SlideShare a Scribd company logo
1 of 28
SISTEM NORMA
HUKUM DI
REPUBLIK
INDONESIA
MENURUT
UUD 1945
Bab IV Buku Ilper Jilid 1
A. Sistem Norma Hukum
Indonesia Menurut UUD 1945
 Dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia maka norma-norma hukum yang berlaku berada
dalam suatu sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, sekaligus berkelompok-kelompok, yakni
suatu norma itu selalu berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi; dan norma yang
lebih tinggi berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi; demikian seterusnya
sampai pada suatu norma dasar negara (Staatsfundamentalnorm) Republik Indonesia, yaitu Pancasila.
 Dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia, Pancasila merupakan Norma Fundamental
Negara yang merupakan norma hukum tertinggi, dan kemudian secara berturut-turut diikuti oleh Batang
Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR serta Hukum Dasar tidak tertulis atau disebut juga Konvensi
Ketatanegaraan sebagai Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz), Undang-
Undang (formell Gesetz) serta Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom (Verordnung & Autonome
Satzung) yang dimulai dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dan peraturan
pelaksanaan, serta peraturan otonom lainnya
2
B. HUBUNGAN ANTARA PANCASILA DAN
UNDANG- UNDANG DASAR 1945
Pembahasan tentang hubungan antara Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm) Pancasila dan Aturan Dasar
Negara/ Aturan Pokok Negara (Verfassungsnorm) Undang-Undang Dasar1945, dapat dilakukan dengan mencermati rumusan
dalam Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar 1945 Angka III yang merupakan penjelasan yang tidak dapat dipisahkan
dari Batang Tubuh (Pasal-pasal) UUD 1945, yang menentukan sebagai berikut:
"Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan di dalam pasal-pasalnya.
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Pokok-
pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis
(Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini di
dalam pasal-pasalnya.“
Dari perumusan tersebut, dapat dilihat bahwa kedudukan dari Pembukaan UUD 1945 adalah lebih utama daripada Batang
Tubuh UUD 1945, oleh karena Pembukaan UUD 1945 itu mengandung pokok-pokok pikiran yang tidak lain adalah Pancasila.
3
C. HUBUNGAN UNDANG-UNDANG
DASAR 1945 DAN KETETAPAN MPR
1. Sebelum Perubahan UUD 1945
Apabila dilihat dari teori jenjang norma hukum dari Hans Nawiasky, kelompok norma dari Staatsgrundgesetz
di Negara Republik Indonesia terdiri dari Verfassungsnorm UUD 1945 yang terdapat dalam Batang Tubuh
(Pasal-pasal) UUD 1945, Ketetapan MPR, serta Hukum Dasar tidak tertulis (Konvensi Ketatanegaraan).
Norma-norma hukum yang ada dalam Aturan Dasar Negara/ Aturan Pokok Negara, yaitu dalam
Verfassungsnorm UUD 1945 dan dalam Ketetapan MPR merupakan norma-norma hukum yang masih bersifat
umum dan garis besar serta masih merupakan norma tunggal, jadi belum dilekati oleh sanksi pidana maupun
sanksi pemaksa. Secara hierarkis, kedudukan Verfassungsnorm UUD 1945 lebih tinggi daripada Ketetapan
MPR, walaupun keduanya dibentuk oleh lembaga yang sama, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai
lembaga tertinggi di Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu secara norma, kedudukan Verfassungsnorm
UUD 1945 tidak sejajar dengan Ketetapan MPR.
Kedudukan Verfassungsnorm UUD 1945 lebih tinggi daripada norma-norma hukum dalam Ketetapan MPR,
namun demikian keduanya termasuk dalam Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara. Hubungan kedua
norma hukum itu adalah sesuai dengan jenjang normanya. Verfassungsnorm UUD 1945 merupakan sumber
dan dasar dari pembentukan norma-norma dalam Ketetapan MPR.
FUNGSI MPR
Sebelum Perubahan UUD 1945.
I. Menetapkan Undang-Undang Dasar – Pasal 3
UUD 1945.
IIA. Menetapkan garis-garis besar daripada
haluan Negara – Pasal 3 UUD 1945.
B. Memilih Presiden dan Wakil Presiden – Pasal
6 UUD 1945.
FUNGSI MPR
Sesudah Perubahan UUD 1945
I. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
II. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; dan
IIIA. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden –
Pasal 3 UUD 1945.
B. Memilih Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan –
