1. http://khubuka.blogspot.com/
“HUKUM PERLINDUNGAN ANAK”
disampaikan pada kegiatan
penyuluhan hukum
Khubuka-4 untuk siswa/siswi
SMK-PARIWISATA CITAYAM BOGOR
8 Februari 2014
Disusun Oleh :
Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Wiraswasta Indonesia
Agus Jaya Idris
Ali Topan
Donny Kandowangko
Mulyadi
Teguh Pristiana
Tunggal Jaya Napitupulu
Kerjasama Dengan Dosen
Robaga Gautama Simanjuntak, SH. MH
Jakarta : Februari 2014
2. PENDAHULUAN
Anak adalah “buah hati sibiran tulang”, demikian ungkapan
masyarakat melayu dalam mengekspresikan begitu pentingnya
eksistensi seorang anak bagi kelangsungan hidup mereka. Anak
seyogyanya dipandang sebagai aset berharga suatu bangsa dan
negara di masa mendatang yang harus dijaga dan dilindungi hak-
haknya. Hal ini dikarenakan bagaimanapun juga di tangan anak-anak
lah kemajuan suatu bangsa tersebut akan ditentukan.
Semakin modern suatu negara, seharusnya semakin besar
perhatiannya dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuh
kembang anak-anak dalam rangka perlindungan. Perlindungan yang
diberikan negara terhadap anak-anak meliputi berbagai aspek
kehidupan, yaitu aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, hankam
maupun aspek hukum.
Menurut Nur Hasyim yang dimaksud dengan anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 tahun termasuk yang masih dalam kandungan
ibunya, yang merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki harkat, martabat serta hak-hak sebagai manusia yang harus
dihormati. Anak merupakan tunas, potensi serta generasi penerus
cita-cita bangsa. Anak yang merupakan potensi dan sumber daya
manusia bagi pembangunan nasional, memerlukan pembinaan dan
perlindungan.
Anak merupakan investasi unggul untuk melanjutkan kelestarian
peradaban sebagai penerus bangsa, maka haruslah diperhatikan
pendidikan dan hak-haknya. Orang tua memiliki tugas yang amat
penting dalam menjaga dan memperhatikan hak-hak anak.
Jika hak anak terpenuhi, maka anak akan tumbuh dengan sempurna,
sehat jasmani dan rohani sehingga dapat menjadi generasi penerus
bangsa.
2
3. Menurut Barda Nawawi Arief, perlindungan hukum bagi anak dapat
diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai
kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of
children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan
kesejahteraan anak. (Barda Nawawi Arief,1998:155).
Perlindungan hukum bagi anak mempunyai spektrum yang cukup
luas. Dalam berbagai dokumen dan pertemuan internasional terlihat
bahwa perlunya perlindungan hukum bagi anak dapat meliputi
berbagai aspek, yaitu:
a. perlindungan terhadap hak-hak asasi dan kebebasan anak.
b. perlindungan anak dalam proses peradilan.
c. perlindungan kesejahteraan anak (dalam lingkungan keluarga,
pendidikan dan lingkungan sosial).
d. perlindungan anak dalam masalah penahanan dan perampasan
kemerdekaan.
e. perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi (perbudakan,
perdagangan anak, pelacuran, pornografi, perdagangan/
penyalahgunaan obat-obatan, memperalat anak dalam melakukan
kejahatan dan sebagainya).
f. perlindungan terhadap anak-anak jalanan.
g. perlindungan anak dari akibat-akibat peperangan/konflik
bersenjata.
h. perlindungan anak terhadap tindakan kekerasan.
Kesejahteraan anak merupakan orientasi utama dari perlindungan
hukum. Secara umum, kesejahteraan anak tersebut adalah suatu
tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin
pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara
rohani, jasmani maupun sosial.(Paulus Hadisuprapto, 1996:7)
Berdasarkan prinsip non-diskriminasi, kesejahteraan merupakan
hak setiap anak tanpa terkecuali. Maksudnya adalah bahwa setiap
3
4. anak baik itu anak dalam keadaan normal maupun anak yang sedang
bermasalah tetap mendapatkan prioritas yang sama dari pemerintah
dan masyarakat dalam memperoleh kesejahteraan tersebut.
