SlideShare a Scribd company logo
1 of 25
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Uremia adalah suatu sindroma klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ,
akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit gagal
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta,
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal kronik pertahunnya. Di negara-
negara berkembang lainnya insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta
penduduk pertahun.
Patofisisologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau
malah menungkat. Kemudian dengan perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Pada LFG di bawah 15% aka terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius,
dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy)
antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan pada
stadium gagal ginjal.
Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara
dengan negara lain. Tetapi pada intinya penyebab penyakit ginjal kronis hampr sama,
hanya berbeda dalam perbandingan presentasinya. PGK dapat disebabkan oleh
Glomrulonefritis, Diabetes mellitus, Hipertensi, Penyakit Ginjal Polikistik, Batu
Saluran Kemih (BSK) serta infeksi saluran kemih, dan lain-lain.
Berdasarkan tingginya angka kejadian Penyakit Ginjal Kronik di Indonesia
khususnya di RSUD Sidoarjo, maka saya tertarik untuk membuat suatu laporan kasus
2
dari seseorang penderita PGK, yang nantinya diharapkan dapat menjadi referensi yang
bermanfaat dalam penegakan diagnosa sampai dengan penatalaksaan Penyakit Ginjal
Kronis.
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Penderita : Ny. P
Umur : 60 tahun
Tanggal Lahir : 05 Desember 1954
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Ganggang Panjang RT 06/02, Tanggulangin
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal MRS : 02 September 2015
Tanggal Pemeriksaan : 02 September 2015
Tanggal KRS : 07 Agustus 2015
No. Rekam Medis : 1655188
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri perut
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Penyakit Dalam RSUD Sidoarjo pada tanggal 02
September 2015 pada pukul 10.00 dengan keluhan nyeri perut. Lalu pasien disarankan
untuk rawat inap. Pasien mengeluh nyeri perut sejak tiga minggu yang lalu, tembus ke
pinggang, rasanya panas dan keras, nyeri menetap, tidak hilang timbul, makin lama
makin sakit, nyeri terlokalisasi di perut sebelah kiri dan tidak menyebar, nyeri sedikit
berkurang jika miring ke kanan.
Sejak tiga minggu yang lalu pasien mengeluh agak nyeri saat buang air kecil,
apabila buang air kencing harus agak sedikit mengejan, air kencing berwarna kuning
tua tetapi tidak ada tanda perdarahan, volume dan frekuensi kencing berkurang, kadang
3
sehari hanya 1-2 kali buang air kecil, volume kurang lebih ½ botol aqua selama 24 jam.
Buang air besar tidak ada perubahan.
Pasien mengatakan bahwa dua minggu yang lalu sempat panas tinggi sampai
menggigil, panas hilang timbul, meningkat saat malam hari dan berkurang saat pagi
hari tetapi tidah pernah sampai suhu normal. Sejak saat itu pasien menjadi sering
pusing, lemas dan malas beraktifitas, mual-mual saat melihat makanan kadang disertai
muntah 3-5 kali sehari berisi cairan dan lendir, nafsu makan dan minum sangat
menurun, berat badan juga terasa menurun.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Tidak ada sakit yang
sampai menyebabkan masuk rumah sakit. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit hati disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan yang diderita
pasien. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal,
penyakit hati disangkal.
e. Riwayat Pengobatan
Sebelum MRS pasien sudah berobat 4 kali, di Klinik Harmoni 2 kali, di dokter Umum 2
kali tetapi tidak ada perubahan yang signifikan. Pasien mengatakan tidak tahu diberi
obat apa.
f. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien mengaku memiliki kebiasaan minum jamu seperti akar-akaran, arafat dan
herbal-herbal yang lain.
g. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi obat atau makanan tertentu.
4
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : Lemah
b.Kesadaran : Compos Mentis (GCS 4-5-6)
c. Tanda Vital : TD : 150/90 mmHg
N : 110 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Suhu : 36,9 °C
d. Kulit : Turgor kulit normal, elastisitas baik, tidak ada
ruam, tidak ada nodul, tidak ada tanda infeksi.
e. Kelenjar Limfe : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe di leher,
aksila, dan inguinal
f. Otot : Tidak terdapat atrofi otot
g. Tulang : Tidak ada deformitas
h. Status gizi : BB : 65 kg
TB : 150 cm
IMT : 28,8 kg/m2 (obesitas I)
B. Pemeriksaan Keadaan Umum
a. Kepala
Bentuk : bulat, simetris
Rambut : pendek, warna hitam tidak mudah dicabut
5
Mata : konjungtiva anemis, sclera putih, lensa jernih, pupil isokor,
reflek cahaya (+/+), edema minimal pada daerah palpebral kedua mata
Hidung : tidak ada sekret, tidak ada bau, tidak ada perdarahan,
Telinga : tidak ada secret, tidak ada bau, tidak ada perdarahan
Mulut : tidak sianosis, mukosa normal, gigi tidak ada kelainan
Lidah : tidak kotor, tidak hiperemi
b. Leher
Inspeksi : simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher
Palpasi : tidak teraba pembesaran KGB leher
c. Jantung dan Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Iktus tak tampak, pulsasi jantung tak tampak
Palpasi : Ictus teraba, pulsasi jantung tak teraba, suara yang teraba tidak ada,
getaran (thrill) tidak ada
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1-S2 tunggal reguler cepat, S3-S4 tidak terdengar, A2 dan P2
mengeras, murmur (-), gallop (-)
d. Paru
Inspeksi : simetris
Palpasi : fremitus raba (+) normal simetris
Perkusi : sonor
6
Auskultasi : vesikuler +/+ RH (-), WH (-)
e. Abdomen
Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak ada luka dan bekas operasi
Palpasi : Nyeri tekan (+) hipokondrium dan lumbal sinistra. Hepar dan lien
tidak teraba membesar.
Perkusi : Timpani (+), shifting dulness (-) Flank test sinistra (+)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat, bruit (-)
f. Ektremitas
Superior : akral hangat+ | +, edema -/-
Inferior : akral hangat+ | +, edema -/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Hasil Pemeriksaan Radiologi tanggal 01 September 2015
USG Abdomen Atas & bawah
Hepar : Membesar
Intensitas echoparenchim homogen meningkat
V. Porta & V. Hepatika tak melebar, dinding tampak kabur
Tak tampak pelebaran IHBD/EHBD
Tak tampak nodul solid/kista
Gall blader : Besar normal, dinding tak menebal dan tak tampak batu
nodul/solid/bile sludge
7
Pancreas/Lien : Besar normal tak tampak nodul solid/kista
Ren Dextra : Mengecil
Intensitas echocortex meningkat
Sistemapleviocalyceal tak tampak ectasis
Tak tampak batu/nodul solid/kista
Ren Sinista : Membesar
Intensitas echocortex meningkat
Sistemapleviocalyceal tak tampak ectasis gr 2
Tak tampak batu/nodul solid/kista
Buli2 : Out line rata, dinding tak menebal, tak tampak batu/nodul solid
Uterus/Adneksa : Besar normal, tak tampak nodul solid/kista
Tak tampak bebas/mass dalam cavum abdomen
Tak tampak pembesaran kelenjar para aorta
Kesimpulan : - Hepatomegali (fatty live)
- Bilateral Nephritis chronic dengan hydronephrosis sinistra gr 2 ok batu ureter ?
B. Hasil Laboratorium tanggal 03 September 2015
PEMERIKSAAN METODE HASIL
HEMATOLOGI
Laju Endap darah
DARAH LENGKAP
WBC (Leukosit)
RBC (Eritrosit)
HGB (Hemoglobin)
HCT (Hematokrit)
PLT (Trombosit)
MCV
MCH
Western Green
Cell counter
Flowcymetri
Cell counter
Cell counter
Cell counter
Cell counter
116-125 mm/jam
Terlampir
12.530
3.800.000
10,7
33,4%
409.000
87,9
28
8
MCHC
KIMIA KLINIK
Gula Darah Puasa
Gula Darah 2JPP
BUN
Creatinin
Albumin
Globulin
Bilirubin Direk
Bilirubin Total
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
Hexoxinase
Hexoxinase
Kinetik UV
Jaffe
Bromcresol green
Jendrasik
Bilirubin DPD
IFCC
IFCC
ISE
ISE
ISE
32,0
104
115
107,7
19,4
3,8
3,2
0,12
0,26
10
9
135
7,5
99
C. Hasil Laboratorium taggal 04 September 2015 (sebelum HD)
PEMERIKSAAN METODE HASIL
HEMATOLOGI
FAAL
HEMOSTASIS
PPT
Control PPT
KPTT/APTT
Control KPTT/APTT
Hepatitis Marker
HbsAg RAPID
11,2 detik
11,5 detik
25,1 detik
30,1 detik
Non Reaktif
9
D. Hasil Laboratorium tanggal 4 September 2015 (post HD)
PEMERIKSAAN METODE HASIL
KIMIA KLINIK
BUN
Creatinin
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
Kinetik UV
Jaffe
ISE
ISE
ISE
67,9
11,7
150
7,3
112
E. Hasil Laboratorium tanggal 5 September 2015
PEMERIKSAAN METODE HASIL
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
ISE
ISE
ISE
130
5,8
90
F. Hasil Laboratorium tanggal 6 September 2015
PEMERIKSAAN METODE HASIL
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
ISE
ISE
ISE
144
5,7
114
V. DIAGNOSIS KERJA
Chronic Kidney Dissease Stadium V + Fatty Liver
VI. PLANNING
• Diet TK-RP-RG 2100 kkal/hr
• Balance cairan Input = Output
• Inf. D10% + 10 unit insulin 7 tetes/menit
• Inj. Ceftazidim 3 x 1 amp
• Inj. Omeprazol 2 x 1 amp
10
• Inj. Ondansetron 8 mg 3 x 1 amp
• Inj. Ca Glukonase 3 x 1 amp
• Po : Kalitake 3 x 1 tab
• Po : As Folat 3 x 1 tab
• PRO Dialisis
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik serta beberapa pemeriksaan
penunjang yang telah saya lakukan kepada Ny. P maka saya dapatkan beberapa hal
yang mengarahkan pada diagnosa Penyakit Ginjal Kronis (PGK), pembahasan secara
lengkapnya sebagai berikut:
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) atau Chronic Kidney Dissease (CKD) merupakan
sindroma klinis karena penurunan fungsi ginjal secara menetap akibat keruskan nefron.
Proses penurunan fungsi ginjal ini terjadi secara kronis dan progresif sehingga pada
akhirnya akan terjadi gagal ginjal terminal (GGT) atau End Stage Renal Dissease
(ESRD). Ada beberapa istilah yang dipakai untuk menyatakan penurunan fungsi ginjal
ini, antara lain:
 Gangguan fungsi ginjal
Adanya penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate=GFR) yang
dapat terjadi dalam derajat ringan, sedang, berat
 Azotemia
11
Adanya peningkatan kadar urea plasma atau penungkatan BUN oleh karena
retensi sampah nitrogen akibat gangguan fungsi ginjal
 Uremia
Sindroma klinis dan laboratori yang menunjukkan adanya disfungsi berbagai
sistem organ akibat gagal ginjal akut maupun kronis, biasanya pada derajat lanjut
 GGT
Keadaan dimana ginjal tidak dapat lagi menopang kehidupan tanpa diikuti
tindakan dialisis atau transplantasi ginjal
Definisi PGK menurut NKF-K/DOQI adalah:
1. Kerusakan ginjal selama lebih dari sama dengan 3 bulan
Yang dimaksud terdapat kerusakan ginjal adalah apabila dijumpai kelainan
struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR dengan salah
satu manifestasi:
 Kelainan patologi, atau
 Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah atau urin
atau kelainan radiologi.
2. GFR <60ml/men/1,73m3 lebih dari sama dengan 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
Pada tingkat GFR tersebut atau lebih rendah ginjal telah kehilangan fungsinya
lebih dari sama dengan 50% dan terdapat komplikasi. Pada sebagian besar
kasus, biopsi ginjal jarang dilakuakan, sehingga kerusakan ginjal didasrkan pada
adanya beberapa penanda seperti proteinuri, kelainan sedimen (hematuri, piuria
dengan cast), kelainan darah yang patognomonik untuk kelainan ginjal seperti
sindroma tubuler (misal asidosis tubuler ginjal, diabetes insipidus nefrogenik),
serta adanya gambaran radiologi yang absnormal misalnya hidronefrosis. Ada
kemungkinan GFR tetap normal atau meningkat, tetapi sudah terdapat
kerusakan ginjal sehingga mempunyai resiko tinggi untuk mengalami 2 keadaan
utama akibat PGK yaitu hilangnya fungsi ginjal dan terjadinya penyakit
cardiovaskuler.
Definisi PGK di atas tidak memperlihatkan penyebab yang mendasari terjadinya
