2. Dalam suatu hadis harus memenuhi 3 unsur. Dimana unsur tersebut dapat
mempengaruhi tingkatan hadis, apakah hadis tersebut asli atau tidak. Unsur – unsur
tersebut yaitu:
MATAN
Yakni sabda Nabi atau isi dari hadits tersebut. Matan ini adalah inti dari apa yang dimaksud oleh hadis,
misalnya :
ْ
َنع
ْ
دَّمَحُم
ْ
َنع
ْ
يِبَا
ْ
َةَمَلَس
ْ
َنع
ْ
يِبا
ْ
َةَرريُه
َّْان
ْ
َّيِبَّنال
ْ
َّلَص
هللا
ْ
ِهيَلَع
ْ
َسَو
ْ
َََّل
ْ
َلَق : الوَل
نَا
َّْقُشَأ
ىَلَع
ىِتَّما
ْ
َُهُترَمَ َ
ال
ْ
ِب
ِْواكِالس
ْ
َدَنع
( ْ
ِةصالُِالك
رواه
الترمذى )
Artinya: Dari Muhammad yang diterima dari abu Salamah yang di terimanya dari abu Hurairah,bahwa
Rosulullah SAW bersabda: Seandainya tidak akan memberatkan terhadap umatku, niscaya aku suruh
mereka bersiwak(menggosok gigi) setiapakan melakukan shalat (HR.Turmudz)
Matan berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari huruf م- ت- نMatan memiliki makna “punggung jalan”
atau bagian tanah yang keras dan menonjol ke atas. Apabila dirangkai menjadi kalimat matn al-hads maka
defenisinya adalah:
ألفاظ
الحديث
التى
تتقوم
بها
المعانى
“Kata-kata hadis yang dengannya terbentuk makna-makna”
Dapat juga diartikan sebagai ما
ينتهى
إليه
السند
من
الكل (Apa yang berhenti dari sanad berupa perkataan). Adapun
matan hadis itu terdiri dari dua elemen yaitu teks atau lafal dan makna (konsep), sehingga unsur-
unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan hadis yang sahih yaitu terhindar dari syadz
dan ’illat.
3. Contohnya:
اَمَّنِإ
ُ
الَمْعَألا
ُِتاَّيِالنِب
،
اَمَّنِإَو
ُِلكِل
ُ
ئ ِ
رْام
اَم
ى َوَن
،
ُْنَمَف
ُ
َنَاك
ُْت
ُ
هتَرْجِه
اَيْندِل
اَهبْي ِ
صي
،
ُْوَأ
ُ
ةَأَرْام
ُ
ْنَي
اَهحِك
،
ُ
هتَرْجِهَف
ىَلِإ
اَم
َُرَجاَه ...
“Amal-amal perbuatan itu hanya tergantung niatnya dan setipa orang akan mendapatkan apa yang dia
niatkan. Barangsiapa yang hijrah karena untuk mendapatkan dunia atau karena perempuan yang akan
dinikahinya maka hijrahnya (akan mendapatkan) sesuai dengan tujuan hijrahnya…
SANAD
Sandaran atau jalan yang menyampaikan kepada matan hadits. Sanad inilah orang yang
mengkabarkan hadis dari Rasulullah saw kepada orang yang berikutnya sampai kepada orang yang menulis
atau mengeluarkan hadis . Secara bahasa, sanad berasal dari kata سند yang berarti انضمام
الشيئ
الى
الشيئ (penggabungan sesuatu ke sesuatu yang lain), karena di dalamnya tersusun banyak nama yang
tergabung dalam satu rentetan jalan. Bisa juga berarti المعتمد (pegangan). Dinamakan demikian karena hadis
merupakan sesuatu yang menjadi sandaran dan pegangan.
Sementara termenologi, sanad adalah jalan yang dapat menghubungkan matan hadis sampai kepada Nabi
Muhammad saw sebagaimana juga telah dijelaskan diatas . Dengan kata lain, sanad adalah rentetan perawi-
perawi (beberapa orang) yang sampai kepada matan hadis.
