1. KERANGKA PAKET EDUKASI
“ PENCEGAHAN CVA BERULANG ”
DI RUANG SERUNI RSUD dr. SOETOMO
SURABAYA
DISUSUN OLEH :
MOH. KHOIRUL ANAM 12100068
AJENG AYU R. 12100002
NUR KHOLISATUN 12100076
NOVI KARTIKASARI 12100073
PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
DEPT. KESEHATAN STIKES SATRIA BHAKTI NGANJUK
2014
2. PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
STIKES SATRIA BHAKTI NGANJUK
DI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
KERANGKA PAKET EDUKASI
PENCEGAHAN CVA BERULANG
I. Latar Belakang Permasalahan
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang tinggi mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak. Stroke sering
menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses
berfikir, dan kecacatan lain sebagai akibat fungsi otak.
Stroke bisa terjadi berulang karena ketidak disiplinan dalam pengobatan dan
terapi, tidak ada kemauan dalam memperbaiki diri, dan adanya permasalahan yang
berkepanjangan dalam hidupnya, dimana permasalahan – permasalahan seharusnya
dinetralisir dalam otak pasien. Serangan Stroke juga bisa menjadi serangan-serangan
berikutnya dimana kerusakan otak bertambah karena serangan sehingga makin lama
akan makin lemah daya tahan tubuhnya.
Saat ini pada tanggal 2 Desember 2014. Pasien yang menderita Stroke
Berulang sebanyak 2 (dua) Pasien di Ruang Seruni.
Oleh karena itu penyuluhan ini mengenai pencegahan stroke (CVA) berulang
sangat diperlukan bagi keluarga yang mendampingi pasien selama dirawat di rumah
sakit maupun dirumah.
3. II. Judul
Penyuluhan pencegahan stroke (CVA) berulang
III. Sasaran
Keluarga pasien di Ruang Seruni (Stroke Unit) RSUD dr.Soetomo Surabaya
IV. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 60 menit diharapkan keluarga pasien
mengerti cara mencegah stroke.
2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan dapat:
a. Mengerti tentang stroke
b. Mengerti penyebab
c. Mengerti gejala stroke
d. Mengerti tentang pencehan stroke
V. Materi
1. Pengertian stroke
2. Gejala Stroke
3. Penyebab Stroke
4. Penanganan Stroke
5. Pencegahan Stroke
VI. Metode dan Format
1. Metode ceramah dengan format grup yang akan dilakukan diruang pertemuan
Stroke Unit RSUD dr.Soetomo. Penyuluhan dilakukan oleh Mahasiswa Diploma
III Keperawatan Stikes Satria Bhakti Nganjuk pada tanggal 04 Desember 2014
jam 10.00 WIB – selesai.
4. 2. Pengorganisasian
a. Pembimbing Akademik : Trisnanto,S.Kep. Ns., M.Kes
b. Pembimbing : Upit Natalina,S.Kep.Ners
c. Penyaji : Ajeng Ayu R
d. Moderator : M. Khoirul Anam
e. Observer & Notulen : Novi Kartka Sari
f. Fasilitator : Nur Kholisatun
3. Pelaksanaan
Tahap dan
Waktu
Kegiatan Pendidikan Kegiatan Peserta Pelaksana
Pendahuluan
: 5 menit
Pembukaan :
1. Mengucapkan salam
dan memperkenalkan
diri.
2. Menjelaskan kontrak
waktu dan mekanisme
kegiatan
3. Menyampaikan tujuan
dan maksud dari
penyuluhan.
4. Menyebutkan materi
penyuluhan yang akan
diberikan.
5. Membagikn soal pre
test dan member
kesempatan peserta
untuk menjawab
1. Menjawab salam dan
memfokuskan perhatian
pada pembawa acara.
2. Mendengarkan kontrak
pembelajaran.
3. Mendengarkan tujuan
dari penyuluhan.
4. Mendengarkan materi
apa saja yang
didengarkan.
5. Mengerjakan soal pre
test
Moderator
Kegiatan
Inti : 20
menit
Pelaksanaan:
1. Penjelasan tentang
definisi terjadinya
stroke.
1. Peserta mendengarkan
dan memperhatikan
penjelasan tentang
Penyaji
5. 2. Penjelasan tentang cara
pencegahan stroke
berulang.
