Modul ini membahas tentang anti monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat. Topik utama meliputi pengertian monopoli dan persaingan tidak sehat, asas dan tujuan anti monopoli, kegiatan dan perjanjian yang dilarang, serta peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
10. hbl,novi siti sholekah, prof.dr.hapzi ali, cma , anti monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat. universitas mercu buana, 2018
1. MODUL PERKULIAHAN
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
Anti Monopoli dan Persaingan Bisnis
Tidak Sehat
Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program
Studi
Tatap
Muka
Kode MK Disusun Oleh
Ekonomi &
Bisnis
Akuntansi
10
…. Novi Siti Sholekah
(43217010079)
Abstract : Kompetensi
Anti Monopoli dan Persaingan
Bisnis Tidak Sehat.
Mahasiswa mampu menjelaskan
Anti Monopoli dan Persaingan
Bisnis Tidak Sehat.
2. 2 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
Dafar Isi
1. Pengertian Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Kata “ monopoli “ berasal dari kata Yunani yang berarti “ penjual tunggal “.
Disamping itu istilah monopoli sering disebut juga “Antitrust” untuk pengertian yang
sepadan dengan istilah “ antimonopoli “ atau istilah “dominasi” yang dipakai oleh
masyarakat Eropa yang artinya sepadan dengan arti istilah “ monopoli “ di kekuatan
pasar. Dalam praktek keempat istilah tersebut yaitu istilah monopoli, antitrust,
kekuatan pasar dan istilah dominasi saling ditukarkan pemakaiannya.Keempat istilah
tersebut dipergunakan untuk menunjukan suatu keadaan dimana seseorang menguasai
pasar, dimana pasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi atau produk subtitusi
yang potensial dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan
harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau
hukum tentang permintaan pasar.
Menurut UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 1 UU Antimonopoli, Monopoli
adalah penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas
penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau suatu kelompok usaha.
Persaingan usaha tidak sehat (curang) adalah suatu persaingan antara pelaku usaha
dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa dilakukan
dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Dalam UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli,’Persaingan
curang (tidak sehat) adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha’.
2. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari
3. 3 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau
menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah
promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
3. Kegiatan yang dilarang dalam anti monopoli
Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai
dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya
perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila
dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam
kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak. Adapun kegiatan
kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1) Monopoli Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau
atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha.
2) Monopsoni Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak
sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang
bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
3) Penguasaan Pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan
praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan
usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan;
melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4) Persekongkolan Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha
dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan
bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999)
4. 4 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
5) Posisi Dominan Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu
keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam
kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan,
serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa
tertentu.
6) Jabatan Rangkap Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan
bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu
perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau
komisaris pada perusahaan lain.
7) Pemilikan Saham Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa
perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat
bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
8) Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Dalam Pasal 28 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan
hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan
bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
4. Perjanjian yang dilarang
Salah satu yang diatur dalam UU Antimonopoli adalah dilarangnya perjanjian
tertentu yang dianggap dapat menimbulkan monopoli atau persaingan curang. Dalam
pasal 1 butir 7 UU Antimonopoli, perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih
pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain
dengan nama apapun baik secara tertulis maupun secara lisan. Perjanjian yang
dilarang dalam hukum anti monopoli yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan
persaingan curang,diantaranya:
a) Oligopoli
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang
hanya berjumlah sedikit,sehingga mereka atau seseorang dari mereka dapat
5. 5 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
mempengaruhi harga pasar. Menurut UU Antimonopoli pasal 4 ayat 1 dan2,
pengertian oligopoli adalah:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain secara
bersama sama dalam melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang/jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan
persaingan curang.
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan
penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
b) Penetapan harga(price fixing)
Perjanjian penetapan harga yang dilarang dalam UU anti monopoli
meliputi empat jenis perjanjian yaitu:
Penetapan harga (price fixing)
Diskriminasi harga(price discrimination)
Penetapan harga dibawah harga pasar atau jual rugi (predatory
pricing)
Pengaturan harga jual kembali (resale price maintenance)
c) Perjanjian pemboikotan (Group Boycot)
Perjanjian pemboikotan merupakan salah satu strategi yang dilakukan
diantara pelaku usaha lain dari pasar yang sama. Pelaku usaha dilarang untuk
membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi
pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar
dalam negeri maupun pasar luar negeri.
d) Perjanjian kartel
Larangan perjanjian kartel diatur dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 11
yang berbunyi pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang bermaksud untuk memengaruhi harga dengan mengatur
produksi dan atau pemasaran suatu barang yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat .Perjanjian
kartel merupakan perjanjian yang kerap kali terjadi dalam praktek monopoli.
