Keracunan makanan dan penyakit karena mengonsumsi buah-buahan atau sayuran segar maupun olahan mengindikasikan adanya kontaminan (pestisida, mikroba, logam berat) dalam bahan pangan tersebut.
World Health Organization (WHO) mendefinisikan penyakit asal pangan (foodborne disease) sebagai penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun yang disebabkan oleh senyawa yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dikonsumsi.
Menurut data FDA Amerika Serikat, penyakit asal pangan yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba menempati urutan pertama di atas racun alami, residu pestisida, dan bahan tambahan pangan.
1. KONTAMINASI MIKROBA
PADA SAYURAN
IPN 2 631 MIKROBIOLOGI KEAMANAN PANGAN
Rolina Zahhara Tambunan
MAGISTER ILMU PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN USU
T.A. 2012/2013
2. PENDAHULUAN
Mutu sayuran yang tidak konsisten dengan tingkat
kontaminan yang cukup tinggi dapat merugikan
perdagangan komoditas tersebut di pasar regional
maupun internasional.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh sebagian
pengekspor dan produsen makanan adalah terjadinya
kasus automatic detention terhadap produk pangan asal
Indonesia.
Kasus penahanan terjadi setiap tahun sehingga dapat
menurunkan devisa.
Kasus penolakan produk makanan asal Indonesia oleh
FAO karena mengandung berbagai bahan berbahaya
yang dilarang dipergunakan. Penolakan ini menunjukkan
bahwa penanganan keamanan pangan di Indonesia
masih belum optimal.
3. PENDAHULUAN
Keracunan makanan dan penyakit karena mengonsumsi
buah-buahan atau sayuran segar maupun olahan
mengindikasikan adanya kontaminan (pestisida, mikroba,
logam berat) dalam bahan pangan tersebut.
World
Health Organization (WHO) mendefinisikan
penyakit asal pangan (foodborne disease) sebagai
penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun yang
disebabkan oleh senyawa yang masuk ke dalam tubuh
melalui makanan yang dikonsumsi.
Menurut data FDA Amerika Serikat, penyakit asal pangan
yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba menempati
urutan pertama di atas racun alami, residu pestisida, dan
bahan tambahan pangan.
4. KETERSEDIAAN DATA KASUS
KERACUNAN MAKANAN TERCEMAR
Data mengenai profil penyakit melalui makanan atau
pencemaran mikroba patogen pada makanan di
Indonesia masih sangat kurang. Diduga kasus yang
dilaporkan dengan kasus sebenarnya masih sangat
rendah.
WHO memperkirakan di negara-negara yang sedang
berkembang perbandingan antara data kasus
keracunan makanan yang dilaporkan dengan kasus
sebenarnya hanya mencapai 1:25 sampai 1: 100
(hanya 4%) bahkan di negara maju masih
menunjukkan perbandingan 1:10 (10%)
USDA memperkirakan terjadinya 4000 kematian dari
5 juta kematian setiap tahunnya sebagai akibat
mengkonsumsi produk-produk pangan yang tercemar
empat jenis bakteri patogen yaitu Compylobacter,
Salmonella, Escherichia coli O157:H7, dan Listeria
monocytogenes.
5. KETERSEDIAAN DATA KASUS KERACUNAN
MAKANAN TERCEMAR
Sampai
saat ini di Indonesia belum diketahui
secara jelas jenis mikroba yang paling banyak
menimbulkan kasus penyakit melalui makanan.
Kondisi di atas menjadikan riset di bidang
mikrobiologi masih perlu dikembangkan di
Indonesia, baik riset dasar di bidang mikrobiologi
pangan, maupun riset terapan yang hasilnya
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
meningkatkan keamanan pangan, atau dapat
menunjang
kebijakan
pemerintah
dalam
program keamanan pangan.