3. Penjelasan tentang
gejala stroke, penyebab
stroke.
4. Menampilkan gambar
– gambar terapi stroke
5. Memberikan
kesempatan untuk
peserta mengajukan
pertanyaan untuk
materi yang belum
dipahami.
6. Menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh
sasaran penyuluhan.
definisi terjadinya
stroke.
2. Peserta mendengarkan
dan memperhatikan
penjelasan tentang
pencegahan stroke
berulang.
3. Peserta mendengarkan
dan memperhatikan
penjelasan tentang
gejala stroke dan
penyebab stroke.
4. Memperhatikan gambar
– gambar terapi stroke
dengan seksama.
5. Peserta mengajukan
pertanyaan tentang
materi yang kurang
dipahami.
6. Mendengarkan jawaban
dari penyaji
Penutup : 10
menit
Evaluasi :
1. Menanyakan kembali
materi yang telah
disampaikan.
2. Penyuluh
menyimpulkan materi
yang telah disampikan.
3. Membaginya soal post
test dan member
kesempatan peserta
1. Peserta menjawab
pertanyaan yang
diberikan penyuluh
2. Peserta mendengarkan
kesimpulan materi yang
disampaikan.
3. Peserta mengerjakan
soal post test .
Moderator
6. untuk mengerjakan.
4. Membagikan leaflet
kepada peserta
penyuluhan
4. Peserta penyuluhan
menerima leaflet
VII. Sarana
Sarana yang digunakan dalam menyampaikan penyuluhan pencegahan stroke
(CVA) berulang ini adalah LCD proyektor, power point, dan leaflet.
VIII. Evaluasi
1. Evaluasi isi
a. Seluruh materi tersampaikan kepada peserta
2. Evaluasi proses
1. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan.
2. Peserta mendengarkan dan memperhatikan penyuluhan.
3. Pelaksanaan kegiatan sesuai rundown.
4. Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description.
3. Evaluasi hasil
1. 95% peserta hadir mengikuti penyuluhan.
2. Peserta mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah dijelaskan.
3. Ada peningkatan skor pre test dan post test.
MATERI PENYULUHAN
PENCEGAHAN STROKE (CVA) BERULANG
7. 1. Pengertian
Penyakit Stroke adalah gangguan fungsi otak yang terjadi secara mendadak,
disebabkan semata mata oleh gangguan pembuluh darah ke otak dan dapat
mengakibatkan kematian. Fungsi kurangnya aliran darah dan oksigen menyebabkan
serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel saraf di
otak sehingga menyebabkan kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, penurunan
kesadaran. penurunan kesadaran. Kalau otak tidak teraliri darah (yg membawa oksigen
dan glukosa) selama 4menit maka akan terjadi kerusakan pada otak yg irreversible/tdk
dpt balik, yg mempengaruhi seluruh tubuh. Stroke dibagi menjadi dua yaitu Stroke
Hemoragik (perdarahan) dan Stroke Non Hemoragik (penyumbatan)
a. Stroke Hemoragik
Adalah Stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga
timbul iskemik dan hipoksia dihilir.
b. Stroke Non Hemoragik
Adalah Proses terjadinya iskemia akibat emboli dan thrombosis serebral
biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi
hari dan tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia ang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
2. Penyebab stroke
Faktor resiko dari penyebab stroke yang dibedakan menjadi 2 bagian, yakni
faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi.
a. Faktor Resiko yang dapat dimodifikasi
1) Merokok
8. 2) Diabetes, hipertensi, penyakit jantung
3) Hiperlipidemia/ hiperkolesterol
4) Obesitas
5) Inaktivitas fisik
6) Pola diet buruk
7) Konsumsi alkohol berlebihan
8) Penyalahgunaan narkoba
b. Faktor Resiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
2) Jenis Kelamin
3) Riwayat keluarga / Keturunan
4) Rasa tau Etnis
3. Cara Mengenali Gejala Stroke dengan FAST
FAST merupakan singkatan dari istilah face, arms, speech, dan time.
Berikut uraian penggunaan FAST dalam mengenali awal serangan stroke:
Face (wajah): Mintalah orang yang dicurigai mengalami stroke untuk tersenyum.
Perhatikan apakah wajahnya tampak tidak simetris?
