Bab I membahas latar belakang, tujuan, dan rumusan masalah. Bab II membahas etika bisnis pers yang mencakup menjaga kemerdekaan pers, tidak melakukan monopoli kepemilikan media dan opini, serta bekerjasama antar perusahaan pers.
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
KEMERDEKAAN PERS
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika bisnis pers
1. Perusahaan pers atas inisiatif bersama memelihara iklim yang
kondusif,
dalam
arti
berjalannya
kemerdekaan
pers
sebagai
landasan dan jaminan bagi tumbuh berkembangnya industri pers.
Perusahaan
pers
melaksanakan
dan
mengelola
hak-hak
warga
negara yang berdaulat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan
memperoleh informasi melalui prinsip-prinsip kemerdekaan pers.
iklim
yang
kondusif
bagi
berjalannya
kemerdekaan
pers
merupakan jaminan bagi rakyat untuk memperoleh hak-haknya,
yang
sekaligus
merupakan
komoditas
bagi
tumbuh
dan
berkembangnya industri pers. Perusahaan pers secara bersamasama
harus
tetap
menjaga
komitmennya
dan
memelihara
iklim
kondusif bagi berjalannya kemerdekaan pers ini.
2. Perusahaan pers tidak melakukan praktik monopoli pembentukan
opini
publik
dan
memonopoli
kepemilikan
terhadap
industri
media massa.
Perusahaan pers menjalankan misi sebagai pilar keempat dalam
kehidupan demokrasi. Rakyat berhak mendapatkan banyak pilihan
sumber informasi untuk menentukan sikap dan pemikirannya. UU
anti
monopoli
telah
mengatur
batasan
pangsa
pasar
dan
kepemilikan perusahaan untuk berbagai produk pada umumnya.
Kekhususan perusahaan pers terletak pada pembentukan opini
publik bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi apabila
2. penguasaan berbagai media (cetak, radio, dan televisi) berada
di satu tangan atau satu kelompok kepentingan.
3. Perusahaan pers bekerjasama dengan sesamanya bagi kehidupan
industri
pers
yang
saling
menguntungkan
dan
menghindari
persaingan curang.
Interaksi
perusahaan
pers
secara
horizontal
adalah
hidup
berdampingan dengan sesama perusahaan pers. Untuk menjalankan
visi dan misi perusahaan dan sekaligus untuk menjalankan visi
dan misinya secara universal, perusahaan pers dapat bekerja
sama dengan prinsip saling menguntungkan dan terus berusaha
mencegah
terjadinya
persaingan
tidak
sehat
(seperti
mendiskreditkan perusahaan lain, menjegal jalur distribusi,
pembajakn tenaga kerja, dll).
menjaga
kemerdekaan
pers,
tidak
monopoli
dalam
kepemilikan
dan
opini, menghindari persaingan curang
B. MENJAGA KEMERDEKAAN PERS
“Perusahaan pers melaksanakan dan mengelola hak-hak warga negara
yang berdaulat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh
informasi melalui prinsip-prinsip kemerdekaan pers. iklim yang
kondusif bagi berjalannya kemerdekaan pers merupakan jaminan
bagi
rakyat
untuk
memperoleh
hak-haknya,
yang
sekaligus
merupakan komoditas bagi tumbuh dan berkembangnya industri pers.
Perusahaan
pers
komitmennya
dan
secara
bersama-sama
memelihara
iklim
harus
kondusif
tetap
bagi
menjaga
berjalannya
kemerdekaan pers ini"
a. Pengertian Kemerdekaan Pers
Namun, bebas di sini tidak berarti bebas sebebas-bebasnya.
Kalau menulis atau memberitakan sesuatu peristiwa misalnya, tidak
boleh seenaknya sendiri. Harus benar, objektif, berdasarkan fakta.
Kalau mengandung kontroversi berita harus berimbang, tidak boleh
menghakimi.
3. Pendeknya bukan kebebasan mutlak, melainkan
kebebasan yang
ada batasnya. Batas itu adalah ketentuan hukum dan undang-undang.