Pasal 8 ayat (2) UUD 1945.
C. Memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam hal terjadi
kekosongan – Pasal 8 ayat (3) UUD 1945.
FUNGSI MPR
Sebelum Perubahan UUD 1945.
I. Menetapkan Undang-Undang Dasar – Pasal 3 UUD 1945.
IIA. Menetapkan garis-garis besar daripada haluan Negara – Pasal 3 UUD 1945.
B. Memilih Presiden dan Wakil Presiden – Pasal 6 UUD 1945.
Sesudah Perubahan UUD 1945.
I. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
II. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; dan
IIIA. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden – Pasal 3 UUD 1945.
B. Memilih Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan – Pasal 8 ayat (2) UUD 1945.
C. Memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan – Pasal 8 ayat (3) UUD 1945.
C. HUBUNGAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DAN KETETAPAN MPR
2. Sesudah Perubahan UUD 1945
Berdasarkan ketentuan Pasal 3, Pasal 8, dan Pasal 37 UUD 1945 (Perubahan), maka tidak
terdapat lagi hubungan secara normatif antara Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan
MPR, kecuali terhadap Ketetapan MPR yang dinyatakan tetap berlaku (dengan beberapa
persyaratan) berdasarkan Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap
Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.
Setelah Perubahan UUD 1945 tidak terdapat lagi wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat
untuk menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara yang selama ini dibentuk dengan
Ketetapan MPR, yang kemudian dimandatkan kepada Presiden untuk dilaksanakan.
Perubahan ini terjadi oleh karena berdasarkan Perubahan UUD 1945, Presiden dan Wakil
Presiden sekarang tidak lagi dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat tetapi dipilih
langsung oleh rakyat, sehingga Presiden bukan lagi Mandataris dari Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
D. HUBUNGAN PANCASILA, UUD 1945, DAN KETETAPAN MPR
 Dilihat dari sistem norma hukum di Negara Republik Indonesia, maka Staatsfundamentalnorm Pancasila,
Verfassungsnorm UUD 1945, Grundgesetznorm Ketetapan MPR, dan Gesetznorm Undang-Undang
merupakan suatu bagian dari sistem norma hukum Negara Republik Indonesia.
 Staatsfundamentalnorm Pancasila yang merupakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah sumber dan dasar bagi pembentukan pasal-pasal dalam Verfassungsnorm
UUD 1945, sedangkan aturan yang ada dalam Verfassungsnorm UUD 1945 merupakan sumber dan dasar
bagi pembentukan aturan-aturan dalam Grundgesetznorm Ketetapan MPR dan juga sekaligus
merupakan sumber dan dasar bagi pembentukanGesetznormUndang-Undang.
 Oleh karena Grundgesetznorm Ketetapan MPR itu juga merupakanAturan Dasar Negara/Aturan Pokok
Negara yang berada di atas GesetznormUndang-Undang, maka Grundgesetznorm Ketetapan MPR ini
juga merupakan sumber bagi pembentukan norma-norma hukum dalam Gesetznorm Undang-Undang
yang merupakan peraturan perundang-undangan yang tertinggi di Negara Republik Indonesia.
10
E. HUBUNGAN NORMA HUKUM DASAR DAN NORMA PERUNDANG-UNDANGAN
 Hubungan norma Hukum Dasar (Verfassungsnorm) dan norma Perundang-undangan
(Gesetzgebungsnorm) dapat dipahami dari rumusan PenjelasanUUD 1945, khususnya padaAngka IV
yang menentukan sebagai berikut:
“Maka telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuatAturan-aturan pokok, hanya memuat
garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk
menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.Terutama bagi negara baru dan negara
muda lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan- aturan pokok, sedangkan aturan-
aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada Undang-Undang yang lebih mudah
caranya membuat, merubah dan mencabut.“
 Ketentuan dalam Hukum Dasar (Verfassungsnorm) masih merupakankebijakan negara yang bersifat garis
besar, dan belum bersifat konkret,sehingga pelanggaran terhadapnya belum dapat dikenakan suatu
sanksi pidana atau sanksi pemaksa maka norma-norma hukumitu harus terlebih dahulu dituangkan ke
dalam Peraturan Perundang-undangan (Gesetzgebungsnorm)
11
12
z
Hierarki Peraturan
Perundang-Undangan
Republik Indonesia
Bab V
Buku ILPER Jilid 1
Di dalam UUD 1945 (beserta perubahannya)
• Hanya menetapkan tiga jenis peraturan perundang-undangan:
1. Undang-Undang  pasal 5 ayat (1)
