1. Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
BAB I
PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik,
batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma
terus meningkat terutama di negara maju. Peningkatan juga terjadi di negara-negara Asia Pasifik
seperti Indonesia. Studi terbaru di Asia Pasifik menunjukan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat
asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari
seluruh pasien asma pernah di rawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat
setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari
pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).1
Asma memiliki tingkat fatalitas yang rendah namun kasusnya cukup banyak di negara dengan
pendepatan menengah kebawah. WHO memperkirakan 235 juta penduduk dunia menderita asma dan
1
2. jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah selama kasus asma tidak dicegah dan tidak mendapatkan
penanganan yang tepat, oleh karena itu diperkirakan kasus asma akan bertambah di masa yang akan
datang.2
Menurut pusat pengendalian dan pencegahan penyakit di Amerika Serikat, prevalensi asma
pada meningkat yaitu sebesar 3.6 % pada tahun 1980 menjadi 5.8 % pada tahun 2003. Hal tersebut juga
dilaporkan oleh negara-negara lain selama paruh kedua abad ke-20. Sebagai contoh, pada tahun 1964
dilaporkan 19 % penduduk Australia menunjukan gejala asma, sedangkan pada tahun 2000 meningkat
menjadi 48 %. Tidak ada perbedaan yang jelas dalam kecenderungan prevalensi asma antara anak-anak
dan orang dewasa, antara asma berat dan ringan, atau antara negara maju dan berkembang.3
Perkembangan prevalensi asma tidak diketahui secara pasti di Indonesia. Hasil penelitian pada
anak usia sekolah (13-14 tahun) dengan mengguakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma
and Allergy in Children) pada tahun 1995 melaporkan pervalensi asma sebesar 2,1 %, sedangkan pada
tahun 2003 meningkat menjadi 5,2 %. Hasil survey asma pada anak sekolah di beberapa kota di
Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, dan Denpasar)
menunjukan prevalensi asma pada siswa sekolah dasar (6-12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4 %,
sedangkan pada siswa SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8 %. Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat
bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius.1
BAB II
STATUS PASIEN
Nama Ko Asisten : Ayesha Riandra Tanda tangan:
Tanggal Pasien Masuk Rumah Sakit : 31-08-2014
Perawatan hari ke : 3
No. Rekam Medik :
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn, E
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
2
3. Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan :
Pendidikan : -
Alamat : -
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 2 September 2014 pukul 12.30 WIB di
bangsal P. Sangeang, RSAL Dr. Mintohardjo.
A. Keluhan Utama Sekarang: Sesak nafas sejak 2 hari SMRS
B. Keluhan Tambahan:
- Batuk tidak berdahak
- Nyeri dada
- Perut kembung
C. Riwayat Penyakit Sekarang:
OS datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo pada hari Minggu, 31 Agustus 2014 pukul 17.00
WIB dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari SMRS. OS mengaku sesak nafas timbul tiba-tiba
pada malam hari sebelum tidur disertai bunyi ‘ngik’ dan berlangsung sepanjang malam
berlanjut hingga OS datang ke rumah sakit. Sesak nafas masih dirasakan saat istirahat. Saat
sesak OS tidak dapat menyelesaikan kalimatnya, bicara kata per kata, merasa lebih nyaman jika
duduk kemudian membungkuk, serta merasa gelisah. Menurut OS sesak nafas timbul setelah
seharian terpapar udara debu ditempat bekerja dan tidak dipengaruhi oleh aktifitas. Keesokan
harinya sesak nafas dan bunyi ‘ngik’ diikuti oleh batuk-batuk tidak berdahak dan nyeri dada.
Nyeri dada menyebar di seluruh bagian dada, seperti ditusuk, tidak menjalar, berlangsung > 20
menit bertahan sampai beberapa hari, dan tidak ada demam. OS juga mengeluh perutnya
kembung, mual kemudian muntah-muntah. Muntah berhenti pada sabtu malam. Nafsu makan
berkurang. BAB BAK normal.
3
4. Sesak nafas sering muncul semenjak 1 tahun yang lalu, hilang timbul, dirasakan terutama
pada malam hari/dini hari dengan intensitas 2-3x/minggu. Pada bulan oktober 2013 dokter
menyatakan OS memiliki asma yang dipicu oleh debu dan udara dingin. Menurut OS, siang hari
sering terjadi serangan sesak karena saat ini OS bekerja di daerah pelabuhan dan pabrik
sehingga selalu terpapar dengan debu. Pada awalnya sesak membaik dengan istirahat/minum air
putih namun keluhan dirasakan memberat dalam beberapa bulan terakhir sehingga OS selalu
mengonsumsi salbutamol tab 2 mg setiap kali serangan karena sesak mengganggu tidur dan
aktifitas. Kali ini keluhan tidak tertasi dengan salbutamol. OS tidak menggunakan obat
controller untuk asma.
D. Riwayat Penyakit yang pernah diderita dahulu (RPD):
OS memiliki riwayat asma dan maag. Riwayat hipetensi disangkal. Riwayat diabetes melitus
disangkal.
E. Riwayat Kehidupan Pribadi, Sosial, dan Kebiasaan:
OS memiliki kebiasaan merokok sejak usia 19 tahun, 2 bungkus/hari. OS jarang mengonsumsi
minuman alkohol. OS mengaku sering terlambat makan, suka makan makanan pedas, dan
minum kopi 3-4 gelas/hari.
F. Riwayat Penyakit dalam Keluarga (RPK):
Ayah OS memiliki riwayat asma dan hipertensi. Ibu OS tidak memiliki riwayat asma, namun
memiliki riwayat diabetes melitus, riwayat hipertensi disangkal. Kakak OS memiliki riwayat
asma.
2.3 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum: Tampak sakit sedang
2. Kesadaran: Compos mentis
3. Tanda Vital:
- Tekanan darah : 120/80
- Suhu: 36°C
4
5. - Nadi: 72x/menit
- Pernapasan: 24x/menit
4. Antropometri
- Berat badan: -
- Tinggi Badan: -
5. Edema umum: Tidak ditemukan
6. Cara berjalan: Tidak ada kelainan
7. Kulit: Warna kulit sawo matang, tidak sianosis, tidak ada efloresensi yang bermakna, tugor
kulit baik, teraba hangat dan lembab.
8. Kepala:
- Rambut : warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
- Wajah : simetris, pucat, tidak sianosis, tidak ada nyeri tekan sinus, tidak ada
facies tertentu.
- Mata : alis hitam, distribusi merata, tidak rontok. Kelopak mata ptosis (-/-),
edema(-/-), cekung (-/-). Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), kedua pupil
bulat isokor 2mm, lensa jernih (+/+), tekanan bola mata normal.