Arms (lengan): Mintalah orang yang dicurigai mengalami stroke untuk
mengangkat kedua lengan lurus ke depan dan menahannya untuk beberapa detik.
Apakah dia hanya dapat mengangkat satu lengan saja? Bila dia dapat mengangkat
kedua lengannya, apakah salah satu lengan terlihat turun?
Speech (bicara): Mintalah orang yang dicurigai mengalami stroke untuk
mengulang beberapa kalimat. Apakah dia mampu berbicara jelas atau terdengar
pelo atu cadel? Akan lebih jelas bila kalimat yang diucapkan mengandung banyak
konsonan huruf R, seperti ular melingkar-lingkar di atas pagar.
9. Time (waktu): Setiap detik sangat berharga. Bila ditemukansalah satu gejala di
atas, segera hubungi atau bawa pasien ke instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit
terdekat, yang memiliki fasilitas penanganan stroke terpadu. Golden period untuk
penanganan pasien stroke adalah 3 jam. pencegahan : Kontrol stelah pulang dr RS,
diet, latihan fisik/ berolahraga
4. Gejala stroke FAST (Face, Arms, Speech, Time)
a. Kelemahan tubuh satu sisi kanan atau kiri
b. Sulit menelan
c. Pada pasien stroke perdarahan biasanya disertai muntah, kejang,panas dan
penurunan kesadaran
d. Adanya gangguan bicara dan sulit berbahasa yang ditunjukkan dengan bicara tidak
jelas (PELO), sengau, pelo, gagap dan berbicara hanya sepatah kata bahkan sulit
memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
e. Vertigo (pusing, puyeng) atau perasaan berputar yang menetap saat tidak aktivitas
f. Menjadi lebih sensitif, mudah menangis ataupun tertawa
g. Gangguan kesadaran, pingsan sampai tak sadarkan diri
h. Muka Merot
5. Pencegahan stroke
Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk mencegah stroke ini. :
a. Mengendalikan tekanan darah. Hipertensi menyumbang 35-50% dari risiko stroke.
Studi epidemiologis menunjukkan bahwa bahkan pengurangan tekanan darah kecil
(5 sampai 6 mmHg sistolik, 2 sampai 3 mmHg diastolik) akan menghasilkan 40%
lebih sedikit stroke.
Menurunkan tekanan darah telah meyakinkan menunjukkan untuk mencegah
stroke iskemik dan baik hemoragik. Hal ini sama pentingnya dalam pencegahan
10. sekunder. Sehingga langkah awal kita adalah dengan menjaga tekanan darah kita
dalam keadaan normal pula.
b. Membiasakan diri berolahraga. Manfaat yang besar yang terdapat dalam olahraga
itu sendiri bukan hanya cara mencegah penyakit ini, tetapi juga penyakit-penyakit
lainnya akan bisa dicegah dengan kita rajin berolahraga. Melakukan aktivitas fisik
secara teratur dengan berolahraga termasuk dalam tips membantu menurunkan
tensi darah dan menciptakan keseimbangan lemak yang sehat dalam darah. Riset
menunjukan bahwa mereka yang mulai latihan olahraga pada usia antara 25-40
tahun, risiko terserang stroke berkurang 57%. Sedangkan yang mulai latihan
olahraga pada usia 40-55 tahun, kesempatannya hanya 37%.
c. Menjaga pola makan yang sehat. Sebagian besar jenis penyakit disumbangkan
karena pola makan kita yang tidak sehat. Makanan tinggi serat akan membantu
dalam pencegahan penyakit ini dan juga turut andil mengendalikan lemak dalam
darah. Karena kolesterol juga penyumbang resiko stroke ini. Mengurangi makanan
berlemak dapat menjaga kadar kolesterol jahat dalam batas normal, sehingga dapat
mempertahankan keelastisitasan daripada kondisi dinding pembuluh darah dan hal
ini termasuk cara mencegah stroke yang bisa kita lakukan.
d. Hindari pula kebiasaan-kebiasaan tidak sehat seperti halnya merokok, minum
beralkohol dan kebiasaan-kebiasaan buruk lainnya. Kebiasaan merokok dapat
menyebabkan atherosclerosis (pengerasan dinding pembuluh darah) dan membuat
darah menjadi mudah untuk menggumpal dan darah menggumpal akan
meningkatkan resiko stroke ini.
