Ringkasan dokumen tersebut adalah:
(1) Dokumen tersebut membahas asas-asas pendidikan Indonesia seperti tutwuri handayani, belajar sepanjang hayat, dan kemandirian dalam belajar. (2) Dokumen tersebut juga membahas penerapan asas-asas tersebut dalam pembelajaran, seperti pendekatan komunikasi guru dan tujuan pembelajaran. (3) Tujuan pembelajaran perlu diperluas menjadi belajar untuk hidup
1. LANDASAN DAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN SERTA PENERAPANNYA
A. Asas-asas Pokok Pendidikan Indonesia
1. Asas Tutwuri Handayani
Asas tutwuri handayani yang merupakan asas pendidikan Indonesia hingga saat
ini, bersumber dari asas pendidikan Taman Siswa. Asas tutwuri handayani bermakna
bahwa setiap orang berhak mengatur dirinya sendiri dengan berpedoman kepada tata
tertib kehidupan yang umum. Dalam penyelenggaraan pendidikan dengan asas tersebut
berarti bahwa kepada peserta didik diberi kesempatan untuk mandiri. Artinya, dalam
kegiatan pendidikan, pendidik bukanlah segala-galanya, akan tetapi kepada peserta didik
diberi kesempatan untuk mencari, mempelajari, dan memecahkan masalah sendiri tanpa
selalu harus dicampuri, diperintah, dan bahkan dipaksa. Dengan cara yang demikian, maka
kegiatan belajar tidak berpusat kepada guru, akan tetapi berpusat kepada peserta didik
sendiri. Dapat dikatakan bahwa asas tutwuri handayani merupakan cikal bakal dari
pendekatan atau cara belajar siswa aktif.
2. Asas Belajar Sepanjang Hayat
Pada dasarnya manusia adalah makhluk “menjadi”, yakni makhluk yang tidak
pernah sempurna, dia selalu berkembang mengikuti perkembangan yang terjadi di
lingkungan kehidupannya. Apa yang dipelajari hari ini belum tentu sesuai dengan
tantangan perubahan pada beberapa tahun berikutnya. Implikasi dari konsep yang
demikian ialah bahwa manusia harus belajar sepanjang hayat, sehingga dia dapat
mempelajari dan menyesuaikan diri sesuai dengan perubahan yang berlangsung.
Dewasa ini, akibat kemajuan ilmu teknologi yang amat pesat, maka terjadi
perubahan yang amat pesat dalam berbagai aspek kehidupan. Akibatnya, apa yang
dipelajari oleh seseorang pada beberapa tahun yang lalu dapat menjadi tidak berarti atau
tidak bermanfaat. Sebab apa yang telah dipelajarinya sudah tidak relevan lagi dengan
berbagai masalah kehidupan yang dihadapinya.
2. Implikasi dari kemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat tersebut ialah
seseorang dituntut untuk mau dan mampu untuk belajar sepanjang hayat. Dengan
kemauan dan kemampuan untuk dapat belajar sepanjang hayat, maka konsep belajar
tidak lagi sedekat belajar untuk tahu (Learning to know) dan mampu (learning to do), akan
tetapi belajar sepanjang hayat yang menuntut kemauan dan kemampuan seseorang guna
belajar untuk menjadi (learning to be).
3. Asas Kemandirian dalam Belajar
Baik asas tutwuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung
erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tutwuri handayani pada
prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan peserta didik untuk mandiri, termasuk
mandiri dalam belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, sedapat mungkin dikembangkan
kemandirian dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan pendidik, namun
selalu siap untuk membantu apabila diperlukan. Selanjutnya, asas belajar sepanjang hayat
hanya dapat diwujudkan apabila didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik mau dan
mampu mandiri dalam belajar, karena adalah tidak mungkin seseorang belajar sepanjang
hayatnya apabila selalu tergantung dari bantuan orang lain.
Perwujudan kemandirian dalam belajar akan menempatkan pendidik dalam peran
utama sebagai fasilitator, informator, dan motivator, disamping peran-peran lain seperti
organisator. Sebagai Fasilitator, guru diharapkan menyediakan dan mengatur berbagai
berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sebagai Informator, pendidik harus
menyadari bahwa dirinya hanya merupakan bagian kecil saja dari sumber informasi yang
datangnya membanjiri dewasa ini. Hal tersebut berarti bahwa pendidik perlu memberikan
dan bahkan merangsang peserta didik untuk memburu informasi selain dari dirinya
sendiri. Sedangkan sebagai motivator, pendidik mengupayakan timbulnya prakarsa
peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar secara maksimal.