Batas itu adalah etika profesi, atau kode etik jurnalistik bagi
kalangan wartawan. Batas itu adalah hati nurani. Kebebasan yang
tanpa batas berisiko menabrak hak asasi pihak lain.
Mengenai kebebasan pers, Komisi Kemerdekaan Pers menyatakan bahwa
kemerdekaan pers itu harus diberi arti :
1) Bahwa kebebasan tersebut tidaklah berarti bebas untuk melanggar
kepentingan-kepentingan individu yang lain.
2) Bahwa kebebasan harus memperhatikan segi-segi keamanan negara.
3) Bahwa pelanggaran terhadap kemerdekaan pers membawa konsekuensi/
tanggung jawab terhadap ukuran yang berlaku.
b. Pentingnya Kemerdekaan Pers
Indonesia
yang
merupakan
negara
demokrasi,
KEMERDEKAAN
pers
mutlak perlu. Tanpa kemerdekaan, pers tidak dapat melaksanakan peran
pentingnya secara maksimal. Peran-peran itu adalah memenuhi hak
masyarakat untuk mengetahui; melakukan pengawasan, kritik, koreksi,
saran
terhadap
hal-hal
yang
berkaitan
dengan
kepentingan
umum,
mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, benar,
dan akurat, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, penegakan hukum
dan HAM, serta memperjuangkan kebenaran dan keadilan.
Kalau
pers
tidak
dapat
memaksimalkan
peran
konstruktifnya
sesungguhnya yang rugi tidak hanya kalangan pers tapi juga bangsa
ini secara keseluruhan. Termasuk pemerintah, dunia usaha, pekerja,
mahasiswa, kalangan profesional, dan tentu masyarakat. Kemerdekaan
pers sekurang-kurangnya ditandai oleh tidak adanya sensor, beredel,
dan larangan terbit/ penyiaran. Juga adanya kebebasan bagi pers
untuk
melaksanakan
6
M,
yaitu
mencari,
memperoleh,
memiliki,
menyimpan, mengolah, serta menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Itulah esensi kegiatan jurnalistik.
4. kemerdekaan pers dapat dikatakan bukan hanya milik masyarakat
pers melainkan juga milik semua anak bangsa. Karena sesungguhnya
yang berjuang demi keterwujudan kemerdekaan pers adalah semua elemen
bangsa. Baik itu kalangan LSM, akademisi, politikus, pegiat HAM,
maupun advokat, dan tentu kalangan pers sendiri. Jadi wajar kalau
peruntukan dan kemanfaatannya juga untuk semua elemen bangsa.
c. Kemerdekaan Pers Pada Masa Orede Baru Dan Sekarang
Pada masa orde baru, kita pernah berada pada masa ada beredel
terhadap
pers.
mengolah,
dan
Pers
pernah
dalam
menyebarluaskan
kondisi
informasi
tidak
ataupun
bebas
mencari,
gagasan.
Banyak
peristiwa penting terjadi tetapi tidak boleh diberitakan. Apalagi
kalau menyangkut penguasa atau kekuasaan. Kontrol dan kritik pers
tidak maksimal. Padahal itu adalah bagian sangat penting dari fungsi
pers.
Kita sekarang memiliki sepenuhnya kemerdekaan/ kebebasan pers.
Bahkan di negeri ini kebebasan pers termasuk yang terbaik di Asia.
Oleh karena itu, Kemerdekaan pers harus dipertahankan dan digunakan
sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Kemerdekaan pers tidak boleh disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak
terpuji. Kemerdekaan pers juga harus dijaga jangan sampai menjadi
kebablasan pers.
Masyarakat pers harus dapat menjaga keepercayaan
masyarakat bahwa dirinya memang pantas mendapatkan kemerdekaan pers
dan tepercaya pula untuk memeliharanya.
