Anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual akan menghadapi persoalan yang kompleks di kemudian hari. Kekerasan fisik yang dialami bersamaan dengan eksploitasi seksual terhadap anak dapat mengakibatkan luka, rasa sakit dan rasa takut. Di samping itu, anak-anak juga lebih rentan terhadap infeksi menular seksual dan kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Selain berdampak pada kesehatan secara fisik, eksploitasi seksual yang dialami oleh anak juga akan membawa masalah psikologis yang cukup serius. Eksploitasi seksual dapat menimbulkan rasa bersalah, rasa rendah diri dan depresi. Kasus yang dialami oleh korban ESA dapat menimbulkan perasaan tidak berharga, yang mengakibatkan perilaku menyakiti diri, termasuk di dalamnya overdosis, percobaan bunuh diri, dan gangguan makan. Selain masalah hukum dan kesehatan, anak korban eksploitasi seksual juga seringkali menghadapi persoalan sosial seperti diusir dari lingkungan, dikucilkan oleh teman sebaya, dikeluarkan dari sekolah dan putus sekolah.
2. • Mekanisme layanan hukum yang
ramah anak;
• Pentingnya keterlibatan
multipihak penyedia layanan bagi
korban ESA selama proses hukum;
dan
• Pentingnya pendamping bagi
korban ESA
Materi yang akan bahas
4. Peraturan Kapolri No 10 Th 2007 ttg
Pembentukan Unit Perempuan &
Perlindungan Anak (Unit PPA)
• Tujuannya: Utk memberikan pelayanan dlm bentuk
perlindungan bg perempuan dan anak dr tindak kejahatan.
• Ditempatkan beberapa Polisi dan Polisi Wanita (Polwan) yang
telah mendapatkan pelatihan sensitifitas gender dan hak anak
• Ruangan pemeriksaan telah diadaptasi utk lebih ramah thd
anak-anak, sehingga korban ESA merasa rileks ktk menjalani
pemeriksaan kasusnya.
• Unit PPA sbg gerbang awal penanganan hukum bg kasus-kasus
kejahatan yg menjadikan anak sbg korban telah membawa
harapan baru bagi penanganan korban ESA.
• Unit PPA telah menjalin kerjasama yg baik dg lembaga-
lembaga pemberi layanan sprt Sakti Peksos dr Dinas Sosial,
Lembaga Bantuan Hukum, P2TP2A, UPTD, Women Crisis Center,
dan lembaga-lembaga pemberi pendampingan anak lainnya.
5. Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 Kejaksaan
Republik Indonesia ttg Akses Keadilan bg
Perempuan dan Anak dlm Penanganan
Perkara Pidana
• Mengatur proses pemeriksaan dan pemenuhan hak bagi perempuan dan anak sejak
dlm tahapan penyelidikan dan penyidikan hingga tahap pelaksanaan putusan.
Keseluruhan proses tsb dilaksanakan dg berbasis pd perspektif korban, srt sensitif thd
kerentanan yg dihadapi oleh perempuan dan anak
• Mslnya dlm proses pemeriksaan Jaksa tdk boleh mengeluarkan pertanyaan yg seksis,
menimbulkan diskriminasi berbasis gender, dan membangun asumsi yg tdk relevan
sehingga merugikan bg perempuan dan anak yg menjalani pemeriksaan di
pengadilan
• Jaksa jg diharapkan dpt lbh menggali kondisi psikologi, relasi kuasa, respons
psikologis maupun kondisi stereotip gender.
• Dalam menguraikan fakta dan perbuatan terkait dg kasus ESA, Jaksa Penuntut Umum
sedapat mungkin menghindari uraian yg terlalu detail, vulgar dan berlebihan
pembuatan surat dakwaan dan tuntutan demi penghormatan terhadap hak asasi,
martabat dan privasi perempuan dan anak serta mencegah reviktimisasi
• Mengatur proses dan teknis pemulihan bg korban tindak pidana, baik melalui ganti
rugi, restitusi, dan kompensasi
6. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Th.
