2. PENGERTIAN KORUPSI
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin corruptio
yaitu penyuapan; coruptore yaitu meruksak,
dalam bahasa Inggris corruption, dalam bahasa
Belanda corruptie , arti harfiahnya dari korupsi
dapat berupa :
1) Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak
bermoral, kebejatan, dan ketidak jujuran (S.
Wojowasito – WJS Poerwadarminta, Kamus
Lengkap Inggris Indonesia, Indonesia- Inggris,
Penerbit Hasta, Bandung).
2) Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok, dan sebagainya
(W.J.S. Poerwadarminta , Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, 1976).
3. Dalam arti sosial korupsi adalah penyelewengan
atau penggelapan uang milik negara atau
perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan
pribadi dan orang lain.
Kolusi adalah pemupakatan atau kerjasama
secara melawan hukum antara penyelenggara
negara atau antara penyelenggara negara dan
pihak lain yang merugikan orang lain,
masyarakat, dan atau negara.
Nepotisme adalah setiap perbuatan bagi
penyelenggara negara secara melawan hukum
yang menguntungkan kepentingan keluarga atau
kroni, dengan tidak menghiraukan kepentingan
orang lain..
4. MENURUT HARTANTI:
1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan
(uang negara atau perusahaan dan
sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan
orang lain;
2. Korupsi : busuk, ruksak, suka memakai
barang atau uang yang dipercayakan
kepadanya; dapat disogok (melalui
kekuasaannya untuk kepentingan pribadi)
5. UNDANG-UNDANG NO 20/2001 :
1. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi.
2. Perbuatan melawan hukum
3. Merugikan keuangan negara atau
perekonomian
4. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan
atas sarana yang ada padanya karena jabatan
dan kedudukannya dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
6. Kelompok Delik Korupsi
(UU 20 Tahun 2001)
1. Kelompok delik yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara (pasal 2,3 UU
no. 31 Tahun 1999).
2. Kelompok delik penyuapan, baik aktif (yang
menyuap) maupun pasif (yang menerima suap
(pasal 5,11,12).
3. Kelompok delik penggelapan (pasal 8 dan 10 )
4. Kelompok delik pemerasan dalam jabatan (pasal
12e dan f)
5. Kelompok delik yang berkaitan dengan
pemborongan, leveransir, dan rekanan
7. SIFAT-SIFAT KORUPSI
• Korupsi Yang Bermotif Terselubung.
Yakni korupsi secara sepintas kelihatannya
bermotif politik, tetapi secara tersembunyi
sesungguhnya bermotif mendapatkan uang
semata. Contoh seorang pejabat menerima uang
suap dengan janji akan menerima si pemberi
suap menjadi pegawai negeri atau diangkat
dalam suatu jabatan. Namun dalam
kenyataannya setelah menerima suap, pejabat
itu tidak memperdulikan lagi janjinya kepada
orang yang memberi suap tersebut, yang pokok
adalah mendapatkan uang tersebut.
8. 2. Korupsi Yang Bermotif Ganda.
Yakni seseorang melakukan korupsi secara
lahiriah kelihatannya bermotif mendapatkan
uang, tetapi sesungguhn bermotif lain, yakni
kepentingan politik. semata. Contoh seorang
yang membujuk dan menyogok seorang
pejabat agar dengan menyalah gunakan
kekuasaannya, pejabat itu dalam mengambil
keputusan memberikan suatu fasilitas pada si
pembujuk itu, meskipun sesungguhnya si
pembujuk (penyogok) tidak memikirkan
apahkah fasilitas itu akan
memberikankepadanya.
9. TIPOLOGI KORUPSI
1. Korupsi Transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas
kesepakatan di antara seorang donor dengan resipien
untuk keuntungan kedua belah pihak;
2. Korupsi Ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan
penekanan dan pemaksaan untuk menghindari bahaya
bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang
dekat dengan pelaku korupsi.
3. Korupsi Investif. Yaitu korupsi yang berawal dari
tawaran yang merupakan investasi untuk
mengantisipasi adanya keuntungan di masa datang.
4. Korupsi Nepostik, yaitu korupsi yang terjadi karena
perlakuan khusus baik dalam pengangkatan kantor
publik maupun pemberian proyek-proyek bagi
keluarga dekat.
10. 5. Korupsi Otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika
seorang pejabat mendapat keuntungan karena
memiliki pengetahuan sebagai orang dalam
(insider information) tentang berbagai kebijakan
publik yang seharusnya dirahasiakan.