Tentu ada pihak-pihak lain yang tidak senang dan merasa tak
nyaman dengan iklim kebebasan pers sekarang ini. Mudah diduga,
mereka adalah orang-orang yang suka menyeleweng, menyalahgunakan
wewenang dan kekuasaan, korup dan lain-lain. Mereka tidak ingin
perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji itu diketahui oleh publik.
d. Batasan Kemerdekaan Pers
5. Kemerdekaan/kebebasan pers bukannya tanpa batas dan tanggung
jawab. Batasan kemerdekaan pers telah di atur dalam :
1. UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 5
''Dalam memberitakan peristiwa dan opini pers nasional wajib
menghormati norma agama, rasa kesusilaan masyarakat, dan asas
praduga tidak bersalah. Pers juga wajib melayani
hak jawab
dan hak koreksi''. Kewajiban-kewajiban itu kalau dilanggar
dapat dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 18, yaitu
pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
2. kode etik jurnalistik
-
''wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah,
sadis, dan cabul''.
-
''wartawan
Indonesia
tidak
menyebutkan
dan
menyiarkan
identitas korban kejahatan susila dan identitas anak yang
menjadi pelaku kejahatan''.
-
''wartawan
Indonesia
segera
mencabut,
meralat,
dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai
dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan/atau
pemirsa''.
Dan lembaga yang menjaga kemerdekaan pers adalah Dewan Pers
yang mendapat mandat dan amanat dari Undang-Undang No. 40 Tahun 1999
tentang Pers untuk mengembangkan serta menjaga kemerdekaan atau
kebebasan
pers
dan
meningkatkan
kehidupan
pers
nasional
serta
melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain
b. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers.
c. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
d. Memberikan
pertimbangan
dan
mengupayakan
penyelesaian
pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan
pemberitaan pers.
e. Mengembangkan
pemerintah.
komunikasi
antara
pers,
masyarakat,
dan
6. f. Memfasilitasi
organisasi-organisasi
pers
dalam
menyusun
peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas
profesi kewartawanan.
g. Mendata perusahaan pers.
B. MONOPOLI KEPEMILIKAN MEDIA DAN OPINI
a. Latar Belakang Monopoli Media
Di era globalisasi ini, kebutuhan akan informasi yang cepat
menjadi sangat penting bagi masyarakat. Media massa merupakan bentuk
komunikasi massa yang mampu menyediakan kebutuhan akan informasi
yang cepat mengenai apa yang terjad
Peranannya yang penting inilah yang membuat industri media
massa berkembang sangat pesat dan membuat media massa tidak hanya
sebagai sebuah institusi yang idealis, seperti misalnya sebagai alat
sosial, politik, dan budaya, tetapi juga telah merubahnya menjadi
suatu institusi yang sangat mementingkan keuntungan ekonomi. Sebagai
institusi ekonomi, media massa hadir menjadi suatu industri yang
menjanjikan keuntungan yang besar bagi setiap pengusaha.
Keuntungan yang diperoleh media massa di Indonesia misalnya
yaitu dari data AGB Nielsen Media Research, terlihat hingga kuartal
ke-3 tahun 2006, Grup Media Nusantara Citra (MNC) sukses meraup
Rp4,8 triliun atau 32,9% dari total belanja iklan TV. Urutan ke-2
diduduki Trans TV dan Trans 7, dengan Rp3,4 triliun (23,2%). ANTV
dan Lativi, berhasil memperoleh pendapatan Rp2,3 triliun (15,7%),
berada pada peringkat ke-3 . Hal itu mengakibatkan pengusaha media
kini
tidak
masyarakat
lagi
akan
hanya
sekedar
terpenuhinya
berorientasi
informasi
pada
tetapi
penenuhan
juga
hak
berorientasi
untuk mengejar keuntungan ekonomi sebesar-besarnya.
Menghadapi persaingan yang sangat ketat dalam bisnis media
massa yang memerlukan kekuatan sosial ekonomi ini, maka terjadi
kecenderungan
munculnya
konsolidasi
kelompok
mengakibatkan
pemain
terjadinya
media
yang
raksasa
konsentrasi
kemudian
media
mengarah
massa
kepemilikan
yang
media
kepada
kemudian
massa.
7. Konsentrasi media ini banyak terjadi tidak hanya di Indonesia,
melainkan juga di luar negeri, seperti misalnya Dow Jones yang
dibeli oleh Rupert Murdoch di mana Dow Jones merupakan induk dari
beberapa media di Amerika Serikat, atau contoh lainnya yaitu ketika
News Corp dan Dow Jones bergabung yang menghasilkan 74,1 milyar
dollar Amerika. Di Amerika ada lima pemain besar industry media
massa, yaitu Time-Warner, Viacom, News Corp., Bertelsmann Inc., dan
Disney.