Contohnya pada kitab Shohih Bukhari sebagai berikut :
اَنَثَّدَح
ُ
نْبا
ُ
مَالَس
،
ُ
َلاَق
اَنَرَبْخَأ
ُ
دَّمَحم
ُ
نْب
ُ
لْيَضف
،
ُ
َلاَق
َُح
اَنَثَّد
ىَيْحَي
ُ
نْب
ُ
يدِعَس
،
َُْنع
يِبَأ
ُ
َةَمَلَس
،
ُ
َع
ُْن
يِبَأ
ُ
َةَرْيَره
،
ُ
َلاَق
ُ
َلاَق
ُ
ولسَر
ُ
ِ َّ
ّللا
صلى
هللا
عليه
وسلم " ُْنَم
ُ
َماَص
َُانَضَمَر
اًناَميِإ
ُ
ًباَسِتْاحَو
ا
َُرِفغ
ُ
هَل
اَم
ُ
َمَّدَقَت
ُْنِم
ُِهِبْنَذ "
4. Dari hadis diatas sanadnya adalah orang – orang yang menyampaikan matan hadis sampai pada Imam
Bukhori, sehingga orang yang menyampaikan kepada imam bukhari adalah sanad pertama dan sanad
terakhir adalah Abu Hurairah. Sedangkan Imam Bukhari adalah orang yang mengeluarkan hadis atau yang
menulis hadis dalam kitabnya. Para ahli hadis memberi penilaian terhadap shohih atau tidaknya dapat
berdasarkan pada sanad tersebut. Jika terdapat salah satu sanad yang kurang memenuhi syarat maka dapat
mengurangi atau bahkan dapat meragukan kesohihan hadis.
Berikut adalah contoh sanad lainnya :
“Al-Humaidi ibn al-Zubair telah menceritakan kepada kami seraya berkata Sufyan telah mmenceritakan
kepada kami seraya berkata Yahya ibn Sa’id al-Ansari telah menceritakan kepada kami seraya berkata
Muhammad ibn Ibrahim al-Taimi telah memberitakan kepada saya bahwa dia mendengar ‘Alqamah ibn
Waqqas al-Laisi berkata “saya mendengar Umar ibn al-Khattab ra berkata di atas mimbar “Saya
mendengar Rasulullah saw. bersabda…
RAWI
Orang yang meriwayatkan hadis. Antara rawi dan sanad orang – orangnya sama, yaitu – itu saja. Misalnya
pada contoh sanad, yaitu sanad terakhir Abu Hurairah adalah perawi hadis yang pertama, begitu
seterusnya hingga kepada Imam Bukhari. Sedangkan Imam Bukhari sendiri adalah perawi hadis yang
terakhir.
اَنَثَّدَح
ُ
ِيدْيَمحْلا
ُ
دْبَع
ُ
ِ َّ
ّللا
ُ
نْب
ُِ
رْيَبالز
ُ
َلاَق
اَنَثَّدَح
ُ
َيْفس
ُ
ان
ُ
َلاَق
اَنَثَّدَح
ىَيْحَي
ُ
نْب
ُ
يدِعَس
ُ
ي ِ
ارَصْنَ ْ
األ
ُ
َق
ُ
َلا
يِنَرَبْخَأ
ُ
دَّمَحم
ُ
نْب
ُ
َميِهاَرْبِإ
ُ
يِمْيَّتال
ُ
هَّنَأ
َُعِمَس
ُ
َةَمَقْلَع
َُنْب
ُ
اصَّق َو
َُّيِثْيَّلال
ُ
ولقَي
ُ
تْعِمَس
َُرَمع
َُنْب
ُ
ِباَّطَخْلا
َُي ِ
ضَر
َُّ
ّللا
ُ
هْنَع
ىَلَع
ُِ
رَبْنِمْلا
ُ
َلاَق
ُ
تْعِمَس
ُ
َلوسَر
ُ
ِ َّ
ّللا
ىَّلَص
َُّ
ّللا
ُِهْيَلَع
ُ
َمَّلَس َو
ُ
قَي
ُ
ول
5. Untuk menyeleksi hadis yang sekian banyaknya dan pada waktu Nabi Muhammad saw masih hidup tidak
banyak sahabat yang menulis hadis, dan penyampaian hadis Nabi SAW masih terbatas dari mulut ke mulut
berdasarkan hafalan dan ingatan saja sampai pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis tahun 99 – 101 H.
