1. APA DAN BAGAIMANA
INSTITUSI KPK
MEMBERANTAS TIPIKOR
DI INDONESIA
ROOSENO
KOORDINATOR TIM HUKUM
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
Diskusi
Mahasiswa Universitas Dipenogoro – Komisi Pemberantasan Korupsi
Jakarta, 16 Mei 2006
2. 1. DASAR HUKUM
DAN LATAR BELAKANG
BERDIRINYA KPK
•
•
•
•
•
Kualitas TIPIKOR atau tindak pidana korupsi semakin sistematis yang
merasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat yang membawa bencana
terhadap kehidupan perekonomian nasional, kehidupan berbangsa dan
bernegara, sehingga TIPIKOR merupakan KEJAHATAN YANG LUAR
BIASA;
Pasal 43 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi menentukan: dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua)
tahun sejak Undang‑Undang Pemberantasan Tipikor mulai berlaku
(tanggal 16 Agustus 1999), dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
Pada tanggal 27 Desember 2002 Presiden Megawati
Soekarnopoetri telah menandatangani dan mengesahkan,
mengundangkan, serta mulai memberlakukan Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 137 dan Penjelasannya dimuat di dalam Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4250;
Pada tanggal 26 Desember 2003 Presiden Megawati
Soekarnopoetri juga telah menandatangani Keputusan Presiden Nomor
266/M Tahun 2003 yang mengangkat Pimpinan Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Masa Jabatan Tahun 2003 – 2007;
Pada tanggal 29 Desember 2003 Presiden Megawati
Soekarnopoetri melantik TR, AS, SR, THP, dan ERH sebagai Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi di Istana Presiden;
3. adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari
pengaruh kekuasaan manapun;
dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan
hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi
4.
5. PERSONALIA
NAMA PIMPINAN
JABATAN
TAUFIEQURACHMAN RUKI
KETUA
AMIEN SUNARYADI
WAKIL KETUA
SYAHRUDDIN RASUL
WAKIL KETUA
ERRY RIYANA HARDJAPAMEKAS
WAKIL KETUA
TUMPAK HATORANGAN PENGGABEAN
WAKIL KETUA
SUGIRI SYARIEF
SEKJEND
ABDULLAH HEHAMAHUA & SURYO YULIANTO
JUMLAH
PENASIHAT
8 ORANG
6. REKRUITMEN PEGAWAI
MATERI TES antara lain:
•
•
•
tes simulasi dan wawancara yang berbasis perilaku
atau tes integritas;
wawancara teknis dan personality maupun
akademis; dan
reference chek oleh LPPM/DDI.
SELAIN PROSES REKRUTMEN, diperlukan:
•
•
•
•
•
sistim SDM yang handal;
adanya Code of Conduct berikut proses
internalisasi;
ethics workshop setiap tahun;
tersedianya whistleblower program, dimana semua
orang bisa melaporkan kemungkinan unethical
behavior dari koleganya sendiri; dan
fungsi Pengawasan Internal yang efektip.
9. INSTANSI ASAL
PEGAWAI
INSTANSI ASAL
JUMLAH
%
KEPOLISIAN RI
49
12,0
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN PEMBANGUNAN
39
9,6
KEJAKSAAN AGUNG RI
19
4,7
SEKRETARIAT NEGARA
16
3,9
DEPARTEMEN KEUANGAN
15
3,7
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
10
2,5
BADAN TENAGA ATOM NASIONAL
2
0,5
DEARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMSI
2
0,5
BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL
2
0,5
DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
1
0,2
DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
1
0,2
DEPARTEMEN INDUSTRIAN
1
0,2
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
1
0,2
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
1
0,2
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
1
0,2
UNIVERSITAS INDONESIA
1
0,2
10. TUGAS
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
I.
PENINDAKAN
1.
2.
3.
II.
Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi (vide Pasal 7);
Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi (vide Pasal 8).
Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana
korupsi (vide Pasal 11).
PENCEGAHAN
1.
2.
Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi (vide
Pasal 13); dan
Melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan
negara (vide Pasal 14).
11. KEWAJIBAN
Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban:
1. memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan
laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana
korupsi;
2. memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau
memberikan bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan
hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya;
3. menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden
Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan
Badan Pemeriksa Keuangan;
4. menegakkan sumpah jabatan;dan
5. menjalankan tugas, tanggungjawab, dan wewenangnya sesuai dengan asas
kepastian hukum; keterbukaan; akuntabilitas; kepentingan umum; dan
proporsionalitas.