6. Korupsi Supportif, yaitu perlindungan atau
penguatan korupsi yang menjadi intrik kekuasaan
dan bahkan kekerasan, dan
7. Korupsi Defensif. Yaitu korupsi yang dilakukan
dalam rangka mempertahankan diri dari
pemerasan.
11. CIRI-CIRI KORUPSI
1. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
2. Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia.
3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan
timbal balik.
4. Mereka yang mempraktikan cara-cara korupsi biasanya
berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan
berlindung di balik pembenaran hukum.
5. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan
yang tegas dan mampu untuk mempengaruhi keputusan-
keputusan itu.
6. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan,
biasanya dilakukan oleh Badan Publik atau umum
(masyarakat).
7. Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan
kepercayaan.
12. PENYEBAB KORUPSI
BPKP :
(1) moral yang rendah
(2) sanksi yang lemah,
(3) disiplin yang rendah,
(4) sifat kehidupan yang konsumtif,
(5) kurangnya pengawasan dalam organisasi,
(6) contoh dari atasan,
(7) wewenang yang berlebihan,
(8) tersedianya kesempatan,
(9) budaya untuk memberi upeti,
(10)lemahnya pengawasan eksternal,
(11)lemahnya peran legislatif,
(12)peraturan yang tidak jelas,
(13)pengaruh lingkungan,
(14)penghasilan yang rendah,
13. HARTANTI :
1. Lemahnya pendidikan agama dan etika
2. Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidak
menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang
diperlukan untuk membendung korupsi
3. Kurangnya pendidikan. Namun kenyataan korupsi
dilakukan oleh para koruptor yang memiliki
pendidikan tinggi.
4. Kemiskinan, korupsi di Indonesia bukan disebabkan
oleh kemiskinan tapi keserakahan.
5. Tidak adanya sanksi yang keras
6. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku
korupsi
7. Struktur pemerintahan
8. Perubahan radikal, pada saat sistem nilai mengalami
perubahan radikal, korupsi muncul sebagai suatu
penyakit transisional.
9. Keadaan masyarakat. Korupsi dalam suatu birokrasi
bisa mencerminkan keadaan masyarakat secara
keseluruhan.
14. Hamzah (2005), membuat asumsi atau
hipotesis penyebab korupsi, adalah :
1. Kurangnya gaji atau pendapatan Pegawai
negeri dibandingkan dengan kebutuhan
yang makin hari makin meningkat;
2. Kebudayaan atau kultur Indonesia yang
merupakan sumber atau sebab meluasnya
korupsi;
3. Manajemen yang kurang baik dan Kontrol
yang kurang efektif dan efisien;
4. modernisasi;
15. AKIBAT DARI KORUPSI
1.Berkurangnya kepercayaan terhadap
pemerintah;
2.Berkurangnya kewibawaan pemerintah
dalam masyarakat;
3.Menyusutnya penerimaan negara;
4.Rapuhnya keamanan dan ketahanan
negara.
5.Perusak mental pribadi.
6.Hukum tidak lagi dihormati.
16. PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH
DAN BEBAS DARI KORUPSI,KOLUSI, DAN
NEPOTISME
Pengertian Negara :
Menurut Sumantri :
Negara adalah suatu organisasi kekuasaan
oleh karenanya dalam setiap organisasi yang
bernama negara, selalu kita jumpai adanya
organ atau alat perlengkapan yang mempunyai
kemampuan untuk memaksakan kehendaknya
kepada siapa pun juga yang bertempat tinggal
di dalam wilayah kekuasaannya.
17. Menurut Arief Budiman :
Negara adalah lembaga yang memiliki kekuasaan
yang sangat besar di dalam sebuah masyarakat.
Negara dapat memaksakan kehendaknya kepada
warga atau kelompok yang ada di masyarakat.
Bahkan kalau perlu, negara memiliki keabsahan
untuk menggunakan kekerasan fisik dalam
memaksakan kepatuhan masyarakat terhadap
perintah-perintah yang dikeluarkannya.
Kekuasaan yang sangat besar ini diperoleh
karena negara merupakan pelembagaan dari
kepentingan umum. Sebagai lembaga yang
mewakili kepentingan Umum, negara dapat
memaksakan kehendaknya melawan
kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok
di masyarakat yang lebih kecil jumlahnya.
18. TUJUAN NEGARA INDONESIA
“kemudian daripada itu, untuk membentuk
suatu pemerintah negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial”.
19. AZAS POKOK SISTEM PEMERINTAHAN
REPUBLIK INDONESIA,
1.Indonesia adalah negara yang berdasarkan
atas hukum (Rechtsstaat), Negara Indonesia
tidak berdasarkan atas kekuasaan
(Machtsaat).
