1. Dokumen tersebut membahas tentang Good Corporate Governance (GCG) termasuk definisi, prinsip-prinsip, dan aspek-aspek penting dari GCG.
2. Terdapat berbagai definisi GCG dari berbagai lembaga dan negara tetapi secara umum menekankan pada tata kelola perusahaan yang baik dan akuntabel.
3. Empat prinsip utama GCG adalah kewajaran, transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab.
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
GCG untuk Pertumbuhan Berkelanjutan
1. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
PENGEMBANGAN SISTEM
Disusun Oleh :
Khansa Ranindia Utami (43215010062)
S1 – AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2. GoodCorporate Governance (GCG)
Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate Governance
(GCG) kian populer. Tak hanya populer, tetapi istilah tersebut juga ditempatkan di posisi
terhormat. Hal itu, setidaknya terwujud dalam dua keyakinan. Pertama, GCG merupakan salah satu
kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus
memenangkan persaingan bisnis global terutama bagi perusahaan yang telah mampu berkembang
sekaligus menjadi terbuka.
Kedua, krisis ekonomi dunia, di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul
karena kegagalan penerapan GCG. Di antaranya, Sistem Regulatory yang payah, Standar
Akuntansi dan Audit yang tidak konsisten, praktek perbankan yang lemah, serta pandangan Board
of Directors (BOD) yang kurang peduli terhadap hak-hak pemegang saham minoritas.
Berdasarkan keyakinan-keyakinan di atas itulah maka tidak mengherankan jika selama dasawarsa
1990-an, tuntutan terhadap penerapan GCG secara konsisten dan komprehensif datang secara
beruntun. Mereka yang menyuarakan hal itu di antaranya adalah berbagai lembaga investasi baik
domestik maupun mancanegara, termasuk institusi sekaliber World Bank, IMF, OECD, dan APEC.
Dengan melontarkan beberapa prinsip umum dalam CG seperti fairness, transparency,
accountability, stakeholder concern, dapat disimpulkan bahwa penerapan GCG diyakini akan
menolong perusahaan dan perekonomian negara yang sedang tertimpa krisis bangkit menuju ke
arah yang lebih sehat, maju, mampu bersaing, dikelola secara dinamis serta profesional. Ujungnya
adalah daya saing yang tangguh, yang diikuti pulihnya kepercayaan investor.
Definisi Good Corporate Governance (GCG)
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya,
pada tahun 1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan
definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta
kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders
khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan
3. kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan
perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar pusat studi ini,
merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik
yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak
seluruh stakeholders, bukan terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang
dimiliki stakeholders secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya
adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang
memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan
perusahaan.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara
mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah.
Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen
perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan
haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah
bagi shareholders lainnya. Karena itu fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan
keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility,
accountability, dan tentu saja fairness.
Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat
nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability dan Participation. Pengertian lain
datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut
GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus
mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas
perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi
tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance
kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga
disebut “tata pamong”, atau penadbiran - yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar
janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di
4. kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan
terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan
Indonesia yang benar.
Kemudian, “GCG” ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang
digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada
pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:
1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris,
Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan
yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan
penyalahgunaan aset perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut
pengukuran kinerjanya.
Dari pengertian di atas pula, tampak beberapa aspek penting dari GCG yang perlu dipahami
beragam kalangan di dunia bisnis, yakni;
1. Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan di antaranya Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), Komisaris, dan direksi. Keseimbangan ini mencakup hal-hal
yang berkaitan dengan struktur kelembagaan dan mekanisme operasional ketiga organ
perusahaan tersebut (keseimbangan internal)
2. Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat
kepada seluruh stakeholder. Tanggung jawab ini meliputi hal-hal yang terkait dengan
pengaturan hubungan antara perusahaan dengan stakeholders (keseimbangan eksternal). Di
antaranya, tanggung jawab pengelola/pengurus perusahaan, manajemen, pengawasan, serta
pertanggungjawaban kepada para pemegang saham dan stakeholders lainnya.
5. 3. Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar pada
waktu yang diperlukan mengenai perusahaan. Kemudian hak berperan serta dalam
pengambilan keputusan mengenai perkembangan strategis dan perubahan mendasar atas
perusahaan serta ikut menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam
pertumbuhannya.
4. Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama pemegang saham
minoritas dan pemegang saham asing melalui keterbukaan informasi yang material dan
relevan serta melarang penyampaian informasi untuk pihak sendiri yang bisa
menguntungkan orang dalam (insider information for insider trading).