12. TUGAS PENINDAKAN
KOORDINASI
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang:
a. Mengkoordinasikan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan tipikor
Kejaksaan
b. Menetapkan sistem pelaporan dlm
kegiatan pemberantasan tipikor
BPK
c. Meminta informasi tentang kegiatan
pemberantasan tipikorkepada instansi terkait
d. Melaksanakan dengar pendapat dan
pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan
pemberantasan tipikor
e. Meminta laporan instansi terkait
tentang pencegahan tipikor
Kepolisian
BPKP
Inspektorat
LPND
Itjen Dep
Bawasda
13. BENTUK KOORDINASI
•
Menetapkan sistem pelaporan penanganan perkara dari Kepolisian dan
Kejaksaan ke Komisi;
•
Meminta/mendapatkan informasi ke/dari Kepolisian dan Kejaksaan tentang
telah dilaksanakannya Penyidikan perkara tindak pidana korupsi dengan
media informasi berupa permintaan/penyampaian Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke/dari Kepolisian dan Kejaksaan;
•
Meminta/mendapatkan informasi ke/dari Kepolisian dan Kejaksaan tentang
perkembangan penanganan perkara yang telah dilakukan Penyidikan (misal:
perkembangan pelaksanaan penyidikan, pelimpahan berkas perkara ke
Penuntut Umum, pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan, dan
dihentikannya penyidikan/SP3);
•
Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan secara periodik dengan
instansi yang berwenang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dalam
hal ini Kepolisian, Kejaksaan dan instansi pengawas.
14. SUPERVISI
Dalam melaksanakan tugas supervisi
KPK berwenang:
Melakukan pengawasan, penelitian, atau
penelaahan terhadap instansi yg menjalankan
tugas dan wewenang yang berkaitan dengan
pemberantasan tipikor dan instansi yang
melaksanakan pelayanan publik
Mengambil alih penyidikan atau penuntutan
terhadap pelaku tipikor yang sedang
dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan
Kepolisian
BPK
Itjen Dep
Kejaksaan
BPKP
Bawasda
Departemen, LPND,
Kementerian
(pelayanan publik)
Kepolisian
Kejaksaan
15. CONTOH SUPERVISI
Perkara-perkara yang di-supervisi secara khusus dalam periode Tahun 2005 antara lain :
•
dugaan tipikor berupa LC fiktif BNI yang ditangani penyidikannya oleh Mabes POLRI pada
Bulan Oktober 2004;
•
dugaan tipikor berupa manipulasi deposito fiktif pada BRI yang penyidikannya ditangani Kejati
DKI Jakarta;
•
dugaan tipikor berupa penyalahgunaan fasilitas kredit yang dilakukan oleh Direksi PT Rajawali
Nusantara Indonesia yang ditangani oleh Polda Metro;
•
dugaan tipikor berupa penyalahgunaan fasilitas kredit yang dilakukan oleh Direksi PT Dharma
Niaga yang ditangani oleh Polda Metro Jaya;
•
dugaan tipikor berupa pengadaan genset Propinsi NAD yang penyidikannya ditangani oleh
Polda NAD yang kemudian diserahkan ke Mabes POLRI;
•
dugaan tipikor dalam penjualan aset MBH (Manado Beach Hotel) milik PPSU Pemda Sulut yang
penyidikannya ditangani Kejati Sulawesi Utara;
•
dugaan tipikor dalam proyek listrik swasta Karaha Bodas Company yang di-sidik oleh Mabes
Polri;
•
dugaan tipikor dalam pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit di Propinsi
Kalimantan Timur yang di-sidik oleh Kejaksaan Agung RI;
•
dugaan tipikor dalam pengalihan tanah negara kepada swasta untuk pembangunan Palembang
Square yang di-sidik oleh Kejaksaan Tinggi Sumsel;
•
dugaan tipikor dalam penggunaan dana Pemilu 2004 oleh Bupati Temanggung yang disidik oleh
POLDA Jateng;
•
dugaan tipikor yang melibatkan Bupati Kendal yang disidik oleh POLDA Jateng.
16. ALASAN PENGAMBIL-ALIHAN
PERKARA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
•
laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;
proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut‑ larut atau
tertunda‑ tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggung-jawabkan;
penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku
tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;
penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari
eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan,
penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan atau
penuntutan, kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan
seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang
diperlukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung
sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
17. 2. PROGRAM PENCEGAHAN
DAN PENINDAKAN TERHADAP
PELAKU TIPIKOR
PROGRAM PENCEGAHAN TIPIKOR
memantapkan database LHKPN serta meningkatkan jumlah pemeriksaan
PN;
merumuskan Statutory Declaration;
membantu merumuskan kode etik dan gratifikasi;
mengoptimalkan aliansi stratejik dengan pihak luar untuk melanjutkan
program pendidikan, sosialisasi, dan kampanye tugas dan fungsi KPK dan
pemberantasan korupsi;
mendorong penerapan Good Governance baik untuk swasta maupun
instansi pemerintah ( Program Island of Integrity );
mendorong instansi terkait didalam pelaksanaan Inpres 5/ 2004 dan
Rencana Aksi mercepatan Pemberantasan Korupsi;
mencegah tindak pidana korupsi di Provinsi NAD;
melakukan pengkajian sistem: reformasi birokrasi yudisial; mencari root
causes kasus-kasus korupsi yang telah selesai & merekomendasikan
perbaikan; memonitor rekomendasi pengkajian sistem yang telah
dilakukan di Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Immigrasi; di
beberapa instansi pelayanan publik; dan melakukan kegiatan lainnya
seperti misalnya melakukan studi peran Anggota DPRD; melakukan
peningkatan demokrasi melalui DPR/DPD; dan membentuk Civil Society
Organisation dalam pemberantasan korupsi.
