2. A. Sistem Norma Hukum
Indonesia Menurut UUD 1945
Dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia maka norma-norma hukum yang berlaku berada
dalam suatu sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, sekaligus berkelompok-kelompok, yakni
suatu norma itu selalu berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi; dan norma yang
lebih tinggi berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi; demikian seterusnya
sampai pada suatu norma dasar negara (Staatsfundamentalnorm) Republik Indonesia, yaitu Pancasila.
Dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia, Pancasila merupakan Norma Fundamental
Negara yang merupakan norma hukum tertinggi, dan kemudian secara berturut-turut diikuti oleh Batang
Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR serta Hukum Dasar tidak tertulis atau disebut juga Konvensi
Ketatanegaraan sebagai Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz), Undang-
Undang (formell Gesetz) serta Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom (Verordnung & Autonome
Satzung) yang dimulai dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dan peraturan
pelaksanaan, serta peraturan otonom lainnya
2
3. B. HUBUNGAN ANTARA PANCASILA DAN
UNDANG- UNDANG DASAR 1945
Pembahasan tentang hubungan antara Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm) Pancasila dan Aturan Dasar
Negara/ Aturan Pokok Negara (Verfassungsnorm) Undang-Undang Dasar1945, dapat dilakukan dengan mencermati rumusan
dalam Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar 1945 Angka III yang merupakan penjelasan yang tidak dapat dipisahkan
dari Batang Tubuh (Pasal-pasal) UUD 1945, yang menentukan sebagai berikut:
"Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan di dalam pasal-pasalnya.
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Pokok-
pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis
(Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini di
dalam pasal-pasalnya.“
Dari perumusan tersebut, dapat dilihat bahwa kedudukan dari Pembukaan UUD 1945 adalah lebih utama daripada Batang
Tubuh UUD 1945, oleh karena Pembukaan UUD 1945 itu mengandung pokok-pokok pikiran yang tidak lain adalah Pancasila.
3
4. C. HUBUNGAN UNDANG-UNDANG
DASAR 1945 DAN KETETAPAN MPR
1. Sebelum Perubahan UUD 1945
Apabila dilihat dari teori jenjang norma hukum dari Hans Nawiasky, kelompok norma dari Staatsgrundgesetz
di Negara Republik Indonesia terdiri dari Verfassungsnorm UUD 1945 yang terdapat dalam Batang Tubuh
(Pasal-pasal) UUD 1945, Ketetapan MPR, serta Hukum Dasar tidak tertulis (Konvensi Ketatanegaraan).
Norma-norma hukum yang ada dalam Aturan Dasar Negara/ Aturan Pokok Negara, yaitu dalam
Verfassungsnorm UUD 1945 dan dalam Ketetapan MPR merupakan norma-norma hukum yang masih bersifat
umum dan garis besar serta masih merupakan norma tunggal, jadi belum dilekati oleh sanksi pidana maupun
sanksi pemaksa. Secara hierarkis, kedudukan Verfassungsnorm UUD 1945 lebih tinggi daripada Ketetapan
MPR, walaupun keduanya dibentuk oleh lembaga yang sama, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai
lembaga tertinggi di Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu secara norma, kedudukan Verfassungsnorm
UUD 1945 tidak sejajar dengan Ketetapan MPR.
Kedudukan Verfassungsnorm UUD 1945 lebih tinggi daripada norma-norma hukum dalam Ketetapan MPR,
namun demikian keduanya termasuk dalam Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara. Hubungan kedua
norma hukum itu adalah sesuai dengan jenjang normanya. Verfassungsnorm UUD 1945 merupakan sumber
dan dasar dari pembentukan norma-norma dalam Ketetapan MPR.
5. FUNGSI MPR
Sebelum Perubahan UUD 1945.
I. Menetapkan Undang-Undang Dasar – Pasal 3
UUD 1945.
IIA. Menetapkan garis-garis besar daripada
haluan Negara – Pasal 3 UUD 1945.
B. Memilih Presiden dan Wakil Presiden – Pasal
6 UUD 1945.
6. FUNGSI MPR
Sesudah Perubahan UUD 1945
I. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
II. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; dan
IIIA. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden –
Pasal 3 UUD 1945.
B. Memilih Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan –
Pasal 8 ayat (2) UUD 1945.
C. Memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam hal terjadi
kekosongan – Pasal 8 ayat (3) UUD 1945.