Sedangkan alkohol dapat menaikkan tekanan darah, sehingga tidak
mengkonsumsinya berarti kita turut andil dalam menghindarkan diri dari tekanan
darah tinggi yang merupakan faktor tertinggi penyumbang stroke
11. e. Minum obat yang teratur.
TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE
1. Jenis Terapi Latihan
12. Latihan Passive Range of Motion
Jenis latihan ini dapat diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya
komplikasi akibat kurang gerak, seperti adanya kontraktur, kekakuan sendi dan lain-
lain. Pemberian PROM dapat diberikan dalam berbagai posisi seperti tidur terlentang,
tidur miring, tidur tengkurap, duduk, berdiri atau posisi sesuai dengan alat latihan
yang digunakan. Latihan dalam gerakan pasif tidak akan berdampak terhadap proses
pembelajaran motorik, akan tetapi sangat bermanfaat sebagai tindakan awal sebelum
aplikasi metode untuk latihan pembelajaran motorik (Irfan, 2010).
(1) Latihan pada anggota gerak atas (upper extremity)
Fleksi dan ekstensi bahu (Shoulder joint)
Gambar 2.1 Gerakan Pasif Fleksi-Ekstensi Bahu (Sumber: Irfan, 2010)
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pegangan terapis pada pergelangan tangan dan juga pada lengan bawah (sedikit di
bawah siku). Peletakan tangan pasien sebaiknya menyilang agar mempermudah
gerakan saat ekstensi dilakukan.
c. Posisi awal dari lengan pasien adalah mid position, kemudian lakukan gerakan fleksi,
instruksikan agar pasien rileks.
13. d. Pada saat bahu membentuk sudut 900
berikan gerakan eksternal rotasi (berputar
keluar) pada lengan hingga membentuk posisi supinasi lengan bawah.
e. Hindari penguluran berlebihan pada bahu yang mengalami kelemahan.
f. Lakukan pengulangan sebanyak tujuh kali atau sesuai toleransi.
Latihan ini akan mampu mengurangi komplikasi akibat kurang gerak pada
bahu dan terpeliharanya sifat fisiologis jaringan pada area bahu dan lengan. Tujuan
utama latihan ini agar terpeliharanya jarak gerak sendi pada bahu ke arah fleksi.
(2) Ekstensi/hiperekstensi Bahu
Gambar 2.2 Gerakan Pasif Ekstensi Bahu (Sumber: Irfan, 2010)
a. Posisi pasien stroke tidur miring (side lying).
b. Pegangan terapis pada pergelangan tangan dan pada bagian bahu.
c. Posisi lengan pasien semi fleksi dengan lengan bawah mid position.
d. Berikan topangan pada siku atau lengan bawah pasien dengan lengan bawah terapis.
e. Berikan gerakan ekstensi secara penuh.
f. Hindari adanya kompensasi gerak berupa elevasi bahu dengan pemberian stabilisasi.
g. Hindari adanya keluhan nyeri saat gerakan dilakukan.
h. Pertahankan gerakan terjadi pada mid posisi lengan bawah pasien.
i. Lakukan pengulangan minimal tujuh kali atau sesuai toleransi.
14. Latihan ini ditujukan untuk memelihara jarak gerak sendi bahu, khususnya
pada arah ekstensi dan memelihara elastisitas jaringan pada sisi anterior. Hal ini
dimungkinkan karena pada latihan ini terdapat regangan di akhir gerakan pada
jaringan-jaringan sisi depan sendi bahu.
Latihan ini hendaknya dilakukan secara perlahan karena sering ditemukan adanya
kelemahan dan penurunan tonus otot.
(3) Abduksi bahu (Shoulder Joint)
Gambar 2.3 Gerakan Pasif Abduksi Bahu (Sumber: Irfan, 2010)
a. Posisi pasien tidur terlentang, dengan siku semi fleksi.
b. Pegangan terapis pada pergelangan tangan dan lengan atas (sedikit di atas siku).
c. Lakukan gerakan abduksi.
d. Awali gerakan dengan posisi pronasi pada lengan bawah, kemudian pada 900
abduksi, lakukan rotasi ke arah supinasi lengan bawah pasien.
e. Berikan instruksi untuk tetap rileks.
f. Lakukan pengulangan sebanyak tujuh kali atau sesuai toleransi.
