˆ‘ π‘Ž 𝑛 sebuah deret yang sukunya positifdan andaikan Lim π‘›β†’βˆž π‘Ž 𝑛+1 π‘Ž 𝑛 = 𝑝 1) Jika 𝑝 < 1 deret konvergen 2) Jika 𝑝 > 1 deret divergen 3) Jika 𝑝 = 1, pengujian ini tidak memberikan kepastian. Contoh: Apakah deret βˆ‘ 2 𝑛 𝑛! ∞ 𝑛=1 konvergen atau divergen? Penyelesaian : 𝑝 = Lim π‘›β†’βˆž π‘Ž 𝑛+1 π‘Ž 𝑛 = Lim π‘›β†’βˆž 2 𝑛+1 ( 𝑛 + 1)! 2 𝑛 2 𝑛 = Lim π‘›β†’βˆž 2 𝑛 + 1 = 0 Menurut teorema hasil bagi deret itu konvergen.
  • 13. GRAFIK PERMUKAAN DI R3 A. Parabola Suatu parabola adalah himpunan (tempat kedudukan) titik, yang titik-titiknya memenuhi syarat, bahwa jaraknya terhadap suatu titik tertentu sama dengan jaraknya terhadap suatu garis tertentu. Dengan kata lain parabola adalah tempat kedudukan titik-titik yang jaraknya sama terhadap suatu titik tertentu dan garis tertentu. Titik-titik tertentu itu disebut titik api (fokus) dan garis tertentu itu disebut direktriks. Perhatikan gambar berikut: Y A T1 L (Gambar 1.1) P Q F T2 L1 B Pada gambar 1.1 menunjukkan sebuah parabola yang memiliki titik puncak di sumbu X, yaitu titik P. Pada gambar tampak bahwa PQ = PF, F disebut titik fokus, LL1 disebut lactus rectum, T1T2 disebut tali busur fokal, FB disebut jari-jari fokal, dan I disebut direktriks (garis arah). Pada gambar tersebut tampak juga jarak titik T1 ke A sama dengan jarak titik T1 ke F.
  • 14. Persamaan Umum Parabola 1. Parabola yang terbuka ke kanan Y Q (-p,y) P (x,y) F (p,0) O x = -p Pada gambar di atas tampak sebuah parabola yang terbuka ke kanan. Perhatikan PF = PQ Maka : √( 𝑝 βˆ’ π‘₯)2 + (0 βˆ’ 𝑦)2 = √(βˆ’π‘ βˆ’ π‘₯)2 + ( 𝑦 βˆ’ 𝑦)2 √( 𝑝 βˆ’ π‘₯)2 + 𝑦2 = √(βˆ’π‘ βˆ’ π‘₯)2 + 0 ↔ √( 𝑝 βˆ’ π‘₯)2 + (0 βˆ’ 𝑦)2 = √(βˆ’π‘ βˆ’ π‘₯)2 + ( 𝑦 βˆ’ 𝑦)2 ↔ 𝑝2 βˆ’ 2𝑝π‘₯ + π‘₯2 + 𝑦2 = 𝑝2 + 2𝑝π‘₯ + π‘₯2 ↔ 𝑦2 = 4𝑝π‘₯ Pada persamaan yang didapat ini merupakan persamaan umum parabola yang terbuka ke kanan yang memiliki puncak di (0,0), titik fokus (p,0), dan sumbu direktriks : x = -p.
  • 15. Dengan menggunakan translasi susunan sumbu dapat kita jabarkan bahwa persamaan parabola yang berpuncak (𝛼, 𝛽) dan sumbu simetrinya sejajar sumbu X adalah: (𝑦 βˆ’ 𝛽)2 = 4𝑝( π‘₯ βˆ’ 𝛼) Sebuah parabola dengan puncaknya di ( 𝛼, 𝛽), fokus 𝐹( 𝛼 + 𝑝, 𝛽), direktriksnya garis π‘₯ = 𝛼 βˆ’ 𝑝 yang membuka ke kanan, bila persamaan parabolanya dalam system koordinat X’O’Y, maka persamaannya adalah: (𝑦′ )2 = 4𝑝π‘₯β€². Dengan mensubtitusikan persamaan π‘₯β€² = π‘₯ βˆ’ 𝛼 dan 𝑦′ = 𝑦 βˆ’ 𝛽 ke dalam persamaan (𝑦′)2 = 4𝑝π‘₯β€² , dapat dinyatakan persamaan parabola di dalam system koordinat XOY, yakni: (𝑦 βˆ’ 𝛽)2 = 4𝑝(π‘₯ βˆ’ 𝛼) Contoh : Tentukanlah persamaan parabola jika diketahui: a) Puncak parabola (2,0) dan sumbu direktrisnya x = 1. b) Puncak parabola (1,-2) dan latus rektumnya 4. c) Koordinat fokusnya (11,4) dan sumbu direktrisnya x = 5. Penyelesaian : a) Puncak parabola (2,0) maka a = 2 dan b = 0 Sumbu direktrisnya x = 1, maka a – p = 1 atau a + p = 1 Karena a = 2 maka p = 1 atau p = -1. Jadi persamaan parabolanya adalah: 𝑦2 = 4( π‘₯ βˆ’ 2) π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 𝑦2 = βˆ’4( π‘₯ βˆ’ 2) b) Puncak parabola (1,-2) maka a = 1 dan b = -2. latus rectum = 4 maka 4𝑝 = 4. Persamaan parabolanya adalah: ( π‘₯ βˆ’ 1)2 = 4( 𝑦 + 2) π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ ( 𝑦 + 2)2 = 4( π‘₯ βˆ’ 1) c) Koordinat fokusnya (11,4) dan sumbu direktrisnya x = 5 Maka a – p = 5 koordinat fokus (a + p,b)
  • 16. maka : b = 4 dan a + p = 11. Dengan mengeliminasi a – p = 5 dan a + p = 11 didapat a = 8 dan p = 3 Jadi, persamaan parabolanya adalah: (𝑦 βˆ’ 4)2 = 12( π‘₯ βˆ’ 8) Contoh-Contoh Soal : 1) Gambarlah grafik dari parabola 𝑦2 = 8π‘₯ ! Penyelesaian : Koordinat puncaknya O (0,0) 4p = 8 p = 2 Titik F(2,0) Persamaan direktriks g = x = -p = -2 Sumbu simetrinya y = 0 2) Gambarlah grafik dari parabola 𝑦2 βˆ’ 2𝑦 βˆ’ 4π‘₯ βˆ’ 9 = 0 ! Penyelesaian : 𝑦2 βˆ’ 2𝑦 βˆ’ 4π‘₯ βˆ’ 9 = 0 𝑦2 βˆ’ 2𝑦 + 1 βˆ’ 1 = 4π‘₯ + 9 ( 𝑦 βˆ’ 1)2 = 4π‘₯ + 9 + 1 ( 𝑦 βˆ’ 1)2 = 4 (π‘₯ + 5 2 ) Puncak parabola : (βˆ’ 5 2 ,1) Parameter : 4p = 4 ↔ p = 1 Titik fokus : F(1 + (βˆ’ 5 2 ), 1) ↔ 𝐹 = (βˆ’ 3 2 , 1) Persamaan direktriks g = x = a – p = βˆ’ 3 2 βˆ’ 1 = βˆ’ 5 2 Persamaan lotus rectumnya x = βˆ’ 3 2
  • 17. 3) Penampang dari reflektor lampu mobil tertentu dapat dimodelkan oleh suatu persamaan 25π‘₯ = 16𝑦2 , dengan x dan y dalam cm dan x bilangan real dari 0 sampai 4. Gunakan informasi yang diberikan untuk menggambarkan grafiknya dengan domain yang diberikan. Penyelesaian : Persamaan 25π‘₯ = 16𝑦2 merupakan persamaan dari parabola horizontal yang memiliki titik pusat di (0, 0). Selanjutnya kita tentukan nilai p dari parabola tersebut. 25π‘₯ = 16𝑦2 persamaan awal 𝑦2 = 25 16 π‘₯ bagi kedua ruas dengan 16 𝑦2 = 4 ( 25 64 ) π‘₯ dijadikan bentuk 𝑦2 = 𝑝π‘₯ Sehingga kita peroleh p = 25/64 (p > 0), yang artinya grafik dari parabola tersebut terbuka ke kanan. Selanjutnya kita tentukan dua titik selain titik (0,0) yang dilalui oleh grafik parabola tersebut. Karena domainnya memiliki batas kanan di 4, kita tentukan dua titik pada parabola yang memiliki absis4. 25π‘₯ = 64𝑦2 persamaan awal 25(4) = 64𝑦2 subtitusi 4 ke x 𝑦2 = 25(4) 64 bagi kedua ruas dengan 64 𝑦 = Β± 5(2) 8 = Β±1,25 hasil Diperoleh dua titik tersebut adalah (4,1.25) dan (4,–1.25). Dengan menggunakan tiga titik (0,0), (4,1.25), dan (4,–1.25) kita dapat menggambarkan grafik dari parabola tersebut.