Empat Prinsip Utama Corporate Governance
Setelah definisi serta aspek penting GCG terpaparkan di atas, maka berikut adalah prinsip yang
dikandung dalam GCG. Di sini secara umum ada empat prinsip utama yaitu: fairness,
transparency, accountability, dan responsibility.
1. Fairness (Kewajaran)
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan
setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan
perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan
peraturan untuk melindungi hak-hak investor - khususnya pemegang saham minoritas - dari
berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang
melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang),
KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang
telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.
Biasanya, penyakit yang timbul dalam praktek pengelolaan perusahaan, berasal dari benturan
kepentingan. Baik perbedaan kepentingan antara manajemen (Dewan Komisaris dan Direksi)
dengan pemegang saham, maupun antara pemegang saham pengendali (pemegang saham pendiri,
di Indonesia biasanya mayoritas) dengan pemegang saham minoritas (pada perusahaan publik
6. biasanya pemegang saham publik). Di tengah situasi seperti ini, lewat prinsip fairness, ada
beberapa manfaat yang diharapkan bisa dipetik. Apa saja manfaat itu?
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-
hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil).
Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek korporasi
yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor
dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa diberlakukan
secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten
dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin
adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian. Peraturan
perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghind ari
penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antara (litigation abuse) ini adalah
penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan dalam mengambil keputusan sehingga pihak
yang tidak beritikad baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan
dapat terbebas dari kewajiban yang harus dibayarkannya.
2. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan
keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
Perbincangan prinsip ini sendiri sangatlah menarik. Pasalnya, isu yang sering mencuat adalah
pertentangan dalam menjalankan prinsip ini. Semisal, adanya kekhawatiran perusahaan bahwa jika
ia terlalu terbuka, maka strateginya dapat diketahui pesaing sehingga membahayakan
kelangsungan usahanya. Wajarkah kekhawatiran seperti itu?
Menurut peraturan di pasar modal Indonesia, yang dimaksud informasi material dan relevan
adalah informasi yang dapat mempengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan tersebut, atau
yang mempengaruhi secara signifikan risiko serta prospek usaha perusahaan yang bersangkutan.
Mengingat definisi ini sangat normatif maka perlu ada penjelasan operasionalnya di tiap
7. perusahaan. Karenanya, kekhawatiran di atas, sebetulnya tidak perlu muncul jika kita mampu
menjabarkan kriteria informasi material secara spesifik bagi masing-masing perusahaan.
Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang
cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan
tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta
informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat
dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan
secara mudah pada saat diperlukan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder
dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan.
Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu,
jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar.
Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan
terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.
3. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertangungjawaban organ
perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Masalah yang sering ditemukan di perusahaan-perusahaan Indonesia adalah mandulnya fungsi
pengawasan Dewan Komisaris. Atau justru sebaliknya, Komisaris Utama mengambil peran berikut
wewenang yang seharusnya dijalankan direksi. Padahal, diperlukan kejelasan tugas serta fungsi
organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme pengecekan dan perimbangan dalam mengelola
perusahaan.
Kewajiban untuk memiliki Komisaris Independen dan Komite Audit sebagaimana yang
ditetapkan oleh Bursa Efek Jakarta, merupakan salah implementasi prinsip ini. Tepatnya, berupaya
memberdayakan fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Beberapa bentuk implementasi lain dari
prinsip accountability antara lain:
8. Praktek Audit Internal yang Efektif
Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam anggaran dasar
perusahaan dan Statement of Corporate Intent (Target Pencapaian Perusahaan di masa
depan)
Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak,
kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris, serta
direksi. Dengan adanya kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency
problem (benturan kepentingan peran).
4. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial,
perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan
yang sehat.
Beberapa contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kebijakan sebuah perusahaan makanan untuk mendapat sertifikat “HALAL”. Ini
merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Lewat sertifikat ini, dari sisi
konsumen, mereka akan merasa yakin bahwa makanan yang dikonsumsinya itu halal dan
tidak merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah, perusahaan telah mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Perlindungan Konsumen). Dari sisi
perusahaan, kebijakan tersebut akan menjamin loyalitas konsumen sehingga kelangsungan
usaha, pertumbuhan, dan kemampuan mencetak laba lebih terjamin, yang pada akhirnya
memberi manfaat maksimal bagi pemegang saham.
