2. Pengertian Pers
A. Pengertian Secara Umum
Kata pers berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa
Inggris berarti press. Press dalam bahasa Latin, pressare yang
berarti tekan atau cetak. Secara harfiah pers berarti cetak dan
secara istilah berarti penyiaran yang dilakukan secara
tercetak.
B. Pengertian Menurut Para Ahli
1) Menurut L. Taufik, seorang ahli jurnalistik, pers adalah usahausaha dari alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan
anggota-anggota masyarakat terhadap penerangan, hiburen,
keinginan mengetahui peristiwa-peristiwa, atau berita-berita
yang telah atau akan terjadi di sekitar mereka khususnya dan di
dunia umumnya.
2) Menurut Weiner, seorang ahli jurnalistik, pers memiliki tiga
arti. Pertama, wartawan media cetak. Kedua, publisitas atau
peliputan. Ketiga, mesin cetak-naik cetak.
3. 3) Menurut Oemar Seno Adji, seorang pakar komunikasi,
pengertian pers dibagi dalam arti sempit dan luas.
Dalam arti sempit, pers mengandung penyiaranpenyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengar
jalan kata tertulis. Dalam arti luas, pers adalah
semua media komunikasi massa yang memancarkan
pikiran dan perasaan seseorang, balk dengan kata-kata
tertulis maupun kata lisan.
4) Menurut J.C.T. Simorangkir, seorang tokoh hukum, pers
dibedakan menjadi dua pengertian sebagai berikut.
a. Pers dalam arti sempit, artinya hanya terbatas pada
pers cetak, yaitu surat kabar, majalah, dan tabloid.
b. Pers dalam arti luas, yaitu meliputi segala
penerbitan, bahkan termasuk pers elektronik, siaran
radio, dan siaran televisi.
5) Menurut Mc. Luhan, dalam bukunya Understanding
Media mengemukakan pers sebagai the extended of
man, yaitu yang menghubungkan satu tempat dengan
tempat lain dan peristiwa satu dengan peristiwa lain
4. Sifat Pers
No
Sifat Pers
1
Liberal
Democration
Press (Pers
Demokrasi
Liberal)
2
Communist
Press (Pers
Komunis)
Uraian/Keterangan
Contoh
Negara
Kebebasan pers dipersepsikan sebagai kebebasan
Amerika
yang tanpa batas. Artinya, kritik dan komentar
Serikat,
pers dapat dilakukan kepada siapa saja, termasuk
Inggris &
kepada kepala negara sekalipun. Presiden Amerika negara-negara
Serikat, Richard Nixon misalnya, tumbang setelah
Eropa.
dihujat habis-habisan pers AS karena skandal
"watergate-nya".
Terbentuk karena latar belakang pemerintahan
negaranya yamg menitikberatkan pada kekuasaan
tunggal Partai Komunis. Dengan demikian, suara
pers harus sama dengan suara partai komunis
yang berkuasa dan wartawannya adalah orangorang yang setia kepada partai komunis. Pers
komunis umumnya berada di negara-negara
sosialis yang menganut ideologi komunis atau
marxisme.
Rusia, Cina,
Kuba, Korea
Utara, dan
lain-lain.
5. No
Sifat Pers
Uraian/Keterangan
3
Authoritari
an Press
(Pers
Otoriter)
Terlahir dari negara penganut politik fasis, di mana
Jerman (di masa
pemerintah berkuasa secara mutlak. Pers otoriter
Adolf Hitler) dan
terjadi pada saat pemerintahan Nazi Jerman (1936Italia (di masa
1945) yang sangat terkenal kekejamannya. Pers
Musolini)
dilarang melakukan kritik dan kontrol kepada
pemerintah. Pers hanya untuk kepentingan penguasa.
4
Freedom
and
Responsibi
lity Press
(Pers
Bebas dan
Bertanggu
ng jawab)
Istilah ini semula merupakan slogan dari
negara-negara Barat, yang menginginkan kebebasan
pers harus dipertanggungjawabkan kepada
kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi, karena
negara-negara tersebut masing-masing mempunyai
pandangan berbeda terhadap pengertian bebas.
Maka kebebasan pers di setiap negara menjadi
berbeda pula, tergantung pada bobot yang dianut
oleh masing-masing negara.