  • 18. 4) Penampang dari reflektor suatu lampu senter dapat dimodelkan dengan persamaan 4π‘₯ = 𝑦2 , dengan x dan y dalam cm dan x bilangan real dari 0 sampai 2,25. Gambarlah grafik dari penampang reflektor tersebut dengan domain yang diberikan. Penyelesaian : Persamaan 4π‘₯ = 𝑦2 merupakan persamaan suatu parabola horizontal yang berpusat di (0, 0). Dari persamaan tersebut kita ketahui p = 1 (p > 0), sehingga parabola tersebut terbuka ke kanan. Karena domainnya adalah bilangan real mulai 0 sampai 2,25, selanjutnya kita tentukan dua titik lain yang dilalui oleh parabola dan memiliki absis 2,25. 4π‘₯ = 𝑦2 persamaan awal 4(2,25) = 𝑦2 subtitusi 2,25 ke x 𝑦 = Β±3 hasil Sehingga dua titik lainnya yang dilalui oleh parabola tersebut adalah (2,25, 3) dan (2,25, –3). Sehingga, grafik dari penampang reflektor yang dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut.
  • 19. 2. Parabola yang Terbuka Ke Atas Misal garis g sebagai garis tetap (garis direktriks) dan titik F sebagai titik tetap (fokus) atau titik api. Jika F tidak terletak pada g, maka kita dapat memilih sebuah sistem koordinat yang menghasilkan sebuah persamaan yang sederhana untuk parabola dengan mengambil sumbu Y melalui F dan tegak lurus garis g, dan dengan mengambil titik asalnya di titik tengah antara F dan g. Jika jarak titik F dan garis g adalah 2p, maka koordinat titik F (0,p). dengan demikian persamaan garis g menjadi y = -p. Titik P (x,y) terletak pada parabola jika dan hanya jika PF = PQ, dengan Q(x,-p) adalah kaki garis tegak lurus dari P ke g. Dari PF = PQ, maka: √π‘₯2 + ( 𝑦 βˆ’ 𝑝)2 = √( 𝑦 + 𝑝)2 ↔ π‘₯2 + ( 𝑦 βˆ’ 𝑝)2 = ( 𝑦 + 𝑝)2 ↔ π‘₯2 + 𝑦2 βˆ’ 2𝑝𝑦 + 𝑝2 = 𝑦2 + 2𝑝𝑦 + 𝑝2 ↔ π‘₯2 = 4𝑝𝑦 Jadi, persamaan parabola dengan titik puncak di (0,0) dan fokus di F(0,P) didefinisikan dengan persamaan: π‘₯2 = 4𝑝𝑦
  • 20. Sebuah parabola dengan puncaknya di (a,b) yang membuka ke atas, bila persamaan parabolanya dalam sistem koordinat X’O’Y’, maka persamaannya adalah: ( π‘₯β€²)2 = 4𝑝𝑦′ Dengan mensubtitusikan persamaan π‘₯β€² = π‘₯ βˆ’ π‘Ž π‘‘π‘Žπ‘› 𝑦′ = 𝑦 βˆ’ 𝑏 ke dalam sistem persamaan (π‘₯β€²)2 = 4𝑝𝑦′, dapat dinyatakan persamaan parabola di dalam sistem koordinat XOY, yakni: (π‘₯ βˆ’ π‘Ž)2 = 4𝑝(𝑦 βˆ’ 𝑏) Contoh-contoh Soal: 1) Gambarlah grafik dari parabola 4x2 – 25y = 0 ! Penyelesaian : 4π‘₯2 βˆ’ 25𝑦 = 0 4π‘₯2 = 25𝑦 π‘₯2 = 25 4 𝑦 Koordinat puncaknya (0,0) 4𝑝 = 25 4 ↔ 𝑝 = 25 16 Titik 𝐹 = (0, 25 16 ) Persamaan direktris 𝑦 = βˆ’ 25 16 Sketsa Grafik :
  • 21. 2) Gambarlah grafik dari parabola π‘₯2 βˆ’ 2π‘₯ βˆ’ 9 = 4𝑦 ! Penyelesaian : π‘₯2 βˆ’ 2π‘₯ βˆ’ 9 = 4𝑦 π‘₯2 βˆ’ 2π‘₯ + 1 βˆ’ 1 = 4𝑦 + 9 ( π‘₯ βˆ’ 1)2 = 4𝑦 + 9 + 1 ( π‘₯ βˆ’ 1)2 = 4 (𝑦 + 5 2 ) Puncak Parabola (1, βˆ’ 5 2 ) Parameter : 4𝑝 = 4 ↔ 𝑝 = 1 Titik Fokus 𝐹 (1, 1 + (βˆ’ 5 2 )) ↔ 𝐹 (1,βˆ’ 3 2 ) Persamaan direktriks g = y = b – p = βˆ’ 3 2 βˆ’ 1 = βˆ’ 5 2 Persamaan lotus rectumnya 𝑦 = βˆ’ 3 2 3) Gambar di bawah menunjukkan penampang dari piringan antena radio. Seorang teknisi telah menempatkan suatu titik pada penampang antena yang terletak 0,75 meter di atas dan 6 meter di kanan dari titik pusatnya. Pada koordinat mana seharusnya teknisi tersebut menempatkan fokus antena tersebut?
  • 22. Penyelesaian : Berdasarkan gambar di atas, kita tahu bahwa parabola di atas merupakan suatu parabola vertikal dengan titik pusat (0, 0). Hal ini berarti bahwa persamaan dari parabola tersebut haruslah berbentuk xΒ² = 4py. Karena titik (6, 0,75) terletak pada grafik, maka kita dapat mensubstitusi titik tersebut ke dalam persamaan dan menyelesaikan nilai p: π‘₯2 = 4𝑝𝑦 Persamaan parabola vertikal, titik pusat (0,0) 62 = 4𝑝(0,75) subtitusi 6 ke x dan 0,75 ke y 36 = 3𝑝 sederhanakan 𝑝 = 12 hasil Karena diperoleh p = 12, maka fokus dari parabola tersebut terletak di koordinat (0, 12). Atau dengan kata lain, fokus dari parabola tersebut seharusnya ditempatkan 12 meter di atas titik pusatnya. 4) Salah satu bentuk teknologi yang menggunakan piringan parabolis adalah panel surya. Pada umumnya, sinar matahari yang datang ke panel tersebut dipantulkan ke fokusnya, dan menghasilkan suhu yang sangat tinggi. Misalkan suatu panel surya memiliki diameter 10 meter dan penampangnya dapat dimodelkan dengan persamaan xΒ² = 50y. Berapakah kedalaman dari panel surya tersebut? Di manakah lokasi dari fokusnya?
  • 23. Penyelesaian : Persamaan xΒ² = 50y merupakan persamaan suatu parabola vertikal dengan titik pusat (0, 0). Dari persamaan tersebut, kita peroleh p = 50/4 = 12,5 (p > 0). Sehingga grafik dari persamaan tersebut berupa parabola yang terbuka ke atas. Selain itu, kita juga peroleh bahwa koordinat titik fokusnya adalah (0, 50/4), atau dengan kata lain, fokusnya terletak 50/4 meter di atas titik pusatnya. Untuk menentukan kedalaman dari panel surya tersebut, kita selesaikan y untuk x = 10/2 = 5 (diameter dibagi dua). π‘₯2 = 50𝑦 persamaan awal 52 = 50𝑦 subtitusi 5 ke x 𝑦 = 25 50 = 1 2 bagi kedua ruas dengan 50; hasil Sehingga kedalaman dari panel surya tersebut adalah 0,5 meter. Panel surya parabolis tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. 5) Reflektor dari suatu lampu sorot yang berupa piringan parabolis memiliki diameter 120 cm. Berapakah kedalaman dari reflektor tersebut jika penempatan bola lampu yang tepat adalah 11,25 cm di atas titik pusatnya (titik terendah dari piringan)? Tentukan persamaan yang digunakan oleh teknisi dalam membuat piringan reflektor tersebut!