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang  pasal 22
ayat (1)
3. Peraturan Presiden  pasal 5 ayat (2)
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1950
• Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1950
“Jenis peraturan-peraturan Pemerintah Pusat ialah:
a. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang,
b. Peraturan Pemerintah,
c. Peraturan Menteri.”
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1950
UU Nomor 1 Tahun 1950
• Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1950
“Tingkat kekuatan peraturan-peraturan Pemerintah Pusat ialah
menurut urutannya pada Pasal 1.”
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1950
Berdasar pada rumusan kedua pasal sebagaimana disebutkan sebelumnya, dapat
kita lihat bahwa UU Nomor 1 Tahun 1950 sejatinya memandang bahwa eksistensi
Peraturan Menteri sejatinya digolongkan sebagai salah satu dari jenis peraturan
perundang-undangan, yang secara susunan hierarkhis terletak di bawah
Peraturan Pemerintah. Hal ini terjadi seiring dengan sistem pemerintahan yang
dianut Indonesia dalam Konstitusi RIS ini ialah parlementer, dimana salah satu
karakteristiknya ialah menempatkan Presiden sebagai Kepala Negara semata,
sehingga tidak berwenangmembentuk suatu keputusan yang bersifat mengatur.
TAP MPRS Nomor XX/MPRS/1966
1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
2. Dekrit 5 Juli 1959
3. Undang-Undang Dasar Proklamasi (“UUD 1945 Sebelum Amandemen”)
4. Surat Perintah 11 Maret 1966 (“Supersemar”)
Lampiran II
TAP MPRS Nomor XX/MPRS/1966
1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (“UUD 1945”)
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(“UU/Perppu”)
3. Peraturan Pemerintah (“PP”)
4. Keputusan Presiden (“Keppres”)
Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti:
1. Peraturan Menteri (“Permen”)
2. Instruksi Menteri
3. Dan lain-lainnya
Tanggapan/Kritik
terhadap
TAP MPRS Nomor
XX/MPRS/1966
20
21
TAP MPR Nomor III/MPR/2000
• Sebagaimana dinyatakan pada pasal 2, berikut ialah tata urutan peraturan
perundang-undangan menurut TAP MPR Nomor III/MPR/2000:
1. Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”)
2. Ketetapan MPR (“TAP MPR”)
3. Undang-Undang (“UU”)
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (“Perppu”)
5. Peraturan Pemerintah (“PP”)
6. Keputusan Presiden (“Keppres”)
7. Peraturan Daerah (“Perda”)
Tanggapan/ Kritik
TAP MPR Nomor
III/MPR/2000
23
UU Nomor 10 Tahun 2004
• Secara garis besar, hierarkhi peraturan perundang-undangan menurut UU ini
diatur pada pasal 7 dengan urutan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi Tahun 1945 (“UUD NRI
1945”)
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(“UU/Perppu”)
3. Peraturan Pemerintah (“PP”)
4. Peraturan Presiden (“Perpres”)
5. Peraturan Daerah (“Perda”)
UU Nomor 10 Tahun 2004
penjelasan dari pasal 7ayat (4)
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan
ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Dewan
Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala
badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentak oleh
undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota,
Kepala Desa atau yang setingkat.
UU Nomor 12 Tahun 2011 (terakhir diubah
dengan UU Nomor 13 Tahun 2022)
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD NRI 1945”)
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (“TAP MPR”)
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(“UU/Perppu”)
4. Peraturan Pemerintah (“PP”)
5. Peraturan Presiden (“Perpres”)
6. Peraturan Daerah Provinsi (“Perda Provinsi”)
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (“Perda Kabupaten/Kota”)
Pasal 8 (1) UU No. 12 Tahun 2011
• Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,
Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang
setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah
Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau
yang setingkat.
27
TAP MPRS
No.XX/MPRS/1966
TAP MPRS
No.III/MPR/2000
UU No. 10 Tahun
2004
UU No. 12 Tahun
2011
UUD 1945
Ketetapan MPR
UU/PERPU
PP
Keppres
Peraturan
pelaksanaan
(Peraturan Menteri
dan Instruksi
Menteri, dll)
UUD 1945
Ketetapan MPR
UU
PERPU
PP
Keppres
Perda
UUD 1945
UU/PERPU
PP
PERPRES
PERDA
UUD 1945
TAP MPR
UU
PP
PERPRES
PERDA PROVINSI
PERDA
KAB/KOTA