- Hidung : deviasi septum (-), secret (-), hidung lapang (+/+)
- Telinga : normotia, liang telinga lapang (+/+), secret (-/-)
- Mulut : bibir pucat (-), sianosis (-),. Gusi dan mukosa mulut pucat (-), h
hiperemis (-). Normoglossia, papil tidak atrofi.
- Tenggorok : Tonsil T1/T1, kripta melebar (+), faring hiperemis (-)
9. Leher
- Tiroid tidak teraba membesar
- Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
5
6. 10. Dada
- Bentuk: Mendatar, simetris, elips, sela iga tidak melebar atau sempit, tidak ada
retraksi sela iga, tidak ada efloresnsi bermakna
- Paru – paru
Depan Belakang
Inspeksi
Kiri Simetris saat statis Simetris saat statis
Kanan Simetris saat statis Simetris saat statis
Palpasi
Kiri Tidak teraba benjolan
Fremitus normal
Tidak teraba benjolan
Fremitus normal
Kanan Tidak teraba benjolan
Fremitus normal
Tidak teraba benjolan
Fremitus normal
Perkusi
Kiri Sonor diseluruh lapang paru
Kanan Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi
Kiri Suara Vesikuler normal
Wheezing (+/+), Ronkhi (-/-)
Suara Vesikuler normal
Wheezing (+/+), Ronkhi (-/-)
Kanan Suara Vesikuler normal
Wheezing (+/+), Ronkhi (-/-)
Suara Vesikuler normal
Wheezing (+/+), Ronkhi (-/-)
- Jantung
Inspeksi Tidak terlihat pulsasi ictus cordis
Palpasi Teraba ictus cordis 1 cm medial line midklavikula kiri sela iga VI
Perkusi Batas kanan : sela iga IV, 1 cm sebelah lateral linea parasternalis kanan
Batas kiri : sela iga VI, 2 cm sebelah medial linea midklavikula kiri
Batas atas : sela iga III, di linea parasternalis kiri
Auskultasi Bunyi jantung I-II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
6
7. 11. Abdomen
Inspeksi Datar, simetris, tidak ada smiling umbilicus, tidak ada dilatasi vena
Auskultasi Bising usus (+) 4x/menit
Palpasi Dinding perut: Supel, NT (+)
Turgor kulit : Baik
Hati : Tidak teraba, Murphy sign (-)
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotment (-/-)
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
Ginjal : Nyeri ketuk, CVA (-/-)
Perkusi Timpani, shifting dullness (-)
12. Extremitas
Lengan dan Tangan Kanan Kiri
Tonus otot Normotoni Normotoni
Massa Tidak ada Tidak ada
Sendi Bebas Bebas
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan 5 5
Oedem Tidak ada Tidak ada
Lain-lain - -
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka Krusta Krusta
Varises Tidak ada Tidak ada
7
8. Otot Normal Normal
Tonus Normotoni Normotoni
Massa Tidak ada Tidak ada
Sendi Bebas Bebas
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan 5 5
Oedem Tidak ada Tidak ada
Lain-lain - -
8
9. 2.4 Pemeriksaan Penunjang
Tanggal Pemeriksaan Penunjang
31 Agustus 2014
Darah Rutin
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Kimia Klinik
Glukosa darah sewaktu
Fungsi Hati
AST (SGOT)
ALT (SGPT)
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
12.000/µL
5.73 juta/µL
17.2 g/dL
47 %
229.000 ribu/µL
82 mg/dL
15 U/l
15 U/I
17 mg/dL
0.7 mg/dL
31 Agustus 2014
Foto Thorax PA Corakan bronchovaskuler ramai.
Hilus kiri membesar
9
10. 2.5 Daftar Masalah
Sesak nafas sejak 2 hari SMRS
Batuk tidak berdahak
Nyeri dada
Perut kembung
2.6 Diagnosis Kerja
Asma Akut Berat dengan Dispepsia
2.7 Penatalaksanaan
Infus RL:D5% (2:1) 20 tpm
10
11. Ceftriaxon 1x2
Ranitidin 2x1 (amp)
Primperan 3x1 (amp)
Dexametason 3x2 (amp)
Nebulizer (flixatid: ventolin: bisolvon: Nacl = 1:1:1:2)
2.8 Prognosis
Ad Vitam : ad bonam
Ad Functionam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
BAB III
FOLLOW UP
Tanggal 3 September 2014
S:
Sesak nafas sejak pagi hari (+)
Bunyi ‘ngik’ sejak semalam
Batuk (-)
Mual (+)
Nyeri dada sejak pukul 03.00 WIB
11
12. O:
TD: 110/80 mmHg, 35,8° C, 24x/Menit, 80x/Menit
Kepala : Normocephali, CA -/-, SI -/-
Leher : KGB dan Tiroid TTM
Thorax : Cor SI SII Reguler, M(-), G(-)
Pulmo SN Veskuler (+/+), Wh (+/+), Rh (-/-)
Abdomen : Supel, BU(+), NT (+)
Ekstremitas : Oedem (-/-), akral hangat (+/+)
A: Asma akut berat + Dispepsia
P : Berbaring 3 jam setelah makan
Tx/Lanjutkan
Tanggal 4 September 2014
S:
Sesak nafas (+)
Bunyi ‘ngik’ (-)
Batuk (-)
Mual (-)
Nyeri dada (+)
O:
TD: 90/80 mmHg, 36,5° C, 20x/Menit, 80x/Menit
12
13. Kepala : Normocephali, CA -/-, SI -/-
Leher : KGB dan Tiroid TTM
Thorax : Cor SI SII Reguler, M(-), G(-)
Pulmo SN Veskuler (+/+), Wh (+/+), Rh (-/-)
Abdomen : Supel, BU(+), NT (+)
Ekstremitas : Oedem (-/-), akral hangat (+/+)
A: Asma akut berat + Dispepsia
P : Berbaring 3 jam setelah makan
Primperan 3x1 K/P
Maag Tablet 3x1
Dexametason 2x2 Amp
Lain-lain teruskan
Tanggal 5 September 2014
S:
Sesak nafas (+)
Bunyi ‘ngik’ (-)
Batuk (-)
Mual (-)
Nyeri dada berkurang
Nyeri ulu hati
O:
13
14. TD: 110/80 mmHg, 36,5° C, 23x/Menit, 86x/Menit
Kepala : Normocephali, CA -/-, SI -/-
Leher : KGB dan Tiroid TTM
Thorax : Cor SI SII Reguler, M(-), G(-)
Pulmo SN Veskuler (+/+), Wh (+/+), Rh (-/-)
Abdomen : Supel, BU(+), NT (+)
Ekstremitas : Oedem (-/-), akral hangat (+/+)
A: Asma akut berat + Dispepsia
P : Terpasang Venflon
Ceftiaxon diganti dengan Cefixim 2x100 mg
Ranitidin diganti dengan Lansoprazole 1x1 1/2 H.A.C
Lain-lain teruskan
Tanggal 6 September 2014
S:
Sesak nafas sudah berkurang
Bunyi ‘ngik’ (+)
Batuk (-)
Mual (-)
Nyeri dada berkurang
Nyeri ulu hati berkurang
O:
14
15. TD: 110/80 mmHg, 36° C, 24x/Menit, 80x/Menit
Kepala : Normocephali, CA -/-, SI -/-
Leher : KGB dan Tiroid TTM
Thorax : Cor SI SII Reguler, M(-), G(-)
Pulmo SN Veskuler (+/+), Wh (+/+), Rh (-/-)
Abdomen : Supel, BU(+), NT (+)
Ekstremitas : Oedem (-/-), akral hangat (+/+)
A: Asma akut berat + Dispepsia
P : Inj Dexametason 1x2 amp
Lain-lain teruskan
Tanggal 7 September 2014
S:
Sesak nafas (+)
Bunyi ‘ngik’ (+)
Batuk (-)
Mual (-)