kelainan ginjal. Walaupun demikian tetap harus diupayakan untuk menegakkan diagnos
penyebab PGK, derajat kerusakan ginjal, derajat penurunan fungsi ginjal maupun
12
resiko hilangnya fungsi ginjal lebih lanjut serta resiko timbulnya penyakit
cardiovaskuler.
Penyebab PGK di berbagai negara hampir sama akan tetapi berbeda dalam
persentasenya. PGK dapat disebabkan oleh Glomerulonefritis, Diabetes Melitus,
Hipertensi, Penyakit Ginjal Polikistik, Batu Saluran Kemih (BSK) serta Infeksi Saluran
Kemih (ISK) dan lain-lain.
Pada dasarnya gejala klinis yang timbul pada PGK erat hubungannya dengan
penurunan fungsi ginjal yaitu:
1. Kegagalan fungsi ekskresi, penurunan GFR, gangguan reabsorbsi dan sekresi
tubulus. Akibatnya akan terjadi penumpukan toksin uremik dan gangguan
keseimbangan cairan, elektrolit serta asam basa tubuh.
2. Kegagalan fungsi hormonal
 Penurunan eritropoetin
 Penurunan vitamin D3 aktif
 Gangguan sekresi renin
 Lain-lain
Keluhan dan gejala klinis yang timbul pada PGK hampir mengenai seluruh
sistem yaitu:
1. Umum : lemah, malaise, gg pertumbuhan dan desibilitas, edema
2. Kulit : pucat, rapuh, gatal, bruising
3. K/L : foetor uremi
4. Mata : fundus hipertensi, mata merah
5. Jantung dan vaskuler : Hipertensi, Sindroma overload, payah jantung, perikarditis
uremik, tamponade
6. Respirasi : efusi pleura, edema paru, nafas kussmaul, pleuritis uremik
7. Gastrointestinal : anorexia, mual, muntah, gastritis, ulkus, kolitis ilremik,
perdarahan saluran cerna
8. Ginjal : nokturia, poliuri, haus, proteinuri, hematuri
9. Reproduksi: penurunan libido, impotensi, amenorhoe, inflitrasi, ginekomasti
10. Saraf : letargi, malaise, anorexia, drawsiness, tremor, mioklonus, asteriksis,
kejang, penurunan kesadaran, koma
11. Tulang : renal osteodistrofi (ROD), kalsifikasi di jaringan lunak
12. Sendi : gout, pseudogout, kalsifikasi
13
13. Darah : Anemia, kecenderungan berdarah akibat penurunan fungsi trombosit,
defisiensi imun akibat penurunan fungsi imunologis dan fagositosis
14. Endokrin : intoleransi glukos, resistensi insulin, hiperlipidemia, penurunan kadar
testosteron dan estrogen
Pada dasarnya sebelum muncul berbagai gejala dan tanda yang mendukung
terjadinya PGK
Patofisiologi PGK pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya
tergantung pada penyakit yang mendsarinya, tapi dalam perkembanga selanjutnya
proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa )surviving nephron)
sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler aliran darag glomerulus. Ptoses adaptasi berlangsung
sigkat, selanjutnya diikuti proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas aksis
renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-
angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transformiting
growth factor beta (TGF-beta). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap
terjadinya progresifitas PGK adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus
maupun tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini PGK, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal
reserve), pada keadaan dimana basal GFR masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara berlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar ure dan kreatini serum. Sampai GFR
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 30%, mulai
terjadi keluhan seperti nokturia, badan lemas, mual, muntah, nafsu makan menurun,
dan berat badan turun. Sampai pada GFR di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala
dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
14
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien
juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas maupun
infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada
GFR di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (relan replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal.
a) Fase Inkubasi. Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Masa inkubasi virus hepatitis A akut biasanya 14-28 hari, bahkan sampai 50
hari.
b) Fase Prodromal (pra-ikterik). Berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit
kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri pada perut
kanan atas.
c) Fase Ikterus. Berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sklera,
kemudian pada kulit seluruh tubuh. Urin menjadi lebih coklat. Keluhan-keluhan
berkurang, tetapi pasien masih lemah, anoreksia, dan muntah. Tinja mungkin berwarna
kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
d) Fase konvalesen (pasca-ikterik). Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal
lagi. Apabila hepar sudah membesar pasien dapat menegeluh nyeri perut kanan atas.
Urine berwarna gelap seperti teh dan feses berwarna tanah. Dengan timbulnya gejala
ikterus maka biasanya gejala prodormal hilang. Hepatomegali dapat disertai nyeri
tekan. Ikterik pada penderita terutama tampak pada wajah, batang tubuh, dan sklera.
Gejala Tersering Pasien Infeksi Virus Hepatitis A akut Akut
No Gejala Angka Kejadian (%)
1. Ikterus 40-80
2. Urin berwarna seperti teh 68-94
3. Mudah lelah 52-91
4. Anoreksia 42-90
5. Nyeri / rasa tidak nyaman pada
abdomen
37-65
6. Feses berwarna dempul 52-58
7. Mual dan muntah 16-87
15
8. Demam atau menggigil 32-73
9. Sakit kepala 26-73
10
.
Artralgia 11-40
11
.
Mialgia 15-52
12
.
Diare 16-25
13
.
Nyeri tenggorokan 0-20
Berdasarkan anamnesa yang telah saya lakukan, Tn. RC memiliki kesamaan
dengan gejala-gejala pada penderita hepatitis virus A akut yaitu terdapat gejala seperti
pada fase prodromal (pra-ikterik) antara lain demam, badan lemas, anoreksia, mual, dan
nyeri atau terasa pegal diseluruh tubuh. Selanjutnya didapatkan gejala seperti pada fase
ikterus yaitu ikterus yang terlihat pada sklera, disertai pula dengan buang air kecil yang
berwarna seperti teh pekat. Keluhan-keluhan berkurang, tetapi pasien masih merasa
badan lemas, anoreksia, dan muntah. Kemudian Tn.RC merasakan nyeri pada perut
sebelah kanan dan nyeri di ulu hati.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu
badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman
pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan
nyeri di ulu hati, pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka
bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan
kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai
peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal
pada ikterus (Smeltzer dan Bare, 2002)
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah saya lakukan pada Tn.RC, maka
dapat diperoleh pembahasan sebagai berikut :
Pemeriksaan fisik pada penderita hepatitis virus A akut yaitu mata kuning.
Mata kuning adalah keluhan pertama yang dapat dilihat oleh penderita atau kerabatnya.
Warna kuning pada mata dapat memberikan gambaran kasar penyebab ikterus yaitu :
a) Kuning : Prehepatik
b) Kuning oranye : Hepatik
16
c) Kuning kehijauan : Posthepatik
Selain warna kuning pada sklera mata, dapat juga terjadi pembesaran hepar
dengan konsitensi kenyal, tepi tajam, permukaan rata, dan terkadang nyeri tekan.
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan terhadap Tn.Rc ,
didapatkan hasil yaitu ditemukan warna kuning pada sklera mata dan nyeri tekan
abdomen. Tidak ditemukan pembesaran hepar. Pemeriksaan adanya sklera mata yang
berwarna kuning dan nyeri tekan abdomen pada Tn.RC menunjukkan kesamaan dengan
pemeriksaan fisik penderita hepatitis virus A akut.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah
billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi
karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi
kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati, selain itu juga terjadi
kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui
duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi
pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin
yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini
terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi
bilirubin (Smeltzer dan Bare, 2002). Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik
mulai nampak (Syaifuddin, 2006).
Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan oleh Tn.RC, maka
didapatkan pembahasan sebagai berikut :
Diagnosis hepatitis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan tes fungsi hati
khususnya alanin amino transferase (ALT=SGPT), aspartat amino transferase
(AST=SGOT). Peningkatan kadar SGOT dan SGPT yang menunjukkan adanya
kerusakan sel-sel hati adalah 50-2.000 IU/ml. Terjadi peningkatan bilirubin total serum
(berkisar antara 5-20 mg/dL).
Adanya IgM anti-HAV dalam serum pasien dianggap sebagai gold standard
untuk diagnosis dari infeksi akut hepatitis A akut.Virus dan antibody dapat dideteksi
dengan metode komersial RIA, EIA, atau ELISA. Pemeriksaan tersebut digunakan
untuk mendeteksi IgM anti-HAV dan total anti-HAV (IgM dan IgG). IgM anti-HAV
dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya. Dikarenakan IgG anti-HAV
bertahan seumur hidup setelah infeksi akut, maka apabila seseorang terdeteksi IgG anti-
17
HAV positif tanpa disertai IgM anti-HAV, mengindikasikan adanya infeksi di masa
yang lalu. Pemeriksaan imunitas dari HAV tidak dipengaruhi oleh pemberian passive
dari Immunoglobulin/Vaksinasi, karena dosis profilaksis terletak dibawah level dosis
deteksi.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada Tn.RC,
didapatkan hasil yaitu peningkatan kadar SGOT >1500 u/l dan SGPT >1500 u/l.
Dimana kadar normal SGOT <40 u/l dan SGPT <41 u/l. Bilirubin total mengalami
peningkatan sebesar 8,26 mg/dl, dimana kadar normalnya yaitu <1,2 mg/dl. Hasil
berikutnya yaitu IgM anti-HAV didapatkan + 2,12 meq, dimana nilai normalnya yaitu <
0,4 meq.
Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan
terbawa sampai ke hati. Di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan peradangan
dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan SGOT dan
SGPT). Akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan konjugasi
bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik. Peradangan ini
akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu makan
(anoreksia). Salah satu fungsi hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang
masuk berlebihan atau tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak
hati sendiri dengan berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral
racun (Syaifuddin, 2006).
Tata laksana yang dapat diberikan pada penderita hepatitis A akut akut yaitu :
Tidak ada terapi medikamentosa yang spesifik untuk hepatitis A akut. Terapi
simptomatik dan hidrasi yang adekuat sangat penting pada penatalaksanaan infeksi
virus hepatitis A akut akut. Penggunaan obat yang potensial bersifat hepatotoksik
sebaiknya dihindari, misalnya parasetamol. (Sanityoso dan Christine, 2014) Penderita
hepatitis A akut diharuskan untuk tirah baring. Pada periode akut dan keadaan lemah
diharuskan istirahat yang cukup.(Hernomo, 2015) Tidak ada diet khusus bagi penderita
hepatitis A akut, yang penting adalah jumlah kalori dan protein adekuat, disesuaikan
dengan selera penderita, terkadang pemasukan nutrisi dan cairan kurang akibat mual
dan muntah, sehingga perlu ditunjang oleh nutrisi parenteral. Minuman mengandung
alkohol tidak boleh dikonsumsi selama hepatitis A akut karena efek hepatotoksik
langsung dari alkohol. (Har prett, 2006)
18
Berdasarkan tata laksana yang telah diberikan pada Tn.RC, maka didapatkan
pembahasan sebagai berikut :
• Inf. Aminofusin Hepar : Aminofluid = 1: 1
• Inj. Cernevit 1x1
• Inj. SNMC 2x1
• Inj. Ondansetron 2x4 mg
• Inj. Pumpitor 2x1
• Po. Urdahex 3x1
• Po. Hp.Pro 3x1
1. Aminofusin Hepar
Aminofusin Hepar memiliki efek hepatoprotektor dan meningkatkan regenerasi
