2. SUSUNAN ACARA
PERKULIAHAN
I ( Pengertian, Sumber, Asas Hukum Acara Perdata)
II (Kekuasaan Mengadili)
III (Mediasi)
IV (Cara Mengajukan Tuntutan Hak)
V (Jawaban, Eksepsi dan Gugatan Rekonvensi)
VI (Penyitaan)
VII (Pembuktian)
VIII (Putusan)
IX (Upaya Hukum Terhadap Putusan)
X (Praktik)
3. Sudikno Mertokusumo
Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang
mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya
hukum perdata materil dengan perantaraan hakim.
Dengan perkataan lain hukum acara perdata adalah
peraturan hukum yang menentukan bagaimana
caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materil.
Lebih konkret lagi dapatlah dikatakan, bahwa hukum
acara perdata mengatur bagaimana cara mengajukan
tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya dan
pelaksanaan dari pada putusannya.
R. Subekti
Hukum acara itu mengabdi kepada hukum materiil,
maka dengan sendirinya setiap perkembangan dalam
hukum materiil itu sebaiknya selalu diikuti dengan
penyesuaian hukum acaranya.
4. Wirjono Prodjodikoro
Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang
memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka
pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu
sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum
perdata.
Abdul Kadir Muhammad
Hukum acara perdata ialah peraturan hukum yang
mengatur proses penyelesaian perkara perdata lewat hakim
(pengadilan) sejak dimajukannya gugatan sampai dengan
pelaksanaan keputusan hakim.
5. Sumber Hukum Acara Perdata
Het Herziene Indonesisch Reglemen (HIR atau Reglemen Indonesia
yang diperbaharui: S.1848 no.16, S.1941 no.44), berlaku untuk daerah
Jawa dan Madura.
Rechtsreglemen Buitengewesten (Rbg. atau Relemen daerah
seberang: S. 1927 no.227), untuk luar Jawa dan Madura.
Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering (Rv atau Reglemen
Hukum Acara Untuk Golongan Orang Eropa: S. 1847 no.52, 1849
no.63).
Reglement op de Rechterlijke Organisatie in het beleid der Justitie in
Indonesie (RO atau Reglement tentang Organisasi Kehakiman: S. 1847
no.23).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan kehakiman.
6. Asas-asas Hukum Acara
Perdata
Hakim Bersifat Menunggu
Inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya
kepada yang berkepentingan. Hakim hanya bersifat menunggu
datangnya tuntutan hak diajukan kepadanya: iudex ne procedat
ex officio (Pasal 118 HIR,142 Rbg).
Hakim Pasif
Hakim dalam memeriksa perkara perdata bersifat pasif dalam arti
kata bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang
diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan
oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim.
7. Hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang menjatuhkan
putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari
pada yang dituntut (Pasal 178 ayat 2 dan 3 HIR, 189 ayat 2 dan 3 Rbg).
Sifat Terbukanya Persidangan
Sidang pemeriksaan pengadilan pada asasnya adalah terbuka untuk
umum, yang berarti bahwa setiap orang dibolehkan untuk hadir dan
mendengarkan pemeriksaan di persidangan (Pasal 13 ayat (1),(2),(3) UU
48/2009).
Mendengar Kedua Belah Pihak
Dalam hukum acara perdata yang berperkara harus sama-sama
diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil serta masing-
masing harus diberi kesempatan untuk memberi pendapatnya. Asas
bahwa kedua belah pihak harus didengar lebih dikenal dengan asas
“audi et alteram partem”.
8. Putusan Harus Disertai Alasan-alasan
Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan yang dijadikan
dasar untuk mengadili (Pasal 50 ayat (1) UU 48/2009; 184 ayat (1), 319
HIR, 195, 618 Rbg).
Alasan atau argumentasi itu dimaksudkan sebagai pertanggung
jawaban hakim dari pada putusan terhadap masyarakat, para pihak,
pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hukum, sehingga oleh karenanya
mempunyai nilai objektif.
Tidak Ada Keharusan Mewakilkan
HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain,
sehingga pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung
terhadap para pihak yang langsung berkepentingan. Akan tetapi para
pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasanya kalau dikehendakinya
(Pasal 123 HIR, 147 Rbg).
9. Asas Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan
“Sederhana” berarti acara jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-
belit, kata “cepat” menunjuk kepada jalannya peradilan yaitu agar
pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efesien
dan efektif. Sedangkan apa yang dimaksud dengan “biaya ringan”
adalah biaya perkara yang dapat dijangkau oleh Masyarakat.
Beracara Dikenakan Biaya
Asas hukum acara perdata selanjutnya adalah seseorang yang akan
beperkara dikenakan biaya perkara. Biaya perkara tersebut meliputi
biaya kepaniteraan, biaya panggilan, pemberitahuan para pihak, serta
biaya meterai.
