Hukum Acara Mahkamah Konstitusi mengatur prosedur penegakan hukum materiil di MK, termasuk kewenangan dan proses persidangan MK dalam menguji undang-undang, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, dan perkara lainnya. Sumber utamanya adalah UU Mahkamah Konstitusi, diisi lebih lanjut dengan Peraturan MK dan praktik beracara di pengadilan."
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
ASAS HUKUM ACARA MK
1. ASAS DAN SUMBER HUKUM
ACARA MK
Mhd Yusrizal Adi Syaputra, SH.MH
Fakultas Hukum
Universitas Medan Area
Medan, 2020
2. Pengantar
• Hukum dapat dibedakan menjadi hukum materiil dan hukum formil.
• Hukum materiil disebut sebagai hukum positif yang berisikan
norma-norma hukum untuk mengatur kehidupan bermasyarakat.
Misalnya, ketentuan mengenai larangan mencuri, diatur dalam
KUHP (KUHP disini disebut sebagai hukum materiil). Apabila ada
seseorang yang melanggar larangan pencurian tersebut, maka akan
diproses sesuai dengan hukum ada, maka proses penegakan hukum
materiil tersebut dilakukan atas dasar hukum acara pidana (KUHAP).
KUHAP inilah yang disebut sebagai Hukum Formil
3. • Tidak semua peraturan hukum ( undang-undang) yang ada memiliki
hukum acara tersendiri. Dalam konteks ketentuan-ketentuan yang bersifat
pidana umum (yang diatur dalam KUHP), maka hukum acara untuk
mempertahankannya didalam KUHAP.
• Akan tetapi dalam konteks hukum perdata (secara umum), pengaturan
materiil nya diatur dalam KUHPerdata (BW), sedangkan untuk
mempertahankan hukum materiil (KUHPerdata) diatur dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR & RBG).
• Dalam bidang hukum yang lain misalnya, untuk perbuatan-perbuatan
hukum yang melindungi hak-hak asasi anak di Indonesia diatur secara
khusus (lex specialis) oleh sebuah undang-undang khusus, yakni Undang-
Undang Perlindungan Anak. Ketika ada pelanggaran yang dilakukan oleh
anak, maka tata cara mempertahankan hukum materiil anak tersebut
mempergunakan hukum acara khusus anak artinya, hukum acara pidana
terhadap anak dilakukan secara khusus dan diatur dalam undang-undang
khusus.
4. • Hukum acara atau hukum formil, merupakan salah satu
jenis norma hukum dalam kesatuan sistem norma hukum
• Hukum acara menentukan berjalan tidaknya proses
penegakan hukum dan pelaksanaan kewenangan
berdasarkan hukum dari suatu lembaga
• Hukum materiil tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik
tanpa adanya hukum acara yang dipahami dan
dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait dalam suatu
proses hukum
• Hukum acara Mahkamah Konstitusi meliputi materi-materi
terkait dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi,
kedudukan hukum pemohon, dan dan proses persidangan
mulai dari pengajuan permohonan, pembuktian, hingga
putusan
5. ASAS-ASAS HUKUM ACARA MK
• Asas secara umum diartikan sebagai dasar atau prinsip yang bersifat
umum yang menjadi titik tolak pengertian atau pengaturan. Asas di
satu sisi dapat disebut sebagai landasan atau alasan pembentukan
suatu aturan hukum yang memuat nilai, jiwa, atau cita-cita sosial
yang ingin diwujudkan. Asas hukum merupakan jantung yang
menghubungkan antara aturan hukum dengan cita-cita dan
pandangan masyarakat di mana hukum itu berlaku (asas hukum
objektif).
• Di sisi lain, asas hukum dapat dipahami sebagai norma umum yang
dihasilkan dari pengendapan hukum positif (asas hukum subjektif
6. • Dalam konteks Hukum Acara MK yang dimaksud dengan
asas dalam hal ini adalah prinsip-prinsip dasar yang bersifat
umum sebagai panduan atau bahkan ruh dalam
penyelenggaraan peradilan konstitusi.
• Asas diperlukan untuk mencapai tujuan penyelenggaraan
peradilan itu sendiri, yaitu tegaknya hukum dan keadilan,
khususnya supremasi konstitusi dan perlindungan hak
konstitusional warga negara.