sel hati. LOLA (L-ornithine-L-aspartate) bekerja pada siklus urea untuk meningkatkan
produksi urea dari amonia. Aminofusin hepar digunakan pada penderita yang memiliki
gangguan fungsi hati. Bentuk sediaannya yaitu larutan infus 500 mL di dalam botol
kaca dengan dosis 0,7-1 g/kgBB/hari dengan kecepatan infus 45 tetes per menit (1000-
1500 mL/hari pada pasien dengan berat badan 70 kg). Kontraindikasi dari Aminofusin
Hepar yaitu gagal ginjal, koma hepatikum, dan hipersensitif terhadap xylitol dan
sorbitol. (Kalbe, 2013)
2. Cernevit
Terdapat dalam sediaan bubuk steril liofilisasi dalam vial. Indikasi pemberian
Cernevit yaitu sebagai multivitamin harian dengan dosis maintenance untuk dewasa
dan anak di atas 11 tahun yang menerima nutrisi parenteral. Juga diindikasikan dalam
situasi lain di mana pemberian intravena diperlukan, seperti operasi, luka bakar luas,
patah tulang dan trauma lain, penyakit infeksi berat dan koma yang memicu keadaan
stress dengan peningkatan kebutuhan metabolik dan nutrisi jaringan berkurang.
Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil
dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin termasuk kelompok zat
pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas
spesifik di dalam tubuh. Dewasa dan anak-anak di atas 11 tahun dapat diberikan 1 vial
per hari. Mula-mula harus ditambahkan 5 mL air untuk injeksi ke dalam vial dan
19
dikocok perlahan untuk melarutkan lyophilised powder. Larutan ini kemudian dapat
diberikan melalui intravena secara perlahan atau dengan infus dalam isotonic saline
atau larutan glukosa. Kontraindikasi Cernevit yaitu pada keadaan hipervitaminosis dan
hipersensitivitas. Peringatan reaksi anafilaktik mungkin terjadi. Reaksi alergi ringan
seperti bersin atau asma ringan adalah tanda peringatan bahwa pemberian selanjutnya
dapat mengakibatkan syok anafilaktik. Pada pasien yang akan menerima nutrisi
parenteral total dalam jangka waktu lama, kadar vitamin A, C, D dan asam folat dalam
darah harus dikontrol. Reaksi alergi dapat terjadi setelah pemberian tiamin dan
komponen B kompleks lain secara intravena. Sangat jarang dilaporkan reaksi
anafilaktoid pada pemberian tiamin dosis besar IV.
3. SNMC (Stronger Neo-Minophagen C)
Indikasi penggunaan SNMC yaitu memperbaiki fungsi hati yang abnormal pada
penyakit hati kronis. Pada penyakit hati kronis, dosis harian berkisar 40-60 ml melalui
injeksi IV atau infus IV, satu kali sehari. Dosis dapat disesuaikan berdasarkan usia
pasien dan gejala. Dosis harian maksimum adalah 100 ml. Efikasi terapeutik dapat
dicapai pada pemberian 40 ml SNMC per hari/iv selama minggu pertama untuk
perbaikan transaminase. Kontraindikasi penggunaan SNMC yaitu pasien dengan
riwayat hipersensitivitas pada produk ini dan pasien dengan aldosteronisme, miopati
dan hypopotassemia. Efek samping pemberian SNMC yaitu syok,
pseudoaldosteronisme (seperti hypopotassemia berat, hipertensi, retensi natrium dan
cairan tubuh, edema, peningkatan berat badan) dan hipersensitivitas (seperti ruam).
(Syafruddin,2006)
4. Ondansetron
Ondansetron digunakan untuk mengatasi mual dan muntah. Dosis umum pemakaian
Ondansetron adalah 8mg – 32mg per hari.
5. Pumpitor
Pumpitor termasuk proton pump inhibitor. Obat ini bekerja dengan menghambat pompa
proton pada saat terjadinya produksi asam lambung. Dengan penghambatan pompa
proton ini, produksi asam lambung akan terkurangi. Indikasi penggunaan Pumpitor
yaitu pengobatan jangka pendek tukak duodenal dan yang tidak responsif terhadap
obat-obat antagonis reseptor H2, pengobatan jangka pendek tukak lambung,
pengobatan refluks esofagitis erosif / ulseratif yang telah didiagnosa melalui endoskopi,
20
pengobatan jangka lama pada sindroma Zollinger Ellison. Dosis tunggal oral sampai
dengan 160 mg dan dosis tunggal i.v. sampai dengan 80 mg dapat ditoleransi dengan
baik.
6. Urdahex
Urdahex merupakan Ursodeoxycholic acid adalah asam empedu tersier yang memiliki
potensi untuk mengurangi tingkat kejenuhan asam empedu, sehingga akan menekan
pembentukan batu kolesterol dan memperbaiki gangguan pada aliran asam empedu.
Ursodeoxycholic acid menekan sintesis dan sekresi kolesterol dari hati dan juga
menghambat penyerapan kolesterol pada usus. Ursodeoxycholic acid juga memiliki
aktivitas penghambatan kecil pada sintesis dan sekresi asam empedu endogen, tanpa
mempengaruhi sekresi fosfolipid ke dalam empedu. Bentuk sediaan Urdahex yaitu
kapsul dengan dosis umum : 8 – 12 mg / kg BB / hari dlm 2 – 3 dosis terbagi.
Umumnya dosis 250 mg diberikan pada pagi dan malam hari. Dosis dapat dibagi tidak
rata dan dosis lebih besar diberikan sebelum tidur untuk menghalangi peningkatan
konsentrasi kolesterol empedu di malam hari. Kontraindikasi urdahex yaitu batu
kolesterol yang mengalami kalsifikasi, batu pigmen empedu yg radiolusen dan
radioopak, kolesistitis akut, kolangitis, obstruksi bilier, pankreatitis, fistula
gastrointestinal bilier, serta pada alergi asam empedu, kehamilan, dan gangguan fungsi
ginjal.
7. Hp.Pro
Indikasi penggunaan Hp Pro yaitu untuk menghentikan nekroinflamasi hepar,
meningkatkan kemampuan detoksifikasi sel hepar terhadap bahan toksik, mencegah
kerusakan sel hepar akibat radikal bebas, meningkatkan salah satu enzim anti oksidan
fisiologi sel hepar yang penting yaitu SOD ( Super Oxide Dismutase ), menstimulasi
sintesa albumin dan glikogen oleh sel hepar. Dosis pemberian Hp Pro adalah 3 x 1 - 2
kapsul sehari selama 1-3 bulan.
Tata laksana yang telah diberikan kepada Tn.RC merupakan terapi
medikamentosa yang memilki fungsi sebagai hepatoprotektor. Dalam kasus ini, Tn.RC
menderita Hepatitis A akut sehingga terjadi inflamasi pada hepar penderita. Sehingga
menyebabkan fungsi hepar terganggu. Maka dari itu, untuk mencegah terjadinya
kerusakan lebih lanjut pada hepar penderita dapat diberikan tatalaksana medikamentosa
berupa hepatoprotektor seperti Aminofusin Hepar yang memiliki efek hepatoprotektor
dan dapat meningkatkan regenerasi sel hati; SNMC untuk memperbaiki fungsi hati
21
yang abnormal; Hp Pro untuk menghentikan nekroinflamasi hepar, meningkatkan
kemampuan detoksifikasi sel hepar terhadap bahan toksik, mencegah kerusakan sel
hepar akibat radikal bebas. Selain itu dapat diberikan Cernevit yaitu multivitamin
harian yang ditujukan pada penderita yang mengalami ineksi dan sedang menerima
nutrisi parenteral. Urdahex yang memiliki potensi untuk mengurangi tingkat kejenuhan
asam empedu, sehingga akan menekan pembentukan batu kolesterol dan memperbaiki
gangguan pada aliran asam empedu. Ondansetron untuk mengatasi mual dan muntah
pada penderita dan Pumpitor yang bekerja dengan menghambat pompa proton pada saat
terjadinya produksi asam lambung. Dengan penghambatan pompa proton ini, produksi
asam lambung akan terkurangi sehingga digunakan untuk pengobatan jangka pendek
tukak duodenal, tukak lambung, pengobatan refluks esofagitis erosif / ulseratif yang
telah didiagnosa melalui endoskopi.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hepatitis virus A akut yaitu
hepatitis fulminan, kolestasis berkelanjutan, dan hepatitis kronik. Pada kasus Tn.RC
tidak terjadi komplikasi seperti hepatitis fulminan, kolestasis berkelanjutan dan
hepatitis kronik.
Pencegahan penularan infeksi hepatitis A akut dapat dilakukan dalam beberapa
cara yaitu pemberian imunoglobulin, vaksinasi, dan kondisi higienis yang baik, seperti
cuci tangan dan desinfeksi. Pemberian imunoglobulin merupakan cara utama untuk
mencegah infeksi virus hepatitis. Pemberian imunoglobulin hepatitis A akut juga
direkomendasikan untuk individu pasca paparan virus hepatitis A akut dan individu
yang belum divaksin hepatitis A akut yang beresiko terpapar virus hepatitis A akut
selama kurang dari dua minggu. Profilaksis pasca paparan direkomendasikan untuk
individu yang terpapar dalam waktu kurang dari dua minggu sebelum imunisasi dan
juga terhadap individu yang memiliki kontak personal yang erat dengan pasien yang
diduga dalam masa inkubasi infeksi hepatitis A akut.
Imunisasi aktif diberikan berupa vaksin yang dilemahkan, yang diinaktivasi
formalin, dan berupa whole vaccine yang diproduksi dari kultur sel. Metode ini
menggantikan metode pemberian imunoglobulin untuk profilaksis individu yang belum
terpapar.
22
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
diperoleh dari Tn.RC, maka didapatkan prognosa sebagai berikut :
Prognosis hepatitis A akut baik, lebih dari 99% dari pasien dengan hepatitis A
akut infeksi sembuh sendiri. Komplikasi akibat hepatitis A akut hampir tidak ada
kecuali pada para lansia atau seseorang yang memang sudah mengidap penyakit hati
kronis atau sirosis. Hanya 0,1% pasien berkembang menjadi nekrosis hepatik akut fatal.
(Silverman, 2003)
Prognosis pada kasus Tn.RC baik, karena segera mendapat penanganan yang
baik dan tidak berlanjut kearah komplikasi.
BAB III
KESIMPULAN
Pasien datang ke RSUD Sidoarjo pada tanggal 31 Juli 2015 pada pukul
19.00 dengan keluhan nyeri perut. Selama dua minggu kemarin pasien mengeluh perut
terasa nyeri dan tidak nyaman. Nyeri yang dirasakan pada perut sebelah kanan dan juga
terasa nyeri di ulu hati. Mata pasien terlihat kuning. Keluhan juga disertai dengan
buang air kecil berwarna seperti teh yang pekat. Buang air besar yang berwarna putih
dempul disangkal. Pada minggu pertama pasien mengatakan bahwa badan terasa lemas
dan mengalami demam yang tidak terlalu tinggi. Pasien juga merasakan seluruh badan
terasa pegal, mual, penurunan nafsu makan. Pasien mengaku baru pertama kali ini
mengalami keluhan mata kuning. Riwayat kontak dengan penderita sakit kuning
sebelumnya tidak ada. Riwayat melakukan transfusi tidak ada. Riwayat minum alkohol,
minuman berenergi, jamu-jamuan tidak ada. Riwayat penurunan berat badan yang
nyata tidak ada. Riwayat sering nyeri atau perih di ulu hati yang disertai mual dan
muntah terutama bila pasien terlambat untuk makan tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg dengan
nadi 84x/menit, suhu 36,6o
C. Pemeriksaan kepala dan leher didapatkan sklera ikterik.
23
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan perut datar, simetris, nyeri tekan (+). Hepar dan
lien tidak teraba. Pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium didapatkan kadar SGOT
>1500 dan SGPT > 1500, IgM-HAV +2,12 , Bilirubin total 8,26 mg/dl, dan HbsAg -.
Jadi, berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan maka Tn. RC dapat didiagnosa dengan Hepatitis A Akut.
DAFTAR PUSTAKA
Har prett pall and Maureen M. Jonas, 2006: Acute and Chronic hepatitis; in Pediatric Gastro
Intestinal and Liver disease therd edition Edited by. Rober Wyllie and Jeffrey Hyams.
H. 925-37.
Hernomo, O Kusumobroto, 2015. Buku Ajar Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr.Soetomo Surabaya. Edisi 2. Hal
275-277
Pearce, Evelyn. C. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramed. PT.Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Sanityoso, Andri dan Christine, Griskalia. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Internapublishing. Jilid II. Edisi VI. Hal: 1945-1950
24
Silverman A and Sokol R.S. 2003 : Liver and Pancreas in Current Pediatric Diagnosis and
Treatment 12th. Lange Medical Book. H. 582-9.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
EGC : Jakarta
Syafruddin,2006. Jurnal Kedokteran dan Farmasi: Hepatitis Virus. Dexa Media. No 2. Vol
19: Jakarta
Syaifuddin, 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
LAPORAN KASUS
SMF INTERNA
Seorang Penderita dengan Hepatitis A Akut
Disusun Oleh:
Made Kusuma Wardani S.Ked. / 15710083
25
Pembimbing :
dr. Judhy Eko Septiarso, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK
FK UWKS DI RSUD KABUPATEN SIDOARJO
2015