2017 ttg Pedoman Mengadili Perempuan
Berhadapan dg Hukum
Tidak menyebutkan anak secara spesifik terkait dengan penanganan kasus
anak sebagai saksi dan korban kejahatan, namun bagi anak perempuan
bisa masuk menjadi bagian dari pedoman ini untuk mendapatkan keadilan
dalam proses persidangan
Pengadilan juga dapat merujuk UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak, dimana pada Pasal 43 Ayat (2) Huruf a, b, dan c
mencantumkan syarat-syarat sebagai hakim (berpengalaman, mempunyai
minat, dedikasi tentang anak, dan sebagainya) untuk dapat diangkat
sebagai Hakim anak
7. • Dalam kasus-kasus ESA, perlu adanya perspektif yang baik dari Polisi, Jaksa
dan Hakim dalam memeriksa anak sebagai saksi dan korban selama proses
hukum.
• Aparat Penegak Hukum wajib melihat anak saksi dan korban sebagai subjek
dan bukan sebagai objek.
• Saksi korban sedapat mungkin tidak dipertemukan dengan tersangka atau
terdakwa secara bersama-sama didalam setiap proses pemeriksaan, hal ini
perlu dilakukan agar anak tidak merasa mendapatkan tekanan akibat
keberadaan tersangka atau terdakwa.
• Korban ESA memiliki karakteristik, sikap, tampilan yang berbeda dengan
korban KSA, misalnya penampilan anak korban kasus prostitusi anak. Polisi,
Jaksa maupun Hakim jika tidak memiliki perspektif yang berpihak pada
korban, maka peluang untuk menyudutkan dan menyalahkan korban akan
sangat besar terjadi
• Penyidik, Jaksa ataupun Hakim harus bisa membuka komunikasi secara
ramah dan interaktif
Catatan Penting
8. Penting melibatkan seluruh lembaga pemberi
layanan non-yudisial agar korban
mendapatkan pemulihan hak-haknya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
Pentingnya Keterlibatan
Multipihak Penyedia
Layanan bg Korban ESA
Selama Proses Hukum
Selama proses hukum berlangsung, beberapa
layanan pemulihan dapat diberikan secara
bersamaan, sinergis dan beriringan
9. Anak Korban
ESA
Unit PPA/ Siber Polri/
Kejaksaan/
Pengadilan Negeri
Rumah Sakit/
Faskes
Psikolog
Rumah Aman
Sakti Peksos/
Dinas Sosial
LBH/ NGO/
Representasi
Masyarakat
LPSK
UPTD/
P2TP2A
RANGKAIAN
PELAYANAN
HUKUM RAMAH
ANAK
10. Fungsi dari Masing-Masing
Lembaga Pemberi Layanan
pada saat Proses Hukum
Unit PPA Polri melakukan koordinasi dg multipihak pemberi
layanan, seperti Rumah Sakit atau Fasilitas Kesehatan lainnya,
Rumah Aman, LPSK, Lembaga Bantuan Hukum, P2TP2A/ UPTD,
Psikolog dan Sakti Peksos/Dinas Sosial, selain utk kebutuhan
pemeriksaan, jg dlm rangka deteksi dini atau utk mengidentifikasi
kebutuhan korban pd layanan pemulihan lainnya sjk proses hukum
berlangsung.
Wajib memastikan telah melakukan pemeriksaan dan perlindungan
korban ESA berdasarkan pd aturan perundang-undangan yg
berlaku dan jg pd aturan internal masing-masing instansi, yaitu
memerintahkan pd petugas yg melakukan penanganan kasus utk
memberikan pelayanan khusus guna meminimalisir rasa trauma yg
dialami korban.
Unit PPA/Siber Polri/Kejaksaan/Pengadilan Negeri
11. Fungsi dari Masing-Masing
Lembaga Pemberi Layanan
pada saat Proses Hukum
Membantu Unit PPA dan Siber Polri untuk pemeriksaan dan
penerbitan alat bukti berupa visum et repertum
Mengidentifikasi kebutuhan pemulihan kesehatan, termasuk
melakukan pemeriksaan awal kesehatan reproduksi korban
ESA
Berkordinasi dg pemberi layanan psikologi, Rumah Aman
serta pemberi layanan lainnya yg dibutuhkan korban ESA.
Apabila Rumah Sakit/Fasilitas kesehatan menemukan atau
mengidentifikasi terjadinya kasus ESA, mk atas persetujuan
korban dpt segera berkoordinasi dgn pihak Unit PPA Polri.
Rumah Sakit/Fasilitas Kesehatan lainnya
12. Fungsi dari Masing-Masing
Lembaga Pemberi Layanan
pada saat Proses Hukum
Membantu Unit PPA, Jaksa Penuntut Umum dan
Hakim di Pengadilan Negeri utk mendampingi
dan meminimalisir trauma korban selama proses
hukum berlangsung.
