Perlindungan anak masih menjadi pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia, mengingat masih banyak ditemukan kasus-kasus perlakuan anak yang tidak sewajarnya, di antaranya yang paling memprihatinkan adalah masih terdapatnya anak-anak yang bekerja di sektor pekerjaan terburuk untuk anak, eksploitasi seksual komersial anak (ESKA), dan perdagangan perempuan dan anak (trafficking women and children). Padahal, anak adalah sebuah investasi. Anak harus dilihat sebagai aset bangsa yang harus dilindungi keberadaannya karena masa depan bangsa sangat bergantung pada bagaimana kita memperlakukan anak pada masa kini.
Pada dasarnya, munculnya berbagai permasalahan terkait perlindungan anak berakar dari berbagai faktor di antaranya belum optimalnya peran kelembagaan dalam mengatasi berbagai permasalahan anak. Kelembagaan dimaksud adalah kelembagaan baik yang berupa nilai dalam budaya, institusi dalam masyarakat dan jaringan kerjasama yang belum optimal dari organisasi yang memfasilitasi, mengadvokasi, mensosialisasikan serta sinergi yang masih perlu ditingkatkan.
Masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan masalah global. Adanya tekanan dari dunia Internasional terhadap berbagai pelanggaran Hak Azasi Manusia, termasuk didalamnya hak perempuan dan anak yang akhirnya membuat pemerintah perlu untuk mencari cara dalam mengatasi adanya kekerasan terhadap rendahnya kualitas pelayanan Polri terhadap laporan yang melibatkan korban perempuan dan anak telah membuat Polri berusaha untuk menunjukkan kinerja yang baik. Salah satunya dengan membentuk Ruang Pelayanan Khusus (RPK) lebih khusus Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) untuk masalah kekerasan Perempuan dan Anak, dari tingkat Mabes hingga Polres, sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2007.
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
PERANAN UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK (PPA) DALAM MENANGANI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA DI WILAYAH HUKUM POLDA DIY
1. PERANAN UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK (PPA)
DALAM MENANGANI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA
DI WILAYAH HUKUM POLDA DIY
A Latar Belakang
Anak merupakan aset bangsa yang sangat penting. Perlakuan yang tidak
tepat terhadap anak akan sangat mempengaruhi masa depan anak, sedangkan
kualitas anak-anak akan menentukan masa depan suatu bangsa. Oleh karena itu
sangatlah disadari bahwa keberadaan anak dalam kehidupan berbangsa
menempati posisi yang sangat penting, sehingga dapat dibayangkan jika situasi
dan kondisi disekitar anak tidak mendukung perkembangannya secara baik maka
negara dan bangsa akan mengalami kerugian yang sangat besar.
Dalam pertumbuhan anak seringkali dihadapkan pada situasi dimana anak
harus berhadapan dengan hukum, karena tindakannya yang telah melanggar
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Anak-anak yang melakukan
pelanggaran aturan atau kepatutan dalam masyarakat inilah yang sering dikatakan
sebagai anak nakal. Namun yang terjadi akhir-akhir ini kenakalan anak semakin
menjurus kepada tindakan kejahatan, bahkan cenderung semakin meningkat
kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur.
Menghadapi perkara anak yang terlibat persoalan hukum, tentu
penyelesaian dan perlakuannya harus berbeda dengan prosedur orang dewasa.
1
2. Dalam prosesnyapun harus dilakukan secara cermat, agar anak tetap mendapatkan
perlindungan secara maksimal.
Pada akhir abad ke-19, kriminalisasi yang dilakukan oleh anak dan remaja
semakin meningkat, sehingga dalam menghadapi fenomena tersebut diperlukan
penanganan terhadap pelaku kriminal anak disamakan dengan pelaku kriminal
orang dewasa. Hal ini merupakan suatu konsekuensi dari hukum yang ada pada
saat itu belum memiliki aturan khusus yang mengatur tentang anak yang
berhadapan dengan hukum atau anak pelaku tindak pidana.
Dalam perkembangan selanjutnya, di berbagai negara dilakukan usaha-
usaha ke arah perlindungan anak termasuk dengan dibentuknya pengadilan anak
(Juvenile Court). Pada tahun 1997, pemerintah Indonesia menetapkan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Undang-Undang
Pengadilan Anak). Salah satu pertimbangan utama diundangkannya Undang-
Undang Pengadilan Anak antara lain adalah kehendak Pemerintah untuk
mewujudkan suatu penanganan perkara anak yang terlibat tindak pidana secara
lebih baik daripada terdahulu dan penanganannya memperhatikan kepentingan
anak, sebagaimana tersebut dalam konsideran Undang-Undang Pengadilan Anak
pada point (a) yang menyebutkan bahwa : Anak adalah bagian dari generasi muda
sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus
cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri
dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka
2
3. menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik mental, dan sosial secara utuh,
serasi, selaras, dan seimbang.