More Related Content

What's hot

Sindrom nefrotik relaps
Sindrom nefrotik relapsSindrom nefrotik relaps
Sindrom nefrotik relapsWiwin Meiriana
 
Kedokteran Komunitas Case Hipertensi
Kedokteran Komunitas Case HipertensiKedokteran Komunitas Case Hipertensi
Kedokteran Komunitas Case HipertensiZollananda
 
Atypical Manifestations dengue virus infection
Atypical Manifestations dengue virus infection Atypical Manifestations dengue virus infection
Atypical Manifestations dengue virus infection Soroy Lardo
 
Sap gagal ginjal kronik
Sap gagal ginjal kronikSap gagal ginjal kronik
Sap gagal ginjal kronikWarung Bidan
 
Pgk fk unand 3 harnavi
Pgk fk unand 3 harnaviPgk fk unand 3 harnavi
Pgk fk unand 3 harnavifikri asyura
 
Presentasi kasus wanita 24 tahun dengan thalassemia beta intermedia dan gagal...
Presentasi kasus wanita 24 tahun dengan thalassemia beta intermedia dan gagal...Presentasi kasus wanita 24 tahun dengan thalassemia beta intermedia dan gagal...
Presentasi kasus wanita 24 tahun dengan thalassemia beta intermedia dan gagal...MettaFerdy FerdianFamily
 
Presentasi ckd (gagal ginjal kronik)
Presentasi ckd (gagal ginjal kronik)Presentasi ckd (gagal ginjal kronik)
Presentasi ckd (gagal ginjal kronik)Edhy Riawan
 
BAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang
BAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan SedangBAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang
BAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan SedangSyscha Lumempouw
 
Laporan kasus sirosis hepatis, diana
Laporan kasus sirosis hepatis, dianaLaporan kasus sirosis hepatis, diana
Laporan kasus sirosis hepatis, dianaDiana Arwati
 

What's hot (20)

Gagal ginjal kronis
Gagal ginjal kronisGagal ginjal kronis
Gagal ginjal kronis
 
Cardiac sirosis
Cardiac sirosisCardiac sirosis
Cardiac sirosis
 
Ppt case bp david
Ppt case bp davidPpt case bp david
Ppt case bp david
 
Sindrom nefrotik relaps
Sindrom nefrotik relapsSindrom nefrotik relaps
Sindrom nefrotik relaps
 
Kedokteran Komunitas Case Hipertensi
Kedokteran Komunitas Case HipertensiKedokteran Komunitas Case Hipertensi
Kedokteran Komunitas Case Hipertensi
 
bph dan hidronefrosis
bph dan hidronefrosis bph dan hidronefrosis
bph dan hidronefrosis
 
239930897 case-hsp
239930897 case-hsp239930897 case-hsp
239930897 case-hsp
 
Ppt bronkopneumonia
Ppt bronkopneumoniaPpt bronkopneumonia
Ppt bronkopneumonia
 
Atypical Manifestations dengue virus infection
Atypical Manifestations dengue virus infection Atypical Manifestations dengue virus infection
Atypical Manifestations dengue virus infection
 
Sap gagal ginjal kronik
Sap gagal ginjal kronikSap gagal ginjal kronik
Sap gagal ginjal kronik
 
Pgk fk unand 3 harnavi
Pgk fk unand 3 harnaviPgk fk unand 3 harnavi
Pgk fk unand 3 harnavi
 
Presentasi kasus wanita 24 tahun dengan thalassemia beta intermedia dan gagal...
Presentasi kasus wanita 24 tahun dengan thalassemia beta intermedia dan gagal...Presentasi kasus wanita 24 tahun dengan thalassemia beta intermedia dan gagal...
Presentasi kasus wanita 24 tahun dengan thalassemia beta intermedia dan gagal...
 