Beberapa produk perundang-undangan sebenarnya telah dibuat
guna menjamin terlaksananya perlindungan hukum bagi anak.
misalnya, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan anak dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan anak.
Mengingat anak dipandang sebagai subjek khusus dalam hukum,
maka peraturan perundang-undangan tersebut memuat berbagai
kekhususan tentang anak, yaitu kekhususan perlakuan hukum
terhadap anak baik sebagai korban maupun anak sebagai pelaku,
baik dalam proses pengadilannya hingga pada penjatuhan sanksi
yang dikenakan dan lembaga pemasyarakatannya.
Kekhususan tertentu mengenai cara memperlakukan anak-anak
pelaku kejahatan dalam berbagai undang-undang, pada
kenyataannya tidak menjamin tindakan para penegak hukum dalam
memperlakukan anak pelaku kejahatan secara arif dan bijaksana
dengan memperhatikan kondisi internal anak-anak dan pengaruh
jangka panjang bagi masa depannya.
Dikatakan demikian, karena masih banyak penegak hukum yang
kurang memperhatikan hak-hak anak pelaku tindak pidana. Mereka
kerapkali memperlakukan mereka sama dengan pelaku yang sudah
dewasa, semisal mereka diletakkan di Lembaga Pemasyarakatan
yang sama dengan pelaku dewasa umumnya tanpa
mempertimbangkan ekses-ekses negatif yang timbul dari tindakan
tersebut.
4
5. PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak dalam Perspektif Dokumen Internasional dan
Pengertian anak menurut UU No. 23 Tahun 2002
Terdapat banyak sekali definisi yang menjabarkan atau memberikan
batasan mengenai siapakah yang disebut dengan ”anak” ini. Masing-
masing definisi ini memberikan batasan yang berbeda disesuaikan
dengan sudut pandangnya masing-masing. Pasal 1 Children Rights
Convention (CRC) atau Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi
Indonesia pada tahun 1990, mendefinisikan bahwa anak adalah:
“Setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun kecuali berdasarkan
undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia
dewasa dicapai lebih awal”. (C.De Rover, 2000:369)
Pengertian anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak tercantum dalam Pasal I butir I UU No. 23/2002
berbunyi “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Dalam pengertian dan batasan tentang anak sebagaimana
dirumuskan dalam pasal I butir I UU No.23/2002 ini tercakup 2 (dua)
isu penting yang menjadi unsur definisi anak, yakni :
a. Pertama, seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.
Dengan demikian, setiap orang yang telah melewati batas usia 18
tahun, termasuk orang yang secara mental tidak cakap,
dikualifikasi sebagai bukan anak, yakni orang dewasa. Dalam hal
ini, tidak dipersoalkan apakah statusnya sudah kawin atau tidak.
b. Kedua, anak yang masih dalam kandungan. Jadi, UU No.23/2002
ini bukan hanya melindungi anak yang sudah lahir tetapi diperluas,
yakni termasuk anak dalam kandungan.
Pengertian dan batasan usia anak dalam UU No. 23/2002, bukan
dimaksudkan untuk menentukan siapa yang telah dewasa, dan siapa
yang masih anak-anak. Sebaliknya, dengan pendekatan
5
6. perlindungan, maka setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun,
selaku subyek hukum dari UU No. 23/2002 mempunyai hak atas
perlindungan dari Negara yang diwujudkan dengan jaminan hukum
dalam UU No. 23/2002.
Dari beberapa perundang-undangan pidana Indonesia, dapat
ditegaskan tiga hal yang signifikan, yaitu:
(1)Batasan yang digunakan oleh masing-masing undang-undang yang
telah disebutkan di atas untuk memaknai siapakah yang disebut
anak tersebut, umumnya berdasarkan batasan umur;
(2)KUHP sebagai peraturan induk dari keseluruhan peraturan hukum
pidana di Indonesia, sama sekali tidak memberikan batasan
yuridis mengenai anak. Pasal 45 KUHP yang selama ini dianggap
sebagai batasan anak yang dalam KUHP, sesungguhnya bukan
merupakan definisi anak, melainkan batasan kewenangan hakim
dalam menjatuhkan pidana terhadap seseorang yang melakukan
perbuatan sebelum berumur 16 (enam belas) tahun;
(3)Dari perundang-undangan pidana seperti yang telah disebut di
atas, nampak adanya ketidakseragaman definisi antara undang-
undang yang satu dengan yang lainnya dalam hal memaknai
siapakah yang disebut anak tersebut. Ketidak seragaman
tersebut dilatarbelakangi dengan adanya perbedaan tujuan dan
sasaran dari masing-masing undang-undang tersebut. Meskipun
tidak dipungkiri, adanya perbedaan definisi ini akan menyulitkan
para penegak hukum dalam memberlakukan hukum yang sesuai
terhadap anak.