PROGRAM PENINDAKAN TIPIKOR
•
Tahun 2006 diharapkan/target 30 kasus dengan 400 M uang kembali;
18. 3. PROSEDUR PELAPORAN
ATAS TEMUAN DUGAAN
TERJADINYA TIPIKOR
•
•
•
•
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
•
Jumlah yang ditindaklanjuti dari hasil
telaahan dengan penyampaian surat
kepada instansi berwenang
•
•
Laporan
Laporan
Laporan
Laporan
yang
yang
yang
yang
diterima
telah ditelaah
sedang ditelaah
belum ditelaah
: 11.202
: 8.619
: 2.583
: -
surat
surat
surat
surat
atau
atau
atau
atau
100,00%
76,94%
23,06%
0,00%
: 2.312 surat
atau
20,64%
Jumlah yang telah ditelaah namun
tidak disampaikan kepada instansi
berwenang a.l. karena bukan TPK,
TPK namun tidak dilengkapi bukti awal,
alamat pengadu tidak tercantum
(di 'File' kan)
: 4.806 surat
atau
42,90%
Jumlah yang disampaikan kembali ke
pelapor untuk dimintakan keterangan
tambahan dan berkas-berkas yang masih dalam
proses reviu, perbaikan hasil reviu
: 1.501 surat
atau
13,40%
19.
20. PELIMPAHAN
LAPORAN MASYARAKAT
• Diteruskan ke Kepolisian
: 499
atau 4,45%
• Diteruskan ke Kejaksaan
: 914
atau 8,16%
• Diteruskan ke BPKP
: 212 surat
1,89%
• Diteruskan ke Itjen dan
Badan lain diluar BPKP
: 360
atau 3,21%
• Diteruskan ke BPK
: 75
atau 0,67%
• Diteruskan ke MA
atau 0,58%
surat
surat
atau
surat
surat
: 65 surat
21. Data Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan
(Periode Tahun 2004 – 2006)
Tahap Penyelidikan
(Jumlah berdasarkan kasus)
Tahun
Sisa Tahun Sblmnya
Input
Jumlah
Selesai
Sisa
2004
0
23
23
21
2
2005
2
29
31
11
20
2006*
20
19
39
7
32
Tahap Penyidikan
(Jumlah berdasarkan berkas perkara)
Tahun
Sisa Tahun Sblmnya
Input
Jumlah
Selesai
Sisa
2004
0
2
2
2
0
2005
0
19
19
18
1
2006*
1
7
8
-
-
Tahap Penuntutan
(Jumlah berdasarkan berkas perkara)
Tahun
Sisa Tahun
Sblmnya
Input
Jumlah
Selesai
Sisa
2004
0
2
2
0
2
2005
2
17
19
5
14
2006*
14
4
18
3
15
22. SEJARAH
PEMBERANTASAN KORUPSI
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
1946 Awal kemerdekaan
1957 Peraturan Penguasa Militer
- KUHP
- Tidak terstruktur
- Perpu Nomor 24 Tahun 1960
1967 Tim Pemberantasan Korupsi
- Preventif & Represif
1971UU Anti Korupsi
- UU Nomor 3 Tahun 1971
1977 Opstib - Operasi Tertib
- Preventif & Represif
1987 Operasi Khusus Perpajakan
- Preventif & Represif
1998 Krisis Multidisiplin
- Tap MPR XI/1998 dan VIII/2001
- UU Nomor 28 Tahun 1999
- UU Nomor 31 Tahun 1999
- UU Nomor 20 Tahun 2001
2000 TGPTK
- PP Nomor 18 Tahun 2000
2003 KPK
- UU Nomor 30 Tahun 2002
2004 Pengadilan Tipikor
- Kepres Nomor 59 Tahun 2004
2004 Percepatan Pemberantasan Korupsi - Inpres Nomor 5 Tahun 2004
2005 Tim Tastipikor
- Keppres Nomor 11 Tahun 2005
23. AKTOR PELAKU KORUPSI
Dari nilai APBN 2004 sebesar Rp 584 triliun,
sebanyak Rp 23 triliun telah dikorupsikan.