109258193 case-ckd
109258193 case-ckd109258193 case-ckd
109258193 case-ckd
 
Presentasi ckd (gagal ginjal kronik)
Presentasi ckd (gagal ginjal kronik)Presentasi ckd (gagal ginjal kronik)
Presentasi ckd (gagal ginjal kronik)
 
196496593 case-sn
196496593 case-sn196496593 case-sn
196496593 case-sn
 
BAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang
BAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan SedangBAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang
BAB II Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang
 
Gagal ginjal ROMANTISME DAN EKSPRESIONISME
Gagal ginjal ROMANTISME DAN EKSPRESIONISMEGagal ginjal ROMANTISME DAN EKSPRESIONISME
Gagal ginjal ROMANTISME DAN EKSPRESIONISME
 
Laporan kasus sirosis hepatis, diana
Laporan kasus sirosis hepatis, dianaLaporan kasus sirosis hepatis, diana
Laporan kasus sirosis hepatis, diana
 
BPH ppt
BPH pptBPH ppt
BPH ppt
 
Askep hepatitis
Askep hepatitisAskep hepatitis
Askep hepatitis
 

Similar to PenyakitGinjalKronis

LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptxLAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptxAnnisaRizkaFauziah
 
PPT CRS Fikri Arfu Riza.pptx
PPT CRS Fikri Arfu Riza.pptxPPT CRS Fikri Arfu Riza.pptx
PPT CRS Fikri Arfu Riza.pptxAlisiaNurjannah
 
anemia-ec-hemoroid_compress.pdf
anemia-ec-hemoroid_compress.pdfanemia-ec-hemoroid_compress.pdf
anemia-ec-hemoroid_compress.pdfrendra33
 
diare dan contoh kasus.pptx
diare dan contoh kasus.pptxdiare dan contoh kasus.pptx
diare dan contoh kasus.pptxrickyhutagalung1
 
99103061 lapsus-invaginasi
99103061 lapsus-invaginasi99103061 lapsus-invaginasi
99103061 lapsus-invaginasissuser37779f
 
99103061 lapsus-invaginasi
99103061 lapsus-invaginasi99103061 lapsus-invaginasi
99103061 lapsus-invaginasiElvira Cesarena
 
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptCase Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptSyscha Lumempouw
 
Thalasemia Case Report
Thalasemia Case ReportThalasemia Case Report
Thalasemia Case ReportPhil Adit R
 
Case eki 1 sle fix ya
Case eki 1 sle fix yaCase eki 1 sle fix ya
Case eki 1 sle fix yabeequeen_30
 

Similar to PenyakitGinjalKronis (20)

LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptxLAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
LAPSUS sindrom nefrotik ANNISA RIZKA.pptx
 
PPT CRS Fikri Arfu Riza.pptx
PPT CRS Fikri Arfu Riza.pptxPPT CRS Fikri Arfu Riza.pptx
PPT CRS Fikri Arfu Riza.pptx
 
Kolelitiasis lapsus Rezza.docx
Kolelitiasis lapsus Rezza.docxKolelitiasis lapsus Rezza.docx
Kolelitiasis lapsus Rezza.docx
 
hepatitis A.pptx
hepatitis A.pptxhepatitis A.pptx
hepatitis A.pptx
 
dc hasna abu.docx
dc hasna abu.docxdc hasna abu.docx
dc hasna abu.docx
 
anemia-ec-hemoroid_compress.pdf
anemia-ec-hemoroid_compress.pdfanemia-ec-hemoroid_compress.pdf
anemia-ec-hemoroid_compress.pdf
 
Gout arhtritis
Gout arhtritis Gout arhtritis
Gout arhtritis
 
CR Naura - Intususepsi.pptx
CR Naura - Intususepsi.pptxCR Naura - Intususepsi.pptx
CR Naura - Intususepsi.pptx
 
diare dan contoh kasus.pptx
diare dan contoh kasus.pptxdiare dan contoh kasus.pptx
diare dan contoh kasus.pptx
 
JC fatih.pptx
JC fatih.pptxJC fatih.pptx
JC fatih.pptx
 
file.pdf
file.pdffile.pdf
file.pdf
 
99103061 lapsus-invaginasi
99103061 lapsus-invaginasi99103061 lapsus-invaginasi
99103061 lapsus-invaginasi
 
99103061 lapsus-invaginasi
99103061 lapsus-invaginasi99103061 lapsus-invaginasi
99103061 lapsus-invaginasi
 
CRS - sirosis hepar.pptx
CRS - sirosis hepar.pptxCRS - sirosis hepar.pptx
CRS - sirosis hepar.pptx
 
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptCase Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
 
Kasus Sistem Saraf
Kasus Sistem SarafKasus Sistem Saraf
Kasus Sistem Saraf
 
Edema Anasarka.pdf
Edema Anasarka.pdfEdema Anasarka.pdf
Edema Anasarka.pdf
 
BATUK KRONIK.pptx
BATUK KRONIK.pptxBATUK KRONIK.pptx
BATUK KRONIK.pptx
 
Thalasemia Case Report
Thalasemia Case ReportThalasemia Case Report
Thalasemia Case Report
 
Case eki 1 sle fix ya
Case eki 1 sle fix yaCase eki 1 sle fix ya
Case eki 1 sle fix ya
 

Recently uploaded

1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfMeboix
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxfania35
 
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptxAzwarArifkiSurg
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptKianSantang21
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensissuser1cc42a
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
ANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptx
ANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptxANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptx
ANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptxCahyaRizal1
 
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfPpt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfAyundaHennaPelalawan
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 

Recently uploaded (20)

1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
 
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
ANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptx
ANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptxANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptx
ANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptx
 
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfPpt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 