2.Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasarkan atas sistem
konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas)
3.Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan
rakyat. Presiden dan Wakil Presiden dipilih
langsung oleh rakyat.
20. 4. Presiden ialah pemegang kekuasaan pemerintah negara.
Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang
tertinggi, karena Presiden adalah pemegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam
menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan
tanggung jawab adalah di tangan presiden.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. DPR
hanya dapat mengusulkan pemberhentian Presiden.
Presiden tidak bertanggung kepada DPR artinya
kedudukan Presiden tidak tergantung kepada Dewan.
6. Presiden mengangkat dan memberhentikan Menteri-
Menteri Negara. Menteri-Menteri itu tidak bertanggung
jawab kepada DPR. Kedudukan menteri tergantung
kepada Presiden. Menteri negara adalah pembantu
Presiden.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
21. PENYELENGGARA NEGARA.
1. Pejabat negara pada Lembaga Negara;
2. Menteri
3. Gubernur
4. Hakim
5. Pejabat negara yang lain, misalnya Kepala perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan
sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa pebuh,
Wakil Gubernur, dan Bupati/Walikota.
6. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis, meliputi :
Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada
BUMN/BUMD, Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan
Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Pimpinan
Perguruan Tinggi Negeri; Pejabat eselon I dan pejabat
lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan
kepolisian Negara Republik Indonesia;
Jaksa, Penyidik, Panitera Pengadilan, dan Pemimpin
dan Bendaharawan Proyek.
22. PEJABAT NEGARA
1. Presiden dan wakil presiden
2. Ketua, wakil ketua, dan anggota MPR
3. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR
4. Ketua, wakil ketua, ketua muda, dan hakim
agung Mahkamah Agung
5. Ketua, wakil ketua,anggota BPK
6. Menteri dan jabatan setingkat Menteri
7. Kepala Perwakilan RI di luar negeri yang
berkedudukan sebagai duta besar luar biasa
dan berkuasa penuh
8. Gubernur dan Wakil Gubernur
9. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil
Walikota
10. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh
23. PEGAWAI NEGERI
Pegawai Negeri adalah setiap warga
negara Indonesia yang telah memenuhi
syarat yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi
tugas dalam suatu jabatan negeri, atau
diserahi tugas negara lainnya dan digaji
berdasarkan pereaturan perundangan-
undangan yang berlaku.
27. AZAS-AZAS UMUM PENYELENGGARAAN NEGARA
1. AZASKEPASTIAN HUKUM,
adalah azas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundangan-undangan, kepatutan,
dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara
negara.
2. AZAS TERTIB PENYELENGGARAAN NEGARA
Adalah azas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian, dan keseimbangan dalam mengendalikan
penyelenggara negara.
3. AZAS KEPENTINGAN UMUM
Adalah azas yang mendahulukan kesejahteraan umum
dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4. AZAS KETERBUKAAN
Adalah yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan
tetap memperhatikan perlindungan atas hak azasi pribadi,
golongan, dan rahasia negara.
28. 5. AZAS PROPORSIONALITAS,
Adalah azas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.
6. AZAS PROFESIONALISME,
adalah azas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
7. AZAS AKUNTABILITAS,
Adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara
harus dapat dipertanggung jawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
29. ETIKA KEHIDUPAN BERBANGSA SEBAGAI
PEDOMAN PENYELENGGARAAN NEGARA
YANG BAIK DAN BERSIH
1. KEJUJURAN
2. AMANAH
3. KETELADANAN
4. SPORTIVITAS
5. DISIPLIN
6. ETOS KERJA
7. KEMANDIRIAN
8. SIKAP TOLERANSI
9. RASA MALU
10. TANGGUNG JAWAB
11. MENJAGA KEHORMATAN SERTA MARTABAT DIRI
SEBAGAI WARGA BANGSA
30. PRINSIP GOOD GOVERNANCE
1. Participation,
Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan,
baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi
legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi dibagun atas
dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara secara konstruktif.
2. Rule of Law,
Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu,
terutama hukum untuk hak azasi manusia
3. Transprarency
Tranfaransi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses-
proses,lembaga-lembaga, dan informasi secara langsung dapat
diterima oleh mereka yang membutuhkan, informasi harus dapat
dipahami dan dapat dimonitor
4. Responsiveness,
lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk
melayani stakeholders.
5. Consensus orientation,
Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda
untuk mmemperoleh pilihan-pilihan terbaik bagi kepentingan yang
lebih luas, baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-
prosedur.
31. 6. Equity,
semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan
mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga
kesejahteraan mereka.