Gejala konsentrasi media juga terjadi di Indonesia, contohnya yaitu
MNC yang memiliki RCTI, TPI, GLOBAL TV, Radio Trijaya, Koran Seputar
Indonesia,
Indovision,
dan Okezone.com,
atau
Group
Bakrie
yang
memiliki ANTV dan TVOne. Setelah Orde Baru tumbang, stasiun-stasiun
televisi baru ramai bermunculan. Hal ini sebagai akibat dari euforia
demokratisasi seperti yang telah dipaparkan di awal tulisan. Pada
waktu yang sama, korporasi-korporasi media mulai terbentuk. Menurut
Satrio Arismunandar, sekarang ini telah terbentuk setidaknya tiga
kelompok korporasi media . Korporasi media pertama adalah PT Media
Nusantara Citra, Tbk (MNC) yang dimiliki oleh Harry Tanoesoedibjo
yang membawahi RCTI (PT Rajawali Citra Televisi Indonesia), TPI (PT
Cipta Televisi Pendidikan Indonesia), dan Global TV (PT Global
Informasi Bermutu).
Kelompok kedua berada di bawah PT Bakrie Brothers (Group Bakrie)
yang dimiliki oleh Anindya N. Bakrie. Grup Bakrie ini membawahi ANTV
(PT Cakrawala Andalas Televisi) yang kini berbagi saham dengan STAR
TV (News Corp, menguasai saham 20%) dan Lativi yang sekarang telah
berganti nama menjadi TvOne. Kelompok ketiga adalah PT Trans Corpora
(Group Para). Grup ini membawahi Trans TV (PT Televisi Trasnformasi
Indonesia) dan Trans-7 (PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh).
Konsentrasi media yang terjadi dikhawatirkan membawa sejumlah dampak
negatif, tidak hanya pada perkembangan kelangsungan sistem media di
Indonesia, melainkan juga dampak pada isi atau konten serta monopoli
opini yang disampaikan kepada masyarakat.
8. b. Pengertian monopoli Media
Monopoli media biasa disebut juga dengan konglomerasi media karena
tujuan kehadirannya untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
Konglomerasi media adalah gambaran dari perusahaan berskala besar
yang memiliki bagian unit usaha media massa yang berbeda seperti
suatu perusahaan yang menaungi televisi dan koran, majalah dan lain
sebagainya
mencapai
.
Monopoli
efisiensi,
diperoleh.
Media
kepemilikan
sehingga
massa
kini
media
keuntungan
berusaha
ini
dimaksudkan
ekonomi
untuk
maksimal
mencari
untuk
dapat
pengeluaran
minimal demi mendapatkan penghasilan yang maksimal, hal inilah yang
kemudian mendorong terjadinya monopoli media massa.
c. Pembatasan Monopoli
Pemerintah Indonesia yang telah melihat akan potensi merugikan dari
adanya konsentrasi suatu perusahaan mencoba mengintervensi dengan
menghadirkan sejumlah peraturan yang mengatur mengenai kepemilikan
perusahaan. Kebijakan soal pembatasan Monopoli, Konglomerasi, dan
Kepemilikan
Silang
(Media
Penyiaran)
sesungguhnya
terlah
diatur
dalam peraturan hukum, yakni UU Penyiaran nomor 32 tahun 2002 ayat
1, pasal 18. Di sana disebutkan:
“Pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta oleh
satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siar maupun
beberapa wilayah siar, dibatasi”.