PenyakitGinjalKronis

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindroma klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit gagal ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal kronik pertahunnya. Di negara- negara berkembang lainnya insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun. Patofisisologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah menungkat. Kemudian dengan perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Pada LFG di bawah 15% aka terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan pada stadium gagal ginjal. Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Tetapi pada intinya penyebab penyakit ginjal kronis hampr sama, hanya berbeda dalam perbandingan presentasinya. PGK dapat disebabkan oleh Glomrulonefritis, Diabetes mellitus, Hipertensi, Penyakit Ginjal Polikistik, Batu Saluran Kemih (BSK) serta infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Berdasarkan tingginya angka kejadian Penyakit Ginjal Kronik di Indonesia khususnya di RSUD Sidoarjo, maka saya tertarik untuk membuat suatu laporan kasus
  • 2. 2 dari seseorang penderita PGK, yang nantinya diharapkan dapat menjadi referensi yang bermanfaat dalam penegakan diagnosa sampai dengan penatalaksaan Penyakit Ginjal Kronis. I. IDENTITAS PASIEN Nama Penderita : Ny. P Umur : 60 tahun Tanggal Lahir : 05 Desember 1954 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Status Pernikahan : Menikah Alamat : Ganggang Panjang RT 06/02, Tanggulangin Pendidikan : SD Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Tanggal MRS : 02 September 2015 Tanggal Pemeriksaan : 02 September 2015 Tanggal KRS : 07 Agustus 2015 No. Rekam Medis : 1655188 II. ANAMNESIS a. Keluhan Utama Nyeri perut b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poli Penyakit Dalam RSUD Sidoarjo pada tanggal 02 September 2015 pada pukul 10.00 dengan keluhan nyeri perut. Lalu pasien disarankan untuk rawat inap. Pasien mengeluh nyeri perut sejak tiga minggu yang lalu, tembus ke pinggang, rasanya panas dan keras, nyeri menetap, tidak hilang timbul, makin lama makin sakit, nyeri terlokalisasi di perut sebelah kiri dan tidak menyebar, nyeri sedikit berkurang jika miring ke kanan. Sejak tiga minggu yang lalu pasien mengeluh agak nyeri saat buang air kecil, apabila buang air kencing harus agak sedikit mengejan, air kencing berwarna kuning tua tetapi tidak ada tanda perdarahan, volume dan frekuensi kencing berkurang, kadang
  • 3. 3 sehari hanya 1-2 kali buang air kecil, volume kurang lebih ½ botol aqua selama 24 jam. Buang air besar tidak ada perubahan. Pasien mengatakan bahwa dua minggu yang lalu sempat panas tinggi sampai menggigil, panas hilang timbul, meningkat saat malam hari dan berkurang saat pagi hari tetapi tidah pernah sampai suhu normal. Sejak saat itu pasien menjadi sering pusing, lemas dan malas beraktifitas, mual-mual saat melihat makanan kadang disertai muntah 3-5 kali sehari berisi cairan dan lendir, nafsu makan dan minum sangat menurun, berat badan juga terasa menurun. c. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengatakan tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Tidak ada sakit yang sampai menyebabkan masuk rumah sakit. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit hati disangkal. d. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan yang diderita pasien. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit hati disangkal. e. Riwayat Pengobatan Sebelum MRS pasien sudah berobat 4 kali, di Klinik Harmoni 2 kali, di dokter Umum 2 kali tetapi tidak ada perubahan yang signifikan. Pasien mengatakan tidak tahu diberi obat apa. f. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien mengaku memiliki kebiasaan minum jamu seperti akar-akaran, arafat dan herbal-herbal yang lain. g. Riwayat Alergi Pasien tidak memiliki alergi obat atau makanan tertentu.
  • 4. 4 III. PEMERIKSAAN FISIK A. Pemeriksaan Umum a. Keadaan Umum : Lemah b.Kesadaran : Compos Mentis (GCS 4-5-6) c. Tanda Vital : TD : 150/90 mmHg N : 110 x/mnt RR : 20 x/mnt Suhu : 36,9 °C d. Kulit : Turgor kulit normal, elastisitas baik, tidak ada ruam, tidak ada nodul, tidak ada tanda infeksi. e. Kelenjar Limfe : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe di leher, aksila, dan inguinal f. Otot : Tidak terdapat atrofi otot g. Tulang : Tidak ada deformitas h. Status gizi : BB : 65 kg TB : 150 cm IMT : 28,8 kg/m2 (obesitas I) B. Pemeriksaan Keadaan Umum a. Kepala Bentuk : bulat, simetris Rambut : pendek, warna hitam tidak mudah dicabut
  • 5. 5 Mata : konjungtiva anemis, sclera putih, lensa jernih, pupil isokor, reflek cahaya (+/+), edema minimal pada daerah palpebral kedua mata Hidung : tidak ada sekret, tidak ada bau, tidak ada perdarahan, Telinga : tidak ada secret, tidak ada bau, tidak ada perdarahan Mulut : tidak sianosis, mukosa normal, gigi tidak ada kelainan Lidah : tidak kotor, tidak hiperemi b. Leher Inspeksi : simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher Palpasi : tidak teraba pembesaran KGB leher c. Jantung dan Sistem Kardiovaskuler Inspeksi : Iktus tak tampak, pulsasi jantung tak tampak Palpasi : Ictus teraba, pulsasi jantung tak teraba, suara yang teraba tidak ada, getaran (thrill) tidak ada Perkusi : Jantung dalam batas normal Auskultasi : S1-S2 tunggal reguler cepat, S3-S4 tidak terdengar, A2 dan P2 mengeras, murmur (-), gallop (-) d. Paru Inspeksi : simetris Palpasi : fremitus raba (+) normal simetris Perkusi : sonor
  • 6. 6 Auskultasi : vesikuler +/+ RH (-), WH (-) e. Abdomen Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak ada luka dan bekas operasi Palpasi : Nyeri tekan (+) hipokondrium dan lumbal sinistra. Hepar dan lien tidak teraba membesar. Perkusi : Timpani (+), shifting dulness (-) Flank test sinistra (+) Auskultasi : Bising usus (+) meningkat, bruit (-) f. Ektremitas Superior : akral hangat+ | +, edema -/- Inferior : akral hangat+ | +, edema -/- IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Hasil Pemeriksaan Radiologi tanggal 01 September 2015 USG Abdomen Atas & bawah Hepar : Membesar Intensitas echoparenchim homogen meningkat V. Porta & V. Hepatika tak melebar, dinding tampak kabur Tak tampak pelebaran IHBD/EHBD Tak tampak nodul solid/kista Gall blader : Besar normal, dinding tak menebal dan tak tampak batu nodul/solid/bile sludge
  • 7. 7 Pancreas/Lien : Besar normal tak tampak nodul solid/kista Ren Dextra : Mengecil Intensitas echocortex meningkat Sistemapleviocalyceal tak tampak ectasis Tak tampak batu/nodul solid/kista Ren Sinista : Membesar Intensitas echocortex meningkat Sistemapleviocalyceal tak tampak ectasis gr 2 Tak tampak batu/nodul solid/kista Buli2 : Out line rata, dinding tak menebal, tak tampak batu/nodul solid Uterus/Adneksa : Besar normal, tak tampak nodul solid/kista Tak tampak bebas/mass dalam cavum abdomen Tak tampak pembesaran kelenjar para aorta Kesimpulan : - Hepatomegali (fatty live) - Bilateral Nephritis chronic dengan hydronephrosis sinistra gr 2 ok batu ureter ? B. Hasil Laboratorium tanggal 03 September 2015 PEMERIKSAAN METODE HASIL HEMATOLOGI Laju Endap darah DARAH LENGKAP WBC (Leukosit) RBC (Eritrosit) HGB (Hemoglobin) HCT (Hematokrit) PLT (Trombosit) MCV MCH Western Green Cell counter Flowcymetri Cell counter Cell counter Cell counter Cell counter 116-125 mm/jam Terlampir 12.530 3.800.000 10,7 33,4% 409.000 87,9 28
  • 8. 8 MCHC KIMIA KLINIK Gula Darah Puasa Gula Darah 2JPP BUN Creatinin Albumin Globulin Bilirubin Direk Bilirubin Total SGOT (AST) SGPT (ALT) ELEKTROLIT Natrium Kalium Chlorida Hexoxinase Hexoxinase Kinetik UV Jaffe Bromcresol green Jendrasik Bilirubin DPD IFCC IFCC ISE ISE ISE 32,0 104 115 107,7 19,4 3,8 3,2 0,12 0,26 10 9 135 7,5 99 C. Hasil Laboratorium taggal 04 September 2015 (sebelum HD) PEMERIKSAAN METODE HASIL HEMATOLOGI FAAL HEMOSTASIS PPT Control PPT KPTT/APTT Control KPTT/APTT Hepatitis Marker HbsAg RAPID 11,2 detik 11,5 detik 25,1 detik 30,1 detik Non Reaktif
  • 9. 9 D. Hasil Laboratorium tanggal 4 September 2015 (post HD) PEMERIKSAAN METODE HASIL KIMIA KLINIK BUN Creatinin ELEKTROLIT Natrium Kalium Chlorida Kinetik UV Jaffe ISE ISE ISE 67,9 11,7 150 7,3 112 E. Hasil Laboratorium tanggal 5 September 2015 PEMERIKSAAN METODE HASIL ELEKTROLIT Natrium Kalium Chlorida ISE ISE ISE 130 5,8 90 F. Hasil Laboratorium tanggal 6 September 2015 PEMERIKSAAN METODE HASIL ELEKTROLIT Natrium Kalium Chlorida ISE ISE ISE 144 5,7 114 V. DIAGNOSIS KERJA Chronic Kidney Dissease Stadium V + Fatty Liver VI. PLANNING • Diet TK-RP-RG 2100 kkal/hr • Balance cairan Input = Output • Inf. D10% + 10 unit insulin 7 tetes/menit • Inj. Ceftazidim 3 x 1 amp • Inj. Omeprazol 2 x 1 amp
  • 10. 10 • Inj. Ondansetron 8 mg 3 x 1 amp • Inj. Ca Glukonase 3 x 1 amp • Po : Kalitake 3 x 1 tab • Po : As Folat 3 x 1 tab • PRO Dialisis BAB II PEMBAHASAN Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik serta beberapa pemeriksaan penunjang yang telah saya lakukan kepada Ny. P maka saya dapatkan beberapa hal yang mengarahkan pada diagnosa Penyakit Ginjal Kronis (PGK), pembahasan secara lengkapnya sebagai berikut: Penyakit Ginjal Kronis (PGK) atau Chronic Kidney Dissease (CKD) merupakan sindroma klinis karena penurunan fungsi ginjal secara menetap akibat keruskan nefron. Proses penurunan fungsi ginjal ini terjadi secara kronis dan progresif sehingga pada akhirnya akan terjadi gagal ginjal terminal (GGT) atau End Stage Renal Dissease (ESRD). Ada beberapa istilah yang dipakai untuk menyatakan penurunan fungsi ginjal ini, antara lain:  Gangguan fungsi ginjal Adanya penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate=GFR) yang dapat terjadi dalam derajat ringan, sedang, berat  Azotemia
  • 11. 11 Adanya peningkatan kadar urea plasma atau penungkatan BUN oleh karena retensi sampah nitrogen akibat gangguan fungsi ginjal  Uremia Sindroma klinis dan laboratori yang menunjukkan adanya disfungsi berbagai sistem organ akibat gagal ginjal akut maupun kronis, biasanya pada derajat lanjut  GGT Keadaan dimana ginjal tidak dapat lagi menopang kehidupan tanpa diikuti tindakan dialisis atau transplantasi ginjal Definisi PGK menurut NKF-K/DOQI adalah: 1. Kerusakan ginjal selama lebih dari sama dengan 3 bulan Yang dimaksud terdapat kerusakan ginjal adalah apabila dijumpai kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR dengan salah satu manifestasi:  Kelainan patologi, atau  Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah atau urin atau kelainan radiologi. 2. GFR <60ml/men/1,73m3 lebih dari sama dengan 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal Pada tingkat GFR tersebut atau lebih rendah ginjal telah kehilangan fungsinya lebih dari sama dengan 50% dan terdapat komplikasi. Pada sebagian besar kasus, biopsi ginjal jarang dilakuakan, sehingga kerusakan ginjal didasrkan pada adanya beberapa penanda seperti proteinuri, kelainan sedimen (hematuri, piuria dengan cast), kelainan darah yang patognomonik untuk kelainan ginjal seperti sindroma tubuler (misal asidosis tubuler ginjal, diabetes insipidus nefrogenik), serta adanya gambaran radiologi yang absnormal misalnya hidronefrosis. Ada kemungkinan GFR tetap normal atau meningkat, tetapi sudah terdapat kerusakan ginjal sehingga mempunyai resiko tinggi untuk mengalami 2 keadaan utama akibat PGK yaitu hilangnya fungsi ginjal dan terjadinya penyakit cardiovaskuler. Definisi PGK di atas tidak memperlihatkan penyebab yang mendasari terjadinya kelainan ginjal. Walaupun demikian tetap harus diupayakan untuk menegakkan diagnos penyebab PGK, derajat kerusakan ginjal, derajat penurunan fungsi ginjal maupun