Nyeri dada berkurang
Nyeri ulu hati berkurang
O:
15
16. TD: 100/80 mmHg, 36,2° C, 26x/Menit, 72x/Menit
Kepala : Normocephali, CA -/-, SI -/-
Leher : KGB dan Tiroid TTM
Thorax : Cor SI SII Reguler, M(-), G(-)
Pulmo SN Veskuler (+/+), Wh (+/+), Rh (-/-)
Abdomen : Supel, BU(+), NT (+)
Ekstremitas : Oedem (-/-), akral hangat (+/+)
A: Asma akut berat + Dispepsia
P : Tx/Lanjutkan
Tanggal 8 September 2014
S:
Sesak nafas (+) sangat berkurang
Bunyi ‘ngik’ (-)
Batuk (-)
Mual (-)
Nyeri dada (-)
Nyeri ulu hati (+) sedikit
O:
16
17. TD: 110/80 mmHg, 36° C, 20x/Menit, 72x/Menit
Kepala : Normocephali, CA -/-, SI -/-
Leher : KGB dan Tiroid TTM
Thorax : Cor SI SII Reguler, M(-), G(-)
Pulmo SN Veskuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Abdomen : Supel, BU(+), NT (+)
Ekstremitas : Oedem (-/-), akral hangat (+/+)
A: Asma terkontrol + Dispepsia
P : Terapi pulang
Seretide 250 mg 1x1
Teofilin
Salbutamol
Lansoprazol 1x1 ½ H.A.C
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Asma Bronkiale
4.1 Pendahuluan
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik,
batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma
terus meningkat terutama di negara maju. Peningkatan juga terjadi di negara-negara Asia Pasifik
seperti Indonesia. Studi terbaru di Asia Pasifik menunjukan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat
17
18. asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari
seluruh pasien asma pernah di rawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat
setiap tahunnya. Tingkat fatalitas akibat asma rendah namun kasusnya banyak ditemukan pada negara
menengah kebawah.1,2
4.2 Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan
gejalas episodic berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama pada
malam atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi
dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.4
4.3 Epidemiologi
WHO memperkirakan 235 juta penduduk dunia menderita asma dan jumlahnya diperkirakan
akan terus bertambah selama kasus asma tidak dicegah dan tidak mendapatkan penanganan yang tepat,
oleh karena itu diperkirakan kasus asma akan bertambah di masa yang akan datang.2
Menurut pusat pengendalian dan pencegahan penyakit di Amerika Serikat, prevalensi asma
pada meningkat yaitu sebesar 3.6 % pada tahun 1980 menjadi 5.8 % pada tahun 2003. Hal tersebut juga
dilaporkan oleh negara-negara lain selama paruh kedua abad ke-20. Sebagai contoh, pada tahun 1964
dilaporkan 19 % penduduk Australia menunjukan gejala asma, sedangkan pada tahun 2000 meningkat
menjadi 48 %. Tidak ada perbedaan yang jelas dalam kecenderungan prevalensi asma antara anak-anak
dan orang dewasa, antara asma berat dan ringan, atau antara negara maju dan berkembang.3
Perkembangan prevalensi asma tidak diketahui secara pasti di Indonesia. Hasil penelitian pada
anak usia sekolah (13-14 tahun) dengan mengguakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma
and Allergy in Children) pada tahun 1995 melaporkan pervalensi asma sebesar 2,1 %, sedangkan pada
tahun 2003 meningkat menjadi 5,2 %.1
4.4 Faktor Resiko
Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor lingkungan.1
18
19. 1. Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga memiliki alergi.
Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronchial jika terpajan
dengan faktor pencetus.
b. Hiperaktivitas bronkus
Saluran nafas merupakan organ yang se nsitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.
c. Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak laki
laki adalah1,5-2x disbanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut kurang
lebih sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.
d. Ras/etnik
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass index (BMI) merupakan faktor risiko asma. Mediator tertentu
seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran nafas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya
19
Faktor Risiko Asma
Faktor Host Faktor Lingkungan
Alergen
Infeksi
Occupational sensitizers
Asap rokok
Polusi udara
Makanan
Genetik
Jenis kelamin
Obesitas
20. asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma,
dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti
anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur)
3. Faktor lain
a. Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, dan kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap
pengawet, dan pewarna makanan)
b. Alergen obat-obatan tertentu
Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgetik,
antipiretik, dan lain-lain.
c. Bahan yang mengiritasi
Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain
d. Ekspresi emosi berlebih
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat memperberat
serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita
asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika strenya belum diatasi, maka gejala asmanya lebih sulit diobati.
e. Asap rokok bagi perokok aktif dan pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah
kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko
terjadinya gejala asma serupa pada usia dini.
f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
20
21. g. Exercise-induced asma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga tertentu. Sebagian besar
penderita asma akan mendapatkan serangan jika melakukan aktivitas/olahraga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera
setelah selesai selesai aktivitas tersebut.
h. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang
berhubungan dengan musim., seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari
berterbangan).