Sumber: DR. Syamsa/Deputi Inda KPK
25. PENYEBAB TERJADINYA TIPIKOR
FAKTOR KEBIJAKAN PEMERINTAH
• Pemerintah tidak membangun Sumber Daya Manusia yang memadai;
• Pemerintah tidak membangun Sumber Daya Keuangan yang memadai;
FAKTOR INTERNAL PELAKU
• Korupsi dilakukan oleh pejabat pemerintah;
• Korupsi dilakukan karena adanya kesempatan;
• Korupsi dilakukan dalam pengadaan barang, jasa, dan pelayanan publik;
• Korupsi dilakukan karena kebutuhan;
• Korupsi dilakukan karena keserakahan;
• Integritas tipis;
26. BAD & GOOD GOVERNANCE
BG
=
Pengusaha
C
&
=
P
Pejabat
▬
=
A
Konspirasi
GG
=
P
Spiritual
Management
Greed
G
Rakus
Need
Kebutuhan
N
T
H
E
O
R
Y
O
Opportunity
E
Exposure
A= Accountabitily
C= Corruption
E= Exposure
G= Greedy
O= Opportunity
N= Need
Kesempatan
Public
Pendapatan
P = Pertanggungjawaban
BG= Bad Government
GG= Good Government
+
A
27. PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN,
DAN PENUNTUTAN
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang:
a.
melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
b.
melarang seseorang bepergian ke luar negeri;
c.
meminta keterangan tentang keadaan keuangan tersangka atau
terdakwa yang sedang diperiksa;
d.
memerintahkan untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi
milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;
e.
memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk
memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;
f.
meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa;
g.
menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi
perdagangan, dan perjanjian lainnya;
h.
meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum
negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan,
dan penyitaan barang bukti di luar negeri;
i.
meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk
melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
dalam perkara tipikor yang sedang ditangani.
28. HUKUM ACARA
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dalam pasal 39 ayat (1) menyatakan
bahwa penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi
dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
●
●
●
●
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981;
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999;
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001; dan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
29. MELARANG SESEORANG
BEPERGIAN KE LUAR NEGERI
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 Tentang
Keimigrasian wewenang dan tanggungjawab pencegahan
dilakukan oleh:
1) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
2) Menteri Keuangan;
3) Jaksa Agung; dan
4) Panglima Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia; serta
5) Komisi Pemberantasan Korupsi.
30. meminta keterangan tentang keadaan keuangan tersangka atau
terdakwa yang sedang diperiksa;
memerintahkan untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari
korupsi
milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang
terkait;
Berdasarkan: FATWA MAHKAMAH AGUNG RI Nomor: KMA/694/RHS/XII/2004
Tanggal 2 Desember 2004 juncto SURAT BANK INDONESIA No.6/659/DPNP/
Tanggal 24 Desember 2004
Bahwa Pasal 12 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tersebut merupakan
ketentuan khusus (lex spesialis) yang memberikan kewenangan kepada KPK
dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Sebagai lex
specialis, ketentuan Pasal 12 dapat mengesampingkan ketentuan - ketentuan
dalam undang-undang yang bersifat umum.
Prosedur izin membuka rahasia sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) dan
ayat (3) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. UU No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tidak
berlaku bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
31. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk
memberhentikan sementara tersangka dari
jabatannya
Vide Pasal 46 ayat (1) UUKPK
Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi, terhitung sejak tanggal penetapan tersebut
prosedur khusus yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka
yang diatur dalam peraturan perundang‑undangan lain, tidak berlaku
berdasarkan Undang‑ Undang ini.
Dalam praktek KPK pernah menggunakan kewenangan itu, namun terhadap tersangka yang merupakan Penyelenggara Negara selaku
Pejabat Negara ditemukan kesulitan, karena dalam perundang-undangan tidak jelas siapa Pimpinan atau Atasan tersangka tersebut.
Terhadap seorang Gubernur misalnya, siapa pimpinan atau atasannya. Presiden yang mengangkatnya atau DPRD. Demikian pula terhadap
seorang Anggota DPR atau DPRD, siapa Pimpinan atau atasannya, Ketua DPR atau DPRD-kah, atau Ketua Fraksinya atau rakyat yang
memilihnya.
