2. Pendahuluan
Administrasi secara empirik, dalam pandangan ekonomi politik
sebagai instrumen, yakni salah satu instrumen untuk mengatasi
kelangkaan nilai-nilai. Ekonomi politik mengkaji bagaimana
menciptakan insentif, akuntabilitas, dan kapasitas instrumen
tersebut mengatasi kelangkaan distribusi nilai dalam masyarakat
secara efektif dan efisien.
Sebaliknya dalam perspektif ilmu administrasi, ekonomi politik
membantu menganalisis pilihan terbaik dari sekian banyak pilihan
dalam kebijakan publik maupun implementasinya, membantu
memahami perubahan lingkungan internal maupun eksternal
administrasi, dan membantu menciptakan kondisi kelembagaan
yang kondusif.
Perspektif Ekonomi-politik dan administrasi bertemu pada dua
objek utama: (1) birokrasi sektor publik; dan (2) kebijakan publik.
Dari dua objek tersebut, studi administrasi negara banyak
terpengaruhi oleh pendekatan ekonomi-politik
3. lanjutan
• Paling tidak, sumbangan perspektif ekonomi-
politik terhadap ilmu administrasi tercermin
dari pentahapan perkembangan pemikiran
ilmu administrasi:
1. Dikotomi politik-administrasi
2. Kontinum politik administrasi
3. Administrasi publik bagian dari politik
4. Administrasi publik sebagai disiplin tersendiri
4. PERKEMBANGAN AWAL HUBUNGAN
• Pada awalnya, Ilmu Administrasi negara menyerap pandangan ekonomi
politik dalam rangka memahami efektivitas kebijakan. Kebijakan publik
diukur melalui asumsi-asumsi ekonomi-politik yang nanti akan
dikerjakan oleh administrasi negara –birokrasi. Dalam perkembangan
awal ini, kebijakan publik harus mampu menciptakan implementator
yang efisien dan efektif dengan mengedepankan kerangka tujuan yang
hendak dicapai dengan ukuran-ukuran ekonomi-politik tadi.
Perkembangan selanjutnya, ekonomi-politik juga digunakan dalam
administrasi negara untuk memahami perilaku birokrasi dalam
interaksinya dengan proses formulasi dan implementasi kebijakan
publik.
5. Nicholas Henry (1987)
Teori dikotomi politik-administrasi
menganggap bahwa administrasi negara
bekerja setelah politik selesai melakukan
pekerjaannya berupa proses politik. Oleh
karena itu terdapat dikotomi. Pandangan
semacam ini merupakan awal pemikiran
administrasi negara (klasik).
Pemikiran semacam ini berkembang pada saat
perkembangan teori organisasi yang bersifat
tertutup dan birokrasi ala Weber (ideal type of
bureaucracy) serta ekonomi-politik klasik
sampai Madzhab Keynes hidup.
6. lanjutan
Administrasi negara bersifat ideal sesuai
dengan harapan-harapan para politisi.
Mereka akan mematuhi apa yang diambil
oleh para politisi. Jan Erik lane (1995)
menyebutnya sebagai ‘Administrasi negara
tipikal Leviathan’. Administrasi negara akan
efektif dan efisien jika perancangan
keputusan oleh para politisi memperhatikan
indikator-indikator efisiensi dan efektivitas
serta parameter keputusan yang baik.
7. Pada paruh tahun 1950-an ketika perbandingan dan dimulainya
studi pembangunan dalam ilmu administrasi, administrasi
negara tidak lagi menganggap adanya dikotomi yang rigid
antara politik dan administrasi. Bahkan sudah mulai dianggap
bahwa politik adalah kontinum dengan administrasi.
Disiplin Ekonomi-politik memasuki perkembangan pesatnya,
kritik terhadap Keynes oleh Neo-Marksis yang kemudian diikuti
dengan analisis pilihan publik (public choice).
Pengambilan kebijakan dalam berbagai level, sangat tergatung
dari rasionalitas para pengambil keputusan (aktor)-nya.
Rasionalitas mereka lah yang harus dipertanyakan bukan
pemisahan antara politik dan administrasi yang mengidam-
idamkan suatu keputusan yang ideal dan implementator yang
sudah pasti taat.
8. Lane dan Ersson (2002)
“Perkembangan studi administrasi pembangunan juga
diwarnai dengan ambisi teoritis untuk memahami
variasi atau perbedaan pola administrasi publik dan
implementasi kebijakan di berbagai negara yang
bersifat spesifik, serta tinjauan-tinjauan praktis
mengenai perumusan langkah tindakan nyata dalam
pembenahan administrasi untuk memacu
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
standar hidup masyarakat. Administrasi publik mulai
dipandang memiliki arti penting strategis bagi
tercapainya tujuan-tujuan pembangunan baik yang
bersifat ekonomi maupun sosial.”