15. Latihan ini ditujukan untuk memelihara jarak gerak sendi bahu, khususnya ke
arah abduksi. Selain itu, latihan ini juga akan mengurangi adanya komplikasi berupa
kontraktur jaringan pada sendi bahu.
Hindari adanya gerakan kompensasi pada bahu, sehingga jarak gerak sendi pada
latihan dapat dicapai dengan lebih baik. Adanya kompensasi gerak, merupakan
indikator adanya masalah pada jaringan lunak ataupun jaringan keras di sekitar bahu
yang perlu dilakukan pemeriksaan lebih spesifik.
(4) Abduksi dan Adduksi Horizontal Bahu (Shoulder Joint)
Gambar 2.4 Gerakan Pasif Abduksi dan Adduksi Horizontal (Sumber: Irfan, 2010)
a. Posisi pasien tidur terlentang dengan bahu membentuk 900
abduksi, dan siku ekstensi
penuh dengan lengan bawah dalam posisi supinasi.
b. Posisikan pasien dalam keadaan rileks.
c. Pegangan terapis pada pergelangan tangan dan juga pada sendi siku.
d. Berikan gerakan ke arah dalam (adduksi) dan ke arah luar (abduksi) pada sendi
bahu.
e. Berikan instruksi agar pasien tetap rileks.
f. Hindari adanya nyeri saat gerakan dilakukan.
g. Lakukan pengulangan sebanyak tujuh kali atau sesuai toleransi.
16. Latihan ini bermanfaat bagi terpeliharanya jarak gerak sendi, khususnya pada gerakan
horizontal. Pemberian PROM akan menjaga elastisitas jaringan sisi anterior dan
posterior serta memelihara sistem sirkulasi lokal pada jaringan sehingga dapat
menghindari adanya pembengkakan pada ekstremitas atas.
(5) Internal dan Eksternal Rotasi Bahu (Shoulder Joint)
Gambar 2.5 Gerakan Pasif Eksternal dan Internal Rotasi (Sumber: Irfan, 2010)
a. Persiapkan posisi pasien dengan menghindari adanya hambatan gerak oleh faktor
tempat tidur atau benda lainnya.
b. Posisi pasien tidur terlentang dengan bahu membentuk 900
abduksi, dan siku 900
fleksi.
c. Pegangan terapis pada pergelangan tangan dan juga pada sendi siku sebagai stabilisasi
gerak.
d. Berikan gerakan ke arah eksternal dan internal pada sendi bahu.
e. Berikan instruksi untuk tetap rileks.
f. Perhatikan jarak gerak sendi yang dibentuk, apakah dalam jarak yang normal atau
terbatas.
g. Lakukan pengulangan sebanyak tujuh kali atau sesuai toleransi.
Pada gerakan ini hindari adanya nyeri gerak. Umumnya pada pasien
komplikasi akibat kurang gerak adalah adanya kekakuan sendi. Pada sendi bahu maka
17. gerakan eksternal rotasi adalah salah satu gerakan yang sering mengalami limitasi
gerak.
(6) Fleksi dan Ekstensi siku (Elbow Joint)
Gambar 2.6 Gerakan Pasif Fleksi-Ekstensi Siku (Sumber: Irfan, 2010)
a. Posisi pasien terlentang dengan posisi tangan pasien supinasi.
b. Tangan terapis berada pada pergelangan tangan dan sendi siku.
c. Lakukan gerakan fleksi dan ekstensi pada sendi siku.
d. Berikan instruksi agar pasien tetap rileks.
e. Pastikan gerakan yang diberikan berada pada midline yang benar.
f. Perhatikan jarak sendi yang dibentuk apakah dalam jarak yang normal atau terbatas.
Latihan gerak ini sangat penting, karena gerakan ini pada aktivitas fungsional
ekstremitas atas memiliki peran yang dominan.
(7) Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan (Wrist Joint)
18. Gambar 2.7 Gerakan Pasif pada Fleksi-Ekstensi Ulnar dan Radial Deviasi pada Wrist Joint
(Sumber: Irfan, 2010)
a. Posisi pasien tidur terlentang dengan fleksi siku 900
.
b. Tangan terapis diletakkan pada pangkal pergelangan dan pada telapak tangan.
c. Berikan gerakan ke arah luar (ekstensi) dan ke arah dalam (fleksi).
d. Pada saat gerakan fleksi wrist dilakukan, maka sebaiknya jari-jari dalam kondisi
lurus (ekstensi), sedangkan saat dilakukan gerakan ekstensi wrist, maka sebaiknya
jari-jari menggenggam.
e. Berikan instruksi untuk tetap rileks.