32. Meminta Data Kekayaan dan Data Perpajakan
Tersangka atau Terdakwa
Dalam masalah permintaan data perpajakan ini, terdapat peraturan
Undang-Undang yang membatasi yaitu Pasal 34 UU N0. 6 Tahun 1983 jo
UU No.16 Tahun 2000 tentang Perpajakan yang menyatakan permintaan
data perpajakan tersebut diberikan oleh Pejabat Pajak apabila ybs telah
memperoleh izin tertulis dari Menteri Keuangan”
Melalui MoU antara KPK dengan Menteri Keuangan masalah ini telah
dapat terselesaikan yang mana ketentuan pasal 12 huruf f UU No.30
Tahun 2002 ini diterima sebagai ketentuan yang khusus dan dalam
pelaksanaannya setiap permintaan data tersebut dapat dimintakan
langsung ke Dirjen Pajak
33. Menghentikan Sementara Suatu Transaksi Keuangan,
Transaksi Perdagangan, Lisensi dan Konsesi
Dalam penjelasannya dinyatakan: ketentuan ini
dimaksudkan untuk menghindari penghilangan atau
penghancuran alat bukti yang diperlukan oleh penyidik
atau penuntut atau untuk menghindari kerugian negara
yang lebih besar
Penggunaan kewenangan ini oleh KPK hanya dapat
dilakukan dalam tahap penyidikan atau penuntutan,
tidak dalam tahap penyelidikan karena secara tegas
dinyatakan “tersangka atau terdakwa”
34. Melakukan Pencarian, Penangkapan dan
Penyitaan Barang Bukti di Luar Negeri
Meminta bantua Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara
lain untuk melakukan pencarian, penangkapan dan penyitaan barang
bukti di luar negeri.
Dengan telah ditandatangani dan diratifikasinya United Nations Convention
Against Corruption (UNCAC) 2003 oleh PBB yang mana Indonesia juga turut
serta menandatanganinya maka kemungkinan menerapkan permintaan
bantuan ke Negara lain tersebut lebih terbuka (mutual legal assistance;
prevention and detection dan transfers of proceeds of crime)
KPK sendiri telah menjalin hubungan kerjasama dengan badan anti
korupsi dengan negara-negara lain yaitu Malaysia, Singapura, Thailand
dan Brunai Darusalam. Salah satu butir kerjasama tersebut adalah juga
termasuk dukungan sesama untuk saling membantu dalam upaya
pengungkapan kasus-kasus korupsi
35. Meminta Bantuan Kepolisian
atau Instansi Lain Yang Terkait
Dalam penjelasan pasal 12 i UU Nomor 30 Tahun 2002
dapat diambil contoh, misalnya dalam hal KPK
melakukan penahanan, KPK minta bantuan Rutan
untuk menerima penempatan tahanan.
36. PENYELIDIKAN
Pasal 44 Ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 menentukan: Jika penyelidik
dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup
adanya dugaan tindak pidana korupsi, maka dalam waktu paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sejak diketemukan bukti permulaan yang cukup
tersebut, penyelidik melaporkan keapada KPK.
Pasal 44 Ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 menentukan: Dalam hal
penyelidik melakukan tugasnya tidak menemukan bukti permulaan
yang cukup, penyelidik melaporkan kepada KPK dan KPK
menghentikan penyelidikan.
Pasal 44 Ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 menentukan: Dalam hal KPK
berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, KPK melaksanakan
penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada
penyidik kepolisian atau kejaksaan
37. PENYIDIKAN
Pasal 46 (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 menentukan:
Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK,
terhitung sejak tanggal penetapan tersebut prosedur khusus yang
berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan lain, tidak berlaku berdasarkan
undang-undang ini.
Ketentuan ini membebaskan penyidik KPK memperoleh izin untuk
memanggil tersangka atau menahan tersangka yang berstatus pejabat
negara yang oleh undang-undang tindakan kepolisian terhadapnya
harus memerlukan izin terlebih dahulu. Umpama untuk seorang
Gubernur perlu ada izin dari Presiden, untuk Anggota DPRD Propinsi
harus ada izin Menteri Dalam Negeri.
38. PENGHENTIAN PENYIDIKAN
MUNGKINKAH?
MUNGKINKAH
Pasal 40 UU Nomor 30 Tahun 2002 menentukan:
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak berwenang mengeluarkan
surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana
korupsi.
Oleh karena itu dalam meningkatkan suatu kasus perkara tipikor dari penyelidikan
ke penyidikan, KPK harus berhati-hati dengan memperhatikan alat bukti yang
benar-benar sudah cukup karena setelah dimulai atau dinyatakan seorang
tersangka di penyidikan maka perkaranya harus sampai ke pengadilan.
Menjadi permasalahan bagi KPK, apabila KPK melakukan penyidikan terhadap
seseorang tersangka yang melakukan tipikor kemudian penyidikan tersebut harus
dihentikan demi hukum karena tersangkanya meninggal dunia. Secara praktis
tentunya penyidikannya harus dihentikan apa solusi yang dapat diambil? Secara
teori tentunya hal tersebut mungkin saja terjadi, sehingga apabila hal itu terjadi,
KPK akan minta Pengadilan agar mengeluarkan penetapan gugurnya penyidikan
tersebut.
