Kurikulum darurat merupakan penyederhanaan kurikulum nasional 2013 yang dirancang untuk memfasilitasi pembelajaran selama pandemi Covid-19 dengan mengurangi kompetensi dasar pada setiap mata pelajaran sehingga fokus pada kompetensi esensial dan prasyarat untuk tingkat berikutnya. Kurikulum ini dimaksudkan untuk meringankan beban guru dan siswa serta meningkatkan kreativitas pembelajaran daring, meski juga beris
2. 1
Kurikulum Darurat
A. Pendahuluan
Pelaksanaan kurikulum pada kondisi khusus bertujuan untuk memberikan
fleksibilitas bagi satuan pendidikan untuk menentukan kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran peserta didik. Di masa pandemi Covid-19, Kementerian
Pendidikan mengeluarkan kebijakan bahwa dalam kondisi ini satuan pendidikan dapat
memilih salah satu dari 3 opsi pelaksanaan kurikulum: 1) tetap menggunakan kurikulum
nasional 2013, 2) menggunakan kurikulum darurat (dalam kondisi khusus), 3)
melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri
(https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/08/kemendikbud-terbitkan-
kurikulum-darurat-pada-satuan-pendidikan-dalam-kondisi-khusus).
Pada Webinar ‘Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19’
yang diterbitkan secara virtual melalui Zoom serta disiarkan langsung dari kanal
YouTube Kemendikbud RI pada Jumat (7/8/2020) sore, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menjelaskan mengenai kurikulum darurat.
Kurikulum ini diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan
Pendidikan dalam Kondisi Khusus setelah mengetahui berbagai tantangan, kendala, serta
dampak dari pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi Covid-19, baik pada guru,
murid, maupun orang tua. Mendikbud menjelaskan, bahwa kurikulum darurat ini akan
mengurangi secara dramatis kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran. Sehingga,
sekolah dapat fokus kepada kompetensi yang esensial dan kompetensi yang menjadi
prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran ke tingkat selanjutnya. “Jadi, ini membiarkan
para guru untuk benar-benar fokus kepada apa yang esensial, bukan melebar, tapi
mendalam. Dan, pelaksanaan kurikulum ini berlaku sampai akhir tahun ajaran”. Intinya,
kurikulum darurat merupakan penyederhanaan kompetensi dasar untuk setiap mata
pelajaran, sehingga berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk
kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya.
B. Penyusunan Kurikulum Darurat
Apabila ditinjau dari segi definisi dan fungsi, maka kurikulum darurat yang
diterbitkan telah sesuai, karena berisikan rencana pembelajaran yang di dalamnya
memuat tujuan dan berisi proses pengajaran dan pembelajaran yang telah diatur dengan
cara tertentu (Pieters, 2019) serta dapat memberikan pedoman pembelajaran yang jelas
pada berbagai pihak, di antaranya guru, kepala sekolah dan pengawas, orang tua, serta
siswa. Kurikulum darurat yang diterbitkan sebagai bentuk respon cepat terkait
penyelenggaraan pendidikan di kondisi yang khusus dan tidak terduga adalah bentuk
pelaksanaan pengembangan kurikulum dengan memperhatikan prinsip relevansi dan
fleksibilitas, pemangkasan beberapa materi di dalamnya pun merupakan salah satu
penerapan aspek efesiensi dan efektivitas (Kemdikbud, 2014).
3. 2
C. Manfaat Kurikulum Darurat
Adapun kelebihan atau sisi positif yang dapat dilihat dari kurikulum darurat di
antaranya:
1. Meringankan beban guru
Pada struktur kurikulum darurat, dilakukan pemangkasan jumlah
kompetensi dasar (KD) pada tiap mata pelajaran. Materi yang wajib disampaikan
pada proses belajar hanya yang materi-materi yang dianggap penting dan
esensial. Sehingga, akan meringankan beban mengajar guru karena guru tidak
dituntut untuk untuk menuntaskan seluruh KD seperti yang seharusnya dilakukan
pada kurikulum normal (K-13).
2. Meringankan beban belajar siswa di tengah pandemi Covid-19
Sebab siswa yang belajar tanpa didampingi guru banyak mengalami
kesulitan-kesulitan atau bahkan dapat terjadi lost of learning. Selain itu,
disediakannya modul-modul pembelajaran untuk jenjang PAUD dan SD dapat
menjadi sumber ide bagi guru untuk mengembangkan pembelajaran. Hal lain lagi,
pada kurikulum darurat ini, Mendikbud menghimbau guru juga perlu melakukan
assessmen untuk mengurangi gap antar-siswa. Jika sudah terdeteksi adanya gap
atau kebingungan, maka baiknya guru tak melanjutkan ke materi selanjutnya dan
memberikan pendalaman atas kekurangan pada siswa. Hal ini secara tidak
langsung akan dapat memberikan pemahaman dan mendalam pada siswa,
sehingga dimungkinkan siswa akan benar-benar menguasai materi tersebut.