7. FUNGSI MPR
Sebelum Perubahan UUD 1945.
I. Menetapkan Undang-Undang Dasar – Pasal 3 UUD 1945.
IIA. Menetapkan garis-garis besar daripada haluan Negara – Pasal 3 UUD 1945.
B. Memilih Presiden dan Wakil Presiden – Pasal 6 UUD 1945.
Sesudah Perubahan UUD 1945.
I. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
II. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; dan
IIIA. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden – Pasal 3 UUD 1945.
B. Memilih Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan – Pasal 8 ayat (2) UUD 1945.
C. Memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan – Pasal 8 ayat (3) UUD 1945.
8. C. HUBUNGAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DAN KETETAPAN MPR
2. Sesudah Perubahan UUD 1945
Berdasarkan ketentuan Pasal 3, Pasal 8, dan Pasal 37 UUD 1945 (Perubahan), maka tidak
terdapat lagi hubungan secara normatif antara Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan
MPR, kecuali terhadap Ketetapan MPR yang dinyatakan tetap berlaku (dengan beberapa
persyaratan) berdasarkan Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap
Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.
Setelah Perubahan UUD 1945 tidak terdapat lagi wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat
untuk menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara yang selama ini dibentuk dengan
Ketetapan MPR, yang kemudian dimandatkan kepada Presiden untuk dilaksanakan.
Perubahan ini terjadi oleh karena berdasarkan Perubahan UUD 1945, Presiden dan Wakil
Presiden sekarang tidak lagi dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat tetapi dipilih
langsung oleh rakyat, sehingga Presiden bukan lagi Mandataris dari Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
9.
10. D. HUBUNGAN PANCASILA, UUD 1945, DAN KETETAPAN MPR
Dilihat dari sistem norma hukum di Negara Republik Indonesia, maka Staatsfundamentalnorm Pancasila,
Verfassungsnorm UUD 1945, Grundgesetznorm Ketetapan MPR, dan Gesetznorm Undang-Undang
merupakan suatu bagian dari sistem norma hukum Negara Republik Indonesia.
Staatsfundamentalnorm Pancasila yang merupakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah sumber dan dasar bagi pembentukan pasal-pasal dalam Verfassungsnorm
UUD 1945, sedangkan aturan yang ada dalam Verfassungsnorm UUD 1945 merupakan sumber dan dasar
bagi pembentukan aturan-aturan dalam Grundgesetznorm Ketetapan MPR dan juga sekaligus
merupakan sumber dan dasar bagi pembentukanGesetznormUndang-Undang.
Oleh karena Grundgesetznorm Ketetapan MPR itu juga merupakanAturan Dasar Negara/Aturan Pokok
Negara yang berada di atas GesetznormUndang-Undang, maka Grundgesetznorm Ketetapan MPR ini
juga merupakan sumber bagi pembentukan norma-norma hukum dalam Gesetznorm Undang-Undang
yang merupakan peraturan perundang-undangan yang tertinggi di Negara Republik Indonesia.
10
11. E. HUBUNGAN NORMA HUKUM DASAR DAN NORMA PERUNDANG-UNDANGAN
Hubungan norma Hukum Dasar (Verfassungsnorm) dan norma Perundang-undangan
(Gesetzgebungsnorm) dapat dipahami dari rumusan PenjelasanUUD 1945, khususnya padaAngka IV
yang menentukan sebagai berikut:
“Maka telah cukup jikalau Undang-Undang Dasar hanya memuatAturan-aturan pokok, hanya memuat
garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk
menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.Terutama bagi negara baru dan negara
muda lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan- aturan pokok, sedangkan aturan-
aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada Undang-Undang yang lebih mudah
caranya membuat, merubah dan mencabut.“
Ketentuan dalam Hukum Dasar (Verfassungsnorm) masih merupakankebijakan negara yang bersifat garis
besar, dan belum bersifat konkret,sehingga pelanggaran terhadapnya belum dapat dikenakan suatu
sanksi pidana atau sanksi pemaksa maka norma-norma hukumitu harus terlebih dahulu dituangkan ke
dalam Peraturan Perundang-undangan (Gesetzgebungsnorm)
11
14. Di dalam UUD 1945 (beserta perubahannya)
• Hanya menetapkan tiga jenis peraturan perundang-undangan:
1. Undang-Undang pasal 5 ayat (1)
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang pasal 22
ayat (1)
3. Peraturan Presiden pasal 5 ayat (2)
15. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1950
• Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1950
“Jenis peraturan-peraturan Pemerintah Pusat ialah:
a. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang,
b. Peraturan Pemerintah,
c. Peraturan Menteri.”
16. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1950
UU Nomor 1 Tahun 1950
• Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1950
“Tingkat kekuatan peraturan-peraturan Pemerintah Pusat ialah
menurut urutannya pada Pasal 1.”
17. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1950
Berdasar pada rumusan kedua pasal sebagaimana disebutkan sebelumnya, dapat
kita lihat bahwa UU Nomor 1 Tahun 1950 sejatinya memandang bahwa eksistensi
Peraturan Menteri sejatinya digolongkan sebagai salah satu dari jenis peraturan
perundang-undangan, yang secara susunan hierarkhis terletak di bawah
Peraturan Pemerintah. Hal ini terjadi seiring dengan sistem pemerintahan yang
dianut Indonesia dalam Konstitusi RIS ini ialah parlementer, dimana salah satu
karakteristiknya ialah menempatkan Presiden sebagai Kepala Negara semata,
sehingga tidak berwenangmembentuk suatu keputusan yang bersifat mengatur.
18. TAP MPRS Nomor XX/MPRS/1966
1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
2. Dekrit 5 Juli 1959
3. Undang-Undang Dasar Proklamasi (“UUD 1945 Sebelum Amandemen”)
4. Surat Perintah 11 Maret 1966 (“Supersemar”)
19. Lampiran II
TAP MPRS Nomor XX/MPRS/1966
1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (“UUD 1945”)
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(“UU/Perppu”)
3. Peraturan Pemerintah (“PP”)
4. Keputusan Presiden (“Keppres”)
Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti:
1. Peraturan Menteri (“Permen”)
2. Instruksi Menteri
3. Dan lain-lainnya
22. TAP MPR Nomor III/MPR/2000
• Sebagaimana dinyatakan pada pasal 2, berikut ialah tata urutan peraturan
perundang-undangan menurut TAP MPR Nomor III/MPR/2000:
1. Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”)
2. Ketetapan MPR (“TAP MPR”)
3. Undang-Undang (“UU”)
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (“Perppu”)
5. Peraturan Pemerintah (“PP”)
6. Keputusan Presiden (“Keppres”)
7. Peraturan Daerah (“Perda”)
24. UU Nomor 10 Tahun 2004
• Secara garis besar, hierarkhi peraturan perundang-undangan menurut UU ini
diatur pada pasal 7 dengan urutan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi Tahun 1945 (“UUD NRI
1945”)
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(“UU/Perppu”)
3. Peraturan Pemerintah (“PP”)
4. Peraturan Presiden (“Perpres”)
5. Peraturan Daerah (“Perda”)
25. UU Nomor 10 Tahun 2004
penjelasan dari pasal 7ayat (4)
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan
ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Dewan
Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala
badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentak oleh
undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota,
Kepala Desa atau yang setingkat.
26. UU Nomor 12 Tahun 2011 (terakhir diubah
dengan UU Nomor 13 Tahun 2022)
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD NRI 1945”)
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (“TAP MPR”)
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(“UU/Perppu”)
4. Peraturan Pemerintah (“PP”)
5. Peraturan Presiden (“Perpres”)
6. Peraturan Daerah Provinsi (“Perda Provinsi”)
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (“Perda Kabupaten/Kota”)
27. Pasal 8 (1) UU No. 12 Tahun 2011
• Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,
Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang
setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah
Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau
yang setingkat.
27
28. TAP MPRS
No.XX/MPRS/1966
TAP MPRS
No.III/MPR/2000
UU No. 10 Tahun
2004
UU No. 12 Tahun
2011
UUD 1945
Ketetapan MPR
UU/PERPU
PP
Keppres
Peraturan
pelaksanaan
(Peraturan Menteri
dan Instruksi
Menteri, dll)
UUD 1945
Ketetapan MPR
UU
PERPU
PP
Keppres
Perda
UUD 1945
UU/PERPU
PP
PERPRES
PERDA
UUD 1945
TAP MPR
UU
PP
PERPRES
PERDA PROVINSI
PERDA
KAB/KOTA