9. Cotnoh: Studi Ekonomi-politik
terhadap fungsi birokrasi (Mas’oed:
1994)
DIKATAKAN OLEH MAS’OED (1994) merujuk
Weaver (1984) terdapat mekanisme intervensi
‘birokrasi’ di negara-negara berkembang yang
merupakan gambaran fungsi-fungsi yang
diembannya dalam proses pembangunan dan
perubahan sosial
10. “BIROKRASI SEBAGAI APARAT NEGARA MEMILIKI LIMA KELOMPOK FUNGSI
DENGAN DERAJAT KEAKTIFAN YANG BERBEDA. FUNGSI PALING SEDERHANA
DENGAN TINGKAT KEAKTIFAN PALING RENDAH ADALAH SEKEDAR MELAKUKAN
ADMINISTRASI….IA HANYA MELAKSANAKAN PEKERJAAN ADMINISTRATIF,
MENCATAT STATISTIK DAN MENYIMPAN ARSIP. KADANG-KADANG IA
DIGAMBARKAN SEBAGAI ‘TUKANG JAGA MALAM’. KALAU MASYARAKAT SIBUK
BEKERJA, NEGARA TIDAK BOLEH IKUT CAMPUR, TETAPI KALAU MASYARAKAT
‘TIDUR’ NEGARA HARUS MENJAMIN KEAMANAN MEREKA.
KETIKA NEGARA SEMAKIN AKTIF, IA MELAKUKAN FUNGSI ARBITRASI DAN
REGULASI. DI SINI IA MELAKUKAN AKTIF MENERAPKAN KEKUASAAN SEBAGAI
POLISI DAN MENYELESAIKAN PERSENGKETAAN ANTAR BERBAGAI KELOMPOK
DALAM AMSYARAKAT DAN MENCOBA MENGENDALIKAN KEGIATAN
KELOMPOK-KELOMPOK MASYARAKAT ITU SEHINGGA TIDAK MENIMBULKAN
KONFLIK.”
11. “SELANJUTNYA, NEGARA MENJADI LEBIH AKTIF DALAM
KEHIDUPAN EKONOMI DENGAN MENERAPKAN
PENGENDALIAN FINANSIAL, MONETER DAN FISKAL.
PEMERINTAH LEBIH AKTIF MEMPENGARUHI PASAR
KONSUMEN, VOLUME UANG YANG BEREDAR DALAM
MASYARAKAT DAN PASOK KAPITAL.”
“…TINDAKAN BIROKRASI YANG PALING AKTIF ADALAH
MELAKUKAN TINDAK LANGSUNG. DALAM HAL INI NEGARA
MENGGUNAKAN SUMBERDAYANYA UNTUK LANGSUNG
MENANGANI KEGIATAN EKONOMI (TERUTAMA) DAN
MILITER. KALAU SUATU KOMODITI DINILAI SANGAT
STRATEGIS BAGI KEPENTINGAN NASIONAL, NEGARA TURUN
TANGAN LANGSUNG DALAM BISNIS KOMODITI TERSEBUT.”
12. Kelima fungsi birokrasi tersebut
mengilhami studi ekonomi-politik dalam
ilmu administrasi negara karena kajian
terhadap birokrasi sektor publik itu
sendiri adalah obyek utama dalam ilmu
administrasi negara seperti dikatakan
Ferrel Heady (1992)
13. Frederickson (1994)
“Salah satu model ekonomi politik yang
mempengaruhi studi administrasi negara adalah
model pilihan publik…Penyediaan barang dan
pelayanan publik bergantung pada keputusan yang
diambil oleh kelompok-kelompok pengambil
keputusan yang berbeda-beda, dan kelayakan politik
masing-masing usaha kolektif tergantung pada
serangkaian keputusan yang menguntungkan dalam
semua struktur keputusan pokok sepanjang waktu.
Administrasi negara dalam ruang lingkup politik.”
14. Implikasi administrasi negara
dalam ruang lingkup politik
Pada saat administrasi negara merupakan kelanjutan dari
politik, administrasi negara banyak digerakkan oleh hukum
(rule).
Perkembangan selanjutnya mengatakan bahwa administrasi
negara ada dalam ruang lingkup politik. Pengaruh pemikiran
ini membawa pada pergeseran paradigma dalam memandang
proses dan gejala administrasi negara, yakni dengan adanya
pergeseran perspektif administrasi negara (public
administration) menjadi perspektif manajemen publik (public
management).
Peregeseran perspektif ini memiliki banyak makna baik
struktural maupun kultural, baik praktis maupun moral dan
etika.