Latihan dengan gerakan tersebut sangat penting oleh karena banyaknya
problematik yang ditemukan pada tangan dan jari-jari pasien stroke.
(8) Elevasi-Depresi dan Protraksi-Retraksi Bahu (Shoulder Joint)
Gambar 2.8 Gerakan Pasif Elevasi-Depresi dan Protraksi Retraksi Bahu (Sumber:
Irfan, 2010)
a. Posisi pasien tidur tengkurap.
19. b. Tangan terapis diletakkan pada area bahu dan lengan bawah pasien.
c. Berikan gerakan ke arah atas (elevasi) dan ke arah bawah (depresi), ke depan
(protraksi) dan ke belakang (retraksi) pada sendi bahu.
d. Berikan instruksi untuk tetap rileks.
e. Lakukan pengulangan sebanyak tujuh kali atau sesuai toleransi.
Latihan dengan gerakan ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi apakah
terdapat limitasi gerak pada sendi bahu. Limitasi gerak pada sendi bahu akan
menurunkan kemampuan stabilitas pada bahu yang berdampak terhadap sulitnya
melakukan gerakan fungsional pada lengan dan tangan dengan pola yang benar. Jika
stabilitas gerak pada bahu menurun, maka aktivitas gerak pada lengan akan
menimbulkan adanya gerak kompensasi.
Kompensasi gerak merupakan bentuk gerakan yang terjadi akibat
ketidaksesuaian atau kurangnya stabilitas gerak. Kompensasi gerak adalah bentuk
gerak yang tidak efisien dan memerlukan energi lebih besar dibandingkan pada pola
gerak normal. gerakan fleksi (menekuk) sering terjadi pada siku saat melakukan
aktivitas berjalan.
(9) Latihan pada Anggota Gerak Bawah (Lower Extremity)
Fleksi-Ekstensi Panggul (hip) dan lutut (knee)
20. Gambar 2.9 Gerakan Fleksi Ekstensi Hip dan Knee (Sumber: Irfan, 2010)
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Posisi tangan terapis pada tumit serta sisi bawah dan tepi luar lutut pasien.
c. Lakukan gerakan ke atas-depan sehingga membentuk gerakan fleksi hip dan fleksi
knee.
d. Berikan instruksi untuk tetap rileks.
e. Lakukan pengulangan sebanyak tujuh kali atau sesuai toleransi.
Gerakan-gerakan yang dijelaskan sebelumnya dapat diberikan pada pasien oleh
keluarga atau petugas perawatan agar dapat membantu mencegah munculnya
komplikasi akibat kurang gerak.
Aktivitas ini akan sangat membantu proses pemulihan pasien dan merupakan bentuk
latihan persiapan untuk mendapatkan metode latihan khusus yang bersifat relearning
atau re-education.
Latihan Mandiri (Self Excercise)
Pada dasarnya pasien stroke juga dapat melakukan latihan secara mandiri. Hal
ini ditujukan untuk membantu proses pembelajaran motorik. Setiap gerakan yang
dilakukan hendaknya secara perlahan dan anggota gerak yang mengalami
kelumpuhan ikut aktif melakukan gerakan seoptimal mungkin (sesuai kemampuan).
Sedangkan anggota gerak yang tidak mengalami kelemahan hendaknya dapat
membantu proses terbentuknya gerakan. Bantuan yang diberikan oleh sisi yang tidak
mengalami kelemahan bersifat minimal agar sisi yang lemah dapat tetap aktif.
Sebaiknya sebelum latihan dilakukan, didahului dengan pemeriksaan keadaan umum
21. pasien, seperti tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi nafas per menit (Irfan,
2010:197). Adapun gerakan-gerakan pada latihan aktif yaitu:
(1) Gerakan pertama
Gambar 2.10 Gerakan Fleksi-Ekstensi Bahu (Sumber: Irfan, 2010)
a. Posisi awal pasien tidur terlentang.
b. Bantu lengan yang mengalami kelemahan dengan menggunakan sisi lengan yang
sehat dengan pegangan pada pergelangan tangan.
c. Lakukan gerakan ke atas secara perlahan-lahan kemudian kembali ke posisi awal.
d. Ulang gerakan sebanyak tujuh kali.