Signifikansi Kedudukan Khusus Anak Di Mata Hukum
Sama dengan orang dewasa, anak dengan segala keterbatasan
biologis dan psikisnya mempunyai hak yang sama dalam setiap
aspek kehidupan, baik itu aspek kehidupan sosial, budaya, ekonomi,
politik, hankam, dan hukum.
6
7. Prinsip kesamaan hak antara anak dan orang dewasa dilatar
belakangi oleh unsur internal dan ekternal yang melekat pada diri
anak tersebut, yaitu:
Unsur internal pada diri anak, meliputi: (a) bahwa anak tersebut
merupakan subjek hukum sama seperti orang dewasa, artinya
sebagai seorang manusia, anak juga digolongkan sebagai human
rights yang terikat dengan ketentuan perundang-undangan; (b)
Persamaan hak dan kewajiban anak. Maksudnya adalah seorang
anak juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan orang
dewasa yang diberikan oleh ketentuan perundang-undangan dalam
melakukan perbuatan hukumnya. Hukum meletakkan anak dalam
reposisi sebagai perantara hukum untuk dapat memperoleh hak atau
melakukan kewajiban-kewajiban; dan atau untuk dapat disejajarkan
dengan kedudukan orang dewasa; atau disebut sebagai subjek
hukum yang normal.
Unsur eksternal pada diri anak, meliputi:
a. Prinsip persamaan kedudukan dalam hukum (equaliy before
the law), memberikan legalitas formal terhadap anak sebagai
seorang yang tidak mampu untk berbuat peristiwa hukum;
yang ditentukan oleh ketentuan peraturan hukum sendiri. Atau
ketentuan hukum yang memuat perincian tentang klasifikasi
kemampuan dan kewenangan berbuat peristiwa hukum dari
anak yang bersangkutan;
b. Hak-hak privilege yang diberikan negara atau pemerintah yang
timbul dari UUD 1945 dan perundang-undangan lainnya.
(Maulana Hassan Waddong, 2000:4&5).
Meskipun pada prinsipnya kedudukan anak dan orang dewasa
sebagai manusia adalah sama di mata hukum, namun hukum juga
meletakkan anak pada posisi yang istimewa (khusus). Artinya,
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku pada anak dibedakan
7
8. dengan ketentuan hukum yang diberlakukan kepada orang dewasa,
setidaknya terdapat jaminan-jaminan khusus bagi anak dalam proses
acara di pengadilan.
Kedudukan istimewa (khusus) anak dalam hukum dilandasi dengan
pertimbangan bahwa anak adalah manusia dengan segala
keterbatasan biologis dan psikisnya belum mampu memperjuangkan
segala sesuatu yang menjadi hak-haknya. Selain itu, juga disebabkan
karena masa depan bangsa tergantung dari masa depan dari anak-
anak sebagai generasi penerus. Oleh karena itu, anak sebagai subjek
dari hukum negara harus dilindungi, dipelihara dan dibina demi
kesejahteraan anak itu sendiri.
Tim Khubuka FHUWIN menegaskan bahwa kedudukan khusus anak
di mata hukum tidak terlepas dari prinsip-prinsip berikut ini:
Prinsip anak tidak dapat berjuang sendiri. Anak dengan segala
keterbatasan yang melekat pada dirinya belum mampu melindungi
hak-haknya sendiri. Oleh karena itu, orang tua, masyarakat dan
negara harus berperan serta dalam melindungi hak-hak tersebut;
Prinsip kepentingan terbaik anak, bahwa kepentinganterbaik anak
harus dipandang sebagai ‘paramount importance’ atau prioritas
utama;
Prinsip Ancangan Daur Kehidupan (life circle approach)
Harus terbentuk pemahaman bahwa perlindungan terhadap anak
harus dimulai sejak dini dan berkelanjutan ;
Lintas Sektoral
Bahwa nasib anak sangat bergantung pada berbagai faktor makro
dan mikro, baik langsung maupun tidak langsung. (Muhammad Joni,
1999:106).