Adapun,
peraturan
perundangan
yang
mengatur
tentang
pemabtan
kepemilikan media adalah sebgai berikut :
1. Peraturan Pemerintah nomor
50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan
Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta
-
Pasal 31 (Jasa Penyiaran Radio )
9. (1)
Pemusatan
kepemilikan
dan
penguasaan
Lembaga
Penyiaran
Swasta jasa penyiaran radio oleh 1 (satu) orang atau 1
(satu) badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di
beberapa
wilayah
siaran,
di
seluruh
wilayah
Indonesia
dibatasi sebagai berikut:
a) 1 (satu) badan hukum hanya boleh memiliki 1 (satu) izin
penyelenggaraan penyiaran jasa penyiaran radio;
b) paling
banyak
memiliki
saham
sebesar
100%
(seratus
perseratus) pada badan hukum ke-1 (kesatu) sampai dengan ke7 (ketujuh);
c) paling
banyak
sembilan
memiliki
perseratus)
saham
pada
sebesar
badan
49%
hukum
(empat
puluh
ke-8
(kedelapan)
20%
(dua
sampai dengan ke-14 (keempat belas);
d) paling
banyak
memiliki
saham
sebesar
puluh
perseratus) pada badan hukum ke-15 (kelima belas) sampai
dengan ke-21 (keduapuluh satu)
e) paling banyak memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus)
pada badan hukum ke-22 (ke dua puluh dua) dan seterusnya).
f) badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c,
huruf
d,
dan
huruf
e,
berlokasi
di
beberapa
wilayah
kabupaten/kota yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
(2)
Kepemilikan
1) Kepemilikan badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
saham yang dimiliki oleh paling sedikit 2 (dua) orang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau
kembali
untuk
disesuaikan
dengan
perkembangan
kebutuhan informasi masyarakat.
-
Pasal 32 (Jasa Penyiaran Televisi)
teknologi
dan
10. (1) Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta
jasa penyiaran televisi oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan
hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah
siaran, di seluruh wilayah Indonesia dibatasi sebagai berikut:
a) 1 (satu) badan hukum paling banyak memiliki 2 (dua) izin
penyelenggaraan
penyiaran
jasa
penyiaran
televisi,
yang
berlokasi di 2 (dua) provinsi yang berbeda;
b) paling
banyak
memiliki
saham
sebesar
100%
(sera-
tus perseratus) pada badan hukum ke-1 (kesatu);
c) paling banyak memiliki saham sebesar 49% (empat puluh sembilan
perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua);
d) paling
banyak
memiliki
saham
sebesar
20%
(dua
puluh
perseratus) pada badan hukum ke-3 (ketiga);
e) paling banyak memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus) pada
badan hukum ke-4. (keempat) dan seterusnya;
f) badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf
d, dan huruf e, berlokasi di beberapa wilayah provinsi yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
(2)
Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, huruf d, dan huruf e, memungkinkan kepemilikan saham
lebih dari 49% (empat puluh sembilan perseratus) dan paling banyak
90% (sembilan puluh perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua) dan
seterusnya
hanya
untuk
Lembaga
Penyiaran
Swasta
yang
telah
mengoperasikan sampai dengan jumlah stasiun relai yang dimilikinya
sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.
(3)
Kepemilikan
(4) Kepemilikan Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa saham yang dimiliki oleh paling sedikit 2 (dua)
orang
sesuai
berlaku.
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
yang
11. (5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau
kembali
untuk
disesuaikan
dengan
perkembangan
teknologi
dan
kebutuhan informasi masyarakat.
d. Dampak Monopoli Media
Monopoli di bisnis media berbahaya bagi demokratisasi
karena adanya pengurangan hak publik berupa frekuensi untuk
memperoleh suatu berita atau informasi sesuai dengan kebutuhan
dari publik itu sendiri. Seperti monopoli informasi, monopoli
frekuensi, monopoli ekonomi (pendapatan) , monopoli program
acara yang dikhawatirkan homogen, serta pemanfaatan mediamedia
tersebut
untuk
kepentingan
pribadi
bagi
keuntungan
pemilik semata.
Ada beberapa dampak monopoli kepemilikan media :
Homogenisasi : penyeragaman bentuk tayangan atau program.
Agenda
setting merupakan
upaya
media
untuk
membuat
pemberitaan tidak semata-mata menjadi saluran isu dan
peristiwa
melainkan
ada
strategi
dan
kerangka
yang
dimainkan media sehingga pemberitaan memiliki nilai lebih
yang diharapkan oleh media.