i. Status ekonomi
4.5 Patogenesis
Asma merupakan suatu sindroma yang sangat kompleks melibatkan faktor genetic, antigen,
berbagai sel inflamasi, mediator dan sitokin yang akan menyebabkan kontraksi otot jalan nafas,
reaktivitas bronkus dan inflamasi jalan nafas.5
Mekanisme terjadinya serangan asma didasari oleh terjadinya hipersensitivitas saluran napas
terhadap suatu pencetus atau biasa disebut dengan antigen. Antigen adalah suatu zat yang merangsang
sistem imun untuk menghasilkan antibodi untuk menghancurkan antigen tersebut karena dianggap
sebagai benda asing dan berbahaya bagi tubuh. Pada saat pasien asma terpajan oleh suatu antigen,
maka sel dendrit akan bertidak sebagai Antigent Presenting Cell (APC) yang akan mempresentasikan
kepada Th 2 bahwa terdapat suatu antigen dalam tubuh. Hal ini membuat Th 2 teraktivasi dan
mensekresikan IL-4 dan IL-5. IL-4 akan merangsang proliferasi limfosit B menjadi IgE, sedangkan IL-
5 akan merangsang degenerasi eusinofil di sumsum tulang dan kemudian beredar ke dalam darah.
IgE akan menduduki reseptor di sel mast dan mengakibatkan terjadinya degranulasi sel mast
yang kemudian diikuti tersekresinya mediator pro inflamasi seperti leukotrien, PG2, dan histamin.
Mediator inflamasi tersebut menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi dan juga hipersekresi mukus
sehingga terjadi penyempitan jalan nafas. Di jalur lain, eusinofil memproduksi protein dasar yang dapat
menyebabkan kerusakan epitel bronkus. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi yang
diikuti dengan terkumpulnya sitokin dan sel inflamasi di tempat terjadinya kerusakan epitel. Hal ini
21
22. menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi pada daerah yang rusak sehingga terjadi
microvascular leakage yang bermanifestasi sebagai edema saluran napas. Bronkokonstriksi,
hipersekresi mukus, dan edema saluran napas menyebabkan terjadinya penyempitan atau obstruksi
saluran napas yang akan bermanisfestasi sebagai batuk, mengi, dan sesak.
Batuk terjadi sebagai akibat dari hipersekresi mukus yang menimbulkan rangsangan refleks
tubuh untuk mengeluarkan benda asing yang terdapat pada saluran napas. Selain itu, karena adanya
penyempitan saluran napas disertai dengan tertimbunnya mukus pada jalan napas, keadaan ini
menyebabkan turbulensi yang bermanifestasi sebagai suara napas tambahan berupa mengi. Sesak atau
rasa berat pada dada disebabkan oleh terganggunya proses ekspirasi yang umumnya terjadi pada
serangan asma akibat adanya obstruksi jalan napas.
Pada asma terjadi manifestasi klinis akibat obstruksi jalan napas berupa sesak dan mengi yang
umumnya terjadi pada saat ekspirasi. Hal ini dikarenakan tidak seperti proses inspirasi yang bersifat
aktif dengan kontraksi otot M. Intercostalis eksterna dan M. Diaphragma, proses ekspirasi bersifat pasif
dengan adanya proses relaksasi M. Intercostalis eksterna dan M. Diaphragma yang berakibat terjadinya
peningkatan tekanan intrathorakal yang menyebabkan bertambah parahnya obstruksi jalan napas,
sehingga manifestasi sesak dan mengi terjadi pada saat ekspirasi.
22
Bronkokonstriksi
Hipersekresi mukus
Sel epitel
Sel inflamasi
Makrofag
Remodelling
jaringan
Hipertrofi otot polos
bronkus
↑ jumlah sel goblet
Fibroblas dan
miofibrolas
Deposisi kolagen
dan proteoglikan
Pembentukan
fibrosis submukosa
23. Apabila tidak terkontrol dengan baik, reaksi inflamasi yang terjadi pada serangan asma yang
berulang-ulang kali dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur pada jaringan saluran napas.
Efek bronkokonstriksi dapat berdampak pada hipertrofi otot polos bronkus yang menyebabkan
penebalan dan penyempitan lumen bronkus. Selain itu, terjadinya hipersekresi mukus mengakibatkan
terjadinya peningkatan jumlah sel goblet pada mukosa saluran pernapasan. Sedangkan sel epitel, sel
inflamasi, dan makrofag merangsang terbentuknya fibroblas dan miofibroblas diikuti dengan deposisi
kolagen dan proteoglikan yang menyebabkan terbentuknya fibrosis atau jaringan ikat pada submukosa
saluran napas. Ketiga hal tersebut merupakan perubahan struktur yang irreversible dan memperberat
obstruksi jalan napas pada pasien asma.
4.6 Diagnosis Asma
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani dengan
baik, mengi (wheezing) berulang dan /atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk
menegakan diagnosis asma. Asma pada anak-anak umumnya hanya menunjukan batuk dan saat
diperiksa tidak ditemukan mengi maupun sesak. Diagnosis asma didasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis asma sering ditegakan oleh gejala berupa sesak
episodic, mengi, batuk, dan nyeri dada. Pengukuran fungsi paru untuk menilai berat keterbatasan arus
udara dan reversibilitas yang dapat membantu diagnosis. Mengukur status alergi dapat membantu
identifikasi faktor risiko. Asma diklasifikasikan menurut derajat berat, namun hal itu dapat berubah
dengan waktu. Untuk membantu penanganan klinis, dianjurkan klasifikasi asma menurut ambang
kontrol. Untuk dapat mendiagnosis asma, diperlukan kajian kondisi klinis serta pemeriksaan
penunjang.6,7
4.6.1 Manifestasi Klinis
Asma dikarakteristikkan dengan penyebab yang bervariasi dan tidak dapat diperkirakan. Gejala
yang umum terjadi adalah wheezing (mengi), sulit bernapas, dada sesak dan batuk, biasanya terjadi
pada malam hari dan menjelang pagi, yang merupakan tipe dari asma. Serangan asma bisa terjadi
hanya dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Pada saat tidak terjadi serangan, fungsi paru pasien
23
24. tampak normal.8
Karakteristik manifestasi klinis dari asma adalah wheezing (mengi), batuk, dyspnea, dan dada
sesak setelah terpapar oleh faktor-faktor presipitasi atau serangan tersebut. Mekanisme yang terjadi
adalah tahapan ekspirasi (mengeluarkan udara setelah bernafas) menjadi memanjang. Secara normal
rasio antara inspirasi dan ekspirasi adalah satu berbanding dua (1:2), pada saat serangan asma bisa
memanjang menjadi 1:3 atau 1:4. 8
Wheezing merupakan tanda yang tidak dapat dipercaya untuk mengukur tingkat keparahan
serangan. Beberapa pasien dengan serangan ringan, wheezing terdengar keras sedangkan pasien yang
mengalami serangan berat, tidak ada tanda wheezing. Pasien dengan serangan asma yang berat tidak
terdengar adanya wheezing karena terjadi penurunan aliran udara. Bila wheezing terjadi, pasien dapat
memindahkan cukup udara untuk memproduksi suara. Wheezing biasanya terjadi pada saat pertama
ekhalasi. Pada peningkatan gejala asma, pasien dapat mengalami wheezing selama inspirasi dan
ekspirasi.8
Pada beberapa pasien dengan asma, batuk hanya merupakan gejala dan sering disebut cough
variant asthma. Bronkospasme tidak dapat menjadi cukup parah yang menyebabkan gangguan aliran
udara tetapi tidak meningkatkan tonus bronkial dan menyebabkan iritasi dengan menstimulasi reseptor
batuk. Batuk yang terjadi bisa tidak produktif. Sekresi yang dikeluarkan bisa kental, lengket, putih,
mukus seperti agar-agar sehingga sulit untuk dikeluarkan.8
Frekuensi gejala asma sangat bervariasi. Beberapa pasien mungkin hanya memiliki batuk kering
kronis dan yang lain mengalami batuk yang produktif. Beberapa pasien memiliki batuk yang tidak
sering, serangan asma mendadak dan lainnya dapat menderita gejala itu hampir secara terus menerus.