15. Hughes (1994)
“The traditional model of administration was
criticized for its inadequate conception of the
relationship between bureaucracy and the
political leadership. In theory, the
administrative model required a separation
between those giving orders and those carrying
them out…Under the public management
model relationship between politician and
administrator is more fluid and closer than
before.”
16. Public administration Public management
Rules
Due Process
Anticipation
Responsibility
Formalism: ‘the case’
Openness
Complaint: voice
Legality
Vocation
Public Interest
Objectives
Efficiency
Adaptation
Direction
Innovation
Secrecy
Exit
Effectiveness
Self-interests
Profit
17. Penggunaan pendekatan ekonomi-politik mutakhir dalam
administrasi publik diakui oleh para pakar adalah sejak
perkembangan yang begitu besar dalam teori pilihan publik.
Pendekatan Public Choice memiliki turunan berupa (1)
principal-agent model, dan (2) rent seeking model.
Lahirnya ‘principal-agent’ model dalam administrasi publik
(baru) yakni, para decision maker sesuai jenjangnya adalah
principal, sedangkan para pelaksana sesuai jenjangnya adalah
agent. Pergeseran dari efektivitas dan efisiensi kebijakan
serta pengaruh suatu kebijakan terhadap perubahan sosial-
ekonomi kepada analisis rasionalitas para aktor kebijakan
adalah tanda mulai gencarnya pendekatan pilihan publik
dalam administrasi negara.
18. Hughes (1994): “The most
important economic theory
applied to the bureaucracy is
public choice…The key assumption
of public choice is a comprehensive
view of rationality.”
19. “A rational man must be guided by the
incentive system within which he operates.
No matter what his own personnel desires,
he must be discouraged from certain
activities if they carry penalties and
attracted toward others if they carry large
rewards. The carrot and the stick guide
scientists and politician as well as
donkeys.”
20. Oleh karena itu’ public choice
theory’ dapat dikatakan
menjembatani studi ekonomi-
politik dan studi administrasi
negara terhadap baik birokrasi
maupun kebijakan publik.
21. Principal-agent model
“The principal-agent problem of designing an agreement or
system of contracts that motivate the agent to act in the
interests of the principal as well as of monitoring the
behavior of the agent in relation to the agreement is not
confined to private insurance institutions, to which the
principal-agent model was first applied. To employ a
principal-agent framework for the analysis of government
action involves a clear rejection of the notion of the public
interest as the motivational basis in the public sector. The
only interests that exist within a principal-agent framework
of public policy making and public regulation are those that
belong to either the principal or agents. The interests of
principals and agents would include selfish, altruistic,
personal or social interests, as there is no scope for the public
interest as the driving force of the public sector.”
22. Ada perbedaan antara dunia sektor publik dan
sektor private walaupun model ini pertama kali
diterapkan dalam sektor private. Basis interest
publik yang tidak dapat ditetapkan batasnya
adalah problem utama dalam penerapan model
ini. Yang terpenting pada akhirnya adalah
interest dari ‘principal’ dan ‘agent’ dalam
kontrak yang dibuat.
23. “Making the agent in the political body serve the
wishes of the population results in all the
difficulties of having an agent serve the principal.
Typical of democracies is the distance between the
electing body and government, which gives rise to
all the kinds of principal-agent interactions
encountered in the analysis of the private sector.
KEY WORDS:
-ASYMMETRIC INFORMATION
-MORAL HAZARD
-BOUNDED RATIONALITY
24. Rent seeking model
“The Rent Seeking model may be looked upon as an
application of the more general theory that there is a
tendency towards an asymmetric distribution of costs
and benefits in big government…the model
asymmetric costs and benefits claims that it is typical
of several public programs that they tend to
concentrate the benefits in favor of special interest
groups while forcing the broad majority of people to
take on costs of the programs.” (Lane; 1995)
25. Model ‘rent seeking’ muncul karena
adanya distribusi kemanfaatan dan biaya
(distribusi kesejahteraan dan kerugian)
yang tidak berimbang dari adanya
Pemerintah. Di dalam pemerintah, dalam
jaringan kerja antara berbagai ‘stake-
holder’ dalam pemerintahan, bahkan
masyarakat internasional. Adanya
kelompok yang berupaya mengambil
keuntungan dari adanya distribusi yang
tidak merata tersebut.
26. Kuatnya pengaruh manajemen publik
membawa gelombang privatisasi,
dahsyatnya ide deregulasi dan
debirokratisasi yang merupakan wujud
dari besarnya pengaruh paradigma
public choice dalam ekonomi politik
terhadap ilmu administrasi.
Perkembangan pemikiran ini, pada
akhirnya semakin mengukuhkan disiplin
ilmu administrasi negara (publik).