39. PENGGELEDAHAN
Pasal 47 UU Nomor 30 Tahun 2002 hanya diatur tentang penyitaan,
tetapi tidak diatur tentang penggeledahan. Karena tidak diatur
maka berlakulah KUHAP yang berdasarkan Pasal 33 ayat (1)
penggeledahan tersebut juga harus seizin Ketua Pengadilan Negeri.
Dengan demikian Penyidik KPK dalam melakukan penggeledahan
terikat kepada ketentuan tersebut, walaupun sama halnya dengan
penyitaan, dengan menggunakan klausula ”dalam kedaan
mendesak” penggeledahan tersebut dapat dilakukan dahulu baru
disusul dengan permohonan persetujuan ke Ketua Pengadilan
Negeri.
40. PENYITAAN
Pasal 47 (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 menyatakan:
Atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup,
penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri
berkaitan dengan tugas penyidikannya.
Ketentuan ini membebaskan keharusan penyidik KPK untuk
memintakan izin penyitaan kepada Ketua Pengadilan Negeri
sebagaimana yang diatur dalam pasal 38 (1) KUHAP, sehingga
dipandang dapat melakukan penyitaan tersebut secara cepat, tanpa
membuat permohonan dan keluarnya izin terlebih dahulu
41. PENUNTUTAN
Pasal 52 (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 menentukan:
Penuntut Umum setelah menerima berkas perkara dari penyidik, paling
lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas
tersebut, wajib melimpahkan berkas perkara tersebut ke Pengadilan
Negeri.
Walaupun Penuntut Umum KPK dapat melakukan penahanan terhadap
tersangka selama 20 (duapuluh) hari dan dapat diperpanjang lagi
dengan izin pengadilan untuk paling lama 30 (tigapuluh) sebagaimana
diatur dalam pasal 25 KUHAP, masa penahanan selama 20 (duapuluh)
hari tersebut praktis tidak digunakan seluruhnya karena pada hari yang
ke 14 (empat belas) perkaranya harus dilimpahkan ke Pengadilan
Tipikor, sehingga perpanjangan penahanan tidak pernah dilakukan
oleh Penuntut Umum KPK.
42. JENIS TIPIKOR
DALAM UU 31/1999 JO UU 20/2001
JENIS TIPIKOR
ANCAMAN
PIDANA
….. perbuatan:
►melawan hukum yang merugikan keuangan negara dan atau
perekonomian negara (Pasal 2 ayat 1);
….. dipidana:
►penjara 4 – 20 tahun dan denda Rp 200 juta – Rp 1
milyar; atau dapat juga dihukum mati;
►menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara (Pasal 3)
►penjara seumur hidup dan/atau atau 1 tahun denda Rp
50 juta – Rp 1 milyar;
►pemberian suap kepada Pegawai Negeri termasuk Hakim
maupun Advokad (Pasal 5, 6, 11, 12 huruf a, b, c, d, dan Pasal 13);
►penjara 1 – 5 tahun dan denda Rp 50 juta – Rp 250 juta;
penjara 3 –15 tahun dan/atau denda Rp 150 juta – Rp 750
juta; penjara seumur hidup – 20 tahun dan denda Rp 200
juta – Rp 1milyar; penjara paling lama 3 tahun dan/atau
denda Rp 150 juta;
►penggelapan dalam jabatan dan pemalsuan atau penghancuran
atau penghilangan dokumen (Pasal 8, 9 dan10);
►penjara 3 – 15 tahun dan denda Rp 150 juta – Rp 750
juta; penjara 1 – 5 tahun dan denda Rp 50 juta – Rp 250
juta; penjara 2 – 7 tahun dan denda Rp 100 juta – Rp 250
juta;
►pemerasan dalam jabatan (Pasal 12 huruf e, f, dan g);
►penjara seumur hidup – 20 tahun dan denda Rp 200 juta
– Rp 1 milyar;
►pemborongan yang melakukan perbuatan curang (Pasal 7, 12i);
►gratifikasi yaitu pasal 12 B;
►percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk
melakukan tindak pidana korupsi (Pasal 15)
►penjara 2 – 7 tahun dan denda Rp 100 juta – Rp 350 juta;
penjara seumur hidup – 20 tahun dan denda Rp 200 juta –
Rp 1 milyar;
►penjara seumur hidup – 4 tahun dan denda Rp 200 juta –
Rp 1 milyar;
►mati atau penjara 1 tahun dan denda Rp 100 juta – Rp 1
milyar;
44. PENGADILAN TIPIKOR
Pengadilan Tipikor:
Pertama, Banding, Kasasi
KPK
UU 30/2002
POLISI
UU 2/2002
Pengaduan/ Laporan
Masyarakat
Penyelidikan
Penyidikan
7 hari
Pengaduan/ Laporan
Masyarakat
Penuntutan
14 hari
Persidangan
90/60/90
hari kerja
Penyelidikan
Penyidikan
Peradilan Biasa:
Negeri, Tinggi, Kasasi
Kejaksaan
UU 16/2004
Pengaduan/ Laporan
Masyarakat
Adanya Pengaduan:
1. datang sendiri;
2. melalui pos;
3. melalui sms;