More Related Content

Similar to Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx

UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara
UUD 1945 Sebagai Konstitusi NegaraUUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara
UUD 1945 Sebagai Konstitusi NegaraRizza Magfira
 
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...TutikDaryatni
 
Implementasi pancasila dengan uud 1945
Implementasi pancasila dengan uud 1945Implementasi pancasila dengan uud 1945
Implementasi pancasila dengan uud 1945Iko Ishva
 
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraan
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraanPancasila sebagai konteks ketatanegaraan
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraanElla Feby
 
Konstitusi dan Konstitusi Indonesia_PPT KWN Kel. 4.pptx
Konstitusi dan Konstitusi Indonesia_PPT KWN Kel. 4.pptxKonstitusi dan Konstitusi Indonesia_PPT KWN Kel. 4.pptx
Konstitusi dan Konstitusi Indonesia_PPT KWN Kel. 4.pptxMichelleAngely
 
Peraturan perundang slide
Peraturan perundang slidePeraturan perundang slide
Peraturan perundang slideSomewhere
 
Semester 2 sma kls x p kn
Semester 2 sma kls x p knSemester 2 sma kls x p kn
Semester 2 sma kls x p knDzikri Fauzi
 
PPKn kelas 8 BAB II.pptx
PPKn kelas 8 BAB II.pptxPPKn kelas 8 BAB II.pptx
PPKn kelas 8 BAB II.pptxanugrah55
 
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Eric
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia EricPelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Eric
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Ericomcivics
 
Sistem konstitusi & dinamika pelaksanaan uud 1945
Sistem konstitusi & dinamika pelaksanaan uud 1945Sistem konstitusi & dinamika pelaksanaan uud 1945
Sistem konstitusi & dinamika pelaksanaan uud 1945Rido Frans
 
Kewenangaan mk terhadap tap mpr
Kewenangaan mk terhadap tap mprKewenangaan mk terhadap tap mpr
Kewenangaan mk terhadap tap mprAhmad Solihin
 
Bab 4 Nilai dan Norma Konstitusi.pdf
Bab 4 Nilai dan Norma Konstitusi.pdfBab 4 Nilai dan Norma Konstitusi.pdf
Bab 4 Nilai dan Norma Konstitusi.pdfDhenAlok
 

Similar to Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx (20)

UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara
UUD 1945 Sebagai Konstitusi NegaraUUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara
UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara
 
