2. MODEL DALAM PUBLIC POLICY
1. Pure Rationality Model :
Didasarkan pada rationalitas murni dalam pembuatan
keputusan.
2. Economically Rational Model :
Penekanan pada efesiensi dan ekonomis.
3. Sequential-Decision Model :
Pembuatan eksperimen untuk penentuan alternatif
sehingga tercapai keputusan yang paling efektif.
A model is an abstraction of reality
YEHEZKEL DROR : 7 MODEL
PEMBUATAN KEPUTUSAN :
3. 4. Incremental Model :
Charles Lindblom : Science Of Muddling Through :
keputusan berubah sedikit demi sedikit.
5. Satisfying Model :
Herbert Simon; Bounded Rationality, keputusan pada
alternatif pertama yang paling “memuaskan”.
6. Extra-Rational Model :
Paling rational, paling optimal.
7. Optimal Model :
Model integratif identifikasi nilai-nilai, kegunaan
praktis, dengan memperhatikan alokasi sumber-
sumber, penentuan tujuan yang akan dicapai,
pemilihan alternatif program, peramalan hasil dan
pengevaluasian alternatif terbaik.
4. Hubungan antara PP dengan institusi pemerintah sangat
dekat. Suatu kebijakan tidak akan menjadi PP kecuali jika
diformulasi, implementasi dan di “enforced” oleh lembaga
pemerintah. Thomas Dye : lembaga pemerintahan
memberikan PP tiga ciri utama :
1. Legitimacy
2. Universality
3. Coercion
MODEL INSTITUSIONAL : POLICY AS
INSTITUTIONAL ACTIVITY
PP adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga
pemerintah seperti Legislatif, Eksekutif, Judikatif,
Pemerintah Daerah dan sebagainya. Masyarakat harus
patuh, karena ada Legitimasi Politik dan berhak
memaksakan PP tersebut.
5. MODEL ELITE - MASSA
Officials and
Administrators
Elite
Mass
Policy Direction
Policy Execution
6. Model ini merupakan abstraksi dari suatu pembuatan
PP yang boleh dikatakan identik dengan perspektif elite
politik.
Kehidupan sosial terlihat terdiri atas dua lapisan yakni
lapisan atas dengan jumlah yang sangat kecil (elit) yang
selalu mengatur; dan lapisan bawah (mass) dengan
jumlah yang sangat besar sebagai yang diatur, PP
mencerminkan kehendak atau nilai-nilai elit yang
berkuasa.
Isu kebijakan yang akan masuk agenda perumusan
kebijakan merupakan lesepakatan dan juga hasil
konflik yang terjadi di antara elit politik sendiri.
7. Sementara birokrat atau
administrator hanya menjadi
mediator bagi jalannya
informasi yang mengalir dari
atas ke bawah.
Masyarakat tidak memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi dan menciptakan opini tentang isu
kebijakan yang seharusnya menjadi agenda
politik di tingkat atas.
8. Elit politik selalu ingin mempertahankan status quo,
maka kebijakannya menjadi konservatip. Perubahan
kebijakan bersifat inkremental maupun trial and error
yang hanya mengubah atau memperbaiki kebijakan
sebelumnya.
Tidak berarti bahwa kebijakan yang dibuat tidak
mementingkan aspirasi masyarakat. Sampai level
tertentu, mereka tetap membutuhkan dukungan massa,
sehingga mereka juga harus memuaskan sebagian
kepentingan masyarakat. Namun demikian tanggung
jawab untuk mensejahterakan masyarakat dianggap
terletak di tangan elit, dan bukannya di tangan
masyarakat sendiri.
9. Di Indonesia peranan elit dalam kehidupan politik
cukup menonjol. Model ini dapat menjadi salah
satu alat analisis untuk mengupas proses
perumusan PP.
1. Society is divided into the few who have power and
the many who do not; only a small number of
persons allocate values for society; the masses do not
decide PP.
2. The few who are governed are nod typical of the
masses who are governed. Elites are drawn
disproportionately fron the upper socioeconomic
strata of society.
Thomas Dye dan Harmon Zeigler : The Irony Of
Democracy : Summary Of Elite Theory.
10. 3. The movement of non-elites to the elite positions must
be slow and continuous to maintain stability and
avoid revolution. Only non-elites who have accepted
the basic elite consessus can be admitted to governing
circles.