Lima tahun setelah diundangkannya Undang-Undang Pengadilan Anak,
pemerintah Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. Berbagai ketentuan yang telah diundangkan di
Indonesia tersebut merupakan bukti perhatian negara Indonesia terhadap anak
tanpa terkecuali terhadap anak nakal atau anak pelaku tindak pidana.
Anak yang berkonflik dengan hukum merupakan anak yang dikategorikan
kedalam anak yang memerlukan perlindungan khusus karena dalam melakukan
tindakan, seorang anak lebih banyak dipengaruhi oleh naluri atau perasaan
daripada pikiran-pikiran atau logika, oleh karena itu dasar perlakuan terhadap
perkara anak harus berbeda dengan perkara orang dewasa, demi kejiwaan anak
tersebut.1
Dalam perkara pidana yang dilakukan oleh anak-anak, pada umumnya
ketentuan yang dilanggar adalah peraturan pidana yang terdapat dalam KUHP,
maka penyidikannya dilakukan oleh penyidik umum dalam hal ini penyidik Polri.
Sejalan dengan diberlakukannya undang-undang pengadilan anak, telah
dipertegas bahwa penyidikan terhadap perkara anak nakal dilakukan oleh
penyidik Polri dengan dasar hukum Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan
Anak yang pada intinya menyebutkan bahwa penyidikan terhadap anak nakal
dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala
1 http://www.kpai.go.id.
3
4. Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kapolri.
Meskipun penyidiknya penyidik Polri, akan tetapi tidak semua penyidik Polri
dapat melakukan penyidikan terhadap perkara anak nakal.
Salah satu bentuk perlindungan khusus terhadap anak sebagai pelaku
tindak pidana yaitu dengan membentuk Unit Pelayanan Perempuan dan Anak,
yang dibentuk berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2007 Tentang
Organisasi dan Struktur Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak di
lingkungan Polri.
Unit Pelayanan Perempuan dan Anak yang selanjutnya disingkat UPPA
adalah unit yang bertugas memberikan pelayanan dalam bentuk perlindungan
terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan
hukum terhadap perempuan dan anak yang menjadi pelaku tindak pidana.
Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2007 tersebut telah memberikan
pedoman tentang administrasi dan tata kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak
di lingkungan Kepolisian dan menetapkan Pengadaan Ruang Pelayanan Khusus.
Ruang Pelayanan Khusus yang selanjutnya disingkat (RPK) dibentuk berdasarkan
Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Ruang Pelayanan
Khusus Dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi Dan/Atau Korban Tindak Pidana.
Ruang Pelayanan Khusus (RPK) adalah ruangan yang aman dan nyaman
diperuntukkan khusus bagi saksi dan/atau korban tindak pidana termasuk
tersangka tindak pidana yang terdiri dari perempuan dan anak yang patut
4
5. diperlakukan atau membutuhkan perlakuan secara khusus, dan perkaranya sedang
ditangani di kantor polisi.
Berdasarkan tujuan pembentukkannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2008 maka tujuan
pembentukkan RPK untuk memberikan pelayanan dan perlindungan khusus
kepada perempuan dan anak yang menjadi saksi, korban dan / atau tersangka
yang ditangani di RPK.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik
untuk menulis dalam penulisan hukum atau skripsi dengan judul: “PERANAN
UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK (PPA) DALAM
MENANGANI TERSANGKA ANAK DI WILAYAH HUKUM POLDA
DIY”.
B(Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di muka, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1( Bagaimana peranan Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak (PPA) dalam
menangani anak sebagai Pelaku Tindak Pidana di Wilayah Hukum Polda
DIY?
2( Kendala apa yang dihadapi Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) dalam
menangani anak sebagai Pelaku Tindak Pidana di Wilayah Hukum Polda
DIY?
5
6. diperlakukan atau membutuhkan perlakuan secara khusus, dan perkaranya sedang
ditangani di kantor polisi.
Berdasarkan tujuan pembentukkannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2008 maka tujuan
pembentukkan RPK untuk memberikan pelayanan dan perlindungan khusus
kepada perempuan dan anak yang menjadi saksi, korban dan / atau tersangka
yang ditangani di RPK.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik
untuk menulis dalam penulisan hukum atau skripsi dengan judul: “PERANAN
UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK (PPA) DALAM
MENANGANI TERSANGKA ANAK DI WILAYAH HUKUM POLDA
DIY”.
B(Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di muka, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1( Bagaimana peranan Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak (PPA) dalam
menangani anak sebagai Pelaku Tindak Pidana di Wilayah Hukum Polda
DIY?
2( Kendala apa yang dihadapi Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) dalam
menangani anak sebagai Pelaku Tindak Pidana di Wilayah Hukum Polda
DIY?
5