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
 
Tata urut perundang
Tata urut perundangTata urut perundang
Tata urut perundang
 
Implementasi pancasila dengan uud 1945
Implementasi pancasila dengan uud 1945Implementasi pancasila dengan uud 1945
Implementasi pancasila dengan uud 1945
 
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraan
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraanPancasila sebagai konteks ketatanegaraan
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraan
 
Konstitusi dan Konstitusi Indonesia_PPT KWN Kel. 4.pptx
Konstitusi dan Konstitusi Indonesia_PPT KWN Kel. 4.pptxKonstitusi dan Konstitusi Indonesia_PPT KWN Kel. 4.pptx
Konstitusi dan Konstitusi Indonesia_PPT KWN Kel. 4.pptx
 
Peraturan perundang slide
Peraturan perundang slidePeraturan perundang slide
Peraturan perundang slide
 
Semester 2 sma kls x p kn
Semester 2 sma kls x p knSemester 2 sma kls x p kn
Semester 2 sma kls x p kn
 
PPKn kelas 8 BAB II.pptx
PPKn kelas 8 BAB II.pptxPPKn kelas 8 BAB II.pptx
PPKn kelas 8 BAB II.pptx
 
Dasar-Dasar Hukum Tata Negara.pptx
Dasar-Dasar Hukum Tata Negara.pptxDasar-Dasar Hukum Tata Negara.pptx
Dasar-Dasar Hukum Tata Negara.pptx
 
(konstitusi).ppt
(konstitusi).ppt(konstitusi).ppt
(konstitusi).ppt
 
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Eric
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia EricPelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Eric
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Di Indonesia Eric
 
Sistem konstitusi & dinamika pelaksanaan uud 1945
Sistem konstitusi & dinamika pelaksanaan uud 1945Sistem konstitusi & dinamika pelaksanaan uud 1945
Sistem konstitusi & dinamika pelaksanaan uud 1945
 
Bahan ajar lembaga kepresidenan
Bahan ajar   lembaga kepresidenanBahan ajar   lembaga kepresidenan
Bahan ajar lembaga kepresidenan
 
Kewenangaan mk terhadap tap mpr
Kewenangaan mk terhadap tap mprKewenangaan mk terhadap tap mpr
Kewenangaan mk terhadap tap mpr
 
Pancasila
PancasilaPancasila
Pancasila
 
Ipu
IpuIpu
Ipu
 
Pengantar Ilmu Politik - Konstitusi
Pengantar Ilmu Politik - KonstitusiPengantar Ilmu Politik - Konstitusi
Pengantar Ilmu Politik - Konstitusi
 
Bab 4 Nilai dan Norma Konstitusi.pdf
Bab 4 Nilai dan Norma Konstitusi.pdfBab 4 Nilai dan Norma Konstitusi.pdf
Bab 4 Nilai dan Norma Konstitusi.pdf
 
Pkn
PknPkn
Pkn
 

Recently uploaded

aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niagaaspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niagaastrinovianti699
 
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forumpilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forumekahariansyah96
 
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapanPotensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapanDIVISIPENCEGAHAN
 
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahamateri hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahayunitahatmayantihafi
 
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxPPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxmuhammadrezza14
 
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggimateri hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggissuser8b8170
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxekahariansyah96
 

Recently uploaded (7)

aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niagaaspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
 
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forumpilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
 
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapanPotensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
 
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahamateri hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
 
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxPPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
 
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggimateri hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggi
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptx
 

Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx

  • 2. A. Sistem Norma Hukum Indonesia Menurut UUD 1945  Dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia maka norma-norma hukum yang berlaku berada dalam suatu sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, sekaligus berkelompok-kelompok, yakni suatu norma itu selalu berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi; dan norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi; demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar negara (Staatsfundamentalnorm) Republik Indonesia, yaitu Pancasila.  Dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia, Pancasila merupakan Norma Fundamental Negara yang merupakan norma hukum tertinggi, dan kemudian secara berturut-turut diikuti oleh Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR serta Hukum Dasar tidak tertulis atau disebut juga Konvensi Ketatanegaraan sebagai Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz), Undang- Undang (formell Gesetz) serta Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom (Verordnung & Autonome Satzung) yang dimulai dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dan peraturan pelaksanaan, serta peraturan otonom lainnya 2
  • 3. B. HUBUNGAN ANTARA PANCASILA DAN UNDANG- UNDANG DASAR 1945 Pembahasan tentang hubungan antara Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm) Pancasila dan Aturan Dasar Negara/ Aturan Pokok Negara (Verfassungsnorm) Undang-Undang Dasar1945, dapat dilakukan dengan mencermati rumusan dalam Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar 1945 Angka III yang merupakan penjelasan yang tidak dapat dipisahkan dari Batang Tubuh (Pasal-pasal) UUD 1945, yang menentukan sebagai berikut: "Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan di dalam pasal-pasalnya. Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Pokok- pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini di dalam pasal-pasalnya.“ Dari perumusan tersebut, dapat dilihat bahwa kedudukan dari Pembukaan UUD 1945 adalah lebih utama daripada Batang Tubuh UUD 1945, oleh karena Pembukaan UUD 1945 itu mengandung pokok-pokok pikiran yang tidak lain adalah Pancasila. 3
  • 4. C. HUBUNGAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DAN KETETAPAN MPR 1. Sebelum Perubahan UUD 1945 Apabila dilihat dari teori jenjang norma hukum dari Hans Nawiasky, kelompok norma dari Staatsgrundgesetz di Negara Republik Indonesia terdiri dari Verfassungsnorm UUD 1945 yang terdapat dalam Batang Tubuh (Pasal-pasal) UUD 1945, Ketetapan MPR, serta Hukum Dasar tidak tertulis (Konvensi Ketatanegaraan). Norma-norma hukum yang ada dalam Aturan Dasar Negara/ Aturan Pokok Negara, yaitu dalam Verfassungsnorm UUD 1945 dan dalam Ketetapan MPR merupakan norma-norma hukum yang masih bersifat umum dan garis besar serta masih merupakan norma tunggal, jadi belum dilekati oleh sanksi pidana maupun sanksi pemaksa. Secara hierarkis, kedudukan Verfassungsnorm UUD 1945 lebih tinggi daripada Ketetapan MPR, walaupun keduanya dibentuk oleh lembaga yang sama, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi di Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu secara norma, kedudukan Verfassungsnorm UUD 1945 tidak sejajar dengan Ketetapan MPR. Kedudukan Verfassungsnorm UUD 1945 lebih tinggi daripada norma-norma hukum dalam Ketetapan MPR, namun demikian keduanya termasuk dalam Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara. Hubungan kedua norma hukum itu adalah sesuai dengan jenjang normanya. Verfassungsnorm UUD 1945 merupakan sumber dan dasar dari pembentukan norma-norma dalam Ketetapan MPR.
  • 5. FUNGSI MPR Sebelum Perubahan UUD 1945. I. Menetapkan Undang-Undang Dasar – Pasal 3 UUD 1945. IIA. Menetapkan garis-garis besar daripada haluan Negara – Pasal 3 UUD 1945. B. Memilih Presiden dan Wakil Presiden – Pasal 6 UUD 1945.
  • 6. FUNGSI MPR Sesudah Perubahan UUD 1945 I. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar; II. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; dan IIIA. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden – Pasal 3 UUD 1945. B. Memilih Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan – Pasal 8 ayat (2) UUD 1945. C. Memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan – Pasal 8 ayat (3) UUD 1945.