Hegemoni Budaya
Hegemoni budaya mengidentifikasi dan menjelaskan dominasi
dan upaya mempertahankan kekuasaan, metode yang dipakai
mereka yang berkuasa atas kelas-kelas yang subordinat
untuk menerima dan mengadopsi the ruling-class values.
Hegemoni yang dilakukan oleh media massa dimana media
berusaha membujuk masyarakat untuk mengikuti kebenaran
yang diyakini oleh pengelola dan/atau pemilik media itu,
padahal kebenaran yang diyakini media itu belum tentu
benar,
dan
sebagian
masyarakat
mungkin
keyakinan tentang kebenaran yang lain.
Contoh: konsumerisme, budaya Jawa, dan Islam
mempunyai
12. Homogenitas pemberitaan dan informasi. Masyarakat akan
sulit
untuk
mencari
referensi
lain
dan
sulit
untuk
melihat sisi lain dari suatu kasus yang diangkat oleh
pemberitaan
media
massa
karena
homogenitas
tersebut
akibat kepemilikan yang berpusat.
Contohnya yaitu : berita yang disajikan di RCTI,
Global TV, TPI, Okezone.com, Harian Seputar Indonesia dan
Radio
Trijaya
terhadap
suatu
akan
memiliki
kasus.
sudut
Masyarakat
pandang
hanya
yang
akan
sama
dicekoki
berita dan informasi yang itu-itu saja. Ketika masyarakat
mencoba untuk beralih dari suatu media ke media lain,
yang akan tetap mereka temui adalah pemberitaan yang
serupa karena faktor kepemilikan yang sama.
Hal itu tidak menutup kemungkinan mereka membangun
perusahaan media untuk memuluskan kepentingannya selain
dalam hal ekonomi, tetapi juga dalam hal perpolitikan dan
penyebaran ideologi tertentu.
Contohnya keberpihakan TVOne terhadap kepentingan
politik dan ekonomi PT Lapindo, sehingga TVOne jarang
mengungkit pemberitaan mengenai kasus Lumpur Sidoarjo dan
apabila
pemberitaan
itu
ada,
TVOne
cenderungan
menggunakan kata Lumpur Sidoarjo ketimbang menggunakan
kata
Lumpur
kepentingan
Lapindo.
penguasa
Hal
terhadap
itu
menunjukkan
isi
media.
adanya
Penyebaran
ideologi itu melalui proses hegemoni, yaitu suatu proses
dominasi dan upaya mempertahankan kekuasaan, metode yang
dipakai
mereka
yang
berkuasa
atas
kelas-kelas
yang
subordinat untuk menerima dan mengadopsi the ruling-class
values yang tanpa mereka sadari telah tertanamkan dalam
diri mereka.
Konsolidasi media mampu menghilangkan keberagaman informasi
yang akan diterima oleh masyarakat. Hal itu terjadi karena
13. adanya monopoli dan sentralisasi infomasi. Karena kepemilikan
yang sama, media massa cenderung menyebarluaskan informasi dan
program-program
yang
sejenis.
Misalnya
adalah
dalam
suatu
pemberitaan, sudut pandang atau framming yang dibentuk oleh
media
massa
cenderung
menyebabkan
sama
terjadinya
dan
praming
tidak
yang
beragam
sama
sehingga
pada
tingkat
khalayak.
e. Monopoli kepemilikan media di indonesia
Di Indonesia juga terjadi sejumlah integrasi yang dilakukan oleh
perusahaan media massa besar. Di bawah naungan yang dimiliki oleh
Hary Tanoesoedibyo, terintegrasi sejumlah lembaga penyiaran seperti
RCTI, TPI, Global TV, dan beberapa stasiun televisi lokal, sejumlah
radio seperti Women Radio dan Trijaya, TV berlangganan Indovision,
surat
kabar
Seputar
Indonesia,
majalah
Trust,
sejumlah
tabloid
seperti Genie dan Mom and Kiddie, serta situs berita Okezone.com.
Ini menunjukkan adanya monopoli kepemilikan media yang ditunjukkan
dengan keberagaman jenis media massa yang dimiliki oleh MNC dan
adanya berbagai jaringan yang dapat digunakan oleh MNC untuk dapat
saling mempromosikan jenis medianya satu sama lain.