Dalam melakukan latihan ini, diberikan bantuan bagi lengan yang mengalami
kelemahan. Luas bidang yang dibentuk (sagital) seluas mungkin dan sebatas nyeri jika
terdapat gejala nyeri.
(2) Gerakan kedua
22. Gambar 2.11 Latihan Mandiri Eksternal dan Internal Rotasi Bahu (Sumber: Irfan, 2010)
a. Posisi lengan yang lemah (bahu 900
dan siku 900
).
b. Bantu dengan tangan yang sehat, letakkan pegangan pada pergelangan tangan.
c. Lakukan gerakan ke atas dan ke bawah (eksternal dan internal rotasi).
d. Lakukan secara perlahan dengan tujuh kali pengulangan.
Latihan ini diawali pada posisi 900
abduksi bahu dan 900
fleksi siku. Apabila
kondisi pasien tidak memungkinkan oleh karena adanya keterbatasan gerak bahu,
maka posisikan abduksi sebatas lingkup gerak yang bisa dibentuk. Sebaiknya pasien
menggunakan tangan yang tidak mengalami kelemahan sebagai komponen yang aktif.
Ini disebabkan oleh adanya gaya gravitasi yang mengikuti pola gerak yang dilakukan.
(3) Gerakan ketiga
Gambar 2.12 Latihan Mandiri Pada Tangan (Sumber: Irfan, 2010)
a. Gerakan jari-jari pada tangan yang lemah.
b. Lakukan gerakan membuka secara perlahan.
c. Berikan tahapan minimal jika memungkinkan dengan tangan yang sehat.
d. Lakukan dengan tujuh kali pengulangan.
Latihan ini ditujukan pada komponen ekstensor jari-jari. Aktifitas ekstensor
jari-jari tangan akan sangat menentukan kemampuan fungsional tangan. Dalam
23. melakukan latihan ini, salah satu hal yang penting adalah posisi pergelangan tangan
(wrist joint) 450
ekstensi (dorsal fleksi). Gerakan jari-jari tangan ke arah ekstensi
hanya sebatas pada posisi netral atau dengan kata lain hindari gerakan hiperekstensi.
(4) Gerakan keempat
Gambar 2.13 Latihan Pada Jari Tangan (Sumber: Irfan, 2010)
a. Genggam jari telunjuk sampai jari kelingking pada tangan yang lemah.
b. Lakukan gerakan membuka pada tangan yang lemah sampai pada sudut 900
.
c. Lakukan gerakan perlahan kemudian lanjutkan dengan mobilisasi pasif ke arah
ekstensi pergelangan tangan (wrist joint) hingga membentuk sudut 900
.
d. Lakukan dengan tujuh kali pengulangan.
Latihan ini akan meningkatkan kemampuan stabilisasi dan mobilisasi
pergelangan tangan (wrist joint) dan punggung tangan. Sifat stabilisasi dan mobilisasi
terjadi secara bergantian antara kedua bagian tersebut.
(5) Gerakan kelima
24. Gambar 2.14 Latihan Aktif Thumb dan Lower Arm (Sumber: Irfan, 2010)
a. Posisi awal fleksi siku 900
.
b. Berikan pegangan pada sisi luar ibu jari.
c. Kemudian berikan gerakan ke dalam dan keluar (fleksi-ekstensi thumb) secara
perlahan.
d. Berikan pula gerakan pronasi dan supinasi pada lengan bawah.
Latihan ini juga ditujukan untuk memelihara fleksibilitas dan elastisitas
jaringan anggota gerak atas, sehingga komplikasi akibat adanya mobilisasi dapat
dihindari.
(6) Gerakan keenam
Gambar 2.15 Latihan Aktif Lengan (Sumber: Irfan, 2010)
a. Gunakan tali atau alat bantu lainnya.
b. Posisi lengan tidak lebih dari 900
.
c. Tekuk lutut dan hip 900
untuk mengurangi tekanan abdominal.