7. • Asas-asas tersebut harus dijabarkan dan dimanifestasikan baik di
dalam peraturan maupun praktik hukum acara. Dengan sendirinya
asas Hukum Acara MK menjadi pedoman dan prinsip yang memandu
hakim dalam menyelenggarakan peradilan serta harus pula menjadi
pedoman dan prinsip yang dipatuhi oleh pihak-pihak dalam proses
peradilan
• Mengingat sifatnya yang umum dan tidak merujuk pada tindakan atau
kasus tertentu, setiap asas memiliki pengecualian. Asas peradilan
terbuka untuk umum misalnya memiliki pengecualian untuk perkara-
perkara tertentu dapat ditetapkan bersifat tertutup
8. • Sebagaimana proses peradilan pada umumnya, di dalam peradilan MK terdapat asas-
asas baik yang bersifat umum untuk semua peradilan maupun yang khusus sesuai
dengan karakteristik peradilan MK.
• Maruarar Siahaan, salah satu hakim konstitusi periode pertama, mengemukakan asas
dalam peradilan MK yaitu
(1) Ius curia novit;
(2) Persidangan terbuka untuk umum;
(3) Independen dan imparsial;
(4) Peradilan dilaksanakan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan;
(5) Hak untuk didengar secara seimbang (audi et alteram partem); dan
(6) Hakim aktif dan juga pasif dalam persidangan.
(7) Praduga keabsahan (praesumptio iustae causa
9. Pendapat lain tentang Asas-Asas Umum Hukum Acara MK
Asas Putusan Final
MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
Asas Praduga Rechmatig
Putusan MK merupakan putusan akhir, berkekuatan hukum tetap sejak
dibacakan dan tidak berlaku surut
Asas Pembuktian Bebas
Hakim MK bebas menentukan apa yang harus dibuktikan, beban
serta penilaian atas alat bukti berdasarkan keyakinannya
Asas Keaktifan Hakim MK
Hakim MK aktif dalam melakukan penelusuran dan eksplorasi untuk
mendapatkan kebenaran melalui alat bukti yang ada
Asas Erga Omnes
Putusan MK bersifat mengikat para pihak dan harus ditaati oleh siapa pun
10. Asas Non Interfentif / Independensi
MK merdeka dan bebas dari segala campur tangan kekuasaan lain, baik
langsung maupun tidak langsung
Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan
Hukum Acara mudah dipahami dan tidak berbelit-belit, sehingga
peradilan berjalan relatif cepat dan berbiaya ringan
Asas Sidang Terbuka Untuk Umum
Putusan Mahkamah sah dan berkekuatan hukum tetap apabila
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
Asas Obyektivitas
Hakim dan panitera wajib mengundurkan diri apabila memiliki
kerabat atau kepentingan langsung maupun tidak langsung
Asas Sosialisasi
Putusan MK wajib diumumkan dan dilaporkan secara berkala kepada
masyarakat secara terbuka.
11. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
• Hukum Acara Mahkamah Konstitusi sebagai hukum formal
(procedural law) memiliki fungsi sebagai publiekrechtelijk
instrumentarium untuk menegakkan hukum materiil
(handhaving van het materiele recht), yaitu hukum tata
negara materiil (materiele staatsrecht). Hukum tata negara
materiil ini meliputi berbagai peraturan perundang-
undangan yang berlaku secara formal dalam praktik
penyelenggaraan negara yang berpuncak pada konstitusi
atau Undang-Undang Dasar sebagai the supreme law of
the land.
12. • Dalam rangka menegakkan hukum materiil, mengawal dan menegakkan
supremasi konstitusi, demokrasi, keadilan dan hak-hak konstitusional
warga negara, Undang-Undang Dasar 1945 telah memberikan 4 (empat)
kewenangan dan 1 (satu) kewajiban konstitusional kepada Mahkamah
Konstitusi untuk:
(1) menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar;
(2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
(3) memutus pembubaran partai politik;
(4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; dan
(5) memutus pendapat DPR atas dugaan pelanggaran hukum oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden, atau perbuatan tercela dan/atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut Undang-Undang Dasar.