Kata perawi atau al-rawi dalam bahasa Arab dari kata riwayat yang berarti memindahkan atau menukilkan,
yakni memindahkan suatu berita dari seseoarang kepada orang lain. Dalam istilah hadis, al-rawi adalah
orang yang meriwayatkan hadis dari seorang guru kepada orang lain yang tercantum dalam buku
hadis. Jadi, nama-nama yang terdapat dalam sanad disebut rawi, seperti:
Nama-nama dalam sanad di atas disebut rawi.
Sebenarnya antara rawi dan sanad merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan karena sanad
hadis pada setiap generasi terdiri dari beberapa perawi. Singkatnya sanad itu lebih menekankan pada
mata rantai/silsilah sedangkan rawi adalah orang yang terdapat dalam silsilah tersebut.
Maka untuk menjaga keaslian hadis diperlukan Perawi – Perawi hadis yang memenuhi syarat sebagai
berikut :
Perawi itu harus orang yang
adil
(muslim, baligh, berakal, tidak
pernah melakukan dosa besar dan
tidak sering melakukan dosakecil.)
Perawi itu harus
seorang yang
dabit
اَنَثَّدَح
ُ
ِيدْيَمحْلا
ُ
دْبَع
ُ
ِ َّ
ّللا
ُ
نْب
ُِ
رْيَبالز
ُ
َلاَق
اَنَثَّدَح
ُ
انَيْفس
ُ
َلاَق
اَنَثَّدَح
ىَيْحَي
ُ
نْب
ُ
يدِعَس
ُ
ي ِ
ارَصْنَ ْ
األ
ُ
َلاَق
يِنَرَبْخَأ
ُ
دَّمَحم
ُ
نْب
ُ
َميِهاَرْبِإ
ُ
يِمْيَّتال
ُ
هَّنَأ
َُعِمَس
ُ
َةَمَقْلَع
َُنْب
ُ
اصَّق َو
َُّيِثْيَّلال
ُ
ولقَي
ُ
تْعِمَس
َُرَمع
َُنْب
ُ
ِباَّطَخْلا
َُي ِ
ضَر
َُّ
ّللا
ُ
َع
ُ
هْن
ىَلَع
ُِ
رَبْنِمْلا
ُ
َلاَق
ُ
تْعِمَس
ُ
َلوسَر
ُ
ِ َّ
ّللا
ىَّلَص
َُّ
ّللا
ُِهْيَلَع
ُ
َمَّلَس َو
وقَي
ُ
ل
6. Dhabith ini mempunyai dua pengertian yaitu :
• Dabit dalam arti bahwa perawi hadis harus kuat hafalan serta daya ingatnya dan bukan orang yang
pelupa.
• Dabit dalam arti bahwa perawi hadis itu dapat menjaga atau memelihara kitab hadis yang diterima dari
gurunya sebaik – baiknya, sehingga tidak mungkin ada orang mengadakan perubahan didalamnya.
Adapun para sahabat yang paling
banyak meriwayatkan hadis yaitu :
1. Abu Hurairah, beliau meriwayatkan hadis
sebanyak 5374 buah hadis
2. Abdullah bin Umar, beliau meriwayatkan
hadis sebanyak 2630 buah hadis
3. Anas bin Malik, beliau meriwayatkan
hadis sebanyak 2286 buah hadis
4. Aisyah Ummul Mukminin, beliau
meriwayatkan hadis sebanyak 2210
buah hadis
5. Abdullah bin Abbas, beliau meriwayatkan
hadis sebanyak 1660 buah hadis
6. Jabir bin Abdullah, beliau meriwayatkan
hadis sebanyak 1540 buah hadis
7. Abu Sa’id Al Khudri, beliau meriwayatkan
hadis sebanyak 1170 buah hadis
Para sahabat Nabi saw ini menjadi perawi hadis
pertama dan sanad terakhir dan mereka inilah yang
pada umumnya disebut sanad dalam hadis. Kemudian
yang disebut perawi hadis terakhir adalah mereka
yang membukukan hadis dalam kitab-kitabnya seperti,
Muwatha’nya Imam Malik, Al Kutub Al Sittah, setelah
itu sangat sulit untuk menemukan orang yang dapat
dikatagorikan sebagai perawi hadis, atau mungkin
tidak ada perawi yang muktabar.