Contoh Negara
6. No
Sifat Pers
Uraian/Keterangan
Contoh
Negara
5
Developm
ent Press
(Pers
Pembang
unan)
Dimunculkan oleh para jurnalis dari negara-negara yang sedang
berkembang (developing countries) dengan alasan karena sedang
giat-giatnya melakukan pembangunan. Namun, masing-masing
negara tersebut memiliki arah dan tujuan pembangunan yang
berbeda. Untuk menyamakan pandangan terhadap pers
pembangunan, Wilbur Schramm memberikan batasan sebagai
berikut.
a. Pers harus dapat menciptakan iklim pembangunan di
negaranya.
b. Pers harus mampu mengarahkan perhatian masyarakat dari
kebiasaan lama menjadi perilaku yang lebih maju lagi.
c. Pers harus mampu memperluas pandangan (cakrawala)
bagi masyarakatnya.
d. Pers harus dapat meningkatkan aspirasi dan mendorong
masyarakat berpola pikir ke arah kehidupan yang lebih baik lagi.
e. Pers harus bisa memperlebar tukar pikiran (diskusi) dan
kebijakan (policy).
f. Pers harus mampu menetapkan norma sosial.
g. Pers harus mampu membantu secara substansial dari semua
jenis kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Indonesia
dan
negaranegara
Asia,
Afrika,
dan
Amerika
Latin.
7. No
Sifat Pers
Uraian/Keterangan
Contoh Negara
6
Five
Foundation
Press (Pers
Pancasila)
Dilahirkan oleh bangsa lndonesia karena
falsafah negaranya adalah Pancasila.
Sampai sekarang belum ditemukan definsi
yang tepat. Beberapa tokoh pers
memperkirakan bahwa sifat pers Pancasila
itu adalah pers yang melihat segala
sesuatu secara proporsional. Pers Pancasila
mencari keseimbangan dalam berita atau
tulisannya demi kepentingan dan
kemaslahatan semua pihak sesuai dengan
konsensus demokrasi Pancasila.
Indonesia
8. Fungsi Pers
1.
Pers sebagai Media Informasi
Media informasi merupakan bagian dari fungsi pers dari
dimensi idealisme. Informasi yang disajikan pers merupakan
berita-berita yang telah diseleksi dari berbagai berita yang
masuk ke meja redaksi, dari berbagai sumber yang
dikumpulkan oleh para reporter di lapangan. Menurut
Pembinaan Idiil Pers, pers mengemban fungsi positif dalam
mendukung mendukung kemajuan masyarakat, mempunyai
tanggung jawab menyebarluaskan informasi tentang
kemajuan dan keberhasilan pembangunan kepada
masyarakat pembacanya. Dengan demikian, diharapkan para
pembaca pers akan tergugah dalam kemajuan dan
keberhasilan itu.
2. Pers sebagai Media Pendidikan
Dalam Pembinaan Idiil Pers disebutkan bahwa pers harus
dapat membantu pembinaan swadaya, merangsang prakarsa
sehingga pelaksanaan demokrasi Pancasila, peningkatan
kehidupan spiritual dan kehidupan material benar-benar
dapat terwujud. Untuk memberikan informasi yang mendidik
itu, pers harus menyeimbangkan arus informasi,
9. 3. Pers sebagai Media Entertainment
Dalam UU No. 40 Tahun 1999 pasal 3 ayat 1disebutkan
bahwa salah satu fungsi pers adalah sebagai hiburan. Hiburan
yang diberikan pers semestinya tidak keluar dari koridorkoridor yang boleh dan tidak boleh dilampaui. Hiburan yang
sifatnya mendidik atau netral jelas diperbolehkan tetapi
yang melanggar nilai-nilai agama, moralitas, hak asasi
seseorang, atau peraturan tidak diperbolehkan. Hiburan yang
diberikan pers kepada masyarakat yang dapat mendatangkan
dampak negatif, terutama apabila hiburan itu mengandung
unsur-unsur terlarang seperti pornografi dan sebagainya
seharusnya dihindari.
4. Pers sebagai Media Kontrol Sosial
Maksudnya pers sebagai alat kontrol sosial adalah pers
memaparkan peristiwa yang buruk, keadaan yang tidak pada
tempatnya dan yang menyalahi aturan, supaya peristiwa itu
tidak terulang lagi dan kesadaran berbuat baik serta
mentaati peraturan semakin tinggi. Makanya, pers sebagai
alat kontrol sosial bisa disebut “penyampai berita buruk”.
5. Pers sebagai Lembaga Ekonomi
Beberapa pendapat mengatakan bahwa sebagian besar
surat kabar dan majalah di Indonesia memperlakukan
pembacanya sebagai pangsa pasar dan menjadikan berita
sebagai komoditas untuk menarik pangsa pasar itu. Perlakuan
ini menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan akhir pers.
10. Hak-Hak Pers
• Hak 6M : Mencari, Memperoleh,
Memiliki, Menyimpan, Mengolah dan
Menyiarkan/Menyampaikan Informasi.