  • 24. Penyelesaian : Lokasi yang tepat dari bola lampu merupakan lokasi dari fokus parabola. Sehingga lokasi fokusnya 11,25 di atas titik pusat. Jika kita anggap penampang dari reflektor tersebut berupa parabola vertikal dengan titik pusat (0, 0) yang terbuka ke atas, maka koordinat titik fokusnya adalah (0, 11,25). Artinya, kita peroleh p = 11,25. Sehingga, persamaan dari parabola yang dimaksud adalah xΒ² = 4 βˆ™ 11,25y atau ekuivalen dengan xΒ² = 45y. Karena diameter reflektornyanya 120 cm, kedalaman dari reflektor tersebut dapat ditentukan dengan menyelesaikan nilai y untuk x sama dengan jari- jari, yaitu x = 120/2 = 60. π‘₯2 = 45𝑦 persamaan parabola 602 = 45𝑦 subtitusi 60 ke x 𝑦 = 3600 45 = 80 bagi kedua ruas dengan 45; hasil Jadi, kedalaman dari reflektor lampu sorot tersebut adalah 80 cm. Grafik dari pemodelan reflektor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
  • 25. 3. Parabola yang Terbuka Ke Kiri Jika jarak titik F dan garis g adalah 2p, maka koordinat titik F(-p,0). Dengan demikian persamaan garis g menjadi x = p. Titik P(x,y) terletak pada parabola jika dan hanya jika PF = PQ, dengan Q(p,y) Y 𝑦2 = βˆ’4𝑝π‘₯ Direktriks π‘₯ = 𝑝 P(x.y) Q(p,y) F(-p,0) 0 X 𝑔 Dari PF = PQ, maka: √(βˆ’π‘ βˆ’ π‘₯)2 + (0 βˆ’ 𝑦)2 = √( 𝑝 βˆ’ π‘₯)2 + ( 𝑦 βˆ’ 𝑦)2 √(βˆ’π‘ βˆ’ π‘₯)2 + 𝑦2 = √( 𝑝 βˆ’ π‘₯)2 + 0 ↔ (βˆ’π‘ βˆ’ π‘₯)2 + 𝑦2 = ( 𝑝 βˆ’ π‘₯)2 ↔ 𝑝2 + 2𝑝π‘₯ + π‘₯2 + 𝑦2 = 𝑝2 βˆ’ 2𝑝π‘₯ + π‘₯2 ↔ 𝑦2 = βˆ’4𝑝π‘₯ Jadi, persamaan parabola dengan titik puncak di (0,0) dan fokus di F(- p,0) didefinisikan dengan persamaan: 𝑦2 = βˆ’4𝑝π‘₯ Sebuah parabola dengan puncaknya di (a,b), fokus F(a-p, b), dan persamaan direktriksnya x = a + p yang membuka ke kiri, bila persamaaan parabolanya dalam sistem koordinat X’O’Y’, maka persamaannya adalah: (𝑦′)2 = βˆ’4𝑝π‘₯β€²
  • 26. Dengan mensubtitusikan persamaan π‘₯β€² = π‘₯ βˆ’ π‘Ž π‘‘π‘Žπ‘› 𝑦′ = 𝑦 βˆ’ 𝑏 ke dalam persamaan (𝑦′ )2 = βˆ’4𝑝π‘₯β€², dapat dinyatakan persamaan parabola di dalam sistem koordinat XOY, yakni: (𝑦 βˆ’ 𝑏)2 = βˆ’4𝑝(π‘₯ βˆ’ π‘Ž) 4. Parabola yang Terbuka Ke Bawah Jika jarak titik F dan garis g adalah 2p, maka koordinat titik F(0,-p). Dengan demikian persamaan garis g menjadi y = p. Titik P(x,y) terletak pada parabola jika dan hanya jika PF = PQ, dengan Q(x,p).. Dari PF = PQ, maka: √ π‘₯2 + ( 𝑦 + 𝑝)2 = √( 𝑦 βˆ’ 𝑝)2 ↔ π‘₯2 + (𝑦 + 𝑝)2 = (𝑦 βˆ’ 𝑝)2 ↔ π‘₯2 = βˆ’4𝑝𝑦 Jadi, persamaan parabola dengan titik puncak di (0,0) dan fokus di F(0,- p) didefinisikan dengan persamaan: π‘₯2 = βˆ’4𝑝𝑦 Sebuah parabola dengan puncaknya di (a,b), fokus F(a, p-b), dan garis direktriksnya y = b + p yang membuka ke bawah, bila persamaaan parabolanya dalam sistem koordinat X’O’Y’, maka persamaannya adalah: (π‘₯β€²)2 = βˆ’4𝑝𝑦′ Dengan mensubtitusikan persamaan π‘₯β€² = π‘₯ βˆ’ π‘Ž π‘‘π‘Žπ‘› 𝑦′ = 𝑦 βˆ’ 𝑏 ke dalam persamaan (π‘₯β€² )2 = 4𝑝𝑦′, dapat dinyatakan persamaan parabola di dalam sistem koordinat XOY, yakni : (π‘₯ βˆ’ π‘Ž)2 = βˆ’4𝑝(𝑦 βˆ’ 𝑏)
  • 27. Contoh-contoh Soal : 1) Tentukan titik puncak, fokus, dan direktris dari parabola yang didefinisikan oleh persamaan xΒ² = –12y. Kemudian gambarkan grafiknya, disertai dengan fokus dan direktrisnya. Penyelesaian : Karena hanya suku-x yang dikuadratkan dan tidak ada pergeseran yang diterapkan, maka parabola tersebut merupakan parabola vertikal dengan titik puncak di (0, 0). Dengan membandingkan persamaan yang diberikan dengan persamaan umum parabola bentuk fokus-direktriks kita dapat menentukan nilai p: 4𝑝 = βˆ’12 𝑝 = βˆ’12 4 = βˆ’3 Karena p = –3 (p < 0), maka parabola tersebut terbuka ke bawah, dengan titik fokus di (0, –3) dan direktriksnya y = 3. Untuk menggambar grafiknya, kita perlu beberapa titik tambahan yang dilalui oleh parabola tersebut. Karena 36 = 6Β² dapat dibagi oleh 12, maka kita dapat mensubstitusikan x = 6 dan x = –6, dan menghasilkan titik-titik (6, –3) dan (–6, –3). Sehingga grafik dari parabola tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Dari grafik di atas, kita dapat mengetahui bahwa garis x = 0 merupakan sumbu simetri dari grafik parabola yang diberikan. 2) Tentukan titik puncak, fokus, dan direktriks dari persamaan parabola yang diberikan, kemudian gambarkan grafiknya, disertai dengan fokus dan direktriksnya: xΒ² – 6x + 12y – 15 = 0.
  • 28. Penyelesaian : Karena hanya suku-x yang dikuadratkan, maka grafik dari persamaan tersebut berbentuk parabola vertikal. Untuk menentukan kecekungan, titik puncak, fokus, dan direktriks, kita terlebih dulu melengkapkan kuadrat dalam x dan membandingkannya dengan persamaan bentuk fokus-direktriks dengan pergeseran. π‘₯2 βˆ’ 6π‘₯ βˆ’ 15 = 0 persamaan yang diberikan π‘₯2 βˆ’ 6π‘₯ = βˆ’12𝑦 + 15 memisah suku x π‘₯2 βˆ’ 6π‘₯ + 9 = βˆ’12𝑦 + 24 tambahkan dengan 9 ( π‘₯ βˆ’ 3)2 = βˆ’12(𝑦 βˆ’ 2) faktorkan Dari persamaan yang dihasilkan, kita dapat melihat bahwa grafiknya merupakan suatu parabola yang digeser ke kanan sejauh 3 satuan dan ke atas sejauh 2 satuan. Oleh karena itu, semua unsur dari parabola tersebut juga akan bergeser. Karena kita mendapatkan 4p = –12, maka p = –3 (p < 0) dan parabola tersebut terbuka ke bawah. Jika parabola tersebut berada pada posisi biasa, maka titik puncaknya akan di (0, 0), fokusnya di (0, –3), dan direktriksnya y = 3. Karena parabola tersebut bergeser ke kanan sejauh 3 satuan dan ke atas sejauh 2 satuan, maka kita harus menambahkan nilai x dengan 3 dan nilai y dengan 2 dari semua unsur parabola tersebut. Sehingga titik puncaknya akan berada di (0 + 3, 0 + 2) = (3, 2), fokusnya pada (0 + 3, –3 + 2) = (3, –1), dan direktriksnya adalah y = 3 + 2 = 5. Dan akhirnya, jarak horizontal antara fokus dan grafik adalah |2p| = 6 satuan (karena |4p| = 12), sehingga memberikan titik-titik tambahan yang dilalui grafik, yaitu (–3, –1) dan (9, –1).