6. STANDAR MUTU MIKROBIOLOGI
SAYURAN SEGAR
Sayuran segar yang dikonsumsi dalam keadaan
mentah harus diperhatikan standar mutu mikrobiologi
dan organoleptiknya. Apabila sayuran segar tercemar
oleh mikroba dalam jumlah yang cukup tinggi maka
sayuran tersebut tidak aman untuk dikonsumsi.
Standar mutu mikrobiologi meliputi total mikroba (TPC)
dan mikroba patogen yaitu E. Coli dan Listeria
monocytogenes. Syarat mutu cemaran mikroba yang
terdapat dalam SNI untuk produk hortikultura
mencakup total mikroba, bakteri koliform, E. Coli,
Salmonella, S. aureus, Vibrio sp., C. perfringens,
kapang dan kamir yang terkandung di dalamnya
7. STANDAR MUTU MIKROBIOLOGI
SAYURAN SEGAR
International
Commision
on
Microbiological
Specification
for
Foods
(ICMSF)
(1996)
merekomendasikan, sayuran yang akan dikonsumsi
mentah mengandung E. coli kurang dari 103 CFU/g,
Salmonella harus tidak ada dalam 25 g sampel, dan
tiga dari lima sampel yang dianalisis boleh
mengandung total mikroba 105-106 CFU/g.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
(1989) mensyaratkan sayuran yang dikonsumsi
dikonsumsi maksimum mengandung E. coli 102 CFU/g
dan tidak mengandung Salmonella.
8. STANDAR MUTU MIKROBIOLOGI
SAYURAN SEGAR
Di Amerika Serikat direkomendasikan bahwa
Listeria monocytogenes harus tidak ada dalam 50 g
sampel makanan siap santap (Jay, 2000).
Komunitas Eropa (EC), merekomendasikan bahwa
Listeria monocytogenes harus tidak terkandung
dalam 1 g sampel. Sedangkan Perancis dan
pedoman
sementara
negara
Inggris
merekomendasikan bahwa Listeria monocytogenes
harus tidak ada dalam 25 gram sampel.
9. FAKTOR KEBIASAAN MAKAN
MEMPENGARUHI MUTU MIKROBIOLOGI
SAYURAN
Ada satu kepercayaan turun temurun bahwa
makanan yang mentah mempunyai khasiat lebih
tinggi terhadap kesehatan daripada makanan yang
sudah dimasak.
Karena bernilai gizi tinggi bahan pangan tersebut
juga merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikroba sehingga risiko untuk
menimbulkan penyakit atau keracunan akan tinggi.
Sayuran yang sering dikonsumsi dalam keadaan
segar atau mentah sebagai lalapan atau salad
rentan tercemar bakteri kolera dan disentri serta
virus.
10. KERUSAKAN SAYURAN AKIBAT ADANYA
MIKROORGANISME
Kerusakan
sayuran mentah dapat disebabkan oleh
faktor fisik, reaksi antar enzim dan adanya mikroba
perusak.
Beberapa mikroorganisme perusak pada sayuran
antara
lain
Botrytis
cinerea,
Sclerotinia
spesies, Sclerotium rolfsii dan Rhizopus stolonifer.
Mycocentrospora aceriena dan Phythophthora
megasperma merupakan penyebab kerusakan
utama pada wortel di Perancis. Sedangkan Botrytis
cinerea dan Rhizoctonia carotae menyebabkan
kerusakan wortel di Inggris. Alternaria tenuis
merupakan penyebab kerusakan pada kol yang baru
dipanen.
12. KONTAMINAN MIKROBA
PADA SAYURAN
Kontaminan yang menimbulkan penyakit berasal
dari berbagai sumber yaitu organisme patogen
termasuk bakteri, kapang, parasit dan virus.
Mikroba patogen merupakan penyebab penyakit
yang relatif berubah dari waktu ke waktu dan
sering
kali
menimbulkan
kasus
yang
mengejutkan.