8
9. B. Perlindungan Anak Secara Umum Dan Menurut UU No. 23 Tahun
2002.
Secara umum Perlindungan anak adalah segala kegiatan yang
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berprestasi secara optimal sesuai dengan
harkat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Suatu Undang-Undang pasti mempunyai
prinsip yaitu sesuatu yang dijadikan acuan, begitu juga dengan UU
No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Prinsip perlindungan anak menurut UU No.23/2002 tercantum
dalam pasal 2 UU No. 23/2002 yang berbunyi: Penyelenggaraan
perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-
Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak
Anak meliputi:
a. nondiskriminasi;
b. kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
d. penghargaan terhadap pendapat anak.
Jadi, prinsip-prinsip perlindungan anak dalam UU No. 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak mengadopsi prinsip-prinsip dasar
dari KHA (Konvensi Hak-Hak Anak) dan berasaskan Pancasila dan
UUD 1945. Kemudian tercantum dalam pasal 2 UU No. 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak. Telah disebutkan dalam undang-
undang tersebut bahwa terdapat 4 prinsip perlindungan anak yaitu :
1. Non diskriminasi Alinea pertama Pasal 2 KHA menciptakan
kewajiban fundamental Negara paserta (fundamental obligation
of state parties) yang mengikatkan diri dengan Konvensi Hak Anak,
untuk menghormati dan menjamin (to respect and ensure)
seluruh hak-hak anak dalam konvensi ini kepada semua anak
dalam semua jurisdiksi nasional dengan tanpa diskriminasi dalam
9
10. bentuk apapun. Prinsip non diskriminasi diartikan pada umumnya
konvensi dan atau instrument internasional HAM, seperti
Universal Declaration of Human Right, International Convenant on
Civil and Political Right, and Convenant on Economic, Social and
Cultural Right, Convention on Elimination of All Form
Discrimination Againt Women (CEDAW). Beberapa konvensi HAM
mengartikan diskriminasi sebagai
a. adanya pembedaan (distinction),
b. pengucilan (exclusion),
c. pembatasan (restriction) atau
d. pilihan/pertimbangan (preference),
e. yang berdasarkan atas ras (race),
f. warna kulit (colour),
g. kelamin (sex),
h. bahasa (language),
i. agama (religion),
j. politik (political) atau
k. pendapat lain (other opinion),
l. asal-usul social atau nasionalitas,
m.kemiskinan (poverty),
n. kelahiran atau status lain.
Dalam hukum nasional, pengertian diskriminasi dapat dilihat
dalam pasal I butir 3 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia,
yang berbunyi sebagai berikut “diskriminasi adalah setiap
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun
tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan status social, status
ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan, politik, yang berakibat
pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan,
pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan
10
11. dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam
bidang politik, ekonomi, hukum, social, budaya dan aspek
kehidupan lainnya”.
Dalam hal peradilan anak, United Nations Standard Minimum
Rules for the Administration of juvenile justice yang dikenal
dengan “Beijing Rules” juga memuat prinsip non diskriminasi
dalam peradilan anak. Berdasarkan Peraturan Nomor 2 ayat I
Beijing Rules disebutkan bahwa standar peraturan minimum
diterapkan pada anak-anak pelanggar hukum (juvenile offenders)
secara tidak memihak (impartially), tidak dengan pembedaan
dalam segala bentuknya, misalnya ras, warna kulit, kelamin,
bahasa, agama, politik, dan pendapat lain, asal kebangsaan, atau
kewarganegaraan, harta benda kekayaan (property), kelahiran,
atau status lainnya.
Bahkan, dalam Perubahan Kedua UUD 1945 Pasal 28 B ayat 2,
dirumuskan secara eksplisit hak anak dari diskriminasi, yang
selengkapnya berbunyi sebagai berikut “setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dengan adanya
prinsip ini, seorang HARUS terhindar dari perlakuan yang tidak adil
dari orang lain karena dalam Undang-Undang tersebut setiap anak
mempunyai hak sama.