  • 29. B. Elips Elips dan Hiperbola letaknya simetris terhadap pusatnya sehingga disebut konik terpusat. Jika syarat | PF | = e | PL | kita ambil terlebih dahulu P=A dan kemudian P’=A dipilih berturut-turut : a-c = e ( k-a ) = ek – ea a=c = e ( k+a ) = ek + ea Sehingga diperoleh c = ea dan k = π‘Ž 𝑒 andaikan p (x,y) sebuah titik pada elips. Maka L ( π‘Ž 𝑒 , y ) adalah proyeksi pada garis arah. Maka syarat | PF | = e | PL | menjadi √( π‘₯ βˆ’ π‘Ž 𝑒 )2 + 𝑦2 = e √( π‘₯ βˆ’ π‘Ž 𝑒 )2 Bukti : | PF | = e | PL | ο‚· P = A (a,o) , F ( c,o ) , L ( k,o ) √( π‘Ž βˆ’ 𝑐 )2 + ( π‘œ, π‘œ )2 = e √( π‘Ž βˆ’ π‘˜ )2 + ( π‘œ, π‘œ )2 (π‘Ž βˆ’ 𝑐 ) = e ( a-k ) . . . . . . 1 ο‚· P = A’ (-a,o) , F ( c,o ) , L ( k,o ) √( π‘Ž βˆ’ 𝑐 )2 + ( π‘œ, π‘œ )2 = e √( βˆ’π‘Ž βˆ’ π‘˜)2 + ( π‘œ, π‘œ )2 (βˆ’π‘Ž βˆ’ 𝑐 ) = e (βˆ’π‘Ž βˆ’ π‘˜ ) . . . . . . 2
  • 30. Eleminasi Pers 1 dan 2 a – c = e k – e a -a – c = -e k – e k + -2 c = -2 e a Subtitusi c = ea a – e a = e k – e a a = e k | PF | = e | PL | √( π‘₯ βˆ’ 𝑐 )2 + (𝑦, π‘œ )2 = e √( π‘₯ βˆ’ π‘˜ )2 + ( 𝑦, 𝑦 )2 Subtitusi c = ea dan k = π‘Ž 𝑒 ke Persamaan, maka : √( π‘₯ βˆ’ π‘’π‘Ž )2 + (𝑦, π‘œ )2 = e √( π‘₯ βˆ’ π‘Ž 𝑒 )2 + ( 𝑦, 𝑦 )2 ( π‘₯ βˆ’ π‘’π‘Ž )2 + 𝑦2 = 𝑒2 ( π‘₯ βˆ’ π‘Ž 𝑒 )2 x2 – 2eax + ea2 + y2 = 𝑒2 π‘₯ βˆ’ 2π‘Žπ‘₯ 𝑒 + π‘Ž2 𝑒2 x2 (1 – e2) + a2 (e2 – 1) + y2 = 0 : 1 π‘Ž2 (1βˆ’ 𝑒2 ) π‘₯2 π‘Ž2 - 1 + 𝑦2 π‘Ž2 (1βˆ’ 𝑒2) = 0 π‘₯2 π‘Ž2 + 𝑦2 π‘Ž2(1βˆ’ 𝑒2 ) = 1 Untuk Elips 0 < e < 1, sehingga 1 – e2 > 0 untuk menyederhanakan kita namakan b = a √1βˆ’ 𝑒2 Persamaan tersebut menjadi : π‘₯2 π‘Ž2 + 𝑦2 𝑏2 = 1 a > b sumbu panjang di sumbu x A < b sumbu panjang di sumbu y c = ea π‘Ž 𝑒 = π‘˜
  • 31. Yang disebut pers baku elips Elips 0 < e < 1 Elips mendatar : π‘₯2 π‘Ž2 + 𝑦2 𝑏2 = 1, a > b Elips Tegak : π‘₯2 π‘Ž2 + 𝑦2 𝑏2 = 1, a < b Contoh : 1. Gambar grafik persamaan π‘₯2 36 + 𝑦2 4 = 1, dan tentukan fokus serta keeksentrisannya! Penyelesaian : a = Β± 6 A (6,0) ^ A’ (-6, 0) b = Β± 2 B (0,2) ^ B’ (0,-2) c = Β± βˆšπ‘Ž2 βˆ’ 𝑏2 * karena a > b maka sumbu panjang di sumbu x = Β± √36βˆ’ 4 = Β± √30 = Β± 4√2 f1 (4√2 , 0) ^ f2 (βˆ’4√2 , 0) e = 𝑐 𝑏 = 4√2 6 = 2 3 4√2 k = π‘Ž 𝑒 = 6 2 3 √2 = 9√2 2 = 6,36 y x B (0, b) A’(-a,0) f’(-C,0) f(C,0) A(a,0) B’ (0, -b)
  • 32. 2. Buatlah sketsa grafik persamaan π‘₯2 16 + 𝑦2 25 = 1, Tentukan fokus serta keesentrasinya Penyelesaian : a = Β± 4 A (4,0) ^ A’ (-4, 0) b = Β± 5 B (0,5) ^ B’ (0,-5) c = Β± βˆšπ‘2 βˆ’ π‘Ž2 * karena a > b maka sumbu panjang di sumbu y = Β± √25βˆ’ 16 = Β± √9 = Β± 3 f1 (0 , 3) ^ f2 (0 , -3) e = 𝑐 𝑏 = 3 5 k = 𝑏 𝑒 = 5 3 5 = 25 3 = 8,12 B (0, 2) 6 A’(-6,0) f’(-C,0) f(C,0) A(6,0) B’ (0, -2) F π‘₯ 9 2 √2π‘₯ βˆ’9 2 √2 B (0, 5) B’ (0, -5) A’(-4,0) A(4,0)a c b F1 𝑦 25 3 𝑦 βˆ’25 3
  • 33. C. Hiperbola Untuk hiperbol, e > 1 sehingga diperoleh e2 – 1 > 0 Apabila b = a βˆšπ‘’2 βˆ’ 1 maka persamaan π‘₯2 π‘Ž2 + 𝑦2 (1βˆ’ 𝑒2 ) π‘Ž2 = 1, akan terbentuk Hiperbol mendatar : π‘₯2 π‘Ž2 + 𝑦2 𝑏2 = 1 Persamaan baku hiperbola mendatar 𝑏2 = π‘Ž2( 𝑒2 βˆ’ 1 ) βˆ’π‘2 = π‘Ž2(1 βˆ’ 𝑒2 ) Hiperbola mendatar maka c = ae οƒ  disumbu x hiperbola tegak maka : c2 = a2 + b2 Persamaan baku hiperbola tegak : βˆ’ π‘₯2 π‘Ž2 + 𝑦2 𝑏2 = 1 e = 𝑐 π‘Ž οƒ  Panjang titik puncak pada sumbu utama Sumbu utama di y Contoh : 1. Gambarlah Grafik π‘₯2 9 + 𝑦2 16 = 1. Tentukan persamaan dan letak fokusnya! Penyelesaian : a = Β± 3 β†’ 𝐴 (3,0) ^ A’ (-3,0) X = k F2 A1 B1 B L P F1 c b a C2 = a2 + b2 B = Panjang Sumbu Asimtot C = Sisi Miring a = Panjang sumbu A A = Titik Puncak
  • 34. b = Β± 4 β†’ B (0,4) ^ B’ (0,-4) c = Β±βˆšπ‘2 + π‘Ž2 Karena a < b maka sumbu panjang di sumbu y = ±√16+ 9 = Β± 5 β†’ F1 (5,0) ^ F2 (-5,0) e = 𝑐 π‘Ž = 5 3 k = π‘Ž 𝑒 = 3 5 3⁄ = 9 5 = 1,8 2. Gambrlah grafik βˆ’ π‘₯2 4 + 𝑦2 9 = 1, dan tentukan fokus hiperbola! Penyelsaian : a = Β± 2 β†’ 𝐴 (2,0) ^ A’ (-2,0) b = Β± 3 β†’ B (0,3) ^ B’ (0,-3) c = ±√4 + 9 = ±√13 = Β±3,6 β†’ F1 (0,√13 ) ^ F2 (0,-√13 ) e = 𝑐 𝑏 = √13 3 = 1 3 √13 k = 𝑏 𝑒 = 3 1 3 √13 = 9 13 √13 = 2,49 √13 = 3,6 √13 = 3,6 B (0, 4) B’ (0, -4) F2 (-5,0) A’ (-3,0) a c b A (3,0) F1 (5,0) π‘₯ = 𝑦 5π‘₯ = βˆ’π‘¦ 5 x 𝑦 = 9 13 √13 𝑦 = βˆ’ 9 13 √13 F2 B’ B F1 A’ A