Perubahan gaya hidup konsumen menuntut
tersedianya produk pangan yang lebih cepat dan
mudah dipersiapkan, lebih segar atau produk
yang menerima proses minimal, serta memenuhi
persyaratan kesehatan dan gizi.
Perubahan ini membuat kemampuan mikroba
untuk berkembang biak dengan cepat dan
beradaptasi dengan lingkungan menimbulkan
masalah baru dalam sistem pangan.
13. KONTAMINAN MIKROBA
PADA SAYURAN
Bakteri patogen psikotrof muncul karena
adanya perubahan ekologi. Mikroba ini
mampu tumbuh pada suhu rendah di
berbagai negara subtropis, yang mungkin
bisa masuk ke Indonesia melalui makanan
impor
Contoh lain adalah meningkatnya gejala
gastroenteritis oleh Compylobacter di
beberapa negara, bahkan di Amerika
Serikat saat ini bakteri tersebut paling
banyak ditemukan pada penderita diare,
mengalahkan Salmonella yang sejak
dahulu merupakan penyebab utama gejala
gastroenteritis (Anonim, 1996; ICMSF,
1996a)
14. KONTAMINAN MIKROBA
PADA SAYURAN
Beberapa jenis sayuran yang biasa dikonsumsi
segar berpotensi merugikan kesehatan karena
rentan terkontaminasi mikroba.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya
kontaminasi mikroba pada sayuran segar yang
diambil di tingkat petani maupun pedagang
(Isyanti 2001).
Hasil penelitian Susilawati (2002) menunjukkan
adanya kandungan Salmonella pada sayuran
segar di tingkat petani dan pedagang di Bogor.
Di Amerika Serikat, patogen yang menjadi
perhatian utama pada buah dan sayuran adalah
Salmonella, Shigella, Entamoeba histolytica, dan
Ascaris spp.
15. KONTAMINAN MIKROBA
PADA SAYURAN
Kontaminasi mikroba pada sayuran
bisa berasal dari penyemprotan atau
pengairan
dengan
air
yang
terkontaminasi
Salmonella
dan
pemupukan dengan kotoran hewan,
sehingga pada sayuran seperti selada
ditemukan Salmonella (Lund et al.
2000).
Menurut Sapers (2001), kontaminasi
mikroba
patogen
pada
produk
pertanian terjadi pada beberapa titik,
mulai dari tahap produksi, panen,
pengepakan, pengolahan, distribusi
hingga pemasaran.
16. KONTAMINAN MIKROBA
PADA SAYURAN
Marriot
(1999)
melaporkan
bahwa
Salmonella
dapat
tumbuh
dan
memproduksi endotoksin yang dapat
menyebabkan penyakit. Infeksi yang
disebabkan
Salmonella
disebut
Salmonellosis. Jumlah bakteri 105 – 1010
dapat
menyebabkan
infeksi.
Salmonellosis ditandai dengan sakit
perut, mual dan diare, kadang disertai
dengan demam ringan dan sakit kepala.
Salmonellosis timbul setelah 8-72 jam
mengkonsumsi makanan terkontaminasi
17. KONTAMINAN MIKROBA
PADA SAYURAN
Beberapa
strain
Escherichia
coli
dapatmenimbulkan penyakit pada manusia
dan
hewan
dengan
memproduksi
enterotoksin
dan
menimbulkan
gejala
menyerupai kolera, menyerang sel-sel
epitelium saluran usus dengan melakukan
adhesi dan kolonisasi pada saluran usus
halus serta mengeluarkan enterotoksin.
Bakteri E. coli patogen dapat menimbulkan
sindrom klinis, yaitu gastroenteritis akut pada
anak-anak dan infeksi pada saluran
pencernaan.
Kontaminasi bakteri ini biasanya berasal dari
air yang digunakan untuk mencuci bahan
makanan yang akan dikonsumsi maupun
peralatan yang digunakan dalam proses
pengolahan.