3. B. Penerapan Asas-asas Pendidikan Dalam Kegiatan Pembelajaran
Dalam hal penerapan asas-asas pendidikan dalam kegiatan pembelajaran
setidaknya terdapat tiga masalah yang perlu mendapat perhatian, yakni masalah cara
berkomunikasi dan peranan guru dalam pembelajaran serta tujuan pembelajaran.
1. Pendekatan Kuomunikasi oleh Guru
Dewasa ini masih terdapat kecenderungan bahwa para pendidik masih terikat
oleh penggunaan komunikasi satu arah dalam kegiatan pembelajaran dengan
mengandalkan metode ceramah. Dalam komunikasi yang demikian, pendidik
menempatkan dirinya dalam kedudukan yang lebih tinggi dari peserta didik. Bahkan, tidak
jarang pendidik menjadikan peserta didik sebagai objek komunikasi belaka. Akibatnya,
arus komunikasi cenderung satu arah, rendahnya kemungkinan umpan balik dari peserta
didik, dan cenderung hanya menghasilkan perubahan pengetahuan (Rogres dan
Schoemaker, 1981 ; Depdikbud, 1983). Komunikasi yang demikian memberikan implikasi
yang negatif terhadap out put pendidik, yakni membuat peserta didik tidak terdorong
untuk belajar mandiri, mereka lebih tergantung kepada informasi yang datangnya dari
pendidik.
Sejalan dengan pendekatan komunikasi yang cenderung digunakan pendidik,
yakni pendekatan komunikasi satu arah, pendidk sering menempatkan dirinya sebagai
orang yang paling dominan. Artinya, tidak jarang pendidik, apakah itu orang tua, guru,
dosen, atau tutor sering menempatkan dirinya sebagai orang yang serba tahu dalam
segala hal pada waktu kegiatan belajar berlangsung. Seolah-olah yang benar itu cuma
datangnya dari pendidik, selain yang dikemukan oleh pendidik salah. Padahal dalam cara
komunikasi canggih dewasa ini, sumber informasi datangnya membanjir, dari segala arah.
Dewasa ini, institusi pengajaran (sekolah dan sejenisnya) bukan satu-satunya sumber
informasi, akan tetapi berbagai institusi dapat menjadi sumber informasi. Misalnya media
masa dengan segala jenisnya, seperti televisi, majalah, koran, radio, dan bahkan internet.
Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan bahwa orang tua, guru, dosen, atau tutor
ketinggalan informasi dibandingkan dengan peserta didik. Sehingga dengan demikian,
4. amatlah penting untuk mendorong peserta didik guna berupaya mencari informasi sendiri
yang dapat dikatakan sebagai uapaya belajar mandiri.
2. Masalah Tujuan Belajar
Sebagaimana dikemukakan pada bagian terdahulu, kemajuan ilmu dan teknologi
yang amat pesat menuntut orang untuk belajar secara terus menerus sepanjang hayatnya.
Sehubungan dengan itu, tujuan belajar yang learning to know dan learning to do saja
ternyata belum cukup. Oleh karena kemajuan teknologi, terutama kemajuan transportasi
dan komunikasi, membuat dunia semakin “sempit”, sehingga intesitas interaksi antar
manusia semakin tinggi tanpa dibatasi oleh perbedaan suku, agama, ras, dan asal-usul.
Sehubungan dengan itu, tujuan belajar sudah harus diperluas dari sekedar learning to
know dan learning to do dengan menambahkan learning to life together. Selanjutnya,
akibat kemajuan ilmu dan teknologi yang berimplikasi pada perubahan lapangan kerja,
mengakibatkan apa yang dipelajari hari ini belum tentu sesuai dengan tuntutan lapangan
kerja yang berubah pada beberapa tahun berikutnya. Untuk itu, tujuan kegiatan
pembelajar perlu diperluas dengan learning to be, sehingga dengan tujuan yang demikian
apa yang dipelajari dapat dijadikan sebagi dasar untuk belajar lebih lanjut dalam rangka
menyeseuaikan diri dengan perubahan lapangan kerja dan bahkan perubahan dalam
berbagai aspek kehidupan