Namun, bagi yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat
mengajukan perkara secara cuma-cuma (prodeo) dengan mendapat
izin untuk dibebaskan dari membayar biaya perkara, dan dengan
melampirkan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh pejabat
setempat.
10.
11. KUASA
KBBI: Kuasa (1) kemampuan atau kesanggupan
(untuk berbuat sesuatu), kekuatan; (2) wewenang
atas sesuatu untuk menentukan (memerintah,
mewakili, mengurus, dsb) sesuatu; (3) pengaruh
(gengsi, kesaktian dsb) yang ada pada seseorang
karena jabatannya (martabatnya); (4) mampu; (5)
orang yang diserahi wewenang.
12. Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan
mana seseorang memberikan kekuasaan kepada
seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas
namanya menyelenggarakan suatu urusan (Pasal
1792 KUHPerdata)
13. Sifat Perjanjian Kuasa
Penerima kuasa langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi kuasa:
Selain bersifat mengatur hubungan internal pemberi dan penerima
kuasa, hubungan hukum itu langsung menerbitkan dan memberi
kedudukan serta kapasitas kepada kuasa menjadi wakil penuh
pemberi kuasa.
Pemberi kuasa bersifat konsensual:
Yaitu suatu perjanjian berdasarkan kesepakatan (agreement)
Berkarakter garansi-kontrak:
Pemberi kuasa dapat dimintai tanggung jawab pelaksanaan dan
pemenuhan kuasa, sepanjang tindakan sesuai dengan mandat atau
intruksi yang diberikan.
14. Berakhirnya Kuasa
Hal yang dapat mengakhiri kuasa menurut ps.1813 KUHPerdata:
Pemberi kuasa menarik kembali secara sepihak
Salah satu pihak meninggal
Penerima kuasa melepas kuasa (op zegging)
15. Dapat Disepakati Kuasa Mutlak
Kuasa mutlak memuat klausul:
Pemberi kuasa tidak dapat mencabut kembali kuasa yang diberikan kepada penerima kuasa;
Meninggalnya pemberi kuasa, tidak mengakhiri perjanjian pemberian kuasa.
Dasar diperbolehkannya kuasa mutlak :
ps. 1338 KUHPerdata, yang bertitik tolak pada prinsip kebebasan berkontrak.
Yurisprudensi Putusan MA No. 3604 K/pdt/1985;
- Tidak diatur dalam KUHPerdata namun yurisprudensi mengakui keberadaannya sebagai syarat yang
diperjanjikan menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan;
- Putusan MA No. 731/Sip/1975 menegaskan ps. 1813 tidak bersifat limitatif dan juga tidak mengikat.
Jika para pihak menghendaki, dapat disepakati agar pemberian kuasa tidak dapat dicabut kembali.
Pendirian ini didasarkan pada doktrin bahwa pasal-pasal hukum perjanjian adalah hukum yang bersifat
mengatur;
- Begitu juga meninggalnya pemberi kuasa dikaitkan dengan surat kuasa mutlak, telah diterima
penerapannya di Indonesia sebagai suatu yang bestending sehingga dianggap tidak bertentangan
dengan ps. 1339 dan ps. 1347 KUHPerdata.
16. Larangan kuasa mutlak:
Instruksi Mendagri No. 14 Th. 1982. Notaris dan PPAT dilarang memberi surat
kuasa mutlak dalam transaksi jual beli tanah.
Putusan MA No. 2584 K/Pdt/1986 disebutkan, surat kuasa mutlak mengenai
jual beli tanah, tidak dapat dibenarkan karena dalam praktik sering
disalahgunakan untuk menyelundupkan jual beli tanah.
17. Jenis Kuasa
Kuasa Umum:
Kuasa umum adalah pemberian kuasa menurut kepengurusan, yang
disebut beherder atau manajer untuk mengatur kepentingan pemberi
kuasa.
Ketentuan Pasal 1796 KUH Perdata menyebut pemberian kuasa yang
dirumuskan secara umum hanya meliputi tindakan-tindakan yang
menyangkut pengurusan.
Kuasa Khusus:
Kuasa khusus dijelaskan dalam Pasal 1795 KUH Perdata yang
menyebutkan bahwa kuasa dapat diberikan secara khusus, yaitu
mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih.
18. Kuasa Istimewa
Menurut Pasal 123 HIR, surat kuasa istimewa hanya dapat diberikan
dalam bentuk surat sah. R. Soesilo, menafsirkan surat sah tersebut
dengan akta autentik (akta notaris). Dalam akta tersebut ditegaskan
secara jelas mengenai tindakan apa yang akan dilakukan oleh penerima
kuasa.
Lingkup tindakan dapat diwakilkan berdasarkan kuasa Istimewa, hanya
terbatas untuk memindahtangankan barang atau meletakan hipotek di
atasnya, untuk membuat suatu perdamaian, ataupun melakukan
tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik,
diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas.