Psikolog
Membantu penyediaan rumah aman, utk
melindungi korban dr tindakan ancaman, atau
tindakan lainnya yg membahayakan dan
menimbulkan trauma korban.
Rumah Aman
13. Fungsi dari Masing-Masing
Lembaga Pemberi Layanan
pada saat Proses Hukum
Apabila Sakti Peksos/Dinas Sosial menemukan atau
mengidentifikasi terjadinya kasus ESA, mk atas
persetujuan korban dpt segera berkoordinasi dg
pihak Unit PPA Polri
Berkoordinasi dg Unit PPA dan lembaga-lembaga
penyedia layanan lainnya utk melakukan pemetaan
atau identifikasi persoalan yg dialami korban, sebagai
bagian dr pemenuhan layanan yg berbasis pd
kebutuhan korban ESA.
Sakti Peksos/Dinas Sosial
14. Fungsi dari Masing-Masing
Lembaga Pemberi Layanan
pada saat Proses Hukum
Berkoordinasi dg Unit PPA, Jaksa
Penuntut Umum, Hakim di Pengadilan
Negeri dan lembaga-lembaga
penyedia layanan lainnya utk
melakukan perlindungan korban ESA.
LPSK
15. Fungsi dari Masing-Masing
Lembaga Pemberi Layanan
pada saat Proses Hukum
Mendampingi korban ESA selama proses hukum
berlangsung dg melakukan koordinasi dg Unit PPA dan
Siber Polri dan lembaga-lembaga pemberi layanan
lainnya.
Mengidentifikasi kebutuhan pemulihan psikologi atau
trauma korban ESA.
Berkordinasi dg pemberi layanan Rumah Aman serta
pemberi layanan lainnya yg dibutuhkan korban ESA.
Apabila menemukan atau mengidentifikasi terjadinya
ESA, mk atas persetujuan korban dpt segera
berkoordinasi dg pihak Unit PPA Polri.
UPTD/P2TP2A dan LBH/NGO/Representasi Masyarakat
LPSK
17. Insert Text Here
01.
Perlindungan pada korban
secara umum diatur didalam
KUHAP dan UU No. 31 Tahun
2014 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban
Landasan Hukum Perlindungan
Anak Korban ESA
Insert Text Here
02.
Perlindungan khusus utk melindungi
anak sebagai korban, diantaranya, UU
No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-undang No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak dan UU
No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
18. Catatan Penting
⮚ Korban ESA memerlukan adanya pendampingan dr org yg lebih dewasa scr
profesional. Pendamping diatur pd Pasal 1 ayat 14 Undang Undang No. 35 tahun
2014 ttg perubahan Undang Undang No 23 Th. 2002 ttg Perlindungan Anak bahwa
“Pendamping itu adalah para pekerja sosial yg mempunyai kompetensi
profesional dlm bidangnya”. Hal ini karena scr psikologis posisi anak masih labil,
terlebih lagi anak yg menjadi korban tindak pidana.
⮚ Hak untuk mendapat bantuan hukum diatur dlm Pasal 18 Undang-Undang
Perlindungan Anak, Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 89 menyebutkan ttg
berlakunya ketentuan perlindungan anak yg diatur dalam perundang-undangan
lain.
19. ✔Mohon identifikasi bentuk-bentuk ESA apa saja yg terjadi dlm kasus ini?
✔Lembaga pemberi layanan apa sj yg seharusnya mendampingi kasus ini? Apa
peran dan fungsinya? Serta bagaimana seharusnya mekanisme kordinasinya?
✔Apakah upaya-upaya yang dilakukan oleh lembaga pemberi layanan
termasuk aparat penegak hukum sdh menggunakan 7 prinsip layanan korban
ESA berdasarkan pd konvensi hak anak?
✔Adakah ditemukan respon atau tindakan yg dilakukan oleh lembaga pemberi
layanan termasuk aparat penegak hukum yg hrs diperbaiki dan ditingkatkan
utk lbh ramah anak?
✔Apakah ada praktek baik dr lembaga pemberi layanan yg dpt menjadi lesson
learn bg upaya pendampingan korban ESA kedepannya?
Pertanyaan
Diskusi Kelompok