• Atas dasar kewenangan dan kewajiban konstitusional inilah, hukum acara
(procedural law) diperlukan untuk mengatur mekanisme atau prosedur
beracara di Mahkamah Konstitusi
13. • Hukum Acara Mahkamah Konstitusi mengatur
penegakan hukum yang materinya telah
ditentukan dalam hukum materiilnya “het
materiele recht moet ‘gehandhaafd’ worden en dat
gebeurt in een process”. Jadi, hukum materiil harus
ditegakkan dan hal itu terjadi di dalam suatu acara.
Hukum yang mengatur acara inilah yang disebut
dengan ‘formeel recht’ atau ‘procedural law’.
14. • Perselisihan yang dibawa ke Mahmakah Konstitusi sesungguhnya
juga memiliki karakter khusus, tersendiri dan berbeda dengan
perselisihan sehari-hari oleh peradilan biasa. Hal ini disebabkan oleh
adanya sifat sifat kepentingan umum yang tersangkut didalamnya,
meskipun andaikata permohonan diajukan oleh seseorang atau
individu tertentu.
• Keputusan yang dimintakan oleh Pemohon dan diberikan oleh MK
akan membawa akibat hukum yang tidak hanya mengenai orang
atau individu atau pemohon yang mengajukan permohonan tetapi
juga orang lain, lembaga negara, dan aparatur negara atau
masyarakat umum lainnya. Khususnya mengenai pengujian UU
terhadap UUD
15. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi memiliki 2
(dua) arti
• Pertama, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi sebagai ilmu yang
mempelajari Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, yaitu ilmu hukum
acara (=hukum formil) yang berkaitan langsung dengan
kewenangan-kewenangan dan kewajiban-kewajiban konstitusional
Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pemegang kekuasaan
kehakiman di Indonesia, di samping Mahkamah Agung
• Kedua, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi sebagai hukum positif
(positieverecht), yaitu hukum yang mengatur dan menegakkan
hukum materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (1)
dan 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945.
16. Arti Penting Hukum Acara MK
Pentingnya hukum materiil dan Hukum Acara Mahkamah
Konstitusi sebagai hukum formil itu tercermin pada
kenyataan, bahwa sebagai salah satu pemegang
kekuasaan kehakiman, Mahkamah Konstitusi akan lumpuh
tanpa adanya hukum materiil, dan sebaliknya peradilan
Mahkamah Konstitusi tanpa adanya hukum formal (hukum
acara) akan liar, sebab tidak ada ukuran-ukuran hukum
atau batas-batas hukum yang jelas bagi Mahkamah
Konstitusi dalam menjalankan wewenangnya
17. • Sumber Utama untuk mecanri aturan hukum acara adalah undang-
undang hukum acara, yang secara khusus dibuat untuk itu, dalam hal
ini adalah UU Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi sejarah telah
mencatat bahwa sempitnya waktu yang tersedia untuk menyusun UU
MK telah menyebabkan aturan mengenai hukum acara tidak lengkap.
• Aturan Hukum acara yang dimuat dalam Bab V UU MK, yang disusun
dalam 12 Bagian, dan diatur dalam Pasal 28-Pasl 85 masih sangat
sederhana dan masih banyak kekosongannnya.
• Hal ini diakui pembuat UU, dan karenanya memberikan kewenangan
pada MK untuk mengatur lebih lanjut hal yang dipandang perlu
untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya dengan
menyusun sendiri rule of the court.
18. • Rule of the court yang diperlukan untuk mengisi kekurangan atau
kekosongan yang ada dilakukan dalam Peraturan Mahkamah
Konstitusi (PMK).
• PMK yang dibentuk saat ini masih terbatas karena ternyata
perkembangan praktik beracara yang dilaksanakan di MK masih
dinamis.