7. Efektiveness and efisiency.
proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai
dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan
sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.
8. Accountability,
Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan
masyarakat sipil bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-
lembaga stakeholder.
9. Strategic vision,
Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good
governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh ke
depan, sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan
semacam itu.
32.
33. DASAR HUKUM
1. UU No 3/1971 tentang Pemberantasan Korupsi.
2. UU No 28/1999 tentang Penyelenggara negara yang
bersih dan bebas dari KKN
3. Tap MPR XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara
yang bersih dan bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme.
4. UU No 31/1999 tentang Pemberantasan tindak pidana
korupsi.
5. UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU no 31/1999.
6. UU no 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
7. Inpres no 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi
34. HAK-HAK PENYELENGGARA NEGARA
(TAP MPR XI/MPR/1998)
1. Menerima gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
2. menggunakan hak jawab terhadap setiap
teguran, tindakan dari atasannya, ancaman
hukuman, dan kritik masyarakat;
3. menyampaikan pendapat di muka umum secara
bertanggung jawab sesuai dengan
wewenangnya; dan
4. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
35. KEWAJIBAN PENYELENGGARA NEGARA (TAP
MPR XI/MPR/1998)
1. Mengucapkan sumpah dan janji sesuai dengan agamanya
sebelum memangku jabatan
2. Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan setelah
menjabat;
3. Melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan
setelah menjabat;
4. Tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme;
5. Melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama,
ras, dan golongan
6. Melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan
tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk
kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan
tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; dan
7. Bersedia menjadi saksi dalam perkara korupsi, kolusi, dan
nepotisme serta dalam perkara lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
36. 1. Memperoleh Gaji yang layak sesuai dengan
tanggungjawabnya
2. Memperoleh cuti
3. Memperoleh perawatan bagi yang ditimpa oleh suatu
kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas
kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja
dalam jabatan apapun
4. Memperoleh uang duka bagi keluarga PNS yang tewas
5. Memperoleh pensiun bagi yang telah memenuhi syarat
6. Memperoleh kenaikan gaji dan kenaikan pangkat
7. Menjadi peserta askes dan taspen
HAK-HAK BAGI PEGAWAI NEGERI
SIPIL
37. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
PENYELENGGARA NEGARA (TAP MPR XI/MPR/1998)
1. Membersihkan penyelengaraan negara dari KKN dengan
memberikan sanksi yang berat sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku, meningkatkan efektivitas pengawasan dan
mengembangkan etika dan moral.
2. Meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki
kesejahteraan dan keprofesionalan serta memberlakukan sistem
karier dan prestasi kerja dengan menitik beratkan kepada
prestasi kerja.
3. Melakukan pemeriksaan terhadap kekayaan pejabat negara dan
pejabat pemerintah sebelum dan sesudah memangku jabatan
dengan tetap menjungjung hukum dan Ham.
4. Meningkatkan fungsi keprofesionalan birokrasi dalam melayani
masyarakat adan akuntabilitasnya dalam mengelola kekayaan
negara secara tranfaran, bersih, dan bebas dari penyalahgunaan
kekuasaan.
5. Meningkatkan kesejahteraan pegawaii negeri untuk menciptakan
aparatur yang bebas KKN, bertanggung jawab, profesional,
produktif dan efesien, memantapkan netralitas politik pegawai
negeri dengan menghargai hak-hak politiknya.
38. KOMISI PEMERIKSA
(UU 28/1999 Pasal 10)
Untuk mewujudkan Penyelenggaraan Negara
yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Presiden selaku Kepala Negara
membentuk Komisi Pemeriksa.
Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara
Negara yang selanjutnya disebut komisi
Pemeriksaan, adalah lembaga independen yang
akan melaksanakan tugas dan fungsinya bebas
dari pengaruh kekuasaan eksekutif, legislatif
dan yudikatif”.
39. TUGAS DAN WEWENANG KOMISI PEMERIKSA
1. Melakukan pemantauan dan klarifikasi atas
harta kekayaan penyelenggara negara.
2. Meneliti laporan atau pengaduan masyarakat,
lembaga swadaya masyarakat, atau instansi
pemerintah tentang dugaan adanya korupsi,
kolusi, dan nepotisme terhadap penyelenggara
negara yang bersangkutan;
3. Melakukan penyelidikan atas inisiatif sendiri
mengenai harta kekayaan penyelenggara
negara berdasarkan petunjuk adanya korupsi,
kolusi, dan nepotisme terhadap penyelenggara
negara yang bersangkutan.