Gejala asma dapat terjadi secara spontan atau mungkin dipercepat atau diperberat dengan banyak
pemicu atau pencetus yang berbeda seperti yang telah dijelaskan diatas. Frekuensi gejala asma
mungkin semakin buruk di malam hari, variasi sirkadian pada tonus bronkomotor dan reaktivitas
bronkus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala-gejala dari bronkokontriksi.8
Pasien dengan asma mengalami kesulitan memindahkan udara masuk dan keluar paru-paru,
yang menciptakan perasaan lemas. Walaupun demikian, selama serangan asma akut, pasien dengan
asma biasanya duduk tegak atau menggunakan otot-otot aksesori untuk bernapas dalam upaya
mendapatkan cukup udara. Semakin sulit bernapas maka perasaan pasien semakin cemas. Pemeriksaan
pada pasien selama serangan akut biasanya menunjukkan tanda hipoksemia yang ditandai gelisah,
meningkatnya kecemasan, perilaku yang tidak tepat, meningkatnya nadi dan tekanan darah. Perkusi
pada paru mengindikasikan hiperresonor dan auskultasi mengindikasikan adanya wheezing pada saat
inspirasi dan ekspirasi.8
24
25. Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya
sangat hebat. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya pasien akan sembuh sempurna.
Manifestasi lain dari asma adalah kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana
penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan
sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat
terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan.8
4.6.2 Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometer dan Peak Flow Meter
Pemeriksaan spirometri atau kadang-kadang disebut tes fungsi paru bertujuan untuk
menunjukkan adanya penyempitan saluran napas. Caranya, setelah pasien menghirup udara sebanyak-
banyaknya lalu diminta meniupkan udara dengan cepat sampai habis ke dalam alat yang disebut
spirometer. Spirometer adalah alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga
untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.9
Suatu tanda yang khas pada asma yaitu penyempitan ini akan kembali ke arah normal dengan
bantuan obat antiasma atau kadang-kadang spontan tanpa obat. Pemeriksaan spirometri tidak saja
berguna untuk diagnosis asma, tetapi juga bermanfaat untuk menilai beratnya penyempitan saluran
napas dan menilai hasil pengobatan. Pada asma kronik pemeriksaan spirometri juga dilakukan
berulang- ulang untuk mencari komposisi atau kombinasi obat yang dapat memberikan hasil
pengobatan yang terbaik.9
Untuk memantau berat ringannya penyempitan saluran napas serta menilai hasil pengobatan
asma, saat ini tersedia alat yang disebut Peak flow Meter (PFM), salah satunya adalah Mini Wright
Peak Flow Meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk
mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam
menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM).
Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV untuk
diagnosis obstruksi saluran napas. PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk
pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunkan dalam diagnosis untuk penderita yang
tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.1
2. X-Ray dada/thorax
Pemeriksaan rontgen paru dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan
asma. Pemeriksaan rontgen untuk asma tidak begitu penting. Pada sebagian besar menunjukkan normal
25
26. atau hiperinflasi. Pemeriksaan rontgen paru hanya sedikit membantu dalam diagnosis asma, karena
pemeriksaan ini tidak dapat menunjukkan adanya penyempitan saluran napas. Tujuan pemeriksaan
rontgen pada asma adalah untuk melihat adanya penyakit paru lain seperti tuberkulosis atau komplikasi
asma seperti infeksi paru atau pecahnya alveoli (pneumothoraks). Pemeriksaan rontgen ini cukup
dikerjakan sekali dan baru diulang bila terdapat kecurigaan adanya penyakit lain atau komplikasi dari
asma.1,9,10
3. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah juga tidak banyak membantu dalam diagnosis asma. Pemeriksaan ini
bertujuan selain untuk melihat adanya infeksi atau anemi juga melihat adanya tanda-tanda penyakit
alergi yang berhubungan dengan asma seperti pemeriksaan jumlah eosinofil (jenis sel darah putih
tertentu), kadar anti IgE dan kadar IgE spesifik. Pemeriksaan darah yang penting adalah pada waktu
serangan asma yang berat. Disaat pasien sudah tidak dapat meniup spirometer karena sudah terlalu
sesak, pemeriksaan darah yang dilakukan adalah analisis gas darah (AGD) yang dapat menunjukkan
berat ringannya suatu serangan asma. Pada asma yang berat tekanan oksigen ini menurun, bila lebih
berat lagi selain tekanan oksigen menurun, tekanan karbondioksida meninggi dan darah menjadi asam.
Hasil pemeriksaan AGD ini menentukan apakah pasien telah menderita gagal napas sehingga perlu
dirawat di ruang perawatan intensif. Untuk melihat kemajuan hasil pengobatan, pemeriksaan AGD ini
kadang-kadang dikerjakan berulang-ulang.9
5. Petanda Inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas
penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan petanda ideal
inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru,
pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas.
Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl
Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan
transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.11
6. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB
Pemeriksaan provokasi bronkus memberi beberapa manfaat antara lain sebagai alat diagnosis
asma. Hiperesponsif bronkus hampir selalu ditemukan pada asma dan derajat berkorelasi dengan
26
27. keparahan asma. Tes ini sangat sensitif sehingga kalau tidak ditemukan hiperresponsif saluran napas
harus memacu untuk mengulangi pemeriksaan dari awal dan memikirkan diagnosis penyakit selain
asma.10
Airway hyperresponsiveness (AHR) adalah kondisi saluran napas yang menyempit setelah
paparan stimulus di mana pada saluran napas orang normal tidak menimbulkan reaksi. Uji provokasi
bornkus dapat dibagai dua kategori yaitu uji farmakologi (histamine, adenosine atau metacholine) dan
uji non farmakologi (salin hipertonis, exercise). Pada uji farmakologi, metacholine suatu bahan
kolinergik yang bekerja dengan cara membuat kontraksi otot polos saluran napas pada saluran napas
yang hiperreaktif.10
Pada pasien yang menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan dengan berbagai tes
provokasi. Provokasi bronkial dengan menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik dapat
menimbulkan obstruksi saluran napas pada pasien yang sensitif. Respon sejenis dengan dosis yang
lebih besar, terjadi pada subyek alergi tanpa asma. Disamping itu, ukuran alergen dalam alam yang
terpajan pada subyek alergi biasanya berupa partikel dengan berbagai ukuran dari 2μm sampai 20 μm,
tidak dalam bentuk nebulasi. Tes provokasi sebenarnya kurang memberikan informasi klinis dibanding
dengan tes kulit.1
Kriteria Diagnosis Asma (5)
1. Gejala Sistem Pernapasan
Gejala tipikal: wheezing, napas pendek, dada berat, batuk
Pasien dengan asma umumnya memiliki >1 gejala di atas
Gejala muncul dengan intensitas yang bervariasi
Gejala lebih berat pada malam hari atau sedang berjalan
Gejala seringkali dicetuskan oleh aktivitas berat (olahraga), tertawa, alergen, atau
udara yang dingin
Gejala seringkali timbul bersamaan atau diperberat dengan infeksi virus
2. Bukti keterbatasan aliran udara ekspirasi
Sedikitnya 1 kali dalam pemeriksaan FEV1/FVC < 75 % (dewasa) dan < 90 % (anak)
Variasi perubahan fungsi paru yang lebih besar dibandingkan dengan orang sehat.
Contoh:
1. FEV1 >12 % atau 200ml post inhalasi bronkodilator, dinamakan “bronkodilator
reversibility”
27
28. 2. Rata-rata harian variabilitas diurnal* APE >10 %
3. FEV1 >12 % atau 200ml setelah pengobatan dengan obat anti-inflamasi selama 4
minggu (di luar infeksi saluran pernapasan)
*Dihitung dua kali pembacaan dalam sehari, (selisih APE tertinggi dan terendah dalam sehari) dibagi
dengan rata-rata nilai APE tertinggi dan terendah, kemudian dihitung rata-ratanya selama 1-2 minggu.
Penghitungan dilakukan dengan alat PEF meter yang sama.
4.7 Klasifikasi asma
Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat berat asma
adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat berat asma persisten dapat berkurang atau
bertambah. Derajat gejala eksaserbasi atau serangan asma dapat bervariasi yang tidak tergantung dari
derajat sebelumnya.7
4.7.1 Klasifikasi Menurut Etiologi
Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asma menurut etiologi, terutama dengan bahan
lingkungan yang mensensitiasi. Namun hal itu sulit dilakukan antara lain oleh karena bahan tersebut
sering tidak diketahui.7
4.7.2 Klasifikasi Menurut Derajat Berat Asma
Asma dapat diklasifikasian pada saat tanpa serangan dan pada saat serangan. Tidak ada satu
pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat ringannya suatu penyakit, pemeriksaan gejala-gejala
dan uji faal paru berguna untuk mengklasifikasi penyakit menurut berat ringannya. Berat ringan asma
ditentukan oleh berbagai faktor seperti gambaran klinis sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala
malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis, dan uji faal paru) serta obat-obatan yang digunakan
untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Asma dapat
diklasifikasikan menjadi intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat (Tabel 1).7
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Serangan.7
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru
Intermitten Bulanan
Gejala< 1x/minggu
Tanpa gejala diluar
serangan
≤ 2 kali
sebulan
APE ≥80%
VEP≥80% nilai prediksi
APE≥80% nilai terbaik
Variabiliti APE<20%
28
29. Serangan singkat
Persisten ringan Mingguan
Gejala>1x/minggu,
tetapi <1x/hari
Serangan dapat
mengganggu
aktivitas dan tidur
> 2 kali
sebulan
APE≥80%
VEP1≥80% nilai
prediksi APE≥80% nilai
terbaik
Variabiliti APE 20-30%
Persisten sedang Harian
Gejala setiap hari
Serangan
mengganggu
aktivitas dan tidur
Membutuhkan
bronkodilator
setiap hari
> 2 kali
sebulan
APE 60-80%
VEP1 60-80% nilai
prediksi APE 60-80%
nilai terbaik
Variabiliti APE >30%
Persisten berat Kontinyu
Gejala terus
menerus
Sering kambuh
Aktivitas fisik
terbatas
Sering APE<80%
VEP1<80% nilai
prediksi APE<60% nilai
terbaik
Variabiliti APE >30%
Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan obat yang diperlukan pada
awal penanganan asma.
Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-
hari, asma juga dinilai berdasarkan berat ringannya serangan. Global initiative for Asthma (GINA)
29
30. melakukan pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi
tersebut antara lain adalah serangan asma ringan, asma serangan sedang, dan asma serangan berat.