3. Peningkatan kreativitas dan kompetensi digital guru
Sisi positif lain yang dapat dilihat adalah guru menjadi dituntut untuk cepat
beradaptasi dengan teknologi, berkreasi dan berinovasi melibatkan teknologi
secara maksimal dalam pembelajaran, serta memberikan variasi pembelajaran
yang kontekstual dan menyenangkan.
Misalnya: guru fisika dapat memberikan pembelajaran interaktif secara
daring (via zoom, google meet, skype, dll agar ada interaksi antara guru dan siswa
minimal dalam seminggu sekali), atau memaksimalkan fasilitas Rumah Belajar
milik Kemdikbud. Hal lain lagi adalah guru dapat menggunakan fasilitas
laboratorium maya seperti PhET (https://phet.colorado.edu/) atau melakukan
percobaan sederhana di rumah dengan alat dan bahan yang tersedia. Manakala
terdapat gangguan pulsa, gawai, atau internet seperti yang terjadi pada daerah
tertinggal, maka guru dapat melakukan pembelajaran luring seperti pemberian
lembar kerja, siswa mengakses informasi melalui siaran radio dan TV.
4. Guru juga dapat meningkatkan bonding dengan orang tua siswa (kekompakan
dalam mendidik siswa)
Dalam pelaksanaan kurikulum darurat, guru dapat bekerja sama dengan
orang tua dalam melatih siswa berkreasi terhadap apa yang ada di lingkungan
sekitarnya. Aktivitas dan tugas pembelajaran dari rumah dapat bervariasi, dengan
mempertimbangkan kesenjangan akses atau fasilitas belajar di rumah. Guru dapat
berbincang dan membangun kesepakatan dengan orang tua mengenai sistematika
pembelajaran yang akan dilakukan selama masa pandemi.
4. 3
D. Kekurangan Kurikulum Darurat
Namun, di sisi lain terdapat beberapa kekurangan di antaranya:
1. Ketimpangan fasilitas
Fasilitas yang dimiliki oleh siswa tentu berbeda-beda sesuai dengan tingkat
ekonomi masing-masing. Apabila tugas yang diberikan oleh guru mengharuskan
siswa menggunakan perangkat teknologi seperti komputer atau laptop tentu tidak
semua siswa memilikinya, sehingga segi fasilitas akan menjadi hambatan tersendiri.
Apalagi jika konteksnya siswa adalah siswa tingkat SD yang tentu tidak semua anak
diberikan gawai. Lantas apabila kedua orang tua bekerja hingga malam hari dan anak
tinggal bersama kerabat atau keluarga misalnya nenek yang juga tidak memiliki
gawai, maka pembelajaran interaktif antara guru dan siswa akan sulit dilakukan pada
waktu-waktu tertentu.
2. Pemangkasan materi pada kurikulum darurat mengakibatkan akan ada banyak
materi yang tidak tersampaikan, sehingga siswa tidak dapat menguasai konsep secara
menyeluruh dan konstruksi pengetahuan siswa beresiko tidak terbentuk sempurna
(tidak dapat mengaitkan antara materi satu dengan lainnya).
3. Akan semakin sulit bagi guru memberikan soal-soal berstandar PISA atau TIMSS
(soal-soal yang dapat melatih HOTS peserta didik) dikarenakan sistem pembelajaran
jarak jauh yang serba terbatas, baik dari segi waktu maupun fasilitas.
4. Timbul kebingungan di kalangan guru dan siswa karena kurangnya sosialisasi.
Pengumuman dan arahan yang diberikan oleh Mendikbud dalam bentuk webinar
di saluran Youtube saja tidak cukup, perlu adanya sosialisasi lebih lanjut di tingkat
sekolah. Karena pada prakteknya, setiap sekolah memiliki kondisi berbeda baik dari
segi geografis, ketersediaan sarana/ prasarana, karakteristik sekolah (misal: SMA
atau SMK atau sekolah inklusi), serta problem pembelajaran yang dihadapi. Oleh
karena itu, jika tidak ada sinergi yang baik antara pemerintah dengan tiap-tiap
sekolah, hal ini akan berakibat pada berjalannya pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang
tidak efektif.
5. Guru yang ikut melaksanakan PJJ dengan kurikulum darurat namun tidak siap
beradaptasi dengan teknologi, tidak siap berkreasi dalam pembelajaran, dan tidak
melakukan metode yang tepat, rentan akan menghasilkan pembelajaran yang
monoton dan hanya berpusat pada guru.
Misalnya: dilakukan pembelajaran virtual, namun guru hanya menjelaskan
tanpa adanya umpan balik, diskusi, tanya-jawab, kuis, dll. Pemberian tugas yang kaku
dan hanya sekadar tulis-menulis pun akan membuat siswa jenuh. Guru dapat
membuat siswa mengeksplor dirinya dengan memberikan tugas yang kontekstual.