  • 35. PERMUKAAN DALAM RUANG BERDIMENSI-TIGA A. Koordinat Cartesius di R3 Contoh: 1. Gambarkanlah grafik dari 3π‘₯ + 4𝑦 + 2𝑧 = 12. Penyelesaian: Perpotongan sumbu π‘₯ β†’ 𝑦 = 0, 𝑧 = 0 3π‘₯ + 4.0 + 2.0 = 12 3π‘₯ = 12 π‘₯ = 4 sehingga didapat titik 𝐴(4,0,0) Perpotongan sumbu 𝑦 β†’ π‘₯ = 0, 𝑧 = 0 3.0 + 4𝑦 + 2.0 = 12 4𝑦 = 12 π‘₯ = 3 didapat titik 𝐴(0,3,0) Perpotongan sumbu π‘₯ β†’ 𝑦 = 0, 𝑧 = 0 3.0 + 4.0 + 2𝑧 = 12 2𝑧 = 12 π‘₯ = 6 didapat titik 𝐴(0,0,6)
  • 36. B. Fungsi dua Peubah Fungsi dua peubah dinotasikan dengan 𝑓(π‘₯, 𝑦) dengan himpunan daerah asal (𝐷) adalah pasangan terurut bilangan real (π‘₯, 𝑦) atau { 𝑓(π‘₯, 𝑦)|(π‘₯, 𝑦) ∈ 𝐷}. Contoh : Dalam bidang x,y buatlah grafik daerah asal untuk 𝑓( π‘₯, 𝑦) = βˆšπ‘¦ βˆ’ π‘₯2 π‘₯2 + ( 𝑦 βˆ’ 1)2 Penyelesaian : Agar 𝑓( π‘₯, 𝑦) mempunyai nilai maka syarat untuk daerah asal yaitu: 1) 𝑦 βˆ’ π‘₯2 β‰₯ 0 2) π‘₯2 + (𝑦 βˆ’ 1) β‰  0 (π‘₯, 𝑦) β‰  0(0,1) β‰  0 Gambar : C. Turunan Fungsi dua Peubah Untuk fungsi satu peubah yaitu: 𝑓′( π‘₯) = lim βˆ†π‘₯β†’0 𝑓( π‘₯ + βˆ†π‘₯) βˆ’ 𝑓( π‘₯) βˆ†π‘₯ 𝑓′( π‘₯0, 𝑦0) = lim βˆ†π‘₯β†’0 𝑓( π‘₯0 + βˆ†π‘₯) βˆ’ 𝑓(π‘₯0) βˆ†π‘₯ Sedangkan untuk dua peubah f(x,y) : Definisi: 𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦) = lim βˆ†π‘₯β†’0 𝑓( π‘₯ + βˆ†π‘₯, 𝑦) βˆ’ 𝑓(π‘₯, 𝑦) βˆ†π‘₯ 𝑓π‘₯ ( π‘₯0, 𝑦0) = lim βˆ†π‘₯β†’0 𝑓( π‘₯0 + βˆ†π‘₯ + 𝑦0) βˆ’ 𝑓(π‘₯0, 𝑦0) βˆ†π‘₯ 𝑓𝑦 ( π‘₯0, 𝑦0) = lim βˆ†π‘¦β†’0 𝑓( π‘₯0, 𝑦0 + βˆ†π‘¦) βˆ’ 𝑓(π‘₯0, 𝑦0) βˆ†π‘¦
  • 37. Misalkan: 𝑓( π‘₯, 𝑦) = 𝑧, maka 𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦) = πœ•π‘§ πœ•π‘₯ = πœ•π‘“(π‘₯,𝑦) πœ•π‘₯ 𝑓π‘₯0 ( π‘₯0, 𝑦0) = πœ•π‘§ πœ•π‘₯ |(π‘₯0, 𝑦0) 𝑓𝑦 ( π‘₯0, 𝑦0) = πœ•π‘§ πœ•π‘¦ | (π‘₯0, 𝑦0) Contoh: Carilah 𝑓π‘₯ dan 𝑓𝑦 di (1,2) jika 𝑓( π‘₯, 𝑦) = π‘₯2 𝑦 + 3𝑦3 Penyelesaian: ο‚· 𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦) = 2π‘₯𝑦 + 0 𝑓π‘₯(1,2) = 2 βˆ™ 1 βˆ™ 2 = 4 ο‚· 𝑓𝑦( π‘₯, 𝑦) = π‘₯2 + 9𝑦2 𝑓𝑦(1,2) = 12 + 9 βˆ™ 22 = 37 Contoh: Jika 𝑧 = π‘₯2 sin(π‘₯𝑦2 ) carilah πœ•π‘§ πœ•π‘₯ dan πœ•π‘§ πœ•π‘¦ ! Penyelesaian: Misal: 𝑒 = π‘₯2 𝑣 = sin(π‘₯𝑦2 ) 𝑒 π‘₯ β€² = 2π‘₯ 𝑣 π‘₯ β€² = 𝑦2 cos(π‘₯𝑦2 ) Sehingga: 𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦) = 𝑒′ 𝑣 + 𝑒𝑣′ = 2π‘₯ sin( π‘₯𝑦2) + π‘₯2 𝑦2 cos(π‘₯𝑦2 ) 𝑓𝑦( π‘₯, 𝑦) = πœ•(π‘₯2 sin(π‘₯𝑦2 )) πœ•π‘¦ = π‘₯2 βˆ™ 2π‘₯𝑦cos(π‘₯𝑦2 ) = 2π‘₯3 𝑦 cos(π‘₯𝑦2 )
  • 38. TURUNAN BERARAH Perhatikan lagi fungsi dua peubah 𝑓(π‘₯, 𝑦). Turunan parsial 𝑓π‘₯(π‘₯, 𝑦) dan 𝑓𝑦(π‘₯, 𝑦) mengukur laju perubahan (dan tanjakan (kemiringan) garis singgung) pada arah sejajar sumbu π‘₯ dan 𝑦. Sasaran kita sekarang adalah mempelajari laju perubahan 𝑓 pada sembarang arah. Ini menuju konsep turunan berarah, yang kemudian dihubungkan dengan gradien. Akan sangat menguntungkan untuk menggunakan cara penulisan vektor. Andaikan 𝑝 = (π‘₯, 𝑦) dan π’Š dan 𝒋 adalah vektor-vektor satuan pada arah π‘₯ dan 𝑦 positif. maka dua turunan berarah di p dapat ditulis sebagai berikut 𝑓π‘₯( 𝑝) = lim β„Žβ†’0 𝑓( 𝑝 + β„Žπ’Š) βˆ’ 𝑓(𝑝) β„Ž 𝑓𝑦( 𝑝) = lim β„Žβ†’0 𝑓( 𝑝 + β„Žπ’‹) βˆ’ 𝑓(𝑝) β„Ž Untuk memperoleh konsep yang kita tuju, yang kita kerjakan hanyalah menggantikan π’Š dan 𝒋 dengan suatu vektor satuan sebarang u. Definisi : Untuk setiap vektor satuan u, andaikan 𝐷 𝑒 𝑓( 𝑝)βˆ’ lim β„Žβ†’0 𝑓( 𝑝 + β„Žπ’–) βˆ’ 𝑓(𝑝) β„Ž Limit ini, jika ia ada, disebut turunan berarah f di p pada arah u. Jadi, 𝐷𝑖 𝑓( 𝑝) = 𝑓π‘₯(𝑝) dan 𝐷𝑗 𝑓( 𝑝) = 𝑓𝑦(𝑝). Karena 𝑝 = (π‘₯, 𝑦), kita gunakan juga cara penulisan 𝐷 𝑒 𝑓(π‘₯, 𝑦).
  • 39. Teorema A Andaikan 𝑓 mempunyai turunan parsial kontinu di sekitar p. Maka 𝑓 mempunyai turunan berarah di p pada arah vektor satuan 𝑒 = 𝑒1 𝑖 + 𝑒2 𝑗 dan 𝐷 𝑒 𝑓( 𝑝) = 𝑒 βˆ™ βˆ‡π‘“(𝑝) yakni, 𝐷 𝑒 𝑓( π‘₯, 𝑦) = 𝑒1 𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦) + 𝑒2 𝑓𝑦(π‘₯, 𝑦) Bukti : Akan dibuktikan bahwa f terdeferensialkan dan karena itu 𝑓( 𝒑 + β„Žπ’–) βˆ’ 𝑓( 𝒑) = β„Žπ’– βˆ™ βˆ‡π‘“( 𝒑)+ |β„Žπ’–| πœ€(β„Žπ’–) dengan πœ€(β„Žπ’–) β†’ 0 pada β„Ž β†’ 0. Jadi, 𝑓( 𝒑 + β„Žπ’–) βˆ’ 𝑓(𝒑) β„Ž = 𝒖. βˆ‡π‘“(𝒑)Β± πœ€(β„Žπ’–) Kesimpulan itu diperoleh dengan mengambil limit pada β„Ž β†’ 0. Contoh : 1. Jika 𝑓( π‘₯, 𝑦) = 4π‘₯2 βˆ’ π‘₯𝑦 + 3𝑦2 , tentukan turunan berarah f di (2, -1) pada arah vektor 𝒂 = 4π’Š + 3𝒋. Penyelesaian: Vektor satuan u pada arah a adalah ( 4 5 ) π’Š + ( 3 5 ) 𝒋. Juga, 𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦) = 8π‘₯ βˆ’ 𝑦 dan 𝑓𝑦( π‘₯, 𝑦) = βˆ’π‘₯ + 6𝑦; jadi, 𝑓π‘₯(2,βˆ’1) = 17 dan 𝑓𝑦(2,βˆ’1) = βˆ’8. Akibatnya, menurut Teorema A 𝐷 𝑒 𝑓 (1,2, πœ‹ 2 ) = 1 3 (2) + 2 3 (1) + 2 3 (0) = 4 3