  • 7. FUNGSI MPR Sebelum Perubahan UUD 1945. I. Menetapkan Undang-Undang Dasar – Pasal 3 UUD 1945. IIA. Menetapkan garis-garis besar daripada haluan Negara – Pasal 3 UUD 1945. B. Memilih Presiden dan Wakil Presiden – Pasal 6 UUD 1945. Sesudah Perubahan UUD 1945. I. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar; II. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; dan IIIA. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden – Pasal 3 UUD 1945. B. Memilih Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan – Pasal 8 ayat (2) UUD 1945. C. Memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan – Pasal 8 ayat (3) UUD 1945.
  • 8. C. HUBUNGAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DAN KETETAPAN MPR 2. Sesudah Perubahan UUD 1945 Berdasarkan ketentuan Pasal 3, Pasal 8, dan Pasal 37 UUD 1945 (Perubahan), maka tidak terdapat lagi hubungan secara normatif antara Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR, kecuali terhadap Ketetapan MPR yang dinyatakan tetap berlaku (dengan beberapa persyaratan) berdasarkan Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Setelah Perubahan UUD 1945 tidak terdapat lagi wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara yang selama ini dibentuk dengan Ketetapan MPR, yang kemudian dimandatkan kepada Presiden untuk dilaksanakan. Perubahan ini terjadi oleh karena berdasarkan Perubahan UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden sekarang tidak lagi dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat tetapi dipilih langsung oleh rakyat, sehingga Presiden bukan lagi Mandataris dari Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  • 9.
  • 10. D. HUBUNGAN PANCASILA, UUD 1945, DAN KETETAPAN MPR  Dilihat dari sistem norma hukum di Negara Republik Indonesia, maka Staatsfundamentalnorm Pancasila, Verfassungsnorm UUD 1945, Grundgesetznorm Ketetapan MPR, dan Gesetznorm Undang-Undang merupakan suatu bagian dari sistem norma hukum Negara Republik Indonesia.  Staatsfundamentalnorm Pancasila yang merupakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sumber dan dasar bagi pembentukan pasal-pasal dalam Verfassungsnorm UUD 1945, sedangkan aturan yang ada dalam Verfassungsnorm UUD 1945 merupakan sumber dan dasar bagi pembentukan aturan-aturan dalam Grundgesetznorm Ketetapan MPR dan juga sekaligus merupakan sumber dan dasar bagi pembentukanGesetznormUndang-Undang.  Oleh karena Grundgesetznorm Ketetapan MPR itu juga merupakanAturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara yang berada di atas GesetznormUndang-Undang, maka Grundgesetznorm Ketetapan MPR ini juga merupakan sumber bagi pembentukan norma-norma hukum dalam Gesetznorm Undang-Undang yang merupakan peraturan perundang-undangan yang tertinggi di Negara Republik Indonesia. 10
  • 11. E. HUBUNGAN NORMA HUKUM DASAR DAN NORMA PERUNDANG-UNDANGAN  Hubungan norma Hukum Dasar (Verfassungsnorm) dan norma Perundang-undangan (Gesetzgebungsnorm) dapat dipahami dari rumusan PenjelasanUUD 1945, khususnya padaAngka IV yang menentukan sebagai berikut: “Maka telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuatAturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.Terutama bagi negara baru dan negara muda lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan- aturan pokok, sedangkan aturan- aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada Undang-Undang yang lebih mudah caranya membuat, merubah dan mencabut.“  Ketentuan dalam Hukum Dasar (Verfassungsnorm) masih merupakankebijakan negara yang bersifat garis besar, dan belum bersifat konkret,sehingga pelanggaran terhadapnya belum dapat dikenakan suatu sanksi pidana atau sanksi pemaksa maka norma-norma hukumitu harus terlebih dahulu dituangkan ke dalam Peraturan Perundang-undangan (Gesetzgebungsnorm) 11
  • 12. 12