  • 12. 12 resiko hilangnya fungsi ginjal lebih lanjut serta resiko timbulnya penyakit cardiovaskuler. Penyebab PGK di berbagai negara hampir sama akan tetapi berbeda dalam persentasenya. PGK dapat disebabkan oleh Glomerulonefritis, Diabetes Melitus, Hipertensi, Penyakit Ginjal Polikistik, Batu Saluran Kemih (BSK) serta Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan lain-lain. Pada dasarnya gejala klinis yang timbul pada PGK erat hubungannya dengan penurunan fungsi ginjal yaitu: 1. Kegagalan fungsi ekskresi, penurunan GFR, gangguan reabsorbsi dan sekresi tubulus. Akibatnya akan terjadi penumpukan toksin uremik dan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit serta asam basa tubuh. 2. Kegagalan fungsi hormonal  Penurunan eritropoetin  Penurunan vitamin D3 aktif  Gangguan sekresi renin  Lain-lain Keluhan dan gejala klinis yang timbul pada PGK hampir mengenai seluruh sistem yaitu: 1. Umum : lemah, malaise, gg pertumbuhan dan desibilitas, edema 2. Kulit : pucat, rapuh, gatal, bruising 3. K/L : foetor uremi 4. Mata : fundus hipertensi, mata merah 5. Jantung dan vaskuler : Hipertensi, Sindroma overload, payah jantung, perikarditis uremik, tamponade 6. Respirasi : efusi pleura, edema paru, nafas kussmaul, pleuritis uremik 7. Gastrointestinal : anorexia, mual, muntah, gastritis, ulkus, kolitis ilremik, perdarahan saluran cerna 8. Ginjal : nokturia, poliuri, haus, proteinuri, hematuri 9. Reproduksi: penurunan libido, impotensi, amenorhoe, inflitrasi, ginekomasti 10. Saraf : letargi, malaise, anorexia, drawsiness, tremor, mioklonus, asteriksis, kejang, penurunan kesadaran, koma 11. Tulang : renal osteodistrofi (ROD), kalsifikasi di jaringan lunak 12. Sendi : gout, pseudogout, kalsifikasi
  • 13. 13 13. Darah : Anemia, kecenderungan berdarah akibat penurunan fungsi trombosit, defisiensi imun akibat penurunan fungsi imunologis dan fagositosis 14. Endokrin : intoleransi glukos, resistensi insulin, hiperlipidemia, penurunan kadar testosteron dan estrogen Pada dasarnya sebelum muncul berbagai gejala dan tanda yang mendukung terjadinya PGK Patofisiologi PGK pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya tergantung pada penyakit yang mendsarinya, tapi dalam perkembanga selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa )surviving nephron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler aliran darag glomerulus. Ptoses adaptasi berlangsung sigkat, selanjutnya diikuti proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin- angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transformiting growth factor beta (TGF-beta). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas PGK adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium paling dini PGK, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal GFR masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara berlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar ure dan kreatini serum. Sampai GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 30%, mulai terjadi keluhan seperti nokturia, badan lemas, mual, muntah, nafsu makan menurun, dan berat badan turun. Sampai pada GFR di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
  • 14. 14 metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada GFR di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (relan replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. a) Fase Inkubasi. Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Masa inkubasi virus hepatitis A akut biasanya 14-28 hari, bahkan sampai 50 hari. b) Fase Prodromal (pra-ikterik). Berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri pada perut kanan atas. c) Fase Ikterus. Berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sklera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Urin menjadi lebih coklat. Keluhan-keluhan berkurang, tetapi pasien masih lemah, anoreksia, dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan. d) Fase konvalesen (pasca-ikterik). Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal lagi. Apabila hepar sudah membesar pasien dapat menegeluh nyeri perut kanan atas. Urine berwarna gelap seperti teh dan feses berwarna tanah. Dengan timbulnya gejala ikterus maka biasanya gejala prodormal hilang. Hepatomegali dapat disertai nyeri tekan. Ikterik pada penderita terutama tampak pada wajah, batang tubuh, dan sklera. Gejala Tersering Pasien Infeksi Virus Hepatitis A akut Akut No Gejala Angka Kejadian (%) 1. Ikterus 40-80 2. Urin berwarna seperti teh 68-94 3. Mudah lelah 52-91 4. Anoreksia 42-90 5. Nyeri / rasa tidak nyaman pada abdomen 37-65 6. Feses berwarna dempul 52-58 7. Mual dan muntah 16-87
  • 15. 15 8. Demam atau menggigil 32-73 9. Sakit kepala 26-73 10 . Artralgia 11-40 11 . Mialgia 15-52 12 . Diare 16-25 13 . Nyeri tenggorokan 0-20 Berdasarkan anamnesa yang telah saya lakukan, Tn. RC memiliki kesamaan dengan gejala-gejala pada penderita hepatitis virus A akut yaitu terdapat gejala seperti pada fase prodromal (pra-ikterik) antara lain demam, badan lemas, anoreksia, mual, dan nyeri atau terasa pegal diseluruh tubuh. Selanjutnya didapatkan gejala seperti pada fase ikterus yaitu ikterus yang terlihat pada sklera, disertai pula dengan buang air kecil yang berwarna seperti teh pekat. Keluhan-keluhan berkurang, tetapi pasien masih merasa badan lemas, anoreksia, dan muntah. Kemudian Tn.RC merasakan nyeri pada perut sebelah kanan dan nyeri di ulu hati. Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati, pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus (Smeltzer dan Bare, 2002) Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah saya lakukan pada Tn.RC, maka dapat diperoleh pembahasan sebagai berikut : Pemeriksaan fisik pada penderita hepatitis virus A akut yaitu mata kuning. Mata kuning adalah keluhan pertama yang dapat dilihat oleh penderita atau kerabatnya. Warna kuning pada mata dapat memberikan gambaran kasar penyebab ikterus yaitu : a) Kuning : Prehepatik b) Kuning oranye : Hepatik
  • 16. 16 c) Kuning kehijauan : Posthepatik Selain warna kuning pada sklera mata, dapat juga terjadi pembesaran hepar dengan konsitensi kenyal, tepi tajam, permukaan rata, dan terkadang nyeri tekan. Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan terhadap Tn.Rc , didapatkan hasil yaitu ditemukan warna kuning pada sklera mata dan nyeri tekan abdomen. Tidak ditemukan pembesaran hepar. Pemeriksaan adanya sklera mata yang berwarna kuning dan nyeri tekan abdomen pada Tn.RC menunjukkan kesamaan dengan pemeriksaan fisik penderita hepatitis virus A akut. Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati, selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin (Smeltzer dan Bare, 2002). Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak (Syaifuddin, 2006). Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan oleh Tn.RC, maka didapatkan pembahasan sebagai berikut : Diagnosis hepatitis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan tes fungsi hati khususnya alanin amino transferase (ALT=SGPT), aspartat amino transferase (AST=SGOT). Peningkatan kadar SGOT dan SGPT yang menunjukkan adanya kerusakan sel-sel hati adalah 50-2.000 IU/ml. Terjadi peningkatan bilirubin total serum (berkisar antara 5-20 mg/dL). Adanya IgM anti-HAV dalam serum pasien dianggap sebagai gold standard untuk diagnosis dari infeksi akut hepatitis A akut.Virus dan antibody dapat dideteksi dengan metode komersial RIA, EIA, atau ELISA. Pemeriksaan tersebut digunakan untuk mendeteksi IgM anti-HAV dan total anti-HAV (IgM dan IgG). IgM anti-HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya. Dikarenakan IgG anti-HAV bertahan seumur hidup setelah infeksi akut, maka apabila seseorang terdeteksi IgG anti-
  • 17. 17 HAV positif tanpa disertai IgM anti-HAV, mengindikasikan adanya infeksi di masa yang lalu. Pemeriksaan imunitas dari HAV tidak dipengaruhi oleh pemberian passive dari Immunoglobulin/Vaksinasi, karena dosis profilaksis terletak dibawah level dosis deteksi. Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada Tn.RC, didapatkan hasil yaitu peningkatan kadar SGOT >1500 u/l dan SGPT >1500 u/l. Dimana kadar normal SGOT <40 u/l dan SGPT <41 u/l. Bilirubin total mengalami peningkatan sebesar 8,26 mg/dl, dimana kadar normalnya yaitu <1,2 mg/dl. Hasil berikutnya yaitu IgM anti-HAV didapatkan + 2,12 meq, dimana nilai normalnya yaitu < 0,4 meq. Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan terbawa sampai ke hati. Di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan SGOT dan SGPT). Akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik. Peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu makan (anoreksia). Salah satu fungsi hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan atau tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri dengan berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun (Syaifuddin, 2006). Tata laksana yang dapat diberikan pada penderita hepatitis A akut akut yaitu : Tidak ada terapi medikamentosa yang spesifik untuk hepatitis A akut. Terapi simptomatik dan hidrasi yang adekuat sangat penting pada penatalaksanaan infeksi virus hepatitis A akut akut. Penggunaan obat yang potensial bersifat hepatotoksik sebaiknya dihindari, misalnya parasetamol. (Sanityoso dan Christine, 2014) Penderita hepatitis A akut diharuskan untuk tirah baring. Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan istirahat yang cukup.(Hernomo, 2015) Tidak ada diet khusus bagi penderita hepatitis A akut, yang penting adalah jumlah kalori dan protein adekuat, disesuaikan dengan selera penderita, terkadang pemasukan nutrisi dan cairan kurang akibat mual dan muntah, sehingga perlu ditunjang oleh nutrisi parenteral. Minuman mengandung alkohol tidak boleh dikonsumsi selama hepatitis A akut karena efek hepatotoksik langsung dari alkohol. (Har prett, 2006)