Dalam hal ini perlu adanya pembedaan antara asma kronik dengan serangan asma akut.7
Tabel 2. Klasifikasi asma saat serangan.7
Parameter
klinis, fungsi faal
paru,
laboratorium
Ringan Sedang Berat Ancaman
henti napas
Sesak (breathless) Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi:
Menan
g-is
keras
Bayi:
Menangis
pendek dan
lemah
Kesulitan
makan/nete
Bayi:
Tidak mau
makan/min
um
Posisi Bisa
berbaring
Lebih suka
duduk
Duduk
bertopang
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin
irritable
Biasanya
irritable
Biasanya
irritable
Bingung
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Wheezing Sedang,
sering
hanya pada
akhir
ekspirasi
Nyaring,
sepanjang
ekspirasi ±
inspirasi
Sangat nyaring,
terdengar tanpa
stetoskop
Sulit/tidak
terdengar
Penggunaan otot
bantu respiratorik
Biasanya
tidak
Biasanya ya Ya Gerakan
paradok
torako-
abdominal
Retraksi Dangkal,
retraksi
interkostal
Sedang,
ditambah
retraksi
suprasternal
Dalam,
ditambah napas
cuping hidung
Dangkal/hil
ang
Frekuensi napas Takipnoe Takipnoe Takipnoe Bradipnoe
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak sadar:
Usia
<2 bulan
2-12 bulan
1-5 tahun
6-8 tahun
Frekuensi napas
<60
<50
<40
<30
Frekuensi nadi Normal 100-120 >120 Bradikardi
30
31. Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Usia
2-12 bulan
1-2 tahun
6-8 tahun
Frekuensi nadi
<160
<120
<110
Pulsus paradoksus
(pemeriksaan
tidak praktis)
Tidak ada
(<10mmHg
)
Ada
(10-25mmHg)
Ada
(>25mmHg)
Tidak ada,
tanda
kelelahan
otot
respiratorik
PEFR atau FEV1
(%nilai dugaan/
%nilai terbaik)
Pra bronkodilator
Pasca
bronkodilator
>60%
>80%
40-60%
60-80%
<40%
<60% atau
respons <2jam
Sa 02 % >95% 91-95% ≤90%
Pa 02 Normal
(biasanya
tidak perlu
diperiksa)
>60mmHg <60mmHg
Pa CO2 <45mmHg <45mmHg >45mmHg
4.7.3 Klasifikasi menurut kontrol asma
Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara. Pada umumnya, istilah kontrol
menunjukan penyakit yang tercegah atau bahkan sembuh. Namun pada asma, hal itu tidak realistis;
maksud kontrol adalah kontrol manifestasi penyakit. Kontrol yang lengkap biasanya diperoleh dengan
pengobatan. Tujuan pengobatan adalah memperoleh dan mempertahankan kontrol untuk waktu lama
dengan pemberian obat yang aman, dan tanpa efek samping.1
Tabel 3. Karakteristik asma terkontrol dan tidak terkontrol.7
Tingkatan Asma Terkontrol
Karakteristik Terkontrol Terkontrol sebagian
Tidak
terkontrol
Gejala harian
Tidak ada (dua kali atau kurang
perminggu)
Lebih dua kali seminggu
Tiga atau
lebih gejala
Pembatasan aktivitas Tidak ada Sewaktu-waktu dalam
31
32. seminggu
dalam
kategori asma
terkontrol
sebagian,
muncul
Gejala
nocturnal/gangguan
tidur (terbangun)
Tidak ada
Sewaktu-waktu dalam
seminggu
Kebutuhan akan
reliever atau terapi
rescue
Tidak ada (dua kali atau kurang
dalam seminggu)
Lebih dari dua kali
seminggu
Fungsi paru (PEF
atau FEV1)
Normal
<80% (perkiraan atau dari
kondisi terbaik bila
diukur)
Eksaserbasi Tidak ada
Sekali atau lebih dalam
setahun
Sekali dalam
seminggu
4.8 Penatalaksanaan12
Berdasarkan Pedoman Pengendalian Penyakit Asma yang dikeluarkan Ditjen PP&PL (2009)
disebutkan bahwa tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan
mempertahankan kulaitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari (asma terkontrol). Tujuan dari tatalaksana pasien asma adalah
menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, mencegah eksaserbasi akut, meningkatkan dan
mempertahankan faal paru seoptimal mungkin, mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise,
menghindari efek samping obat, mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel, mencegah kematian karena asma dan khusus pada anak untuk mempertahankan tumbuh
kembang anak sesuai potensi genetiknya.
Ada lima komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma yaitu KIE dan
hubungan dokter-pasien, identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko, penilaian,
pengobatan dan monitor asma, penatalaksanaan asma eksaserbasi akut dan keadaan khusus seperti ibu
hamil, hipertensi, diabetes mellitus. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi
dua yaitu penatalaksanaan asma akut/saat serangan dan penatalaksanaan asma jangka panjang.
4.8.1 Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh pasien.
Penatalaksaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah dan apabila tidak ada perbaikan segera
ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan.
Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan
32
33. sebaiknya pemeriksaan faal paru untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat. Pada
serangan asma obat-obat yang digunakan adalah bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium
bromide) dan kortikosteroid sistemik. Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja
cepat yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan
secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteorid oral
(metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3-5 hari. Pada serangan sedang diberikan β2
agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida
inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromide inhalasi
maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV. Pada
serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2 agonis kerja cepat ipratropium
bromida inhalasi, kortikosteroid IV dan aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat
tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa
langsung dirujuk ke ICU. Pemberian obat-obatan bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi
menggunakan nebulizer. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).
4.8.2 Penatalaksaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah
terjadinya serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.
Prinsip pengobatan jangka panjang adalah edukasi, obat asma (pengontrol dan pelega) dan menjaga
kebugaran. Adapun edukasi yang diberikan mencakup kapan pasien berobat/mencari pertolongan,
mengenali gejala serangan asma secara dini, mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara
dan waktu penggunaannya, mengenali dan menghindari faktor pencetus dan melakukan kontrol secara
teratur.
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan
asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam
jangka panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid
inhalasi). Pada anak kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis
diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol. Obat asma yang digunakan sebagai
pengontrol lain adalah inhalasi kortikosteroid, β2 agonis kerja panjang, antileukotrien dan teofilin lepas
lambat.
Tabel 4. Jenis Obat Asma
33
34. Jenis obat Golongan Nama Generik Bentuk/Kemasan obat
Pengontrol
(Antiinflamasi)
Steroid inhalasi
Flutikanon
propionate
Budesonide
IDT
IDT, turbuhaler
Antileukotrien Zafirlukast Oral (tablet)
Kortikosteroid
sistemik
Metilprednisolon
Prednison
Oral/injeksi Oral
Agonis β2 kerja lama
Prokaterol
Formoterol
Salmeterol
Oral Turbuhaler IDT
Kombinasi steroid
dan agonis β2 kerja
lama
Flutikason +
Salmeterol
Budesonide +
Formoterol
IDT Turbuhaler
Pelega
(Bronkodilator)
Agonis β2 kerjacepat
Salbutamol
Terbutalin
Prokaterol
Oral, IDT, rotacap solution
Oral, IDT, turbuhaler, solution,
ampul (injeksi)
IDT
Antikolinergik
Fenoterol
Ipratropium bromide
IDT, solution IDT, solution
Metilsantin
Teofilin Amonofilin
Teofilin lepas lambat
Oral
Oral, injeksi Oral
Kortikosteroid
sistemik
Metilprednisolon
Prednison
Oral, inhaler Oral
Keterangan :
IDT : Inhalasi Dosis Terukur = Metered Dose Inhaler (MDI), dapat digunakan bersama dengan spacer
Solution : Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebulizer
Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet
Injeksi : Dapat untuk penggunaan sabukutan, im dan iv
Selain edukasi dan obat-obatan seperlukan juga menjaga kebugaran antara lain dengan melakukan
senam asma. Senam Asma Indonesia yang teratur, asma terkontrol akan tetap terjaga, sedangkan pada
anak dapat menggunakan olahraga lain yang menunjang kebugaran.