Selain MNC, beberapa Group Besar pemilik media yaitu Lativi dan ANTV
bernaung di bawah bendera Bakrie Group milik Abu Rizal Bakrie, Trans
TV dan Trans 7 di bawah Trans Corp milik Chairul Tanjung, Kelompok
Kompas
Gramedia
Indonesia
di
milik
bawah
Jakob
Group
Oetama,
Media
atau
Indonesia
Metro
milik
TV
dan
Surya
Media
Paloh.
Kebanyakan pemilik industri media tersebut merupakan orang yang
membangun
bisnisnya
dengan
menggunakan
kekuasaan
atau
hubungan
khusus dengan pemerintahan.
Beberapa pemain besar dalam industri media massa Indonesia itu
memiliki
penghasilan
penghasilan
dari
yang
lebih
perusahaan
besar
yang
bila
dibandingkan
berdiri
sendiri,
dengan
tidak
14. berintegrasi. Misalnya dalam industri penyiaran televisi, sebagian
besar jumlah iklan dikuasai oleh stasiun televisi milik group besar.
AGB Nielsen Media Research, lembaga pemeringkat acara TV, mengatakan
bahwa
hingga
kuartal
ke-3
tahun
2006,
pendapatan
iklan
hanya
dikuasai oleh Group MNC, Bakrie dan Trans Corp. Ketiganya menguasai
Rp10,5 triliun belanja iklan, atau 71,8% dari total yang Rp14,7
triliun. Porsi terbesar diraup Grup Media Nusantara Citra (MNC) yang
sukses meraup Rp4,8 triliun atau 32,9% dari total belanja iklan TV.
Urutan ke-2 diduduki Trans TV dan Trans 7, dengan Rp3,4 triliun
(23,2%). Group Bakrie berhasil memperoleh pendapatan Rp2,3 triliun
(15,7%), berada pada peringkat ke-3.
Sementara itu, dari penguasaan pasar (audience share) ketiganya
sukses menjaring 70,3% pemirsa. Rinciannya, MNC di posisi pertama
dengan audience share 35,7%, Trans TV dan Trans 7 dengan jumlah
21,1% dan ANTV dan Lativi dengan jumlah 13,5%.
Demikian pula halnya dengan apa yang terjadi pada bisnis media cetak
yang hanya dikuasai oleh sejumlah pemain besar, yaitu Kelompok
Kompas Gramedia, Group Femina, Group Tempo, dan Jawa Post. Hal
inilah bahwa bentuk pasar media massa di Indonesia merupakan bentuk
pasar oligopoli.
f. Monopoli Opini Media
sebagian besar masyarakat di Indonesia masih menjadikan media
sebagai salah satu jembatan informasi tentang berbagai hal yang
terjadi dalam masyarakat, baik yang sedang menjadi perhatian maupun
yang
luput
dari
perhatian
mereka.
Kenyataan
menunjukkan,
keterlibatan media dalam membentuk suatu opini publik adalah sebuah
kekuatan tersendiri yang dimilikinya dan itu sangat berpengaruh
dalam
tatanan
kehidupan
di
masyarakat.
Namun,
seiring
dengan
kebebasan pers membuat sebagian media kebablasan menyikapi kebebasan
15. tersebut. Independensi dan kode etik kadang telah tertutupi oleh
orientasi bisnis dan keuntungan, sehingga saat ini ¨dapur¨ media
telah
dimasuki
pengaruh
kekuasaan,
finansial
dan
kepentingan
politik.
Media sangat memberi andil dan peran penting dalam memberikan
informasi
media
terhadap
dalam
masyarakat,
menyajikan
kecenderungan
informasinya
bisa
ini
saja
kadang
membuat
membuka
peluang
dramatisasi, manipulasi, spekulasi ataupun juga menyingkap kebenaran
sesuai fakta sesungguhnya.