Dalam fisika misalnya meminta siswa melakukan percobaan sederhana, merekamnya
dalam video disertai penjelasan, dan mengirimnya/ upload melalui media sosial.
Setelah itu guru tidak hanya sekadar menilai, melainkan memberikan feedback dari
apa yang dikerjakan siswa. Kegiatan ini secara tidak langsung dapat menyentuh
berbagai aspek baik kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai salah satu fungsi
integrasi yakni kurikulum dapat mengembangkan pribadi siswa secara utuh melalui
tiga aspek (Alexander Inglis (dalam Hamalik, 2011: 13-14)).
6. Pelaksanaan kurikulum setiap sekolah tidak seragam
5. 4
Hal ini terkait dengan dibebaskannya masing-masing sekolah untuk
menggunakan rancangan kurikulum darurat, atau tetap menggunakan kurikulum
2013, atau melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.
7. Sulitnya pencapaian KI 1 (Aspek sikap spiritual) dan KI 2 (aspek sikap sosial) saat
pembelajaran jarak jauh.
Pembelajaran jarak jauh tak lagi memungkinkan adanya tadarus bersama di
pagi hari seperti yang kerap dilakukan di sekolah, tak lagi memungkinkan ada
kegiatan piket kelas atau bersih-bersih lingkungan sekolah, tak lagi memungkinkan
adanya pendisiplinan siswa di mana siswa wajib hadir tepat waktu, menggunakan
atribut lengkap, berpakaian rapi, berlaku sopan, tertib di ruang kelas dll. Artinya, akan
ada nilai-nilai keagamaan dan nilai sosial yang tak lagi bisa ditanamkan secara
maksimal seperti layaknya jika pembelajaran di sekolah berlangsung.
8. Rendahnya kemungkinan ketercapaian KKNI
“KKNI merupakan kerangka penjenjangan kualifikasi sumber daya manusia
Indonesia yang menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan sektor
pendidikan dengan sektor pelatihan dan pengalaman kerja dalam suatu skema
pengakuan kemampuan kerja yang disesuaikan dengan struktur di berbagai sektor
pekerjaan. Deskripsi kualifikasi pada setiap jenjang KKNI secara komprehensif
mempertimbangkan sebuah capaian pembelajaran yang utuh, yang dapat dihasilkan
oleh suatu proses pendidikan baik formal, non formal, informal, maupun pengalaman
mandiri untuk dapat melakukan kerja secara berkualitas”
(http://kkni.ristekdikti.go.id/). Kemungkinan ketercapaian KKNI rendah
dikarenakan pada implementasi kurikulum darurat, ada materi-materi yang
dihilangkan sehingga menyisakan materi-materi esensial saja. Artinya, tetap saja
pengetahuan bagi siswa tidak akan terbangun secara holistik. Sedangkan pada
kualifikasi KKNI diperlukan capaian pembelajaran yang utuh. Kemudian yang perlu
menjadi perhatian adalah dijelaskan pula bahwa “dibutuhkan pengalaman mandiri
untuk dapat melakukan kerja secara berkualitas”. Sedangkan proses pembelajaran
jarak jauh tidak memungkinkan siswa untuk mengeksplor diri dan menggali
pengalaman secara maksimal terutama di lapangan.
E. Saran Koreksi Perbaikan Kurikulum Darurat
Saran yang dapat diberikan untuk perbaikan kurikulum darurat adalah:
1. Adanya kebijakan yang lebih komperhensif dan menyeluruh, tidak hanya sebatas
pengurangan KD atau pemberian fasilitas berupa kuota gratis.
2. Perlu sosialisasi lebih lanjut agar pihak guru dan sekolah tidak kebingungan dalam
pelaksanaan kurikulum darurat.
3. Pembentukan kebijakan yang terintegrasi antara pemerintah dengan sekolah,
agar terdapat hasil yang setara antara sekolah yang mengaplikasikan kurikulum
darurat, kurikulum 2013 secara normal, ataupun kurikulum yang dimodifikasi
secara mandiri. Perlu dilakukan diskusi lebih lanjut.
4. Dilakukan evaluasi secara berkala untuk menilai efektivitas dan fleksibilitas
kurikulum darurat sehingga dapat dilakukan pembenahan pada beberapa
kekurangan yang timbul.
6. 5
Referensi
Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Kemdikbud. (2014). Permendikbud No.61 Tahun 2014 Tentang Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Permendikbud No. 61. Retrieved from
https://jdih.kemdikbud.go.id/arsip/Permendikbud Nomor 61 Tahun 2014.pdf
KKNI. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Diakses pada 16 Oktober 2020, dari
http://kkni.ristekdikti.go.id/
Pieters, J. (2019). Improving student internship through collaborative curriculum design:
Needs and context analysis to inform the design process. In Collaborative
Curriculum Design for Sustainable Innovation and Teacher Learning.
https://doi.org/10.1007/978-3-030-20062-6_6