• Pelaksanaan PMK maupun praktik pemeriksaan di MK dalam
mengisi kekosongan hukum acara tentu juga merujuk pada bagian
UU hukum acara yang dikencal dengan Hukum Acara perdata,
Hukum acara TUN, yang relevan dengan Perkara Konstitusi yang
dihadapi
19. Sumber Hukum Acara MK
• Untuk mengetahui sumber hukum acara MK tentu juga dapat didekati dari
aspek materiil dan formil. Dari aspek materiil, untuk mengetahui sumber
hukum acara MK harus dilihat dari mana materi ketentuan hukum acara
dimaksud diambil atau hal apa saja yang mempengaruhi materi hukum
acara MK. Dalam konteks hukum nasional, hukum acara MK tentu
bersumber pada nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh bangsa
Indonesia, yaitu Pancasila. Selain itu yang menentukan materi hukum
acara MK adalah asas-asas hukum terkait dengan penyelenggaraan
peradilan yang disesuaikan dengan karakteristik hukum acara MK dan
dijadikan sebagai asas hukum acara MK. Asas-asas dan materi hukum
acara MK tersebut dalam pembuatannya dipengaruhi oleh teori atau
ajaran hukum, terutama teori konstitusi dan ilmu hukum tata negara.
20. • Sedangkan sumber hukum formil hukum acara MK adalah
ketentuan hukum positif yang mengatur hukum acara MK atau
paling tidak terkait dengan hukum acara MK. Ketentuan Pasal 24C
ayat (6) UUD 1945 menyatakan bahwa hukum acara merupakan
salah satu hal terkait dengan keberadaan MK yang akan diatur
dengan undang-undang. Hukum Acara MK diatur di dalam UU MK,
yaitu pada Bab V mulai dari Pasal 28 hingga Pasal 85.
21. • Selain UU MK, tentu terdapat berbagai ketentuan perundang-
undangan lain yang terkait dengan wewenang MK. Beberapa UU lain
yang juga menjadi sumber hukum dalam proses peradilan MK antara
lain
1. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Beserta Perubahannya);
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum;
5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD;
7. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden;
8. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD.
22. • Untuk melengkapi ketentuan hukum acara dalam UU MK, Pasal 86
UU MK menyatakan bahwa MK dapat mengatur lebih lanjut hal-hal
yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan
wewenangnya. Penjelasan pasal ini menyatakan bahwa ketentuan
tersebut dimaksudkan untuk mengisi kemungkinan adanya
kekurangan atau kekosongan dalam hukum acara. Ketentuan inilah
yang menjadi dasar bagi MK untuk membuat Peraturan Mahkamah
Konstitusi (PMK) yang mengatur berbagai hal guna kelancaran
pelaksanaan tugas dan wewenang, termasuk hukum acara MK.
23. Sumber Hukum Acara MK
1. Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi
2. Peraturan Mahakamah Konstitusi (PMK)
3. Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi RI
4. Undang-Undang Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Peradilan
Tata Usaha Negara, dan Hukum Acara Pidana Indonesia
5. Pendapat Sarjana (doktrin)
6. Hukum Acara dan yurisprudensi Mahkamah Konstitusi Negara lain
Poin no 4 , 5, dan 6 merupakan sumber tidak langsung yang
sebaiknya diambl alih melalui PMK karena kebutuhan praktik yang
timbul disebabkan oleh kekosongan dalam pengaturan hukum acara.
24. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi yang bersifat khusus, yang secara
normatif bersumber dari
1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
dan
2. Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK), seperti
a. PMK Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian
Undang-Undang; PMK Nomor 08/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara dalam
Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara;
b. PMK Nomor 12 Tahun 2008 tentang Prosedur Beracara dalam Pembubaran
Partai Politik;
c. PMK Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum Kepala Daerah;
d. PMK Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD;
e. PMK Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
f. PMK Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara dalam Memutus
Pendapat DPR mengenai Dugaan Pelanggaran Oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden.
25. • Sesuai dengan sifat perkara yang termasuk dalam wewenang
peradilan MK, terdapat karakteristik khusus peradilan MK yang
berbeda dengan peradilan yang lain. Karakteristik utama yaitu dasar
hukum utama yang digunakan dalam proses peradilan baik terkait
dengan substansi perkara maupun hukum acara adalah konstitusi
itu sendiri, yaitu UUD 1945. Walaupun terdapat berbagai ketentuan
undang-undang dan PMK sebagai dasar memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara, namun ketentuan tersebut digunakan sepanjang
dinilai tidak bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini tidak terlepas
dari sifat wewenang MK yang pada hakikatnya adalah mengadili
perkara-perkara konstitusional