C. MENGHINDARI PERSAINGAN BISNIS
pemilik
perusahaan
pers
seharusnya
memegang
teguh
prinsip
persaingan usaha yang sehat. Tidak hanya menyangkut pola bisnis
dan proses rekruitmen yang sesuai dengan etika bisnis. Namun
sebaiknya juga ada kesepakatan di antara perusahaan pers untuk
tidak begitu saja mengambil SDM dari satu perusahaan pers ke
perusahaan pers lain, dengan iming-iming lebih tinggi.
Banyak teori pers sebagai industri. Tapi perusahaan pers tidak
seharusnya
mempraktikkan
teori
persaingan
penerbitan pers justru tidak berkembang.
bisnis
yang
membuat
16. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika bisnis pers
1. Perusahaan pers atas inisiatif bersama memelihara iklim yang
kondusif, dalam arti berjalannya kemerdekaan pers sebagai
landasan
pers.
dan
jaminan
bagi
Perusahaan pers
warga
negara
prinsip
dan
berkembangnya
industri
melaksanakan dan mengelola hak-hak
yang
berkomunikasi,
tumbuh
berdaulat
memperoleh
kemerdekaan
pers.
untuk
informasi
iklim
berekspresi,
melalui
yang
prinsip-
kondusif
bagi
berjalannya kemerdekaan pers merupakan jaminan bagi rakyat
untuk
memperoleh
komoditas
bagi
Perusahaan
hak-haknya,
tumbuh
pers
dan
secara
yang
sekaligus
berkembangnya
bersama-sama
merupakan
industri
harus
tetap
pers.
menjaga
komitmennya dan memelihara iklim kondusif bagi berjalannya
kemerdekaan pers ini.
2. Perusahaan pers tidak melakukan praktik monopoli pembentukan
opini publik dan memonopoli kepemilikan terhadap industri
media massa. Perusahaan pers menjalankan misi sebagai pilar
keempat dalam kehidupan demokrasi. Rakyat berhak mendapatkan
banyak pilihan sumber informasi untuk menentukan sikap dan
pemikirannya. UU anti monopoli telah mengatur batasan pangsa
pasar dan kepemilikan perusahaan untuk berbagai produk pada
umumnya.
Kekhususan
perusahaan
pers
terletak
pada
pembentukan opini publik bertentangan dengan prinsip-prinsip
demokrasi apabila penguasaan berbagai media (cetak, radio,
dan
televisi)
berada
di
satu
tangan
atau
satu
kelompok
kepentingan.
3. Perusahaan pers bekerjasama dengan sesamanya bagi kehidupan
industri
pers
persaingan
yang
curang.
saling
menguntungkan
Interaksi
dan
perusahaan
menghindari
pers
secara
17. horizontal
adalah
hidup
berdampingan
dengan
sesama
perusahaan pers. Untuk menjalankan visi dan misi perusahaan
dan
sekaligus
untuk
menjalankan
visi
dan
misinya
secara
universal, perusahaan pers dapat bekerja sama dengan prinsip
saling menguntungkan dan terus berusaha mencegah terjadinya
persaingan tidak sehat (seperti mendiskreditkan perusahaan
lain, menjegal jalur distribusi, pembajakn tenaga kerja,
dll).
DAFTAR PUSTAKA
Dewan
Pers.
2013.
Peraturan Dewan
Pers
Head :Penguatan
Peran
Dewan
Pers.http://www.dewanpers.or.id. Diakses pada 17 April 2013
Fasta,
Feni.
“Kontestasi
Antara
Kepemilikan
Silang
Dengan
Isi
Pemberitaan Media Massa”, jurnal penelitian komunikasi departemen
ilmu komunikasi FISIP UI, volume VI/ no. 1, hlm.19-41, 2007.
Kompas.
“Bahaya
kepemilikan
www.kompas.com/read
Konglomerasi
stasiun
televisi
Terkonsentrasi”.
Diakses pada 17 April 2013
Media
dalam
Grup
http://pravdakino.multiply.com/journal
MNC.
. diakses pada 17 April
2013
Konglomerasi
Publik.
Media
Massa
sebagai
Ajang
Hegemoni
www.pangerankatak.blogspot.com
Pembentukan
Diakses
pada
17
Opini
April
2013
Soetjipto. 2013. Menjaga Kemerdekaan Pers. SUARA MERDEKA edisi 09
Februari 2013