4. Elites share a consensus on the basic values of the
social system. E.G. in the us the elite consensus
includes private enterprise, private property, limited
government and individual liberty.
5. PP does not reflect demands of the masses but rather
the prevailing values of elite. Change in PP will be
incremental than revolutionary.
6. Active elites are subject to relatively little direct
influence from aphatetic masses.
11. Charles Lindblom : PP as a
continuation of past
government activities with
only incremental
modifications
merupakan kritik pada
model rasional.
Model Inkremental : Policy As Variations On
The Past
12. 1. Tidak punya waktu, intelektualitas, maupun biaya
untuk penelitian tehadap nilai-nilai sosial
masyarakat yang merupakan landasan bagi
perumusan tujuan kebijakan.
2. Adanya kekhawatiran tentang bakal munculnya
dampak yang tak diinginkan sebagai akibat dari
kebijakan yang belum pernah dibuat sebelumnya.
3. Adanya hasil-hasil program dari kebijakan
sebelumnya yang harus dipertahankan demi
kepentingan tertentu.
4. Menghindari konflik jika harus melakukan proses
negosiasi yang melelahkan bagi kebijakan baru.
Para pembuat kebijakan pada dasarnya tidak mau
melakukan peninjauan secara ajeg terhadap seluruh
kebijakan yang dibuatnya. Mengapa ..?
13. 1. Tidak menilai secara komprehensip semua alternatif
tapi memusatkan perhatian hanya pada kebijakan
yang berbeda secara inkremental.
2. Hanya sejumlah kecil alternatip kebijakan yang
dipertimbangkan.
3. Setiap alternatip kebijakan, hanya sejumlah kecil
konsekuensi akibat-akibat kebijakan penting yang
terbatas saja yang dinilai.
4. Setiap masalah yang menantang pembuat kebijakan
secara terus menerus diredefinisikan.
5. There is no single decision or “right” solution for a
problem.
INCREMENTALISM :
14. Policy
Increment
Past Policy
Commitments
1930 1940 1950 1960 1970 1980 1990 2000
6. Incremental decision-making is essentially remedial
and is geared more to the amelioration of present,
concrete social imperfections than to the promotion of
future social goals.
15. GROUP THEORY :
POLICY AS GROUP EQUILIBRIUM
Model kelompok merupakan abstraksi dari proses
pembuatan kebijakan yang di dalamnya beberapa
kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi
dan bentuk kebijakan secara interaktif. Dengan demikian
pembuatan kebijakan terlihat sebagai upaya untuk
menanggapi tuntutan dari berbagai kelompok kepentingan
dengan cara bargaining, negoisasi dan kompromi.
16. Tuntutan-tuntutan yang saling bersaing di antara
kelompok-kelompok yang berpengaruh dikelola dengan
cara ini. Sebagai hasil persaingan antara berbagai
kelompok kepentingan kebijakan negara, pada hakikatnya
adalah keseimbangan yang tercapai dalam pertarungan
antar kelompok dalam memperjuangkan kepentingan
masing-masing pada suatu waktu. Agar supaya
pertarungan ini tidak bersifat merusak, maka sistem
politik berkewajiban untuk mengarahkan konflik
kelompok. Caranya :
1. Establishing rules of the game in the group struggle
2. Arranging compromises and balancing interests
3. Enacting compromises in the form of public policy
4. Enforcing these compromises
17. Kelompok kepentingan yang berpengaruh diharapkan
dapat mempengaruhi perubahan kebijakan negara.
Tingkat pengaruh kelompok kepentingan tersebut
ditentukan oleh jumlah anggotanya, harta kekayaannya,
kekuatan dan kebaikan organisasinya, kepemimpinannya,
hubungan yang erat dengan para pembuat keputusan,
kohesi intern para anggotanya dan sebagainya.
Model kelompok dapat dipergunakan untuk menganalisis
proses pembuatan kebijakan negara, model ini dapat
digunakan untuk menelaah kelompok-kelompok apakah
yang saling berkompetisi untuk mempengaruhi pembuatan
kebijakan negara dan siapa yang memiliki pengaruh
paling kuat terhadap keputusan yang dibuat. Pada tingkat
implementasi, kompetisi antar kelompok juga merupakan
salah satu faktor yang menentukan efektifitas kebijakan
dalam mencapai tujuan.