  • 40. Walaupun kita tidak akan meneruskan dengan terperinci,kita nyatakan bahwa apa yang telah kita kerjakan adalah benar untuk fungsi tiga peubah atau lebih, dengan peubah-han tertentu. 2. Cari turunan berarah dari fungsi 𝑓( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = π‘₯𝑦 sin 𝑧 di titik (1,2, πœ‹ 2 ) pada arah vektor 𝒂 = π’Š + 2𝒋 + 2π’Œ. Penyelesaian: Vektor satuan u pada arah a adalah 1 3 π’Š + 2 3 𝒋 + 2 3 π’Œ. Juga 𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = 𝑦 sin 𝑧, 𝑓𝑦( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = π‘₯ sin 𝑧 dan 𝑓𝑧( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = π‘₯𝑦cos 𝑧, sehingga 𝑓π‘₯ (1,2, πœ‹ 2 ) = 2, 𝑓𝑦 (1,2, πœ‹ 2 ) = 1 dan 𝑓𝑧 (1,2, πœ‹ 2 ) = 0. Kita simpulkan bahwa 𝐷 𝑒 𝑓 (1,2, πœ‹ 2 ) = 1 3 (2) + 2 3 (1) + 2 3 (0) = 4 3
  • 41. ATURAN RANTAI 𝑓( π‘₯) = (π‘₯2 + 1)3 𝑓`( π‘₯) = 3(π‘₯2 + 1)2 .2π‘₯ = 6π‘₯(π‘₯ 2 + 1)2 Jika 𝑦 = 𝑓(π‘₯(𝑑)) dengan 𝑓 dan π‘₯ merupakan fungsi yang dapat di diferensialkan maka: 𝑑𝑦 𝑑𝑑 = 𝑑𝑦 𝑑π‘₯ Γ— 𝑑π‘₯ 𝑑𝑑 Contoh: jika 𝑦 = 2π‘₯ + 1 dengan π‘₯ = 𝑑2 carilah 𝑑𝑦 𝑑𝑑 ? Penyelesaian: 𝑑𝑦 𝑑π‘₯ = 2 𝑑𝑦 𝑑𝑑 = 2.2𝑑 = 4𝑑 𝑑π‘₯ 𝑑𝑑 = 2𝑑 A. Fungsi dua Peubah 𝑧 = 𝑓( π‘₯, 𝑦) dimana π‘₯ dan 𝑦 adalah fungsi dalam 𝑑 Teorema 1 andaikan π‘₯ = π‘₯( 𝑑) π‘‘π‘Žπ‘› 𝑦 = 𝑦( 𝑑) dapat di diferensialkan di t dan andaikan 𝑧 = 𝑓( π‘₯, 𝑦) dapat didiferensialkan di (π‘₯( 𝑑), 𝑦( 𝑑) maka: 𝑧 = 𝑓(π‘₯( 𝑑)) dapat didiferensialkan di t dan 𝑑𝑧 𝑑𝑑 = πœ•π‘§ πœ•π‘₯ Γ— 𝑑π‘₯ 𝑑𝑑 + πœ•π‘§ πœ•π‘¦ Γ— 𝑑𝑦 𝑑𝑑
  • 42. Contoh: 1. Misal 𝑧 = π‘₯3 𝑦 dengan π‘₯ = 2𝑑 dan 𝑦 = 𝑑2 tentukan 𝑑𝑧 𝑑𝑑 dalam 𝑑? Penyelesaian: Adt 𝑑𝑧 𝑑𝑑 = β‹―? πœ•π‘§ πœ•π‘₯ = 3π‘₯2 𝑦 𝑑π‘₯ 𝑑𝑑 = 2 πœ•π‘§ πœ•π‘¦ = π‘₯2 𝑑𝑦 𝑑𝑑 = 2𝑑 𝑑𝑧 𝑑𝑑 = 3π‘₯2 𝑦 Γ— 2 + π‘₯3 Γ— 2𝑑 = 6π‘₯2 𝑦 + 2π‘₯3 𝑑 = 6(2𝑑)2 𝑑2 + (2𝑑)3 𝑑 = 6 Γ— 4𝑑2 𝑑2 + 2 Γ— 8𝑑3 𝑑 = 24𝑑4 + 16𝑑4 = 40𝑑4 2. Jika 𝑧 = π‘₯2 𝑦 βˆ’ 𝑦2 π‘₯ dengan π‘₯ = π‘π‘œπ‘ π‘‘ dan 𝑦 = sin 𝑑 tentukan 𝑑𝑧 𝑑𝑑 dalam 𝑑? Penyelesaian: Adt 𝑑𝑧 𝑑𝑑 = β‹―? πœ•π‘§ πœ•π‘₯ = 2π‘₯𝑦 βˆ’ 𝑦2 𝑑π‘₯ 𝑑𝑑 = βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘‘ πœ•π‘§ πœ•π‘¦ = π‘₯2 βˆ’ 2𝑦π‘₯ 𝑑𝑦 𝑑𝑑 = π‘π‘œπ‘ π‘‘ 𝑑𝑧 𝑑𝑑 = (2π‘₯𝑦 βˆ’ 𝑦2)(βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘‘) + ( π‘₯2 βˆ’ 2𝑦π‘₯) π‘π‘œπ‘ π‘‘ = (2π‘π‘œπ‘ π‘‘ 𝑠𝑖𝑛𝑑 βˆ’ ( 𝑠𝑖𝑛𝑑)2)(βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘‘) + (π‘π‘œπ‘ π‘‘)2 βˆ’ 2𝑠𝑖𝑛𝑑 π‘π‘œπ‘ π‘‘π‘π‘œπ‘ 
  • 43. = (2π‘π‘œπ‘ π‘‘π‘ π‘–π‘›π‘‘ βˆ’ 𝑠𝑖𝑛2 𝑑)(βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘‘) + ( π‘π‘œπ‘ 2 𝑑 βˆ’ 2𝑠𝑖𝑛𝑑 π‘π‘œπ‘ π‘‘) π‘π‘œπ‘  = βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘‘( 𝑠𝑖𝑛2𝑑 βˆ’ 𝑠𝑖𝑛2 𝑑) + π‘π‘œπ‘ π‘‘(π‘π‘œπ‘ 2 𝑑 βˆ’ 𝑠𝑖𝑛2𝑑) Teorema 2 Andaikan π‘₯ = π‘₯( 𝑑), 𝑦 = 𝑦( 𝑑) π‘‘π‘Žπ‘› 𝑧 = 𝑧( 𝑑) dapat didiferensialkan di 𝑑 dan andaikan 𝑀 = 𝑓( π‘₯, 𝑦, 𝑧) dapat didiferensialkan (π‘₯( 𝑑), 𝑦( 𝑑), 𝑧( 𝑑)) maka 𝑀 = 𝑓(π‘₯( 𝑑)) dapat didiferensialkan di 𝑑 dan 𝑑𝑀 𝑑𝑑 = πœ•π‘€ πœ•π‘₯ Γ— 𝑑π‘₯ 𝑑𝑑 + πœ•π‘€ πœ•π‘¦ Γ— 𝑑𝑦 𝑑𝑑 + πœ•π‘€ πœ•π‘§ Γ— 𝑑𝑧 𝑑𝑑 Contoh: 𝑀 = π‘₯2 𝑦 + 𝑦 + π‘₯𝑧 dan π‘₯ = cos 𝑑 ; 𝑦 = sin 𝑑 ; 𝑧 = 𝑑2 tentukan 𝑑𝑀 𝑑𝑑 𝑑𝑖 𝑑 = πœ‹ 3 . Penyelesaian: πœ•π‘€ πœ•π‘₯ = 2π‘₯𝑦 + 𝑧 𝑑π‘₯ 𝑑𝑑 = βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘‘ 𝑑𝑀 𝑑𝑦 = π‘₯2 + 1 𝑑𝑦 𝑑𝑑 = π‘π‘œπ‘ π‘‘ πœ•π‘€ πœ•π‘§ = π‘₯ 𝑑𝑧 𝑑𝑑 = 2𝑑 𝑑𝑀 𝑑𝑑 = 2π‘₯𝑦 + 𝑧(βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘‘) + ( π‘₯2 + 1) π‘π‘œπ‘ π‘‘ + π‘₯ Γ— 2𝑑 = 2π‘π‘œπ‘ π‘‘π‘ π‘–π‘›π‘‘ + 𝑑2 βˆ’ 𝑠𝑖𝑛𝑑 + π‘π‘œπ‘ 2 𝑑 + 1π‘π‘œπ‘ π‘‘ + π‘π‘œπ‘ π‘‘ Γ— 2𝑑 = (2π‘π‘œπ‘  πœ‹ 3 𝑠𝑖𝑛 πœ‹ 3 + πœ‹2 9 ) (βˆ’π‘ π‘–π‘› πœ‹ 3 ) + (π‘π‘œπ‘ 2 πœ‹ 3 + 1) π‘π‘œπ‘  πœ‹ 3 + π‘π‘œπ‘  πœ‹ 3 Γ— 2πœ‹ 3 = (2 Γ— 1 2 Γ— 1 2 √3 + πœ‹2 9 )(βˆ’ 1 2 √3) + 1 4 + 1) Γ— 1 2 + 1 2 Γ— 2πœ‹ 3 = βˆ’ 1 2 √3( 1 2 √3+ πœ‹2 9 )+ 5 8 + πœ‹ 3