40. 4. Mencari dan memperoleh bukti-bukti, menghadirkan
saksi-saksi untuk penyelidikan Penyelenggara
Negara yang diduga melakukan korupsi, kolusi dan
nepotisme atau meminta dokumen-dokumen dari
pihak-pihak terkait dengan penyelidikan harta
kekayaan Penyelenggara Negara yang bersangkutan.
5. Jika dianggap perlu, selain meminta bukti kepemilikan
sebagian atau seluruh harta kekayaan
Penyelenggara Negara yang diduga diperoleh dari
korupsi, kolusi dan nepotisme selama mmenjabat
sebagai Penyelenggara Negara, juga meminta
pejabat yang berwenang membuktikan dugaan
tersebut sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
41. • KPK berwenang mengambil alih penyidikan
dan penuntutan, untuk :
1. Adanya laporan masyarakat mengenai tindak
pidana korupsi yang tidak dilanjuti:
2. Proses penanganan tindak pidana korupsi yang
berlarut-larut;
3. Adanya unsur nepotisme yang melindungi pelaku
korupsi;
4. Adanya campur tangan pihak eksekutif, legislatif,
dan yudikatif;
5. Alasan lain yang menyebabkan penanganan tindak
pidana korupsi sulit dilaksanakan.
42. KEWENANGAN KPK DALAM PENYIDIKAN,
PENYELIDIKAN, DAN PENUNTUTAN
1. Melakukan penyadapan pembicaraan
2. Memerintahkan untuk cekal
3. Meminta data keuangan pada bank dan memblokir
rekening tersangka
4. Meminta data kekayaan dan perpajakan tersangka
5. Menghentikan transaksi keuangan, perdagangan
dan pencabutan ijin lisensi serta konsesi yang
dimiliki tersangka.
6. Meminta bantuan interpol untuk pencarian dan
penyitaan aset tersangka di luar negeri
7. Meminta bantuan polisi untuk melakukan
penangkapan, penahanan, penggeladahan, dan
penyitaan.
43. KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA KORUPSI (UU 20/2001)
TUGASNYA :
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
2. Suvervisi terhadap instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
3. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
4. melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak
pidana korupsi;
5. melakukan monitor terhadap penyelenggaraan
pemerintahan negara;
44. Wewenang KPK:
1. Mengkoordinasikan penyilidikan, penyidikan, dan
penuntutan tindak pidana korupsi;
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan
pemberantasan tindak pidana korupsi;
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan
tindak pidana korupsi kepada instansi lain yang
terkait;
4. Melaksanakan dengan pendapat atau pertemuan
dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi;
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai
pencegahan tindak pidana korupsi;
45.
46. Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan
Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan
Pemberantasan Korupsi
47. PERAN SERTA MASYARAKAT
1. Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi
tentang penyelenggaraan negara;
2. Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil
dari penyelenggara negara;
3. Hak menyampaikan dan pendapat secara
pertanggung jawab terhadap kebijakan Penyelenggara
negara;
4. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam
hal :
a. melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam
butir 1 dan 2.
b. Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan,
dan sidang pengadilan sebagai saksi, dan saksi ahli
pelapor, dan saksi ahli, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
48. KEJAKSAAN
Tugas dan wewenang Kejaksaan Republik
Indonesia :
1. Di bidang pidana :
a. melakukan penuntutan
b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh hukum;
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasa, dan keputusan lepas
bersyarat;
d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang;
e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan yang dalam pelaksanaanya dikoordinasikan
dengan penyidik.
f. Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan
kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar
pengadilan untuk dan atas nama dengan atau pemerintah.
49. Wewenang kepolisian dalam proses pidana (Pasal
16).
1.melakukan penangkapan, penahanan,
penggeladahan, dan penyitaan
2.melarang setiap orang meninggalkan atau
memasuki tempat kejadian perkara untuk
kepentingan penyidikan.
3.membawa dan menghadapkan orang kepada
penyidik dalam rangka penyidikan
4.menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan
menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
5.melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6.memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
50. 7. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
8. Mengadakan penghentian penyidikan;
9. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut
umum;
10. Mengajukan permintaan secara langsung kepada
imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan
imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak
untuk mencegah atau menangkal orang yang
disangka untuk melakukan tindak pidana;
11. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada
penyidik PNS serta menerima hasil penyidikan
penyidik PNS untuk diserahkan kepada penuntut
umum;
12. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab.
51.
52. STRATEGI DALAM UPAYA PEMBERANTASAN
KORUPSI
1. Strategi Persuasif yaitu berupa upaya untuk
menghilangkan penyebab korupsi, menghilangkan
peluang melakukan korupsi dan mencegah
terjadinya korupsi.