2. Kebijakan perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke tempat umum. Ini juga
merupakan pertanggungjawaban kepada publik. Dari sisi masyarakat, kebijakan ini
menjamin mereka untuk hidup layak tanpa merasa terancam kesehatannya tercemar.
Demikian pula dari sisi Pemerintah, perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan
9. lingkungan hidup. Sebaliknya dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut merupakan bentuk
jaminan kelangsungan usaha karena akan mendapat dukungan pengamanan dari
masyarakat sekitar lingkungan.
Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan
operasionalnya seringkali ia menghasilkan eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif
yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip responsibility ini juga
diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan
kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme
pasar.
Prinsip-prinsip di atas perlu diterjemahkan ke dalam lima aspek yang dijabarkan oleh OECD
(Organization for Economic Cooperation and Development) sebagai pedoman pengembagan
kerangka kerja legal, institutional, dan regulatory untuk corporate governance di suatu negara.
Lima aspek tersebut antara adalah:
1. Hak-hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan: Hak-hak pemegang saham harus
dilindungi dan difasilitasi.
2. Perlakuan setara terhadap seluruh pemegang saham: Seluruh pemegang saham termasuk
pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing harus diperlakukan setara. Seluruh
pemegang saham harus diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan perhatian bila
hak-haknya dilanggar.
3. Peran stakeholders dalam corporate governance: Hak-hak para pemangku kepentingan
(stakeholders) harus diakui sesuai peraturan perundangan yang berlaku, dan kerjasama
aktif antara perusahaan dan para stakeholders harus dikembangkan dalam upaya bersama
menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan keberlanjutan perusahaan.
4. Disklosur dan transparansi: Disklosur atau pengungkapan yang tepat waktu dan akurat
mengenai segala aspek material perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja,
kepemilikan, dan governance perusahaan.
10. 5. Tanggung jawab Pengurus Perusahaan (Corporate Boards): Pengawasan Komisaris
terhadap pengelolaan perusahaan oleh Direksi harus berjalan efektif, disertai adanya
tuntutan strategik terhadap manajemen, serta akuntabilitas dan loyalitas Direksi dan
Komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham.
Manfaat dan Faktor Penerapan GCG
Esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui sepervisi atau
pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap shareholders dan
pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Tri
Gunarsih, 2003). Untuk meningkatkan akuntabilitas, antara lain diperlukan auditor, komite audit,
serta remunerasi eksekutif. GCG memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan
berjalan efektif sehingga tercipta mekanisme checks and balances di perusahaan.
Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin menjadi faktor
penting dalam pengambilan keputusan investasi. Terutama sekali hubungan antara praktik
corporate governance dengan karakter investasi internasional saat ini. Karakter investasi ini
ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui ‘pool of investors’
di seluruh dunia. Suatu perusahaan dan atau negara yang ingin menuai manfaat dari pasar modal
global, dan jika kita ingin menarik modal jangka panjang yang, maka penerapan GCG secara
konsisten dan efektif akan mendukung ke arah itu. Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung
pada sumber daya dan modal asing, penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat meningkatkan
keyakinan investor domestik terhadap perusahaan.
Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat:
1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham
sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat
berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang
(wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya
hal tersebut.
11. 2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan
perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang
dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.
3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan
tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam
lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan
yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka
juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam
menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
Manfaat GCG ini bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka panjang dapat menjadi
pilar utama pendukung tumbuh kembangnya perusahaan sekaligus pilar pemenang era persaingan
global.
Akan tetapi, keberhasilan penerapan GCG juga memiliki prasyarat tersendiri. Di sini, ada dua
faktor yang memegang peranan, faktor eksternal dan internal.
Faktor Eksternal
Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang
sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:
a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi
hukum yang konsisten dan efektif.
b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang diharapkan
dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good
Government Governance yang sebenarnya.
c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi
standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam
benchmark (acuan).
12. d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini
penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan
masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.
e. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG
terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di
lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas
pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan
lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi
GCG.
Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari
dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:
a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG
dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan
nilai-nilai GCG.
c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar
GCG.
d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari
setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan
langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan
mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke
waktu.