Syarat-Syarat Seorang
Perawi
‘Adl dan Jarh
Memiliki
Pengetahuan
Bahasa Arab
Sanadnya harus
muttasil
(bersambung)
Kuat hafalannya
Tidak bertentangan
dengan perawi yang
lebih baik dan lebih
dapat dipercaya
Tidak berillat
7. 1. Adl dan Jarh
Jarh dan Ta’dil sebenarnya berasal dari ilmu rijalul hadits. Mustafa Al-Saba’i memasukkan ilmu ini sebagai
salah satu ilmu yang paling berharga dalam “Ulum Al Hadits”. Mengingat ilmu ini sangat penting,
siapapun yang menggeluti hadits ia harus mempelajarinya. Karena ilmu ini menjadi penentu hadits,
apakah termasuk shohih atau tidak, layak dijadikan sumber hukum atau tidak. ‘Adl menurut pendapat
ulama ialah suatu tenaga jiwa (malakah) yang mendorong kita tetap berlaku taqwa dan memelihara
muru’ah. Orang yang seperti ini dinamakan adil. Muru’ah ialah membersihkan dari segala macam perangai
yang kurang baik seperti buang air besar ditengah jalan.
2. Memiliki Pengetahuan Bahasa Arab
Seorang rawi harus benar-benar memiliki pengetahuan bahasa arab yang mendalam, diantaranya, perawi
harus seorang ilmu nahwu, sharaf dan ilmu bahasa, mengerti konotasi lapadz dan maksudnya, memahami
perbedaan – perbedaan dan mampu menyampaikan hadits dengan tepat.
3. Sanadnya harus muttasil (bersambung)
Sanad yang muttasil artinya tiap-tiap perawi betul-betul mendengar dari gurunya. Guru benar-benar
mendengar dari gurunya, dan gurunya benar-benar mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.
4. Kuat hafalannya
Adapun yang dimaksudkan dengan kuat ingatan/ kokoh ingatan ialah sempurna ingatannya sejak ia
menerima haditsnya itu dan dapat meriwayatkannya setiap saat.
5. Tidak bertentangan dengan perawi yang lebih baik dan lebih dapat dipercaya.
6. Tidak berillat, yakni tidak memiliki sifat yang membuat haditsnya tidak diterima.
[PENJELASAN] SYARAT PERAWI
8. MUKHARRIJ
Mukharrij secara bahasa adalah orang yang mengeluarkan. Kaitannya dengan
hadis, mukharrij adalah orang yang telah menukil atau mencatat hadis pada
kitabnya, seperti kitab al-Bukhari.
Memindahkan hadis dari seorang guru kepada orang lain lalu
membukukannya dalam kitab disebut mukharrij. Oleh sebab itu, semua
perawi hadis yang membukukan hadis yang diriwayatkannya disebut
mukharrij seperti para penyusun al-kutub al-tis’ah (kitab sembilan).
Contohnya : (HR.Bukhori dan HR.Muslim ).
9. Kitab – Kitab dan Ulama Ahli Hadits
1. Shahih Bukhari
Menurut Ibnu hajar Al-Asqalani, kitab hadis nomor wahid ini memuat sebanyak 7.397
hadis, termasuk yang ditulis ulang. Imam Bukhari menghafal sekitar 600 ribu hadis.
Ia menghafal hadis itu dari 90 ribu perawi. Hadis itu dibagi dalam bab-bab yang yang
terdiri dari akidah, hukum, etika makan dan minum, akhlak, perbuatan baik dan
tercela, tarik, serta sejarah hidup Nabi SAW.
2. Shahih Muslim
Menurut Ibnu hajar Al-Asqalani, kitab hadis nomor wahid ini memuat sebanyak 7.397
hadis, termasuk yang ditulis ulang. Imam Bukhari menghafal sekitar 600 ribu hadis.
Ia menghafal hadis itu dari 90 ribu perawi. Hadis itu dibagi dalam bab-bab yang yang
terdiri dari akidah, hukum, etika makan dan minum, akhlak, perbuatan baik dan
tercela, tarik, serta sejarah hidup Nabi SAW.
10. Kitab – Kitab dan Ulama Ahli Hadits
3. Sunan Abi Dawud
Kitab ini memuat 5.274 hadis, termasuk yang diulang. Sebanyak 4.800 hadis yang
tercantum dalam kitab itu adalah hadis hukum. ‘’Di antara imam yang kitabnya masuk
dalam Kutub as-Sittah, Abu Dawud merupakan imam yang paling fakih,’’ papar
Ensiklopedi Islam.