2. Kepentingan yang terbaik bagi anak, maksud dari prinsip
kepentingan yang terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua
tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka
kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan
utama. Jadi, segala sesuatu yang menyangkut kepentingan bagi
anak diusahakan harus sesuatu yang baik untuk kelangsungan
hidup anak. Prinsip kepentingan terbaik bagi anak (The Best
11
12. Interest of The Child) diadopsi dari Pasal 3 ayat I KHA, yang
meminta negara dan pemerintah, serta badan-badan publik dan
privat memastikan dampak terhadap anak-anak atas semua
tindakan mereka. Tentunya menjamin bahwa prinsip The Best
Interest of The Child menjadi pertimbangan utama, memberikan
prioritas yang lebih baik bagi anak-anak dan membangun
masyarakat yang ramah anak (child friendly-society). Guna
menjamin prinsip The Best Interest of The Child ini, dalam
rumusan Pasal 3 ayat 2 KHA ditegaskan bahwa Negara peserta
menjamin perlindungan anak dan memberikan kepedulian pada
anak dalam wilayah yurisdiksinya. Negara mengambil peran untuk
memungkinkan orang tua bertanggungjawab terhadap anaknya,
demikian pula lembaga hukum lainnya. Pasal 3 ayat 3 KHA
menyebutkan negara mesti menjamin institusi-institusi,
pelayanan, dan fasilitas yang diberikan tanggung jawab untuk
kepedulian pada anak atau perlindungan anak yang sesuai
dengan standar yang dibangun oleh lembaga yang berkompeten.
Negara mesti membuat standar pelayanan sosial anak, dan
memastikan bahwa semua intitusi yang bertanggung jawab
mematuhi standar dimaksud dengan mengadakan monitoring atas
pelaksanaannya. Sejalan dengan Pasal 3 ayat I KHA yang diulas
dimuka, dalam Beijing Rules juga dikandung prinsip The Best
Interest of The Child. Menurut Beijing Rules, negara anggota (state
member) berusaha mendorong kesejahteraan anak beserta
keluarganya (vide Peraturan I ayat I), dan menentukan bahwa
sistem peradilan anak harus menekankan kesejahteraan anak
(vide Peraturan 5 ayat I), dan prosedur peradilan yang kondusif
terhadap kepentingan terbaik anak (the best interest of the
juvenile) (vide Peraturan 14 ayat 2), serta kesejahteraan anak
12
13. harus menjadi faktor penentu arah dalam memberikan
pertimbangan dalam kasus anak (vide Peraturan 17 ayat I, d).
3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan,
maksudnya adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang
dilindungi oleh Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan
orang tua. Prinsip ini merupakan implementasi dari pasal 6 KHA,
yang secara eksplisit dianut sebagai prinsip-prinsip dasar dalam
UU No. 23/2002. Selanjutnya, prinsip ini dituangkan dalam norma
hukum Pasal 4 UU No. 23/2002. Jika dibandingkan, norma hukum
Pasal 4 UU No. 23/2002 mengacu dan bersumber kepada Pasal 28
B ayat I dan ayat 2 UUD 1945. Sementara itu, ketentuan
perundang-undangan lainnya seperti UU No. 39/1999 juga
mengatur hak hidup ini yang merupakan asas-asas dasar dalam
Pasal 4 dan 9 UU No. 39/1999. Hak hidup ini, dalam wacana
instrument/konvensi internasional merupakan hak asasi yang
paling universal, dan dikenali sebagai hak yang utama (supreme
right). Sebelum disahkannya KHA, beberapa instrument/konvensi
internasional juga sudah menjamin hak hidup sebagai hak dasar
seperti Universal Declaration of Human Right (pasal 2),
International Covenant on Civil and Political Right- ICCPR (pasal 6).
4. Penghargaan terhadap pendapat anak, maksudnya adalah
penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan
menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan
terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi
kehidupannya. Prinsip ini merupakan wujud dari hak partisipasi
anak yang diserap dari Pasal 12 KHA. Mengacu kepada Pasal 12
ayat I KHA, diakui bahwa anak dapat dan mampu membentuk
atau mengemukakan pendapatnya dalam pandangannya sendiri
yang merupakan hak berekspresi secara bebas (capable of
forming his or her own views the rights to express those views
13
14. freely). Jaminan perlindungan atas hak mengemukakan pendapat
terhadap semua hal tersebut, mesti dipertimbangkan sesuai usia
dan kematangan anak. Sejalan dengan itu, Negara peserta wajib
menjamin bahwa anak diberikan kesempatan untuk menyatakan
pendapatnya pada setiap proses peradilan ataupun administrasi
yang mempengaruhi hak anak, baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Jadi, setiap anak berhak mengemukakan pendapatnya
jika hak-haknya tidak terpenuhi baik secara lisan maupun tulisan.