18. KONTAMINAN MIKROBA
PADA SAYURAN
Mikroba patogen lain yang populer
adalah Listeria. Listeria terdapat di
tanah, feses binatang, dan air,
sedangkan dalam makanan terdapat
pada susu mentah, keju, daging segar
dan beku, unggas, produk perikanan,
buah dan sayuran.
Menurut
penelitian, produk pangan
segar dari hewan maupun tanaman,
mungkin
mengandung
L.
monocytogenes.
Bakteri
ini
juga
ditemukan pada tomat, selada, seledri,
kentang, lobak, tauge, dan mentimun
(Beuchat, 1996).
19. KONTAMINAN MIKROBA
PADA SAYURAN
Dari 6 (enam) spesies Listeria, terdapat
3 (tiga) spesies yang menyebabkan
penyakit pada manusia, yaitu L.
monocytogenes, L. ivanovii, dan L.
seeligeri.
Pada manusia gejala infeksi yang umum
adalah meningitis pada bayi, dan gejalagejala
lain
meliputi
septikemia, keguguran, endokarditis, kon
junktivitas, gejala seperti demam, dan
faringitis. L. monocytogenes diduga
dapat
menyebabkan
gangguan
mental, paralisis, psikosis, dan infeksi
mononukleus.
21. PROSEDUR ANALISA MUTU MIKROBIOLOGI
SAYURAN SEGAR
Uji Total Plate Count (AOAC, 1992)
Satu ml sampel dipipet dari pengenceran yang
dikenhendaki ke dalam cawan petri. Sebanyak 12-15
ml media PCA (45±1oC) dituang ke dalam cawan
petri, dan segera setelah penuangan cawan petri
digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk
menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu
dengan gerakan melingkar atau gerakan seperti
angka delapan. Setelah media agar membeku, cawan
diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 35oC
selama 48±2 jam dan jumlah koloni yang terbentuk
pada cawan dihitung.
1.
22. PROSEDUR ANALISA MUTU MIKROBIOLOGI
SAYURAN SEGAR
2. Uji E. Coli (AOAC, 1992)
Untuk uji kuantitatif E. Coli, media yang dipakai adalah
EMBA. Satu ml sampel dipipet dari pengenceran yang
dikehendaki dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril.
Sebanyak 12-15 ml media EMBA dituangkan ke dalam
cawan petri, dan segera setelah penuangan cawan petri
digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk
menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan
gerakan melingkar atau gerakan seperti angka delapan.
Setelah agar membeku, diinkubasi pada suhu 35-37 oC
selama 24 jam. Kemudian dihitung koloni yang berwarna
gelap dengan sinar hijau metalik.
23. PROSEDUR ANALISA MUTU MIKROBIOLOGI
SAYURAN SEGAR
3. Uji Salmonella (AOAC, 1992)
Sebanyak 25 gram sampel ditimbang dan dimasukkan
ke dalam stomacher. Ke dalam stomacher ditambahkan 225
mL Lactose Broth steril dan dihancurkan selama 2 menit.
Sampel yang telah dihancurkan dengan stomacher
dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan dibiarkan 60±5 menit
pada suhu ruang dalam keadaan tertutup kemudian
diinkubasi selama 24±2 jam pada 35 oC.
Contoh diambil dan dipipet sebanyak 1 mL dan
dituangkan ke dalam 10 mL medium enrichment SC Broth
dan dikocok. Tabung kemudian diinkubasi pada 35oC selama
24±2 jam. Adanya pertumbuhan bakteri ditandai dengan
kekeruhan warna media.
24. PROSEDUR ANALISA MUTU MIKROBIOLOGI
SAYURAN SEGAR
Tabung SC Broth yang positif dikocok
kemudian diambil satu ose dan digoreskan
dengan cara gores kuadran pada media Bismuth
Sulfite (BS) Agar, Xylose Lysine Desoxycholate
(XLD) Agar, dan Hektoen Entric (HE) Agar.