  • 18. 18 Berdasarkan tata laksana yang telah diberikan pada Tn.RC, maka didapatkan pembahasan sebagai berikut : • Inf. Aminofusin Hepar : Aminofluid = 1: 1 • Inj. Cernevit 1x1 • Inj. SNMC 2x1 • Inj. Ondansetron 2x4 mg • Inj. Pumpitor 2x1 • Po. Urdahex 3x1 • Po. Hp.Pro 3x1 1. Aminofusin Hepar Aminofusin Hepar memiliki efek hepatoprotektor dan meningkatkan regenerasi sel hati. LOLA (L-ornithine-L-aspartate) bekerja pada siklus urea untuk meningkatkan produksi urea dari amonia. Aminofusin hepar digunakan pada penderita yang memiliki gangguan fungsi hati. Bentuk sediaannya yaitu larutan infus 500 mL di dalam botol kaca dengan dosis 0,7-1 g/kgBB/hari dengan kecepatan infus 45 tetes per menit (1000- 1500 mL/hari pada pasien dengan berat badan 70 kg). Kontraindikasi dari Aminofusin Hepar yaitu gagal ginjal, koma hepatikum, dan hipersensitif terhadap xylitol dan sorbitol. (Kalbe, 2013) 2. Cernevit Terdapat dalam sediaan bubuk steril liofilisasi dalam vial. Indikasi pemberian Cernevit yaitu sebagai multivitamin harian dengan dosis maintenance untuk dewasa dan anak di atas 11 tahun yang menerima nutrisi parenteral. Juga diindikasikan dalam situasi lain di mana pemberian intravena diperlukan, seperti operasi, luka bakar luas, patah tulang dan trauma lain, penyakit infeksi berat dan koma yang memicu keadaan stress dengan peningkatan kebutuhan metabolik dan nutrisi jaringan berkurang. Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh. Dewasa dan anak-anak di atas 11 tahun dapat diberikan 1 vial per hari. Mula-mula harus ditambahkan 5 mL air untuk injeksi ke dalam vial dan
  • 19. 19 dikocok perlahan untuk melarutkan lyophilised powder. Larutan ini kemudian dapat diberikan melalui intravena secara perlahan atau dengan infus dalam isotonic saline atau larutan glukosa. Kontraindikasi Cernevit yaitu pada keadaan hipervitaminosis dan hipersensitivitas. Peringatan reaksi anafilaktik mungkin terjadi. Reaksi alergi ringan seperti bersin atau asma ringan adalah tanda peringatan bahwa pemberian selanjutnya dapat mengakibatkan syok anafilaktik. Pada pasien yang akan menerima nutrisi parenteral total dalam jangka waktu lama, kadar vitamin A, C, D dan asam folat dalam darah harus dikontrol. Reaksi alergi dapat terjadi setelah pemberian tiamin dan komponen B kompleks lain secara intravena. Sangat jarang dilaporkan reaksi anafilaktoid pada pemberian tiamin dosis besar IV. 3. SNMC (Stronger Neo-Minophagen C) Indikasi penggunaan SNMC yaitu memperbaiki fungsi hati yang abnormal pada penyakit hati kronis. Pada penyakit hati kronis, dosis harian berkisar 40-60 ml melalui injeksi IV atau infus IV, satu kali sehari. Dosis dapat disesuaikan berdasarkan usia pasien dan gejala. Dosis harian maksimum adalah 100 ml. Efikasi terapeutik dapat dicapai pada pemberian 40 ml SNMC per hari/iv selama minggu pertama untuk perbaikan transaminase. Kontraindikasi penggunaan SNMC yaitu pasien dengan riwayat hipersensitivitas pada produk ini dan pasien dengan aldosteronisme, miopati dan hypopotassemia. Efek samping pemberian SNMC yaitu syok, pseudoaldosteronisme (seperti hypopotassemia berat, hipertensi, retensi natrium dan cairan tubuh, edema, peningkatan berat badan) dan hipersensitivitas (seperti ruam). (Syafruddin,2006) 4. Ondansetron Ondansetron digunakan untuk mengatasi mual dan muntah. Dosis umum pemakaian Ondansetron adalah 8mg – 32mg per hari. 5. Pumpitor Pumpitor termasuk proton pump inhibitor. Obat ini bekerja dengan menghambat pompa proton pada saat terjadinya produksi asam lambung. Dengan penghambatan pompa proton ini, produksi asam lambung akan terkurangi. Indikasi penggunaan Pumpitor yaitu pengobatan jangka pendek tukak duodenal dan yang tidak responsif terhadap obat-obat antagonis reseptor H2, pengobatan jangka pendek tukak lambung, pengobatan refluks esofagitis erosif / ulseratif yang telah didiagnosa melalui endoskopi,
  • 20. 20 pengobatan jangka lama pada sindroma Zollinger Ellison. Dosis tunggal oral sampai dengan 160 mg dan dosis tunggal i.v. sampai dengan 80 mg dapat ditoleransi dengan baik. 6. Urdahex Urdahex merupakan Ursodeoxycholic acid adalah asam empedu tersier yang memiliki potensi untuk mengurangi tingkat kejenuhan asam empedu, sehingga akan menekan pembentukan batu kolesterol dan memperbaiki gangguan pada aliran asam empedu. Ursodeoxycholic acid menekan sintesis dan sekresi kolesterol dari hati dan juga menghambat penyerapan kolesterol pada usus. Ursodeoxycholic acid juga memiliki aktivitas penghambatan kecil pada sintesis dan sekresi asam empedu endogen, tanpa mempengaruhi sekresi fosfolipid ke dalam empedu. Bentuk sediaan Urdahex yaitu kapsul dengan dosis umum : 8 – 12 mg / kg BB / hari dlm 2 – 3 dosis terbagi. Umumnya dosis 250 mg diberikan pada pagi dan malam hari. Dosis dapat dibagi tidak rata dan dosis lebih besar diberikan sebelum tidur untuk menghalangi peningkatan konsentrasi kolesterol empedu di malam hari. Kontraindikasi urdahex yaitu batu kolesterol yang mengalami kalsifikasi, batu pigmen empedu yg radiolusen dan radioopak, kolesistitis akut, kolangitis, obstruksi bilier, pankreatitis, fistula gastrointestinal bilier, serta pada alergi asam empedu, kehamilan, dan gangguan fungsi ginjal. 7. Hp.Pro Indikasi penggunaan Hp Pro yaitu untuk menghentikan nekroinflamasi hepar, meningkatkan kemampuan detoksifikasi sel hepar terhadap bahan toksik, mencegah kerusakan sel hepar akibat radikal bebas, meningkatkan salah satu enzim anti oksidan fisiologi sel hepar yang penting yaitu SOD ( Super Oxide Dismutase ), menstimulasi sintesa albumin dan glikogen oleh sel hepar. Dosis pemberian Hp Pro adalah 3 x 1 - 2 kapsul sehari selama 1-3 bulan. Tata laksana yang telah diberikan kepada Tn.RC merupakan terapi medikamentosa yang memilki fungsi sebagai hepatoprotektor. Dalam kasus ini, Tn.RC menderita Hepatitis A akut sehingga terjadi inflamasi pada hepar penderita. Sehingga menyebabkan fungsi hepar terganggu. Maka dari itu, untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut pada hepar penderita dapat diberikan tatalaksana medikamentosa berupa hepatoprotektor seperti Aminofusin Hepar yang memiliki efek hepatoprotektor dan dapat meningkatkan regenerasi sel hati; SNMC untuk memperbaiki fungsi hati
  • 21. 21 yang abnormal; Hp Pro untuk menghentikan nekroinflamasi hepar, meningkatkan kemampuan detoksifikasi sel hepar terhadap bahan toksik, mencegah kerusakan sel hepar akibat radikal bebas. Selain itu dapat diberikan Cernevit yaitu multivitamin harian yang ditujukan pada penderita yang mengalami ineksi dan sedang menerima nutrisi parenteral. Urdahex yang memiliki potensi untuk mengurangi tingkat kejenuhan asam empedu, sehingga akan menekan pembentukan batu kolesterol dan memperbaiki gangguan pada aliran asam empedu. Ondansetron untuk mengatasi mual dan muntah pada penderita dan Pumpitor yang bekerja dengan menghambat pompa proton pada saat terjadinya produksi asam lambung. Dengan penghambatan pompa proton ini, produksi asam lambung akan terkurangi sehingga digunakan untuk pengobatan jangka pendek tukak duodenal, tukak lambung, pengobatan refluks esofagitis erosif / ulseratif yang telah didiagnosa melalui endoskopi. Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hepatitis virus A akut yaitu hepatitis fulminan, kolestasis berkelanjutan, dan hepatitis kronik. Pada kasus Tn.RC tidak terjadi komplikasi seperti hepatitis fulminan, kolestasis berkelanjutan dan hepatitis kronik. Pencegahan penularan infeksi hepatitis A akut dapat dilakukan dalam beberapa cara yaitu pemberian imunoglobulin, vaksinasi, dan kondisi higienis yang baik, seperti cuci tangan dan desinfeksi. Pemberian imunoglobulin merupakan cara utama untuk mencegah infeksi virus hepatitis. Pemberian imunoglobulin hepatitis A akut juga direkomendasikan untuk individu pasca paparan virus hepatitis A akut dan individu yang belum divaksin hepatitis A akut yang beresiko terpapar virus hepatitis A akut selama kurang dari dua minggu. Profilaksis pasca paparan direkomendasikan untuk individu yang terpapar dalam waktu kurang dari dua minggu sebelum imunisasi dan juga terhadap individu yang memiliki kontak personal yang erat dengan pasien yang diduga dalam masa inkubasi infeksi hepatitis A akut. Imunisasi aktif diberikan berupa vaksin yang dilemahkan, yang diinaktivasi formalin, dan berupa whole vaccine yang diproduksi dari kultur sel. Metode ini menggantikan metode pemberian imunoglobulin untuk profilaksis individu yang belum terpapar.
  • 22. 22 Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang diperoleh dari Tn.RC, maka didapatkan prognosa sebagai berikut : Prognosis hepatitis A akut baik, lebih dari 99% dari pasien dengan hepatitis A akut infeksi sembuh sendiri. Komplikasi akibat hepatitis A akut hampir tidak ada kecuali pada para lansia atau seseorang yang memang sudah mengidap penyakit hati kronis atau sirosis. Hanya 0,1% pasien berkembang menjadi nekrosis hepatik akut fatal. (Silverman, 2003) Prognosis pada kasus Tn.RC baik, karena segera mendapat penanganan yang baik dan tidak berlanjut kearah komplikasi. BAB III KESIMPULAN Pasien datang ke RSUD Sidoarjo pada tanggal 31 Juli 2015 pada pukul 19.00 dengan keluhan nyeri perut. Selama dua minggu kemarin pasien mengeluh perut terasa nyeri dan tidak nyaman. Nyeri yang dirasakan pada perut sebelah kanan dan juga terasa nyeri di ulu hati. Mata pasien terlihat kuning. Keluhan juga disertai dengan buang air kecil berwarna seperti teh yang pekat. Buang air besar yang berwarna putih dempul disangkal. Pada minggu pertama pasien mengatakan bahwa badan terasa lemas dan mengalami demam yang tidak terlalu tinggi. Pasien juga merasakan seluruh badan terasa pegal, mual, penurunan nafsu makan. Pasien mengaku baru pertama kali ini mengalami keluhan mata kuning. Riwayat kontak dengan penderita sakit kuning sebelumnya tidak ada. Riwayat melakukan transfusi tidak ada. Riwayat minum alkohol, minuman berenergi, jamu-jamuan tidak ada. Riwayat penurunan berat badan yang nyata tidak ada. Riwayat sering nyeri atau perih di ulu hati yang disertai mual dan muntah terutama bila pasien terlambat untuk makan tidak ada. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg dengan nadi 84x/menit, suhu 36,6o C. Pemeriksaan kepala dan leher didapatkan sklera ikterik.
  • 23. 23 Pada pemeriksaan abdomen didapatkan perut datar, simetris, nyeri tekan (+). Hepar dan lien tidak teraba. Pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium didapatkan kadar SGOT >1500 dan SGPT > 1500, IgM-HAV +2,12 , Bilirubin total 8,26 mg/dl, dan HbsAg -. Jadi, berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan maka Tn. RC dapat didiagnosa dengan Hepatitis A Akut. DAFTAR PUSTAKA Har prett pall and Maureen M. Jonas, 2006: Acute and Chronic hepatitis; in Pediatric Gastro Intestinal and Liver disease therd edition Edited by. Rober Wyllie and Jeffrey Hyams. H. 925-37. Hernomo, O Kusumobroto, 2015. Buku Ajar Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr.Soetomo Surabaya. Edisi 2. Hal 275-277 Pearce, Evelyn. C. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramed. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sanityoso, Andri dan Christine, Griskalia. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Internapublishing. Jilid II. Edisi VI. Hal: 1945-1950
  • 24. 24 Silverman A and Sokol R.S. 2003 : Liver and Pancreas in Current Pediatric Diagnosis and Treatment 12th. Lange Medical Book. H. 582-9. Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta Syafruddin,2006. Jurnal Kedokteran dan Farmasi: Hepatitis Virus. Dexa Media. No 2. Vol 19: Jakarta Syaifuddin, 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. LAPORAN KASUS SMF INTERNA Seorang Penderita dengan Hepatitis A Akut Disusun Oleh: Made Kusuma Wardani S.Ked. / 15710083
  • 25. 25 Pembimbing : dr. Judhy Eko Septiarso, Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK FK UWKS DI RSUD KABUPATEN SIDOARJO 2015