2. Strategi detektif yaitu berupa upaya untuk
menampilkan suatu informasi apabila korupsi sudah
terjadi dan semaksimal mungkin dapat
diidentifikasikan dalam waktu yang singkat.
3. Strategi Represif yaitu memproses korupsi yang
sudah diidentifikasikan menurut ketentuan hukum
secara cepat, tepat, dengan tingkat kepastian
hukum yang tinggi melalui proses penyelidikan,
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
persidangan/putusan pengadilan.
54. INTRUKSI PRESIDEN KEPADA JAGUNG
DAN KAPOLRI
1. mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan/penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku
dan menyelamatkan uang negara.
2. Mencegah dan memberikan sanksi yang tegas terhadap
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan jaksa dan polisi
dalam rangka penegakan hukum
3. Meningkatkan kerjasama kejaksaan dengan kepolisian selain
BPKP dan Institusi negara yang terkait dengan upaya
penagakan hukum, dan pengembalian kerugian keuangan
negara akibat tiundakan korupsi
55. RENCANA AKSI NASIONAL
PEMBERANTASAN KORUPSI
1. Mendesain ulang pelayanan publik
2. Memperkuat tranfaransi, pengawasan, dan
sanksi pada kegiatan-kegiatan pemerintah
yang berhubungan dengan ekonomi dan
sumber daya manusia.
3. Meningkatkan pemberdayaan perangkat-
perangkat pendukung pencegahan korupsi.
56. JENIS HUKUMAN TINDAK
PIDANA KORUPSI
– Pidana Mati
Dapat dipidana mati kepada setiap orang
yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, sebagaimana
ditentukan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999, yang dilakukan
dalam ”keadaan tertentu”.
57. 1. Melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau korporasi dan dapat merugikan keuangan negara. Pasal 2
ayat (1) UUPTPK :dipidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh tahun) dan denda paling sedikit Rp 200 juta, dan paling
banyak Rp 1 Milyar.
Pasal 2 ayat (2) UUPTPK bilamana tindak pidana sbgmana ayat
(1) dilakukan dalam keadaan ttt, pidana mati dapat dijatuhkan
2. Menyalah gunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri,
atau orang lain atau korporasi dan dapat merugikan keuangan
negara.
Pasal 3 UUPTPK : dipidana dengan pidana seumur hidup, atau
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 50 juta, dan
paling banyak Rp 1 Milyar
58. 3. Menyuap Pegawai Negeri
Pasal 5 ayat (1) huruf a : setiap orang yang memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai
negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan
dengan kewajibannya. Dipidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana
denda paling sedikit Rp 50 jt, dan paling banyak Rp 250 jt.
4. Menyuap Pegawai Negeri
Pasal 5 ayat (1) huruf b : setiap orang yang memberi
sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajiban dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatan Dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling
sedikit Rp 50 jt, dan paling banyak Rp 250 jt.
59. 5. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena
jabatannya
Pasal 13 UUPTPK : Dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak
Rp 150 jt, setiap orang yang memberi hadiah kepada
pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatannya atau kedudukan
tersebut .
6. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima
suap
Pasal 5 ayat (2) UUPTPK : Pegawai negeri atau
penyelenggara negara menerima pemberian atau janji
sebagmana dimaksud pasal 5 ayat (1) huruf a, dan b,
dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda
paling sedikit Rp 50 jt, dan paling banyak Rp 250 jt.
60. 7. Pegawai negeri atau penyelenggara
negara menerima suap
Pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang menerima hadiah atau janji, pada hal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan untuk menggerakkan
agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya.
Pasal 12 huruf a UUPTPK : Dipidana dengan
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat ) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200 jt dan paling banyak Rp 1 milyar.
61. 8. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima
Hadiah
Pasal 12 huruf b UUPTPK : Pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah, pada hal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan
sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yg bertentangan
dengan kewajibannya, dipidana penjara seumur hidup / penjara
paling singkat 4 (empat ) tahun dan paling lama 20 (duapuluh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 jt, dan paling
banyak Rp 1 M
9. Pegawai negeri / penyelenggara negara menerima
hadiah
Pasal 11 UUPTPK : Pegawai negerai atau penyelenggara
negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau
patut diduga , bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan
jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan
hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya,
dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun atau atau pidana denda paling sedikit Rp 50 jt, dan
paling banyak Rp 250 jt.
62. 10. Menyuap Hakim
Pasal 6 ayat (1) huruf a UUPTPK : Setiap orang yang
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim
dengan maksud untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,
dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun atau atau pidana
denda paling sedikit Rp 150 jt, dan paling banyak Rp
50 jt.