Perjanjian kartel merupakan salah satu perjanjian yang kerap kali terjadi dalam
praktik monopoli.
6. 6 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
5. Hal-hal yang dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai
berikut:
a. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan
pasar, yang terdiri dari:
1) Oligopoli
2) Penetapan harga
3) Pembagian wilayah
4) Pemboikotan
5) Kartel
6) Trust
7) Oligopsoni
8) Integrasi vertikal
9) Perjanjian tertutup
10)Perjanjian dengan pihak luar negeri
b. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1) Monopoli
2) Monopsoni
3) Penguasaan pasar
4) Persekongkolan
c. Posisi dominan, yang meliputi :
1) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
2) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
3) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
4) Jabatan rangkap
5) Pemilikan saham
6) Merger, akuisisi, konsolidasi
7. 7 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
6. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di
Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999
tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU
menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1) Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk
secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang
dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga,
boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah,
kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat
menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2) Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran
melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3) Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang
dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau
menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu
sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang
selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
a. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
b. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan
pilihan
c. Efisiensi alokasi sumber daya alam
d. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya,
yang lazim ditemui pada pasar monopoli
e. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan
kualitas dan layanannya
f. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
g. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. 8 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
h. Menciptakan inovasi dalam perusahaan
7. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan
penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama,
KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif
diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan
kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur
mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara
pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
1. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14,
Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28
diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua
puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000
(seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-
lamanya 6 (enam) bulan.
2. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15,
Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini
diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima
miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima
miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya
5 (lima) bulan.
3. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam
pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah)
dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan
pidana tambahan berupa:
9. 9 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
1. pencabutan izin usaha; atau
2. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan
pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan
direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-
lamanya 5 (lima) tahun; atau
3. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan
timbulnva kerugian pada pihak lain. Aturan ketentuan pidana di dalam
UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara
tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan
dalam konteks pidana.
10. 10 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
Implementasi Kasus Anti Monopoli dan Persaingan Bisnis Tidak Sehat
Kasus Taksi Bandara di Bandara Hassanuddin Makasar
Pengelolaan taksi Bandara di Indonesia pada saat ini dikeluhkan oleh konsumen
taksi. Hal ini dikarenakan mahalnya biaya taksi dari bandara menuju tempat yang ingin
dituju oleh konsumen. Maka Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai
lembaga independen yang bertugas mengawasi persaingan usaha di Indonesia,
melakukan penelitian terhadap mahalnya ongkos taksi yang harus dibayarkan oleh
konsumen.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan survey
terhadap pelaku usaha taksi, koperasi taksi, pengelola wilayah taksi dan konsumen
taksi di Batam.
Penelitian ini dianalisis melalui pendekatan terhadap Undang-undang nomor 5
Tahun 1999 dengan analisis ekonomi untuk melihat pengaruh penetapan tarif taksi
terhadap surplus produsen dan surplus konsumen.
Penelitian ini menghasilkan suatu indikasi adanya praktek monopoli dan
penguasaan pasar oleh pelaku usaha di Bandara Hang Nadim. Kemudian adanya
pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha taksi yang bertentang dengan peraturan
yang berlaku di daerah Batam.
Latar Belakang
Bandara merupakan tempat yang menjadi sarana dan prasarana untuk
memudahkan dan melancarkan arus angkutan penumpang dan barang sejak dari
kedatangan sampai meningalkan bandara. Hal ini menjadikan bandara sebagai tempat
yang penting dan strategis, yang dapat menunjang serta meningkatkan perekonomian
di suatu wilayah tertentu.Orang perorangan yang lalu-lalang melalui bandara memiliki
kepentingan yang berbeda, dengan latar belakang yang berbeda pula. Untuk itu, sebagai
badan usaha yang bergerak dibidang jasa, setiap bandara dituntut untuk dapat
memberikan jasa pelayanan kepada penumpang yang akan melanjutkan perjalanan
dengan menggunakan jasa angkutan umum darat. Salah satu bentuk pelayanan yang
disediakan oleh pihak pengelola bandara adalah kenyamanan dalam penggunaan jasa
pelayanan taksi.
Seiring dengan semakin murahnya tarif penerbangan di Indonesia, mengakibatkan
jumlah penumpang yang lalu lalang melalui bandara juga semakin bertambah.
11. 11 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
Pertambahan ini tentunya juga mengakibatkan jumlah pengguna jasa angkutan darat
dari dan menuju bandara juga mengalami peningkatan dan tentunya hal ini diikuti pula
oleh adanya peningkatan kebutuhan pengguna jasa angkutan umum darat. Hal inilah
yang memicu hadirnya badan usaha atau koperasi yang mengelola jasa angkutan umum
darat dari dan menuju bandara seperti taksi dan bis.