13. Di luar dua faktor di atas, aspek lain yang paling strategis dalam mendukung penerapan GCG
secara efektif sangat tergantung pada kualitas, skill, kredibilitas, dan integritas berbagai pihak yang
menggerakkan organ perusahaan. Yang pasti, jika berbagai prinsip dan aspek penting GCG
dilanggar suatu perusahaan, maka sudah dapat dipastikan perusahaan tersebut tidak akan mampu
bertahan lama dalam persaingan bisnis global dewasa ini, meski perusahaan itu memiliki
lingkungan kondusif bagi pertumbuhan bisnisnya, seperti yang dialami oleh raksasa bisnis Enron
Inc. di AS beberapa waktu lalu. Dalam kasus Enron ini, sistem kontrol berlapis-lapis ternyata tak
bisa mencegah sekelompok pimpinan yang memuaskan ketamakannya untuk kepentingan sendiri.
Eksekutif Enron Inc. yang seharusnya berkewajiban moral memberikan data keuangan yang jujur
- sebagaimana keharusan perusahaan publik, ternyata tidak melakukan tugas itu. Begitu pula,
independent auditor yang semestinya tidak hanya memastikan bahwa laporan keuangan sebuah
perusahaan sesuai aturan dan standar akuntansi, tetapi juga memberi investor maupun kreditor
gambaran yang fair serta akurat tentang apa yang sebenarnya terjadi, ternyata gagal menjalankan
perannya.
KESIMPULAN
Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini
menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh
informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk
melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua
informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate
Governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen
tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti
dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas
rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental
perusahaan. Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa pelaksanan
Corporate Governance di Indonesia masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh
kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki Corporate
Culture sebagai inti dari Corporate Governance. Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa
14. korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengan kata lain, korporat kita belum menjalankan
governansi.
Kerangka Kerja dan Kinerja GCG
Telkom membangun kerangka GCG dan Road map guna memastikan bahwa penerapan GCG
disusun berdasarkan kesepahaman bersama antara manajemen dengan seluruh elemen perusahaan
serta terinternalisasi berdasarkan 4 (empat) pilar utama, meliputi:
• pelaksanaan etika bisnis yang didalamnya memuat tata nilai budaya Perusahaan, yang setiap
tahun dikomunikasikan dan disurvei pemahamannya kepada karyawan;
• pengelolaan kebijakan dan prosedur operasional yang efektif sesuai dengan tuntutan bisnis,
sebagai pedoman pengelolaan Perusahaan dan menjadi panduan bekerja karyawan;
• penerapan manajemen risiko secara terpadu berbasis COSO Enterprises Risk Management; dan
• pengawasan internal dan penerapan pengendalian internal berbasis COSO Internal
Control utamanya pengendalian internal atas pelaporan keuangan.
Untuk mencapai hal tersebut Telkom telah menyusun Kerangka Kerja GCG Telkom untuk
menjamin keberlanjutan usaha sebagai berikut:
Bagan Kerangka Kerja GCG Telkom
Kesimpulan, Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua
stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang
saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua,
kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu,
transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
stakeholder. Penerapan manajemen sistem informasi di PT Telkom Indonesia membawa manfaat
sebagai penunjang keberhasilan perusahaan dalam rangka efisiensi dan efektifitas kinerja
perusahaan.
Sarandan rekomendasiuntuk perbaikan systemdi masa mendatang pada
perusahaansaudara atau pada objek tugas saudara
1. Perlu adanya upaya perbaikan pada kelemahan-kelemahan sistem baik internal maupun
eksternal perusahaan di PT Telkom Indonesia sehingga perusahaan mengoptimalkan produk yang
sesuai kondisi pasar yang lebih inovatif dan kreatif.
2. Penyediaan tenaga-tenaga terlatih untuk mendukung implementasi penerapan manajemen
sistem informasi di PT Telkom Indonesia sehingga lebih berdaya guna,efisien serta hemat biaya
15. 3. Perlu adanya upaya perluasan pasar yang diiringi dengan peningkatan baik kualitas maupun
kuantitas produk oleh .PT Telkom Indonesia
SUMBER:
http://www.telkom.co.id/hubungi-kami/pt-telekomunikasi-indonesia-tbk/investor-
relations/laporan-tahunan/tata-kelola-perusahaan/struktur-tata-kelola-perusahaan
http://mikhaanitaria.blogspot.co.id/2010/11/good-corporate-governance-gcg_8760.html
http://onvalue.wordpress.com/2007/10/09/sejarah-timbulnya-corporate governance/
http://trendy.rasyid.net/2010/10/20/pengertian-good-corporate-governance/
http://id.shvoong.com/business-management/management/1658624-good corporate-governance/
http://indosdm.com/sumberdaya-manusia-dan-good-corporate-governance