Prinsip-prinsip perlindungan anak dalam UU-23-2002 Tentang
Perlindungan Anak mengadopsi prinsip-prinsip dasar dari KHA
(Konvensi Hak-Hak Anak) dan berasaskan Pancasila dan UUD
1945. Kemudian tercantum dalam pasal 2 UU No. 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak.
Telah disebutkan terdapat 4 prinsip perlindungan anak yaitu :
1. Non diskriminasi : dengan prinsip ini, anak akan terhindar dari
perlakuan yang tidak adil dari orang lain karena dalam Undang-
Undang tersebut setiap anak mempunyai hak sama.
2. Kepentingan yang terbaik bagi anak, dengan prinsip ini, maka
semua tindakan atau segala sesuatu yang menyangkut
kepentingan anak diusahakan harus sesuatu yang baik untuk
kelangsungan hidup anak.
3. Hak untuk hidup, dengan prinsip ini merupakan hak asasi yang
paling mendasar anak yang dilindungi oleh Negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga dan orang tua.
4. Penghargaan terhadap pendapat anak, dengan prinsip ini
penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan
atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan
pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika
menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.
14
15. C. Hak Dan Kewajiban Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002
1. Hak Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib
dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah, dan Negara. Hak-hak anak yang tercantum
dalam UU No. 23 Tahun 2002 di antaranya adalah :
• Pasal 4 : Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
• Pasal 5 : Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas
diri dan status kewarganegaraan.
• Pasal 6 : Setiap anak berhak untuk bribadah menurut
agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat
kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.
• Pasal 7 (1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya,
dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. (2) Dalam hal
karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin
tumbuh kembang anak, atau dalam keadaan terlantar maka
anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh
atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Pasal 8 Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan
dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental,
spiritual, dan sosial.
• Pasal 9 (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.(2)
15
16. Selain hak anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khusus
bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh
pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki
keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
• Pasal 10 Setiap anak berhak menyatakan dan dan didengar
pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan
kepatuhan.
• Pasal 11 Setiap anak berhak untuk beristirahat dan
memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya,
bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat,
dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
• Pasal 12 Setiap anak yang menyandang cacat berhak
memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan
taraf kesejahteraan sosial.
• Pasal 13 (1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua,
wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas
pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: a.
diskriminasi; b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c.
penelantaran; d. kekejaman, kekerasan, peng-aniaya-an; e.
ketidakadilan; dan f. perlakuan salah lainnya. (2) Dalam hal
orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk
perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pelaku
dikenakan pemberatan hukuman.
• Pasal 14 Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya
sendiri, kecuali jika ada alasan dan /atau aturan hukum yang
sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
16
17. kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan
terakhir.
• Pasal 15 Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan
dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur
kekerasan; dan
e. pelibatan dalam peperangan.
• Pasal 16
(1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran
penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang
tidak manusiawi.
(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai
dengan hukum.
(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak
hanya dilakukan apabila sesuai hukum yang berlaku dan
hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
• Pasal 17
(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:
a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan
penempatannya dipisahkan dari orang dewasa.
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya
secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang
berlaku; dan
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan
pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak
dalam sidang tertutup untuk umum.
17
18. (2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerassan
seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak
dirahasiakan.
• Pasal 18 Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak
pidana berhak mendapatkan bantuan hukum atau bantuan
lainnya.
2. Kewajiban Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002
Kewajiban berasal dari kata dasar “wajib” artinya harus melakukan;
tidak boleh tidak dilaksanakan (ditinggalkan). Mendapat awalan ke-
dan akhiran an, menjadi kewajiban yang artinya sesuatu yang harus
dilaksanakan. Jadi, kewajiban anak adalah sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh seorang anak. Kewajiban yang harus dilakukan
oleh anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 adalah:
• Pasal 19
Setiap anak berkewajiban untuk:
1. menghormati orang tua, wali, dan guru;
2. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
3. mencintai tanah air, bangsa, dan Negara;
4. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
5. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
D. Kewajiban Orang Tua Menurut UU No. 23 Tahun 2002
Orangtua sebagai orang terdekat anak berkewajiban melaksanakan
kewajibannya. Orangtua tidak boleh hanya menuntut hak terhadap
anak saja tetapi juga memiliki kewajiban yang harus ia laksanakan.