4. melalui e-mail
Penyelidikan
Penyidikan
Alat Bukti
1. Surat;
2. Keterangan Saksi;
3. Keterangan Ahli;
4. Petunjuk; dan
5. Keterangan Terdakwa.
Penuntutan
Persidangan
Dasar Penghukuman:
1. Dua alat bukti; dan
2. Keyakinan Hakim.
Penjara
45. INKRACHT VAN GEWIJSDEZAAK
Tahun
Sisa Tahun
Sblmnya
Input
Jumlah
Selesai
Sisa
2004
0
0
0
0
0
2005
0
5
5
3
2
2006*
2
3
5
2
3
Abdullah Puteh, Bram HD Manoppo, Harun Letlet, Tarsius Walla,
Mulyana Wira Kusumah, Sussongko Suhardjo
46. 4. UPAYA KPK MENGHADAPI
PEMBERANTASAN KORUPSI
UPAYA PENINDAKAN
•
•
•
•
•
•
•
trobos kewenangan yang bersifat abu-abu;
menangani kasus mega tipikor;
perkuat alat bukti dan tuntutan;
tahan tersangka;
bekukan harta bendanya;
cegah ke luar negeri;
cari kekayaan koruptor di luar negeri;
47. UPAYA PENCEGAHAN
•
•
•
•
•
•
•
•
memantapkan database LHKPN serta meningkatkan jumlah pemeriksaan
PN;
merumuskan Statutory Declaration;
membantu merumuskan kode etik dan gratifikasi;
mengoptimalkan aliansi stratejik dengan pihak luar untuk melanjutkan
program pendidikan, sosialisasi, dan kampanye tugas dan fungsi KPK
dan pemberantasan korupsi;
mendorong penerapan Good Governance baik untuk swasta maupun
instansi pemerintah ( Program Island of Integrity );
mendorong instansi terkait didalam pelaksanaan Inpres 5/2004 dan
Rencana Aksi mercepatan Pemberantasan Korupsi;
mencegah tindak pidana korupsi di Provinsi NAD;
melakukan pengkajian sistem: reformasi birokrasi yudisial; mencari root
causes kasus-kasus korupsi yang telah selesai & merekomendasikan
perbaikan; memonitor rekomendasi pengkajian sistem yang telah
dilakukan di Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Immigrasi; di
beberapa instansi pelayanan publik; dan melakukan kegiatan lainnya
seperti misalnya melakukan studi peran Anggota DPRD; melakukan
peningkatan demokrasi melalui DPR/DPD; dan membentuk Civil Society
Organisation dalam pemberantasan korupsi.
48. PERKEMBANGAN STATUS
LHKPN 2006
BIDANG
JUMLAH
WAJIB
LAPOR
YANG MELAPOR
jumlah
%
JUMLAH LHKPN
YANG
DIUMUMKAN
jumlah
%
LHKPN DALAM
PROSES
PENGUMUMAN
jumlah
%
EKSEKUTIF
55.824
26.551
47.56
20.792
78.31
5.759
21.69
LEGISLATIF
21.566
13.410
62.18
12.025
89.67
1.385
10.33
YUDIKATIF
17.820
7.361
41.31
6.534
88.77
827
11.23
BUMN
7.019
4.815
68.60
4.636
96.28
179
3.72
TOTAL
102.229
52.137
51.00
43.987
84.37
8.150
15.63
Sumber: Annual Report KPK 2005
49. GRATIFIKASI
Yang dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian dalam
arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma‑ cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut
baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang
dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik.
Pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2001: Setiap gratifikasi kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Pasal 16 UU Nomor 30 Tahun 2002 jo Pasal 12C UU 20 Tahun 2001:
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
gratifikasi wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan
Korupsi, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal gratifikasi tersebut diterima.
50. PENETAPAN GRATIFIKASI
Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2002: Komisi Pemberantasan Korupsi
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal laporan diterima wajib menetapkan status kepemilikan
gratifikasi yang dapat berupa penetapan status kepemilikan
gratifikasi bagi penerima gratifikasi atau menjadi milik negara
disertai pertimbangan.
Komisi Pemberantasan Korupsi wajib menyerahkan keputusan status
kepemilikan gratifikasi kepada penerima gratifikasi paling lambat 7
(tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan.