Inkubasi dilakukan selama 24±2 jam pada suhu
35 oC. Koloni tipikal pada media memiliki ciri-ciri
seperti tertera pada Tabel di bawah.
26. PROSEDUR ANALISA MUTU MIKROBIOLOGI
SAYURAN SEGAR
4. Uji Listeria Sp (AOAC, 1992)
Sebanyak 25 gram dimasukkan ke dalam 225 ml
medium enrichment Half Fraser Broth (mengndung
amonium iron (III), Nalidixic acid dan Acriflavin
hydrochloride) kemudian dihancurkan dengan stomacher.
Contoh yang telah dihancurkan dipindahkan ke dalam
erlenmeyer steril dan diinkubasi 48 jam pada 30 oC.
Contoh yang telh diinkubasi (positif jika berwarna
hitam), diambil satu ose dan dilakukan goresan kuadran
pada PALCAM (mengandung selektif suplemen: Polymixin
B, Acriflavin hydrochloride dan Ceftazidime) dan diinkubasi
pada 35oC selama 24-48 jam. Hasil diamati setelah 24 dan
48 jam
27. PROSEDUR ANALISA MUTU MIKROBIOLOGI
SAYURAN SEGAR
koloni Listeria yang terdapat pada PALCAM
Agar berdiameter 1,5 – 2 mm, warna hijau pudar
keabu-abuan dengan black haloes. Kultur yang lebih
tua akan berwarna hijau dan cekung ditengahnya.
Ciri-ciri koloni pada PALCAM Agar dapat dilihat pada
Tabel berikut :
29. DATA HASIL PENELITIAN KONTAMINAN
MIKROBA SAYURAN
Tabel. Jumlah Mikroba pada Beberapa Jenis Sayuran Segar
NO
Sayuran
Jumlah Mikroba (sel/g) di tingkat
Petani
Pasar
BMR1)
1.
Kubis
1,4 x 107 - 3,1 x 107
7 4,3 x 105 - 4,6 x 107 0 - 103
2.
Tomat
5,4 x 104 - 1,7 x 106
3,3 x 104 - 2,5 x 107
0 - 103
3.
Wortel
1,8 x 105 - 4,2 x 106
6,1 x 105 - 5,7 x 107
0 - 103
4.
Cabai Merah
5,7 x 105
5,4 x 105 - 2,2 x 107
0 - 103
5.
Bawang Merah
8,4 x 106 - 7,1 x 107
3,7 x 106 - 4,7 x 107
0 - 103
6.
Selada
3,6 x 104 - 2,8 x 106
2,1 x 106 - 2,1 x 107
0 - 103
Sumber: Munarso et al. (2004, 2005); 1)Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan
30. BEBERAPA UPAYA PENGENDALIAN KONTAMINAN
MIKROBA PADA SAYURAN DALAM RANGKA MENJAMIN
KEAMANAN PANGAN
Upaya pengurangan residu kontaminan antara lain adalah:
(1) Pencucian menggunakan air mendidih, air mengalir, larutan
sabun, maupun ozon terlarut.
(2) Pembersihan, pengupasan, dan pemotongan bagian akar
maupun kulit terluar.
(3) Pencelupan dalam air panas atau pemblansiran.
(4) Penggunaan sanitizer.
Beberapa jenis sanitizer yang sering digunakan adalah
klorin dan hidrogen peroksida.
31. BEBERAPA UPAYA PENGENDALIAN KONTAMINAN
MIKROBA PADA SAYURAN DALAM RANGKA MENJAMIN
KEAMANAN PANGAN
Menurut
Marriot (1999), sanitizer adalah suatu
bahan yang dapat mengurangi kontaminan mikroba
yang sedang tumbuh hingga 99,9%. Efektivitas
sanitizer, terutama sanitizer kimia, dipengaruhi oleh
faktor fisik-kimia seperti waktu kontak, suhu,
konsentrasi, pH, kebersihan peralatan, kesadahan
air, dan serangan bakteri.