Dalam UU No. 23 Tahun 2002 terdapat kewajiban orangtua yaitu
tercantum dalam pasal 26 yang berbunyi :
(1) Orang tua berkewajiban dan berytanggung jawab untuk:
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
18
19. b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat,
dan minatnya; dan c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia
anak-anak.
(2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui
keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan
kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada
keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
KESIMPULAN
1. Anak dipandang memiliki kedudukan khusus di mata hukum. Hal
ini didasarkan atas pertimbangan bahwa anak adalah manusia
dengan segala keterbatasan biologis dan psikisnya belum mampu
memperjuangkan segala sesuatu yang menjadi hak-haknya.
2. Karena masa depan bangsa tergantung dari masa depan dari anak-
anak sebagai generasi penerus. Oleh karena itu, anak sebagai
subjek dari hukum negara harus dilindungi, dipelihara dan dibina
demi kesejahteraan anak itu sendiri;
3. Pada dasarnya, Pengadilan anak yang senantiasa mengedepankan
kesejahteraan anak sebagai guiding factor dan disertai prinsip
proporsionalitas merupakan bentuk perlindungan huku m bagi
anak sebagi pelaku tindak pidana.
4. Undang-undang Pengadilan anak tidak cukup memberikan
jaminan perlindungan hukum bagi anak sebagai pelaku kejahatan.
Terdapat beberapa peraturan inkonsistensi dengan The Beijing
Rules, sehingga secara tidak langsung terjadi pengabaian prinsip
kepentingan terbaik anak
DAFTAR PUSTAKA
19
20. 1. Arief, Barda Nawawi, (1998) Beberapa Aspek Kebijakan
Penegakan Dan
2. Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti.
3. ————————, (5 Oktober 1996) Makalah “Masalah
perlindungan anak”,
4. Seminar Nasional Perlindungan anak, diselenggarakan
UNPAD,Bandung: Hotel Panghegar,
5. ———————, (14-15 Maret 2005) Makalah “Perkembangan
Sistem Hukum Pidana di Indonesia, diselenggarakan di
UBAYA, Surabaya: Hotel Hyatt
6. Gosita, Arief, (5 Okober 1996) Makalah Pengembangan Aspek
Hukum Undang-undang Peradilan Anak dan Tanggung Jawab
Bersama, Seminar Nasional Perlindungan Anak, diselenggarakan
Oleh UNPAD, Bandung.
7. ————————, (2003) Disertasi “Sanksi Alternatif Sebagai
Fokus Pembinaan Anak Pidana Saran Pembaharuan Hukum
Pidana Indonesia”, Jakarta: Program Pasca sarjana Fakultas
Hukum, Universitas Indonesia.
8. Hadisuprapto, Paulus, (5 Oktober 1996) Masalah Perlindungan
Hukum Bagi Anak, Seminar Nasional Peradilan Anak, Bandung:
Fakultas Hukum Universitas Padjajaran,
9. ————————–, (5 Oktober 1996) Instrumen Internasional
Perlindungan Hak Anak, Seminar Nasional Peradilan Anak,
Bandung: Fakultas Hukum Universitas Padjajaran.
10.Joni, Muhammad, (1999) Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam
Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung: Citra Aditya Bakti.
11.Muladi, (1992) Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung: Penerbit
alumni Rover, C. De, (2000) To Serve And To Protect, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
20
21. 12.Sutanto, Retnowulan, (5 Oktober 1996) Makalah “Hukum Acara
Peradilan Anak”, Seminar Nasional Peradilan Anak, Bandung:
Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Hotel Panghegar.
13.Wadong, Maulana Hassan, (2000) Pengantar Advokasi dan Hukum
Perlindungan Anak, Jakarta: PT. Gramedia Indonesia, Jakarta 2000
Peraturan Perundangan
1. KUHP
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak
3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Anak
4. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
5. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
6. WWW.Sekitar Kita.Com
21