Penyerahan gratifikasi yang menjadi milik negara kepada Menteri
Keuangan, dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung
sejak tanggal ditetapkan.
Pasal 18 UU Nomor 30 Tahun 2002: Komisi Pemberantasan Korupsi
wajib mengumumkan gratifikasi yang ditetapkan menjadi milik
negara paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun dalam Berita
Negara.
52. 5. TENTANG PERLINDUNGAN
SAKSI PELAPOR DALAM
PERKARA TIPIKOR
Pasal 15 huruf a UU KPK:
• Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban memberikan
perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang
menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan
mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.
Penjelasan Pasal 15 Huruf a UU KPK:
• Yang dimaksud dengan " memberikan perlindungan ",
dalam ketentuan ini melingkupi juga pemberian jaminan
keamanan dengan meminta bantuan kepolisian atau
penggantian identitas pelapor atau melakukan evakuasi
termasuk perlindungan hukum.
• Vide “Operasi KPU” – File Ary
53. PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 71 TAHUN 2000
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran
Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 5
(1) Setiap orang, Organisasi Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berhak atas perlindungan hukum baik mengenai
status hukum maupun rasa aman.
(2) Perlindungan mengenai status hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
diberikan apabila hasil penyelidikan atau penyidikan terdapat bukti yang cukup yang
memperkuat keterlibatan pelapor dalam tindak pidana korupsi yang dilaporkan.
(3) Perlindungan mengenai status hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga
tidak diberikan apabila terhadap pelapor dikenakan tuntutan dalam perkara lain.
Pasal 6
(1) Penegak hukum atau Komisi wajib merahasiakan kemungkinan dapat diketahuinya
identitas pelapor atau isi informasi, saran, atau pendapat yang disampaikan.
(2) Apabila diperlukan, atas permintaan pelapor, penegak hukum atau Komisi dapat
memberikan pengamanan fisik terhadap pelapor maupun keluarganya.
54. PENYADAPAN DAN PEREKAMAN
KASUS MULYANA WIRA KUSUMAH
Alat Bukti Petunjuk sesuai Pasal 188 ayat (2) KUHAP hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan
terdakwa. Sedangkan Pasal 26A UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 menentukan: selain dapat
diperoleh dari ketiga alat bukti petunjuk tersebut, alat bukti petunjuk juga dapat diperoleh seperti yang disebutkan
dalam Pasal 26 A UU No.31 Tahun 1999, yaitu:
Informasi yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa
dengan itu;
Dokumen yaitu setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar yang dapat
dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain
kertas, maupun yang terekam secara elektronik yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan foto, huruf,
tanda, angka atau perforasi yang memiliki makna.
56. 6. TENTANG ALAT BUKTI
PERMULAAN YANG CUKUP
MENGENAI TIPIKOR
Pasal 184 KUHAP
Alat bukti yang sah ialah: (i) keterangan saksi; (ii) keterangan ahli; (iii) surat; (iv)
petunjuk; (v) keterangan terdakwa. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak
perlu dibuktikan.
Pasal 26 A
Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188
ayat (2) Undang‑undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus
untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari:
a.
alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
b.
dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,
dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana,
baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang
terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan,
foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.
Pasal 44 ayat (2) UUKPK
Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan
sekurang‑kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi
atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun
elektronik atau optik.
Pasal 40 UUKPK
Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah
penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi.
57. 7. TENTANG HAMBATAN DAN
KENDALA DALAM MENANGANI
PERKARA TIPIKOR
• masalah peraturan perundang-undangan;
• masalah sumber daya manusia;
• masalah tempat atau kantor; dan
• masalah dukungan masyarakat.
58. 8. AYO !!!
LAWAN KORUPSI
Untuk Mewujudkan Indonesia Yang Bebas Korupsi
dan Untuk Mewujudkan Bangsa Yang Anti
Korupsi:
1. KPK perlu dukungan dan komitmen kuat dari seluruh
komponen bangsa untuk memberantas korupsi;
2. Sudah saatnya memikirkan nasib rakyat agar rakyat
sejahtera lahir bathin dunia akherat;
3. Oleh sebab itu jangan ada keinginan untuk mengambil
hak orang lain, hentikan pemikiran untuk melakukan
korupsi sekecil apapun, mulai saat ini pula, dan dimulai
dari diri sendiri;
4. Sekali lagi, Ayo Lawan Korupsi !!!!
59. PENGADUAN
LEWAT SMS
0811 959 575
0855 8 575 575
gunakan nomor-nomor tersebut
untuk mengadu dan menanyakan perkembangan
pengaduan tentang tindak pidana korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl. Veteran III Nomor 2 Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda 36 Jakarta
www.kpk.go.id
rooseno@kpk.go.id
HP: 0813 11 400 484