  • 14. Di dalam UUD 1945 (beserta perubahannya) • Hanya menetapkan tiga jenis peraturan perundang-undangan: 1. Undang-Undang  pasal 5 ayat (1) 2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang  pasal 22 ayat (1) 3. Peraturan Presiden  pasal 5 ayat (2)
  • 15. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1950 • Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1950 “Jenis peraturan-peraturan Pemerintah Pusat ialah: a. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang, b. Peraturan Pemerintah, c. Peraturan Menteri.”
  • 16. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1950 UU Nomor 1 Tahun 1950 • Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1950 “Tingkat kekuatan peraturan-peraturan Pemerintah Pusat ialah menurut urutannya pada Pasal 1.”
  • 17. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1950 Berdasar pada rumusan kedua pasal sebagaimana disebutkan sebelumnya, dapat kita lihat bahwa UU Nomor 1 Tahun 1950 sejatinya memandang bahwa eksistensi Peraturan Menteri sejatinya digolongkan sebagai salah satu dari jenis peraturan perundang-undangan, yang secara susunan hierarkhis terletak di bawah Peraturan Pemerintah. Hal ini terjadi seiring dengan sistem pemerintahan yang dianut Indonesia dalam Konstitusi RIS ini ialah parlementer, dimana salah satu karakteristiknya ialah menempatkan Presiden sebagai Kepala Negara semata, sehingga tidak berwenangmembentuk suatu keputusan yang bersifat mengatur.
  • 18. TAP MPRS Nomor XX/MPRS/1966 1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 2. Dekrit 5 Juli 1959 3. Undang-Undang Dasar Proklamasi (“UUD 1945 Sebelum Amandemen”) 4. Surat Perintah 11 Maret 1966 (“Supersemar”)
  • 19. Lampiran II TAP MPRS Nomor XX/MPRS/1966 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (“UUD 1945”) 2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (“UU/Perppu”) 3. Peraturan Pemerintah (“PP”) 4. Keputusan Presiden (“Keppres”) Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti: 1. Peraturan Menteri (“Permen”) 2. Instruksi Menteri 3. Dan lain-lainnya
  • 21. 21
  • 22. TAP MPR Nomor III/MPR/2000 • Sebagaimana dinyatakan pada pasal 2, berikut ialah tata urutan peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR Nomor III/MPR/2000: 1. Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) 2. Ketetapan MPR (“TAP MPR”) 3. Undang-Undang (“UU”) 4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (“Perppu”) 5. Peraturan Pemerintah (“PP”) 6. Keputusan Presiden (“Keppres”) 7. Peraturan Daerah (“Perda”)
  • 23. Tanggapan/ Kritik TAP MPR Nomor III/MPR/2000 23
  • 24. UU Nomor 10 Tahun 2004 • Secara garis besar, hierarkhi peraturan perundang-undangan menurut UU ini diatur pada pasal 7 dengan urutan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi Tahun 1945 (“UUD NRI 1945”) 2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (“UU/Perppu”) 3. Peraturan Pemerintah (“PP”) 4. Peraturan Presiden (“Perpres”) 5. Peraturan Daerah (“Perda”)
  • 25. UU Nomor 10 Tahun 2004 penjelasan dari pasal 7ayat (4) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentak oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
  • 26. UU Nomor 12 Tahun 2011 (terakhir diubah dengan UU Nomor 13 Tahun 2022) 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD NRI 1945”) 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (“TAP MPR”) 3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (“UU/Perppu”) 4. Peraturan Pemerintah (“PP”) 5. Peraturan Presiden (“Perpres”) 6. Peraturan Daerah Provinsi (“Perda Provinsi”) 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (“Perda Kabupaten/Kota”)
  • 27. Pasal 8 (1) UU No. 12 Tahun 2011 • Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. 27
  • 28. TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 TAP MPRS No.III/MPR/2000 UU No. 10 Tahun 2004 UU No. 12 Tahun 2011 UUD 1945 Ketetapan MPR UU/PERPU PP Keppres Peraturan pelaksanaan (Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri, dll) UUD 1945 Ketetapan MPR UU PERPU PP Keppres Perda UUD 1945 UU/PERPU PP PERPRES PERDA UUD 1945 TAP MPR UU PP PERPRES PERDA PROVINSI PERDA KAB/KOTA

Editor's Notes

  1. Line spacing + Page numbers