11. Menyuap Advokat
Pasal 6 ayat (1) huruf b UUPTPK : setiap orang yang memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk
menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan
berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan
untuk diadili, dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun atau atau pidana denda paling
sedikit Rp 150 jt, dan paling banyak Rp 750 jt.
63. 12. Hakim dan Advokat menerima suap
Pasal 6 ayat (2) UUPTPK : Bagi hakim atau advokat yang
menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau
janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana
dengan pidana yg sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
13. Hakim menerima suap
Pasal 12 huruf (c) UUPTPK : Hakim yang menerima hadiah
atau janji, padahal diketahuinya atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,
dipidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
atau atau pidana denda paling sedikit Rp 200 jt, dan paling
banyak Rp 1 Milyar
64. 14. Advokat menerima suap
Pasal 12 huruf d UUPTPK : Seseorang yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi
advokat untuk menghadiri sidang pengadilan menerima hadiah
atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau
pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili, dipidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau atau pidana
denda paling sedikit Rp 200 jt, dan paling banyak Rp 1 Milyar.
65. 15. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan
penggelapan.
Pasal 8 UUPTPK : Pegawai negeri atau orang selain pegawai
negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau sementara waktu, dengan
sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang
disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau
surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang
lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut,
dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
atau atau pidana denda paling sedikit Rp 150 jt, dan
paling banyak Rp 750 jt.
66. 16. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan
administrasi
Pasal 9 UUPTPK : Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus
menerus atau sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-
buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan
administrasi, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima ) tahun atau
atau pidana denda paling sedikit Rp 50 jt, dan paling banyak Rp
250 jt.
17. Pegawai negeri merusakkan bukti
Pasal 10 huruf a UUPTPK : Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus
menerus atau sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan,
menghancurkan , merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang,
akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau
membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena
jabatannya , dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7
(tujuh) tahun atau atau pidana denda paling sedikit Rp 100 jt, dan paling
banyak Rp 350 jt.
67. 20. Pegawai negeri dan penyelenggara negara memeras
Pasal 12 huruf e UUPTPK : Pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan,
atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,
dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun atau atau pidana denda paling sedikit Rp 200 jt,
dan paling banyak Rp 1 Milyar.
68. 21. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
memeras
Pasal 12 huruf g UUPTPK : Pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang , seolah-olah merupakan utang
kepada dirinya, pada hal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang, dipidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau
pidana denda paling sedikit Rp 200 jt, dan paling
banyak Rp 1 M
69. 22. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
memeras pegawai negeri atau penyelenggara
negara.
Pasal 12 huruf f UUPTPK : Pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, meminta atau menerima
atau memotong pembayaran kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang lain
atau kepada kas umum seolah-olah pegawai
negeri atau penyelenggara negara lain atau
kas umum tersebut mempunyai utang
kepadanya, pada hal diketahui bahwa hal
tersebut bukan merupakan utang, dipidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun atau pidana denda
paling sedikit Rp 200 jt, dan paling banyak Rp 1
M.
70. 23. Pemborong berbuat curang
Pasal 7 ayat (1) huruf a UUPTPK : Pemborong akhli bangunan yang
pada waktu membuat bangunan, atau menjual bahan bangunan yang
ada pada waktu menyerahkan bahan bangunan melakukan perbuatan
curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau
keselamatan negara dalam keadaan perang, dipidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana
denda paling sedikit Rp 100 jt, dan paling banyak Rp 350 jt.
24. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang
Pasal 7 ayat (1) huruf b UUPTPK : setiap orang yang bertugas
mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja
membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud huruf a,
dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7
(tujuh) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp 100 jt, dan paling
banyak Rp 350 jt.
71. 25. Rekanan TNI/POLRI berbuat curang
Pasal 7 ayat (1) huruf c : Setiap orang yang pada waktu menyerahkan
barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian
Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang, dipidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun
atau pidana denda paling sedikit Rp 100 jt, dan paling banyak Rp
350 jt
26. Pengawas rekanan TNI / POLRI berbuat curang
Pasal 7 ayat (1) huruf d UUPTPK : Setiap orang yang bertugas
mengawasi barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud huruf c, dipidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun atau
pidana denda paling sedikit Rp 100 jt, n paling banyak Rp 350 jt.