Adanya taksi bandara sebagai salah satu jasa pelayanan penunjang kegiatan
penerbangan merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dikelola PT Angkasa Pura
selaku pengelola bandara sebagai suatu kegiatan komersial. Kewenangan PT Angkasa
Pura untuk mengelola bandar udara dan jasa-jasa penunjangnya tersirat dalam Pasal 31
UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, yang menyatakan bahwa penyelenggaraan
bandar udara untuk umum dan navigasi penerbangan dilakukan oleh Pemerintah dan
pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada Badan Usaha Milik Negara yang didirikan
untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Taksi bandara tersebut dalam operasionalnya diberikan kebebasan untuk
mengangkut penumpang dari dan ke bandara. Dan pada saat mengantarkan
penumpang, meskipun setiap armada taksi bandara telah dilengkapi oleh mesin
argometer, pada prakteknya sewaktu mengantar penumpang dari bandara, argometer
tersebut tidak dipergunakan (dimatikan). Biasanya tarif telah ditetapkan oleh koperasi
taksi bandara, dimana besarnya tarif tergantung dari lokasi trip. Tarif yang diterapkan
ini cenderung merugikan penumpang karena besarnya tarif tersebut jauh di atas tarif
bila argometer digunakan. Bukan hanya adanya penetapan tarif yang dianggap terlalu
tinggi dan merugikan penumpang namun penumpang juga sering mengeluhkan tarif
yang tinggi tersebut tidak diimbangi oleh armada yang layak.
Selain itu, hampir seluruh bandara udara di Indonesia tidak menyediakan jasa
angkutan lain dari bandara udara ke satu wilayah yang dituju. Taksi merupakan satu-
satunya angkutan umum yang ada sehingga penumpang tidak memiliki pilihan
angkutan lain. Namun tidak semua bandara di Indonesia memberlakukan kebijakan ini.
Untuk wilayah bandar udara Soekarno-Hatta, tidak hanya taksi yang beroperasional di
wilayah ini, namun juga terdapat bis DAMRI yang digunakan untuk mengangkut
penumpang dari dan ke bandara Soekarno-Hatta, dengan cakupan wilayah operasional
meliputi jabodetabek. Kemudian, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Direktorat
Kebijakan Persaingan, di tahun 2003 tercatat 1550 armada beroperasi di wilayah
Bandara Soekarno-Hatta dengan jumlah pengemudi sebesar 2400 orang.
12. 12 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
Karena tidak adanya pilihan lain dalam menggunakan jasa pelayanan taksi di
bandara, mau tidak mau penumpang yang baru datang harus menggunakan jasa
layanan yang ada meskipun taksi tersebut tidak mengoperasionalkan argometer dan
tarif yang ditetapkan jauh di atas tarif bila menggunakan argometer. Keadaan ini tentu
saja akan sangat merugikan penumpang karena mereka harus membayar lebih mahal
untuk jasa layanan yang seharusnya ada substitusinya. Selain itu, hal ini juga merugikan
kompetitor lain, karena pengemudi taksi dari armada lain tidak mendapat kesempatan
mengambil penumpang dari bandara.
Kesimpulan studi kasus
Permasalahan monopoli taksi bandara di Bandara Hasanuddin Makassar
bertentangan dengan UU No. 5/1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
Dibutuhkan strategi advokasi yang baik untuk mengubah perlaku pengusaha dan
pembuat kebijakan untuk menghapuskan praktek monopoli ini. Dari strategi advokasi
disimpulkan perlu
dilakukan hal-hal berikut :
Melakukan advokasi ke Pemprov. Sulsel dan PT. Angkasa Pura I dalam
bentukpertimbangan dan saran serta dengar pendapat.
Melakukan advokasi ke Kopsidara dalam bentuk dengar pendapat, dan
surathimbauan.
Melakukan advokasi ke Lembaga Perlindngan Konsumen dalam bentuk
dengarpendapat, penyampaian kajian taksi bandara, dan survey.
13. 13 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Novi Siti Sholekah (43217010079) http://www.mercubuana.ac.id
Dafar Pustaka
Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, Raja Grafindo
Persada, Jakarta: 2006, hal 53
https://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_monopoli
http://renchop.blogspot.co.id/2015/06/anti-monopoli-persaingan-tidak-
sehat.html?m=1
http://m-fahli.blogspot.co.id/2013/07/pengertian-antimonopoli-dan-persaingan.html
http://tugaskuliah-adit.blogspot.co.id/2012/04/anti-monopoli-dan-persaingan-
usaha.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pengawas_Persaingan_Usaha