25. d. Lakukan gerakan ke arah bawah dengan perlahan.
e. Saat gerakan dilakukan bersama dengan meniup nafas (ekspirasi).
(7) Gerakan ketujuh
Gambar 2.16 Latihan Aktif Fleksi Tungkai (Sumber: Irfan, 2010)
a. Posisikan punggung kaki yang sehat di bawah lutut tungkai yang lemah.
b. Angkat lutut dengan menggunakan punggung kaki hingga membentuk sudut
optimal.
c. Lakukan secara perlahan dengan tujuh kali pengulangan.
(8) Gerakan kedelapan
Gambar 2.17 Latihan Aktif Fleksi Lengan (Sumber: Irfan, 2010)
a. Posisi pasien duduk di tepi bed.
b. Gunakan tongkat sebagai alat bantu.
c. Lakukan gerakan mengangkat lengan ke atas dengan bantuan lengan yang sehat.
26. 2. Pengaruh Terapi Latihan terhadap Kemandirian Melakukan AKS Pasien
Stroke Iskemik
Proses pemulihan setelah stroke dibedakan atas pemulihan neurologis (fungsi
saraf otak) dan pemulihan fungsional (kemampuan melakukan aktivitas fungsional).
Pemulihan neurologis terjadi di awal setelah terjadinya stroke. Mekanisme yang
mendasari adalah pulihnya fungsi sel otak pada area penumbra yang berada di sekitar
area infark yang sesungguhnya dan atau terbukanya kembali sirkuit saraf yang
sebelumnya tertutup. Kemampuan fungsional pulih sejalan dengan pemulihan
neurologis yang terjadi (Wirawan, 2009).
Wirawan (2009) juga menjelaskan setelah lesi otak menetap pemulihan fungsional
masih dapat terus terjadi sampai batas-batas tertentu, terutama dalam tiga sampai
enam bulan pertama setelah stroke. Hal itulah yang menjadi fokus utama rehabilitasi
medis, yaitu untuk mengembalikan kemandirian pasien mencapai kemampuan
fungsional yang optimal. Proses pemulihan fungsional terjadi berdasarkan pada proses
reorganisasi atau plastisitas otak melalui:
1. Proses substitusi
Proses ini sangat tergantung pada stimuli eksternal yang diberikan melalui terapi
latihan menggunakan berbagai metode terapi. Pencapaian hasilnya sangat tergantung
pada intaknya jaringan kognitif, visual dan proprioseptif, yang membantu
terbentuknya proses belajar dan plastisitas otak.
2. Proses kompensasi
Proses ini membantu menyeimbangkan keinginan aktivitas fungsional pasien dan
kemampuan fungsi pasien yang masih ada. Hasil dicapai melalui latihan berulang-
27. ulang untuk suatu fungsi tertentu, pemberian alat bantu, perubahan perilaku atau
perubahan lingkungan.
Proses pemulihan fungsional tersebut terjadi berdasarkan proses plastisitas otak yang
merupakan kemampuan unik yang membedakan sistem saraf dari jaringan lain,
karena neuron tidak memiliki kemampuan seperti jaringan lain untuk melakukan
regenerasi (Price, 2005:1127). Di sisi lain, Irfan (2010) mengungkapkan plastisitas
otak (neuroplasticity) adalah kemampuan otak melakukan reorganisasi dalam bentuk
adanya interkoneksi baru pada saraf. Plastisitas merupakan sifat yang menunjukkan
kapasitas otak untuk berubah dan beradaptasi terhadap kebutuhan fungsional.
Mekanisme ini termasuk perubahan kimia saraf (neurochemical), penerimaan saraf
(neuroceptive), perubahan struktur neuron saraf dan organisasi otak. Plastisitas dapat
terjadi pada level sinaps, level kortikal dan level system.
Sifat plastisitas otak ini memiliki keuntungan dan kerugian dalam pemulihan
kemampuan gerak dan fungsi pada pasien stroke. Keuntungan yang dapat diperoleh
adalah dimungkinkannya untuk terus dikembangkan, sehingga dengan metode yang
tepat akan menghasilkan pembentukan plastisitas yang tepat berupa gerakan normal,
akan tetapi dapat merugikan jika metode yang diterapkan tidak tepat karena dengan
sifat plastisitasnya akan terbentuk pola gerak yang tidak normal (Irfan, 2010:40).