72. 27. Penerima barang TNI / POLRI membiarkan perbuatan
curang
Pasal 2 ayat (2) UUPTPK : Bagi orang yang menerima penyerahan
bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang
keperluan TNI dan / atau POLRI dan membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, dipidana dengan
pidana yang sama sebagaimna dmaksudkan dalam ayat (1)
28. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang
lain
Pasal 12 huruf a UUPTPK : Pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah
negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang
berhak, pada hal diketahuinya pada saat dilakukan perbuatan, untuk
seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya. dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun atau pidana denda paling sedikit
Rp 200 jt, dan paling banyak Rp 1 M
73. 29. Pegawai negeri atau penyelenggara negara turut serta
dalam pengadaan yang diurusnya
Pasal 12 huruf i UUPTPK : Pegawai negeri atau
penyelenggara negara baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan
perbuatan, untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan
untuk mengurusi atau mengawasi, dipidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun atau pidana denda paling sedikit Rp 200 jt, dan
paling banyak Rp 1 M
74. 30. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima
gratifikasi dan tidak lapor KPK
Pasal 12 B UUPTPK :
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dianggap pemberian suap,
apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Yang nilainya Rp 10 jt atau lebih, pembuktian bahwa
gratifikasi tersebut bukan merupakan suap, yang
dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. Yang nilainya kurang dari Rp 10 jt pembuktian bahwa
gratifikasi tersebut adalah suap, oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara
negara sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pidana
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
atau pidana denda paling sedikit Rp 200 jt, dan paling
banyak Rp 1 M
75.
76. Pidana Tambahan.
1. perampasan barang bergerak yang berwujud
atau tidak berwujud atau barang bergerak tidak
bergerak yang digunakan atau diperoleh dari
tindak pidana korupsi.
2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya
sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi.
3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan
untuk paling lama 1 (satu) tahun;
4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak
tertentu atau penghapusan seluruh atau
sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau
dapat diberikan oleh pemerintah kepada
terpidana.
77. 5. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti
paling lama 1 (satu) bulan sesudah putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, maka harta bendanya dapat
disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi
uang pengganti tersebut.
6. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta
benda yang mencukupi untuk membayar uang
pengganti maka terpidana dengan pidana
penjara yang lamanya tidak memenuhi
ancaman maksimum dari pidana pokok sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 dan lamanya pidana tersebut
sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
78. Gugatan Perdata Kepada Ahli Warisnya.
Dalam hal terdakwa meninggal dunia pada
saat dilakukan pemeriksaan di sidang
pengadilan, sedangkan secara nyata telah ada
kerugian keuangan negara, maka penuntut
umum segera menyerahkan salinan berkas
berita acara sidang tersebut kepada Jaksa
Pengacara Negara atau diserahkan kepada
instsansi yang dirugikan untuk dilakukan
gugatan perdata kepada ahli warisnya.
79. MEKANISME PEMERIKSAAN
1. PENUNTUTAN
2. PEMERIKSAAN AKHIR.
3. PEMERIKSAAN PENDAHULUAN
a. Pembacaan Surat Dakwaan
b. Eksepsi
c. Pemeriksaan saksi dan saksi ahli
d. Keterangan terdakwa
e. Pembuktian
f. Requisitor atau tuntutan pidana
g. Pledoi
h. Replik-Duplik
i. Kesimpulan
j. Putusan Pengadilan
80. LATIHAN
MASALAH PENYEBAB SASARAN RENCANA
AKSI
Moral rendah 1.Pendidikan
agama rendah.
2.Kemiskinan
3.Lingkungan
tidak kondusif
1.meningkatnya
pendidikan
agama
2. Berkurangnya
kemiskinan
3.Terwujudnya
lingkungan yang
kondusif
1.Pembinaan
mental
spiritual
2.Menyediakan
lapangan kerja
3.Melaksanakan
kantibmas
CONTOH :
81. Soal Postest
1. Siapa saja pejabat negara itu, dan sebutkan 3 tugas utama
pemerintah ?.
2. Dalam rangka mewujudkan Good Governance,
penyelenggaraan negara harus berpedoman kepada azas,
etika, dan prinsip good governance, sebutkan ?
3. Jelaskan kewajiban penyelenggara negara berdasarkan Tap
MPR no XI/MPR/1998.
4. Sebutkan jenis-jenis korupsi menurut UU No 20 Tahun
2001?
5. Apa peran Komisi Pemberantasan korupsi dalam upaya
percepatan pemberantasan korupsi?
6. Alasan apa KPK mengambil alih penyidikan atau penuntutan
terhadap pelaku tindak pidana korupsi dari kepolisian dan
kejaksaan?
7. Ada 3 Strategi apa yang perlu dilakukan dalam percepatan
pemberantasan korupsi, sebutkan?.
Tulis no absen