19. Syarat Kuasa Khusus
Pasal 123 ayat (1) HIR, hanya menyebut syarat pokok saja, yaitu kuasa
khusus berbentuk tertulis atau akta.
Secara kronologis, ada beberapa SEMA yang mengatur tentang syarat
dan formulasi surat kuasa khusus, yakni SEMA Nomor 2 Tahun 1959,
tanggal 19 Januari 1959, SEMA Nomor 5 Tahun 1962, tanggal 30 Juli
1962, SEMA Nomor 1 Tahun 1971, tanggal 23 Januari 1971, dan SEMA
Nomor 6 Tahun 1994, tanggal 14 Oktober 1994.
20. Syarat surat kuasa khusus yang sah adalah sebagaimana yang disebutkan
di dalam SEMA Nomor 2 Tahun 1959, yaitu:
a. Menyebut dengan jelas dan spesifik surat kuasa untuk berperan di
pengadilan.
b. Menyebut kompetensi relatif.
c. Menyebut identitas dan kedudukan para pihak.
d. Menyebut secara ringkas dan konkret pokok dan objek sengketa
yang diperkarakan.
21. Sudikno Mertokusumo
Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan
untuk memperoleh perlindungan hukum yang
diberikan oleh pengadilan untuk mencegah
“eigenrichting” atau tindakan menghakimi
sendiri
22. Tuntutan hak=tuntutan perdata (burgerlijke
vordering), adalah tuntutan hak yang
mengandung sengketa dan lazimnya disebut
gugatan.
Gugatan dapat diajukan secara tertulis (ps.
118 ayat 1 HIR, ps. 142 ayat 1 Rbg), maupun
secara lisan (ps.120 HIR, ps. 144 ayat 1 Rbg).
23. Pasal 8 no. 3 Rv (Reglement op de Burgerlijke
Rechtsvordering) :
1. Identitas dari para pihak
2. Dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan
hukum yang merupakan dasar serta alasan
daripada tuntutan (fundamentum petendi)
3. Tuntutan atau petitum
24. Tuntutan agar tergugat dihukum membayar
biaya perkara (ps. 182 HIR, 194 Rbg).
Tuntutan agar putusan dinyatakan dapat
dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij
voorraad), meskipun putusannya dilawan atau
dimintakan banding (ps.180 HIR, 191 Rbg).
Tuntutan agar tergugat dihukum membayar
bunga (moratoir), apabila tuntutan yang
dimintakan oleh penggugat berupa
pembayaran sejumlah uang tertentu (ps 1250
BW jo. S. 1848 no. 22).
25. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk
membayar uang paksa (astreinte, dwangsom)
(ps.606 a dan b Rv).
Dalam hal gugatan cerai sering disertai juga
dengan tuntutan akan nafkah bagi isteri (ps.
59 ayat 2,62,65 HOCI, 213,229 BW) atau
pembagian harta (ps.66 HOCI, 232 BW).
26. Pihak yang dapat bertindak di muka pengadilan
sebagai penggugat maupun tergugat dalah pihak
materil dan pihak formil atau pihak lain selain itu
yang diberikan kuasa khusus berkedudukan sebagai
penggugat.
Wali atau pengampu (ps. 383,446,452,403-405 BW).
Seorang isteri yang tunduk pada BW dapat bertindak
sebagai pihak tanpa bantuan dari suaminya (ps. 110
BW).
Ahli waris (ps.7,248 no.1 Rv, 1194 BW).
Orang mangkir (afwezig) (ps.463,467,470,493 BW).
Wakil kelompok (PERMA no.1/2002).
27. Pegurus perkumpulan/badan hukum
(ps.1655 BW, 8 no.2 Rv) atau bukan berbadan
hukum (ps.6 no.5).
Badan hukum publik dialamatkan kepada
pimpinannya (ps.6 no.3 Rv).
28. Syarat kuasa atau wakil dari penggugat:
Mempunyai surat kuasa khusus (ps. 123 ayat
1 HIR,147 Rbg).
Ditunjuk penggugat/tergugat sebagai kuasa
atau wakil dalam surat gugatan (ps. 123 ayat
1 HIR,147 Rbg).
Ditunjuk penggugat/tergugat sebagai kuasa
atau wakil dalam catatan gugatan apabila
gugatan diajukan secara lisan (ps. 123 ayat 1
HIR,147 Rbg).
Terdaftar sebagai advokat.
29. Kuasa atau wakil dari negara atau pemerintah
berdasarkan S.1922 no.522 dan ps.123 ayat
2 HIR,147 ayat 2 Rbg):
Pengacara negara yang diangkat oleh
pemerintah.
Jaksa.
Orang-orang tertentu atau pejabat yang
diangkat atau ditunjuk.