18. THE GROUP MODEL :
Added Influence
Influence of
Group B
Influence of Group A
Public
Policy
Alternative
Policy Position
Policy
Change
Equilibrium
19. MODEL SYSTEM THEORY : POLICYAS
SYSTEM OUTPUT
Pendekatan system diperkenalkan oleh David
Easton yang melakukan analogi dengan sistem
biologi. Pada dasarnya sistem biologi merupakan
proses interaksi antara organisme dengan
lingkungannya, yang akhirnya menciptakan
kelangsungan dan perubahan hidup yang relatif
stabil. Ini kemudian dianalogikan dengan
kehidupan sistem politik.
20. Pada dasarnya terdapat tiga komponen utama dalam
pendekatan sistem, yaitu input, proses, output. Input
terdiri dari tuntutan individu maupun kelompok
masyarakat, proses adalah kegiatan untuk merubah
input, dimana terjadi negosiasi, persuasi, bargaining,
intimidasi, aliansi dsb.nya untuk dapat mencapai
konsensus atau persetujuan terhadap issues yang
dibicarakan. Sedangkan output adalah hasil dari proses
dan legitimasi yang telah dicapai. Perlu pula dibedakan
antara policy output dan policy outcome.
21. Nilai utama dari systems model terhadap analisis
kebijakan adalah pada pertanyaan-pertanyaan yang
dikemukakannya, antara lain :
1. What are the significant dimensions of the environment
that generate demands upon the political systems ?
2. What are the significant characteristics of the political
systems that enable it to transform demands into public
policy and to preserve itself overtime ?
3. How do environmental inputs affect the character of
the political system ?
4. How do characteristics of political system affect the
content of public policy
5. How do environmental inputs affect the content of
public policy ?
6. How does public policy affect, through feedback, the
environment
22. Demikian pula dukungan-dukungan serta sumber daya
yang artinya akan mempengaruhi proses pengalokasian
nilai-nilai oleh pihak penguasa.
Pada tingkat selanjutnya, sistem politik akan menyerap
berbagai macam demands dan support untuk dikonversi
menjadi keluaran-keluaran yang berupa keputusan-
keputusan atau kebijakan-kebijakan.
23. MODEL RATIONAL KOMPREHENSIP :
RATIONALISM : POLICY AS EFFICIENT
GOALACHIEVEMENT
A Rational Policy is one that is correctly designed to
maximize “Net Value Achievement” all relevant
values of a society are known, and that any sacrifice
in one or more values that is required by a policy is
more than compensated for by the attainment of other
values between the value it achieves and the value
it sacrifices is positive and higher than any other
policy alternative.
24. To select a rational policy, policy makers must :
1. Know all the society’s value preferences and their
relative weight
2. Know all the policy alternatives available
3. Know all the consequences of each policy alternatives
4. Calculate the ratio of achieved to sacrificed societal
values for each policy alternative
5. Select the most efficient policy alternative
This rationality assumes that the values preferences of
society as a whole can be known and weighted. It is not
enough to know and weigh the values of some groups and
not others. There must be a complete understanding of
societal values.
25. This rationality assumes that the values preferences of
society as a whole can be known and weighted. It is
not enough to know and weigh the values of some
groups and not others. There must be a complete
understanding of societal values. Information about
alternative policies, and the intelligence to calculate
correctly the ratio of costs to benefit. Finally, rational
policy making requires a decision-making system that
facilitates rationality in policy formation.
26. Pada dasarnya nilai dan kecenderungan yang
berkembang dalam masyarakat tidak dapat
terdeteksi secara menyeluruh, sehingga
menyulitkan bagi pembuat kebijakan untuk
menentukan arah kebijakan yang akan dibuat.
Rasionalkah melarang becak beroperasi di gang-
gang di Jakarta? Bagaimanakah
membandingkan antara korban ekonomis
tukang becak dan keluarganya – maupun
masyarakat penerima jasa becak yang akhirnya
mengalami kesulitan mencari sarana
transportasi – dengan nilai keindahan kota
Jakarta?
27. Pada akhirnya pendekatan rasional ini
cukup problematis dalam hal siapa yang
berhak menilai suatu kebijakan bersifat
rasional atau tidak.