4.9 Prognosis
34
35. BAB IV
ANALISA KASUS
1. Sesak Nafas
Sesak nafas (dyspnea) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan persepsi
subjektif menganai ketidaknyamanan bernafas yang terdiri dari berbagai sensasi yang berbeda
intensitasnya. Sesak nafas menurut onsetnya terbagi menjadi sesak nafas akut dan sesak nafas kronik.
Sesak nafas akut adalah sesak yang berlangsung kurang dari 1 bulan, sedangkan sesak nafas kronik
adalah sesak yang berlangsung lebih dari 1 bulan. Kasus yang dialami Tn. E dapat dikategorikan
sebagai sesak nafas akut karena sesak yang dialami berlangsung kurang dari 1 bulan.
Sesak nafas dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar berdasarkan penyebabnya, yaitu
sesak nafas organik dan sesak nafas non-organik. Sesak nafas organic merupakan sesak yang
disebabkan oleh organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, ginjal, dan lain lain. Sesak nafas organik
dapat disebabkan oleh berbagai macam proses seperti vascular, inflamasi, neoplasma, degeneratif,
intoksikasi, congenital, alergi, trauma, dan autoimun. Sesak nafas non organik antara lain disebabkan
oleh faktor psikologis seperti ansietas.
35
36. Klasifikasi Asma
Menurut derajat berat asma, gejala yang dialami Tn. E dapat dikategorikan sebagai Asma Persisten
Sedang. Klasifikasi tersebut dapat ditegakan karena pada anamnesis Tn. E memenuhi seluruh kriteria
asma persisten sedang yang ditetapkan oleh GINA pada tahun 2007 antara lain, serangan asma tidak
muncul terus menerus sepanjang hari namun serangan timbul hampir setiap hari setiapkali OS terpapar
debu, serangan mengganggu aktivitas dan tidur, dan serangan menyebabkan OS ketergantungan pada
salbutamol setiap hari agar dapat beraktivitas. Serangan sesak, mengi, dan nyeri dada pada malam hari
dirasakan lebih dari 2x dalam satu bulan.
Derajat
Asma
Gejala Gejala Malam Faal Paru
Intermitten Bulanan APE ≥ 80 %
Gejala< 1x/minggu
Tanpa gejala di luar
serangan
Serangan singkat
≤ 2 kali
sebulan
VEP1 ≥ 80% nilai
prediksi
APE ≥ 80% nilai
terbaik
Variabiliti APE <
20%
Persisten
ringan
Mingguan APE > 80 %
Gejala> 1x/minggu
tetapi < 1x/hari
Serangan dapat
mengganggu aktivitas
dan tidur
>2 kali
sebulan
VEP1 ≥ 80% nilai
prediksi
APE ≥ 80% nilai
terbaik
Variabiliti APE 20-
30%
Persisten
sedang
Harian APE 60-80 %
36
37. Gejala setiap hari
Serangan
mengganggu
aktivitas dan tidur
Membutuhkan
bronkodilator setiap
hari
>2 kali
sebulan
VEP1 60-80% nilai
prediksi
APE 60-80% nilai
terbaik
Variabiliti APE
>30%
Persisten
berat
Kontinyu APE ≤ 60 %
Gejala terus-menerus
Sering kambuh
Aktivitas fisik
terbatas
Sering VEP1≤60% nilai
prediksi
APE≤60% nilai
terbaik
Variabiliti APE >30%
Menurut derajat serangan asma, serangan yang dialami Tn. E merupakan serangan Asma Akut Berat.
Hal tersebut ditetapkan karena berdasarkan saat serangan Tn. E memenuhi sebagian besar klasifikasi
asma akut berat yang ditetapkan oleh GINA 2007, antara lain sesak nafas muncul saat istirahat, merasa
lebih baik dengan duduk bertopang pada lengan, bicara kata perkata, serta merasa gelisah. Berdasarkan
hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada saat pasien pertama kali datang didapatkan hasil;
wheezing (+/+) dapat didengar tanpa stetoscope, takipnea, penggunaan otot bantu pernafasan, dan
tachycardia.
Parameter klinis,
fungsi faal paru,
laboratorium
Ringan Sedang Berat Ancaman
henti
napas
Sesak (breathless) Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi:
Menan
g-is
keras
Bayi:
Menangis
pendek dan
lemah
Kesulitan
makan/nete
Bayi:
Tidak mau
makan/min
um
Posisi Bisa
berbaring
Lebih suka
duduk
Duduk
bertopang
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin
irritable
Biasanya
irritable
Biasanya
irritable
Bingung
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Wheezing Sedang,
sering
hanya pada
Nyaring,
sepanjang
ekspirasi ±
Sangat nyaring,
terdengar tanpa
stetoskop
Sulit/tidak
terdengar
37
38. akhir
ekspirasi
inspirasi
Penggunaan otot
bantu respiratorik
Biasanya
tidak
Biasanya ya Ya Gerakan
paradok
torako-
abdominal
Retraksi Dangkal,
retraksi
interkostal
Sedang,
ditambah
retraksi
suprasternal
Dalam,
ditambah napas
cuping hidung
Dangkal/hi
lang
Frekuensi napas Takipnoe Takipnoe Takipnoe Bradipnoe
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak sadar:
Usia
<2 bulan
2-12 bulan
1-5 tahun
6-8 tahun
Frekuensi napas
<60
<50
<40
<30
Frekuensi nadi Normal 100-120 >120 Bradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Usia
2-12 bulan
1-2 tahun
6-8 tahun
Frekuensi nadi
<160
<120
<110
Pulsus paradoksus
(pemeriksaan tidak
praktis)
Tidak ada
(<10mmHg
)
Ada
(10-25mmHg)
Ada
(>25mmHg)
Tidak ada,
tanda
kelelahan
otot
respiratorik
PEFR atau FEV1
(%nilai dugaan/
%nilai terbaik)
Pra bronkodilator
Pasca
bronkodilator
>60%
>80%
40-60%
60-80%
<40%
<60% atau
respons <2jam
Sa 02 % >95% 91-95% ≤90%
Pa 02 Normal
(biasanya
tidak perlu
diperiksa)
>60mmHg <60mmHg
Pa CO2 <45mmHg <45mmHg >45mmHg
2. Wheezing
3. Batuk
38