32. BEBERAPA UPAYA PENGENDALIAN KONTAMINAN
MIKROBA PADA SAYURAN DALAM RANGKA MENJAMIN
KEAMANAN PANGAN
Mengadakan dan mengembangkan riset-riset dalam
bidang mikrobiologi yaitu riset mengenai organisme
patogen dan keamanan produk pangan sayuran dan
produk olahannya.
Penelitian tentang aplikasi sanitizer pada sayuran telah
dilakukan di Indonesia, namun pada skala laboratorium
yaitu pada selada (Marlis 2004) dan tauge (Wulandari
2004)
Kombinasi larutan klorin dalam bentuk natrium hipoklorit
(NaOCl) dan asam asetat mampu mematikan mikroba
patogen karena suasana asam akan memacu
pembentukan asam hipoklorit dari natrium hipoklorit yang
merupakan agens bakterisidal yang lebih tinggi dibanding
ion-ion klorida (Cl2 dan OCl-).
33. PENUTUP
Jaminan keamanan pangan merupakan tanggung jawab
bersama, baik pemerintah, pihak produsen seperti petani dan
industri, maupun konsumen. Kondisi keamanan pangan kita
yang masih jauh tertinggal dibandingkan negar-negara maju, dan
minimnya data kasus keamanan pangan serta mikroba patogen
yang mengkontaminasi pangan maka diperlukan pengembangan
riset dasar maupun terapan secara bersama-sama untuk saling
menunjang.
Tingkat kandungan mikroba patogen pada sayuran sangat jauh
di atas batas minimum aman seperti yang direkomendasikan
oleh Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan serta Kementrian
Pertanian. Hal ini haruslah menjadi perhatian konsumen untuk
melakukan pengolahan sayuran secara tepat dan bijak sehingga
timbulnya keracunan mikroba patogen yang dapat menyebabkan
berbagai penyakit pada manusia dapat dicegah.
34. PENUTUP
Perlunya menyusun dan melengkapi SNI untuk
komoditas sayuran dengan memperhatikan faktor
keamanan pangan dan tuntutan perdagangan bebas
sehingga komoditas sayuran Indonesia mampu
bersaing di pasar domestik maupun ekspor.
Perlunya
sosialisasi
yang
intensif
mengenai
kontaminan yang berbahaya bagi kesehatan, ambang
batas yang direkomendasi, serta standar mutu
berbagai sayuran.
35. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Food Borne Pathogens. Monograph
No.1 Salmonella. Oxoid Manual.
Anonim.
2001. Privatisasi Penyelenggaraan
Penyuluhan Pertanian di Kabupaten/Kota. Deptan
RI. Jakarta.
AOAC International. 1992. FDA Bacteriological
Analytical Manual. 7th edition.
BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2009b. SIN
7388: Batas Cemaran Mikroba dalam Pangan.n
BSN, Jakarta. 37 hlm.
36. DAFTAR PUSTAKA
Desenclos JC et al. Large outbreak of Salmonella
enterica serotype paratyphi B infection caused by a
goats’ milk cheese, France, 1993: a case finding and
epidemiological study. British medical journal, 1996,
312:91-94
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat danMakanan.
1989.
Keputusan
DitjenPOM
RI
No.
03725/B/SK/VII/1990 tentang Batas Maksimum
Cemaran Mikroba dalam Makanan. Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
37. DAFTAR PUSTAKA
Eberhart-Phillips J et al. An outbreak of cholera from food
served on an international aircraft. Epidemiology and
infection, 1996, 116:9-13.
ICMSF
(International Commision on Microbiological
Specification for Foods). 1996. Microorganisms in Food. 2.
Sampling for Microbiological Analysis Principles and
Specific Aplications. 2nd Edition. Chapman and Hall,
Glasgow.
Luby S et al. A large outbreak of gastroenteritis caused by
diarrheal toxin-producing Bacillus cereus. Journal of
infectious diseases, 1993:1452-1455.