  • 44. B. Fungsi tiga Peubah Terdiri dari 𝑍 = 𝑓( π‘₯, 𝑦); π‘₯ = ( 𝑠, 𝑑); 𝑦 = 𝑦(𝑠, 𝑑) Teorema 1 Andaikan π‘₯ = π‘₯( 𝑠, 𝑑) dan 𝑦 = ( 𝑠, 𝑑) yang dapat di diferensialkn di ( 𝑠, 𝑑) dan andaikan 𝑧 = 𝑓( π‘₯, 𝑦) dapat mempunyai turunan parsial pertama yaitu: 1) πœ•π‘§ πœ•π‘  = πœ•π‘§ πœ•π‘₯ Γ— πœ•π‘₯ πœ•π‘  + πœ•π‘§ πœ•π‘¦ Γ— πœ•π‘¦ πœ•π‘  2) πœ•π‘§ πœ•π‘‘ = πœ•π‘§ πœ•π‘₯ Γ— πœ•π‘₯ πœ•π‘‘ + πœ•π‘§ πœ•π‘¦ Γ— πœ•π‘¦ πœ•π‘‘ Contoh: 1. Jika 𝑧 = 3π‘₯2 βˆ’ 𝑦2 dgn π‘₯ = 2𝑠 + 7𝑑, 𝑦 = 5𝑠𝑑 tentukan πœ•π‘§ πœ•π‘‘ dalam 𝑑 dan 𝑠! Penyelesaian: πœ•π‘§ πœ•π‘‘ … ? πœ•π‘§ πœ•π‘₯ = 6π‘₯ πœ•π‘₯ πœ•π‘‘ = 7 πœ•π‘₯ πœ•π‘¦ = βˆ’2𝑦 πœ•π‘¦ πœ•π‘‘ = 5𝑠 πœ•π‘§ πœ•π‘‘ = 6π‘₯ Γ— 7 + (βˆ’2𝑦) Γ— 5𝑠 = 42π‘₯ βˆ’ 2𝑦𝑠 = 42(2𝑠 + 7𝑑) βˆ’ 10 Γ— 5𝑠𝑑 Γ— 𝑠 = 84𝑠 + 294𝑑 βˆ’ 50𝑠2 𝑑
  • 45. πœ•π‘§ πœ•π‘  = β‹― ? πœ•π‘§ πœ•π‘₯ = 6π‘₯ πœ•π‘₯ πœ•π‘  = 2 πœ•π‘§ πœ•π‘¦ = βˆ’2𝑦 πœ•π‘¦ πœ•π‘  = 5𝑑 πœ•π‘§ πœ•π‘  = 6π‘₯ Γ— 2 + (βˆ’2𝑦) Γ— 5𝑑 = 12π‘₯ βˆ’ 10𝑦𝑑 = 12(2𝑠 + 7𝑑) βˆ’ 10 Γ— 5𝑠𝑑 Γ— 𝑑 = 24𝑠 + 84𝑑 βˆ’ 50𝑠𝑑2 2. Jika 𝑧 = ln( π‘₯ + 𝑦) βˆ’ ln( π‘₯ βˆ’ 𝑦) dengan π‘₯ = 𝑑𝑒2 dan 𝑦 = 𝑒 𝑠𝑑 tentukan πœ•π‘§ πœ•π‘‘ dan πœ•π‘§ πœ•π‘  , dalam 𝑠 dan 𝑑? Penyelesaian: πœ•π‘§ πœ•π‘₯ = 1 π‘₯ + 𝑦 βˆ’ 1 π‘₯ βˆ’ 𝑦 πœ•π‘₯ πœ•π‘‘ = 𝑒 𝑠 πœ•π‘§ πœ•π‘¦ = 1 π‘₯ + 𝑦 + 1 π‘₯ βˆ’ 𝑦 πœ•π‘¦ πœ•π‘‘ = 𝑠𝑒 𝑠𝑑 πœ•π‘§ πœ•π‘‘ = 1 π‘₯ + 𝑦 βˆ’ 1 π‘₯ βˆ’ 𝑦 𝑒 𝑠 + 1 π‘₯ + 𝑦 + 1 π‘₯ βˆ’ 𝑦 𝑠𝑒 𝑠𝑑 = βˆ’2𝑦 π‘₯2 βˆ’ 𝑦2 𝑒 𝑠 + 2π‘₯ π‘₯2 βˆ’ 𝑦2 𝑠𝑒 𝑠𝑑 = βˆ’2( 𝑒 𝑠𝑑) 𝑒 𝑠 + 2(𝑑𝑒 𝑠 )𝑠𝑒 𝑠𝑑 𝑑2 𝑒2𝑠 βˆ’ 𝑒2𝑠𝑑 = (βˆ’2 + 2𝑠𝑑)𝑒 𝑠𝑑+𝑠 𝑑2 𝑒2𝑠 βˆ’ 𝑒2𝑠𝑑
  • 46. C. Fungsi Implisit Misalkan 𝑓( π‘₯, 𝑦) yang mendefinisikan fungsi y secara implisit dalam π‘₯ misal 𝑦 = 𝑔( π‘₯), akan tetapi 𝑔( π‘₯) sukar di tentukan atau tidak mungkin untuk di tentukan. Kita masih bisa menentukan 𝑑𝑦 𝑑π‘₯ salah satunya menggunakan aturan rantai 𝑓( π‘₯, 𝑦) = 0 di turunkan terhadap π‘₯ πœ•π‘“ πœ•π‘₯ Γ— 𝑑π‘₯ 𝑑π‘₯ + πœ•π‘“ πœ•π‘¦ Γ— 𝑑𝑦 𝑑π‘₯ = 0 𝑑𝑦 𝑑π‘₯ = βˆ’ πœ•π‘“ πœ•π‘₯⁄ πœ•π‘“ πœ•π‘¦β„ Penyelesaian: 𝑑𝑦 𝑑π‘₯ = β‹―? πœ•π‘“ πœ•π‘₯ = 2π‘₯ + 𝑦 πœ•π‘“ πœ•π‘¦ = π‘₯ βˆ’ 40𝑦3 𝑑𝑦 𝑑π‘₯ = βˆ’(2π‘₯ + 𝑦) π‘₯ βˆ’ 40𝑦3 Contoh: π‘₯ sin 𝑦 + 𝑦 cos π‘₯ = 0, tentukan 𝑑𝑦 𝑑π‘₯ = β‹― ? Penyelesaian: 𝑑𝑦 𝑑π‘₯ = β‹― ? πœ•π‘“ πœ•π‘₯ = 𝑠𝑖𝑛𝑦 + 𝑦(βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘₯) πœ•π‘“ πœ•π‘¦ = π‘₯π‘π‘œπ‘ π‘¦ + π‘π‘œπ‘ π‘₯ 𝑑𝑦 𝑑π‘₯ = βˆ’π‘ π‘–π‘›π‘¦ + 𝑦𝑠𝑖𝑛π‘₯ π‘₯π‘π‘œπ‘ π‘¦ + π‘π‘œπ‘ π‘₯
  • 47. Jika z fungsi implisit dari π‘₯ π‘‘π‘Žπ‘› 𝑦 yang didefinisikan oleh 𝑓( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = 0. Maka turunan 𝑓( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = 0 terhadap π‘₯ dengan menganggap 𝑦 konstan diperoleh: πœ•π‘“ πœ•π‘₯ Γ— πœ•π‘₯ πœ•π‘₯ + πœ•π‘“ πœ•π‘¦ Γ— πœ•π‘¦ πœ•π‘₯ + πœ•π‘“ πœ•π‘§ Γ— πœ•π‘§ πœ•π‘₯ = 0 πœ•π‘§ πœ•π‘₯ = βˆ’ πœ•π‘“ πœ•π‘₯ ⁄ πœ•π‘“ πœ•π‘§ ⁄ Jika 𝑧 fungsi implisit dari π‘₯ dan 𝑦 yang didefinisikan oleh 𝑓( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = 0 . Maka turunan 𝑓( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = 0 terhadap 𝑦 dengan menganggap π‘₯ konstan diperoleh: πœ•π‘“ πœ•π‘₯ Γ— πœ•π‘₯ πœ•π‘¦ + πœ•π‘“ πœ•π‘¦ Γ— πœ•π‘¦ πœ•π‘¦ + πœ•π‘“ πœ•π‘§ Γ— πœ•π‘§ πœ•π‘¦ = 0 πœ•π‘§ πœ•π‘¦ = βˆ’ πœ•π‘“ πœ•π‘¦β„ πœ•π‘“ πœ•π‘§ ⁄ Contoh: 1. Jika 𝑓( π‘₯, 𝑦, 𝑧) = π‘₯3 𝑒 𝑦+𝑧 βˆ’ 𝑦𝑠𝑖𝑛 ( π‘₯ βˆ’ 𝑧) = 0 mendefinisikan 𝑧 secara implisit sebagai fungsi π‘₯ dan 𝑦 carilah πœ•π‘§ πœ•π‘₯ dan πœ•π‘§ πœ•π‘¦ ? Penyelesaian: πœ•π‘§ πœ•π‘₯ = β‹― ? πœ•π‘“ πœ•π‘₯ = 3π‘₯2 𝑒 𝑦+𝑧 βˆ’ π‘¦π‘π‘œπ‘ (π‘₯ βˆ’ 𝑧) πœ•π‘“ πœ•π‘§ = π‘₯3 𝑒 𝑦+𝑧 βˆ’ π‘¦π‘π‘œπ‘ ( π‘₯ βˆ’ 𝑧)(βˆ’1) πœ•π‘§ πœ•π‘₯ = βˆ’(3π‘₯2 𝑒 𝑦+𝑧 + π‘¦π‘π‘œπ‘ ( π‘₯ βˆ’ 𝑧)) π‘₯3 𝑒 𝑦+𝑧 + π‘¦π‘π‘œπ‘ (π‘₯ βˆ’ 𝑧) πœ•π‘§ πœ•π‘¦ … ? πœ•π‘“ πœ•π‘¦ = π‘₯3 𝑒 𝑦+𝑧 βˆ’ sin(π‘₯ βˆ’ 𝑧) πœ•π‘§ πœ•π‘¦ = βˆ’(3π‘₯2 𝑒 𝑦+𝑧 + 𝑠𝑖𝑛( π‘₯ βˆ’ 𝑧)) π‘₯3 𝑒 𝑦+𝑧 + π‘¦π‘π‘œπ‘ (π‘₯ βˆ’ 𝑧)
  • 48. 2. Jika 3π‘₯2 𝑧 + 𝑦3 βˆ’ π‘₯𝑦𝑧3 = 0 carilah πœ•π‘§ πœ•π‘₯ dan πœ•π‘§ πœ•π‘¦ ? Penyelesaian: πœ•π‘§ πœ•π‘₯ = βˆ’ πœ•π‘“ πœ•π‘₯⁄ πœ•π‘“ πœ•π‘§β„ πœ•π‘“ πœ•π‘₯ = 6π‘₯𝑧 βˆ’ 𝑦𝑧3 πœ•π‘“ πœ•π‘§ = 3π‘₯2 βˆ’ 3π‘₯𝑦𝑧3 πœ•π‘§ πœ•π‘₯ = βˆ’(6π‘₯𝑧 βˆ’ 𝑦𝑧3 ) 3π‘₯2 βˆ’ 3π‘₯𝑦𝑧3 πœ•π‘§ πœ•π‘¦ = βˆ’πœ•π‘“ πœ•π‘¦β„ πœ•π‘“ πœ•π‘§β„ πœ•π‘“ πœ•π‘¦ = 3𝑦2 βˆ’ π‘₯𝑧3 πœ•π‘§ πœ•π‘¦ = βˆ’(3𝑦2 βˆ’ π‘₯𝑧3 ) 3π‘₯2 βˆ’ 3π‘₯𝑦𝑧2 Nilai Maksimum dan Minimum 𝒇 𝟐 Peubah