4. Sunan At-Tirmizi
Kitab ini juga dikenal dengan nama Jami’ At-Tirmizi. Karya Imam At-Tirmizi ini
mengandung 3.959 hadis, terdiri dari yang sahih, hasan, dan dhaif. Bahkan, menurut
Ibnu Qayyim al-Jaujiyah, di dalam kitab itu tercantum sebanyak 30 hadis palsu.
Namun, pendapat itu dibantah oleh ahli hadis dari Mesir, Abu Syuhbah.
11. Kitab – Kitab dan Ulama Ahli Hadits
5. Sunan An-Nasa’i
Kitab ini juga dikenal dengan nama Sunan Al-Mujtaba. An-Nasa’I menyusun kitab itu
setelah menyeleksi hadis-hadis yang tercantum dalam kitab yang juga ditulisnya
berjudul As-Sunan Al-Kubra yang masih mencampurkan antara hadis sahih, hasan,
dan dhaif. Sunan An-Nasa’I berisi 5.671 hadis, yang menurut Imam An-Nasa’I adalah
hadis-hadis sahih.
6. Sunan Ibnu Majah
Kitab ini berisi 4.341 hadis. Sebanyak 3.002 hadis di antaranya terdapat dalam Al-
Kutan Al-Khasah dan 1.339 hadis lainnya adalah hadis yang diriwaytkan Ibnu Majah.
Awalnya, para ulama tak memasukan kitab hadis ini kedalam jajaran Kutub As-Sittah,
karena di dalamnya masih bercampur antara hadis sahih, hasan dan dhaif. Ahli hadis
pertama yang memasukan kitab ini ke dalam jajaran enam hadis utama adalah Al-
Hafiz Abu Al-fadal Muhammad bin Tahir Al-Maqdisi (wafat 507 Hijiriah).
12. Pembagian Ilmu Hadits
• Secara garis besar ilmu hadits terbagi kedalam
dua bagian yaitu: Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu
Hadits Dirayah
13. 1. Ilmu Hadits Riwayah
• Ilmu hadits riwayah adalah “Ilmu yang membahas tentang
proses periwayatan sesuatu yang disandarkan kepada nabi
Muhammad yang berupa perkataan, ketetapan dan sifat-sifat
Nabi”.
• Pokok bahasan ilmu hadits riwayah adalah ucapan, perbuatan
dan ketetapan Rasul dilihat dari segi periwayatannya.
• Tujuaan mempelajari ilmu hadits riwayah adalah memelihara
Sunnah dan menjaganya dari kesalahan periwayatan dalam
mengimformasikan segala sesuatu yang berasal dari Nabi
Saw. baik yang berupa perkataan, perbuatan dan
ketetapannya (M.Ajaj Al-khuthabi 1989 : 7 )
14. 2. Ilmu Hadits Dirayah
• Ilmu hadits dirayah menurut Ibn Hajar al-Ashqalany adalah
“Kumpulan kaidah-kaidah dan permasalahanpermasalahan
yang berfungsi untuk mengetahui diterima atau tidaknya
suatu hadits, baik dilihat dari segi orang yang meriwayatkan
ataupun dari segi cara periwayatannya.”
• Menurut Ibn Akfani, ilmu hadits dirayah adalah “Ilmu yang
dapat mengetahui hakikat suatu riwayat dan syarat-
syaratnya, macam-macamnya serta hukum-hukumnya.
Dengan ilmu itu pula dapat diketahui keadaan para rawi dan
syarat-syaratnya serta segala hal yang berhubungan
dengannya.”
15. Ilmu Hadits Dirayah
• Pokok bahasan ilmu hadits dirayah adalah: pertama sanad
dilihat dari segi keadaan pribadi rawinya, mut.t.asil atau
munqathi-nya, ali atau nazil-nya, dan yang lainnya, kedua
matan dilihat dari segi shahih atau dhaifnya dan hal-hal lain
yang berhubungan matan suatu hadits.
• Dengan mempelajari ilmu hadits dirayah seseorang dapat
membedakan antara hadits yang diterima dengan hadits yang
ditolak. Seseorang tidak akan bisa membedakan antara hadits
yang diterima dan ditolak hanya dengan mempelajari ilmu
hadits riwayah tanpa disertai ilmu hadits dirayah