  • 49. Definisi : Andaikan 𝑃0 = ( π‘₯0, 𝑦0) suatu titik di 𝑆 yaitu dari asal dari fungsi 𝑓. 1) 𝑓( 𝑃0) adalah nilai maksimum (global) dan 𝑓 pada 𝑆 jika 𝑓( 𝑃0) β‰₯ 𝑓( 𝑃),βˆ€ 𝑃 ∈ 𝑆. 2) 𝑓( 𝑃0) adalah nilai minimum (global) dari 𝑓 pada 𝑆 jika 𝑓( 𝑃0) ≀ 𝑓( 𝑃),βˆ€ 𝑃 ∈ 𝑆. 3) 𝑓( 𝑃0) disebut nilai ekstrem (global) jika 𝑓( 𝑃0) merupakan nilai maksimum (global) atau nilai minimum (global). Kata global dapat diganti dengan lokal jika pada i dan ii kita hanya memerlukan bahwa pertidaksamaan tersebut berlaku pada 𝑁 ∩ 𝑆, dengan 𝑁 adalah lingkungan dari 𝑃0. Nilai Ekstrem Titik-titik kritis dari 𝑓 pada 𝑆 ada tiga jenis, yaitu : 1) Titik-titik batas a. Titik 𝑃 disebut titik dalam dari himpunan 𝑆 jika terdapat lingkungan dari 𝑃 yang mengandung 𝑆. b. Titik 𝑃 disebut titikbatas dari himpunan 𝑆 jika semua lingkungan 𝑃 mengandung titik-titik pada 𝑆 dan bukan 𝑆. 2) Titik-titik stasioner
  • 50. 𝑃0 merupakan titik stasioner jika 𝑃0 titik dalam dari 𝑆 dimana 𝑓 dapat didiferensialkan dan βˆ‡ 𝑓( 𝑃0) = 0 ( 𝑓π‘₯( 𝑃0) = 0 𝑓𝑦( 𝑃0) = 0 ) 3) Titik-titik singular 𝑃0 disebut titik singular jika 𝑃0 titik dalam dari 𝑆 dimana 𝑆 tidak dapat didiferensialkan. Teorema titik kritis Andaikan 𝑓 didiferensialkan pada suatu himpuna 𝑆 yang mengandung 𝑃. Jika 𝑓( 𝑃0) adalah suatu nilai ekstrem, maka 𝑃0 haruslah berupa suatu titik kritis, yaitu 𝑃0 berupa salah satu dari : 1) Titik batas dari 𝑆, 2) Titik stsioner dari 𝑓, atau 3) Titik singular dari 𝑓. Teorema Uji Parsial kedua Andaikan 𝑓( π‘₯, 𝑦) mempunyai turunan parsial kontinu disuatu lingkungan dari 𝑃0 dan bahwa βˆ‡π‘“( 𝑃0) = 0 ambil 𝐷 = 𝐷( 𝑃0) = 𝑓π‘₯π‘₯( 𝑃0)βˆ’ 𝑓𝑦𝑦( 𝑃0)βˆ’ 𝑓π‘₯𝑦 2 ( 𝑃0), maka : 1) Jika 𝐷 > 0 dan 𝑓π‘₯π‘₯( 𝑃0) < 0, maka 𝑓( 𝑃0) merupakan maksimum lokal. 2) Jika 𝐷 > 0 dan 𝑓π‘₯π‘₯( 𝑃0) > 0, maka 𝑓( 𝑃0) merupakan minimum lokal. 3) Jika 𝐷 < 0, maka 𝑓( 𝑃0) bukan merupakan nilai ekstrem dan 𝑃0 disebut titik pelana. Contoh : Tentukan ekstrem, 𝑓( π‘₯, 𝑦) = 3π‘₯3 + 𝑦2 βˆ’ 9π‘₯ + 4𝑦 Penyelesaian : βˆ‡π‘“( 𝑃0) = 0 𝑓π‘₯ ( π‘₯, 𝑦) = 9π‘₯2 βˆ’ 9 = 0 β†’ π‘₯ = Β±1
  • 51. 𝑓𝑦 ( π‘₯, 𝑦) = 2𝑦 + 4 = 0 β†’ 𝑦 = βˆ’2 Diperoleh titik kritisnya (1,βˆ’2) dan (βˆ’1,βˆ’2) a. Periksa 𝑃0 = (1,βˆ’2) 𝑓π‘₯π‘₯ ( π‘₯, 𝑦) = 18π‘₯ β†’ 𝑓π‘₯π‘₯ (1,βˆ’2) = 18 𝑓𝑦𝑦 ( π‘₯, 𝑦) = 2 β†’ 𝑓𝑦𝑦 (1,βˆ’2) = 2 𝑓π‘₯𝑦 ( π‘₯, 𝑦) = 0 β†’ 𝑓π‘₯𝑦 (1,βˆ’2) = 0 𝐷 = 𝐷( 𝑃0) = 𝑓π‘₯π‘₯( 𝑃0) βˆ’ 𝑓𝑦𝑦( 𝑃0) βˆ’ 𝑓π‘₯𝑦 2 ( 𝑃0) 𝐷(1,βˆ’2) = 18 .2 βˆ’ 02 = 36 > 0 dan 𝑓π‘₯π‘₯(1,βˆ’2) = 18 > 0 𝑓(1, βˆ’2) = 3 .13 + (βˆ’2)2 βˆ’ 9 .1 βˆ’ 8 = 3 + 4 βˆ’ 9 βˆ’ 8 = βˆ’10 Berdasarkan teorema dapat disimpulkan bahwa 𝑓(1, βˆ’2) = βˆ’10 merupakan nilai minimum lokal dari 𝑓( π‘₯, 𝑦). b. Periksa 𝑃0 = (βˆ’1, βˆ’2) 𝑓π‘₯π‘₯ ( π‘₯, 𝑦) = 18π‘₯ β†’ 𝑓π‘₯π‘₯ (βˆ’1,βˆ’2) = βˆ’18 𝑓𝑦𝑦 ( π‘₯, 𝑦) = 2 β†’ 𝑓𝑦𝑦 (βˆ’1,βˆ’2) = 2 𝑓π‘₯𝑦 ( π‘₯, 𝑦) = 0 β†’ 𝑓π‘₯𝑦 (βˆ’1,βˆ’2) = 0 𝐷 = 𝐷( 𝑃0) = 𝑓π‘₯π‘₯( 𝑃0) βˆ’ 𝑓𝑦𝑦( 𝑃0) βˆ’ 𝑓π‘₯𝑦 2 ( 𝑃0) 𝐷(βˆ’1,βˆ’2) = βˆ’18 .2 βˆ’ 02 = βˆ’36 < 0 dan 𝑓π‘₯π‘₯(βˆ’1,βˆ’2) = βˆ’18 < 0 𝑓(βˆ’1, βˆ’2) = 3 .(βˆ’1)3 + (βˆ’2)2 βˆ’ 9(βˆ’1) βˆ’ 4(βˆ’2) = βˆ’3 + 4 + 9 βˆ’ 8 = 2 Maka 𝐷 < 0 berdasarkan teorema dapat disimpulkan bahwa 𝑓(βˆ’1, βˆ’2) merupakan nilai ekstrem 𝑃0(βˆ’1,βˆ’2) disebut titik pelana.
  • 52. Metode Lagrange Metode lagrange digunakan untuk memaksimumkan atau meminimumkan 𝑓( π‘₯, 𝑦) terhadap kendala 𝑔( π‘₯, 𝑦) Teorema 1 Untuk memaksimumkan atau meminimumkan 𝑓(𝑃) terhadap kendala 𝑔( 𝑃) = 0 dengan cara menyelesaikan sistem dimana βˆ‡π‘“( 𝑃) = πœ† βˆ‡π‘”( 𝑃) dan 𝑔( 𝑃) = 0 ο‚· Tiap titik 𝑃 merupkan suatu titik kritis untuk masalah nilai ekstrem terkendala ο‚· πœ† Merupakan pengali lagrange ο‚· βˆ‡π‘“( 𝑃) = 𝑓π‘₯ ( 𝑃) 𝑖 + 𝑓𝑦 ( 𝑃) 𝑗 βˆ‡π‘”( 𝑃) = 𝑔π‘₯ ( 𝑃) 𝑖 + 𝑔𝑦 ( 𝑃) 𝑗 Contoh : Berapa luas daerah yang terbesar yang dimiliki oleh suatu persegi panjang jika panjang panjang diagonalnya 2? Penyelesaian : Sehingga dari gambar diperoleh : 𝑓( π‘₯, 𝑦) = π‘₯𝑦 𝑔( π‘₯, 𝑦) = π‘₯2 + 𝑦2 βˆ’ 4 βˆ‡π‘“( π‘₯, 𝑦) = 𝑓π‘₯( π‘₯, 𝑦) 𝑖 + 𝑓𝑦( π‘₯, 𝑦) 𝑗 ο‚· 𝑓π‘₯ ( π‘₯, 𝑦) = 𝑦 𝑓𝑦( π‘₯, 𝑦) = π‘₯ ο‚· 𝑔𝑦( π‘₯, 𝑦) = 2π‘₯ 𝑔𝑦( π‘₯, 𝑦) = 2𝑦
  • 53. βˆ‡π‘“( π‘₯, 𝑦) = 𝑦𝑖 + π‘₯𝑗 βˆ‡π‘”( π‘₯, 𝑦) = 2π‘₯𝑖 + 2𝑦𝑖 𝑦 = πœ† .2x ………(i) π‘₯ = πœ† .2𝑦 ………(ii) π‘₯2 + 𝑦2 βˆ’ 4 = 0 …….(iii) Dari (i) dan (ii) : 𝑦 = πœ† .2x (dikali π‘₯𝑦) maka : 𝑦2 = πœ† 2π‘₯𝑦………(iv) π‘₯ = πœ† .2𝑦 (dikali π‘₯𝑦) maka :π‘₯2 = πœ† 2π‘₯𝑦……….(v) Dari (iv) dan (v) diketahui bahwa 𝑦2 = π‘₯2 ……….(vi) Dari (vi) dan (iii) diperoleh : π‘₯2 + π‘₯2 βˆ’ 4 = 0 2π‘₯2 = 4 π‘₯2 = 2 π‘₯ = ±√2 Selanjutnya π‘₯2 + π‘₯2 βˆ’ 4 = 0 2𝑦2 = 4 𝑦2 = 2 𝑦 = ±√2 Sehingga diperoleh 𝑃0 = (√2,√2) dan 𝑓(√2,√2) = √2 .√2 = 2 Jadi luas maksimumnya adalah 2, panjang √2 , dan lebar √2