• Hak Tidak Boleh Disensor
• Hak Tidak Boleh DiBredel
• Hak Tidak Boleh dihalang-halangi
ketika menjalankan tugas jurnalistik
• Dalam menjalankan profesinya
mendapat perlindngan hukum
• Mendapat Hak Tolak
11. Perkembangan Pers di
Indonesia
Dr. Krisna Harahap membagi
periode perkembangan pers di
Indonesia menjadi lima, yaitu :
1) Era Kolonial sampai dengan tahun
1945.
2) Era demokrasi Liberal, tahun
1949 - 1959.
3) Era Demokrasi terpimpin, tahun
1959 - 1966.
4) Era Orde Baru, tahun 1966 - 1998.
12. A. Era Kolonial ( Sampai dengan tahun
1945)
Belanda membuat UU untuk membendung pengaruh pers,
antara lain Persbreidel Ordonantie, yang memberikan hak
kepada pemerintah penjajah Belanda untuk menghentikan
penerbitan surat kabar/majalah Indonesia yang dianggap
berbahaya. Kemudian Haatzai Atekelen, adalah pasal yang
memberi ancaman hukuman terhadap siapapun yang
menyebarkan permusuhan, kebencian, serta penghinaan
terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda atau
sejumlah kelompok penduduk di Hindia Belanda.
Di Zaman pendudukan Jepang yang totaliter dan fasistis,
orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang
berjuang tidak dengan ketajaman penanya tetapi melalui
organisasi keagamaan, pendidikan, politik, sebab kehidupan
pers pada zaman Jepang sangat tertekan.
Beberapa hari setelah teks proklamasi dikumandangan
oleh Bung Karno, telah terjadi perebutan terhadap
perusahaan Koran Jepang, seperti Soeara Asia di Surabaya,
Tjahaja di Bandung, dan Sinar Baroe di semarang. Koran-
13. B. Era Demokrasi Liberal (1945 –
1959)
Di era demokrasi liberal, landasan
kemerdekaan pers adalah Konstitusi RIS 1949 dan UUD
Sementara 1950. Pada pasal 19 Konstitusi RIS 1949,
disebutkan “Setiap orang bethak atas kebebasan
mempunyai dan mengeluarkan pendapat”. Kemudian
pasal ini juga di cantumkan di dalam UUD Sementara
1950.
Awal pembatasan terhadap kebebasan pers
adalah efek samping dari keluhan wartawan lokal
terhadap pers Belanda dan Cina, oleh karena itu
Negara mencari cara untuk membatasi penerbitan
asing di Indonesia, sebab pemerintah tidak ingin
membiarkan ideologi asing merongrong UUD,
sehingga pemerintah mengadakan pembreidelan pers
namun tidak hanya kepada pers asing saja.
14. C. Era Demokrasi Terpimpin (1959 –
1966)
Beberapa hari setelah Dekrit Presiden yang
menyatakan kembali ke UUD 1945, tindakan penekanan pers
terus berlangsung, yaitu penutupan Kantor Berita PIA,
Surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin
Po yang dilakukan oleh penguasa perang Jakarta.
Upaya dalam membatasi kebebasan pers tercermin
dalam pidato Menteri Muda Penerangan yaitu Maladi
dalam sambutan ketika HUT Kemerdekaan RI ke – 14,
menyatakan “…Hak kebebasan individu disesuaikan dengan
hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan
kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat,
dan memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin
UUD 1945 harus ada batasnya: keamanan Negara, kepentingan
bangsa, moral, dan kepribadian Indonesia, serta tanggung
jawab kepada Tuhan YME”.
Pada awal tahun 1960, penekanan pers diawali dengan
peringatan Menteri Muda Penerangan Maladi, bahwa akan
dilakukan langkah-langkah tegas terhadap surat kabar,
15. D. Era Orde Baru ( 1966 – 1998)
Pemerintahn Orde Baru mencetuskan Pers
Pancasila dengan membuang jauh praktik penekanan
pers di masa Orde Lama. Pemerintah orde baru
sangat mementingkan pemahaman tentang Pers
Pancasila. Menurut rumusan Sidang Pleno XXV Dewan
Pers (Desember 1984), yang dimaksud Pers Pancasila ,
adalah pers Indonesia dalam arti pers yang
orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada
nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Hakekat Pers Pancasila, adalah pers yang sehat
dan bertanggung jawab dalam menjalankan
fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan
obyektif, penyalur aspirasi rakyat, kontrol sosial
yang konstruktif.
Kebebasan ini di dukung dengan lahirnya UU
16. Kebebasn pers ini hanya berlangsung sekitar
8 tahun, sebab dengan terjadinya “Peristiwa
Malari” (Peristiwa Lima Belas Januari 1974)
disinyalir disebabkan berita-berita yang
terlalu bebas tanpa sensor yang menyiarkan
berbagai hal yang dapat menyulut emosi
mahasiswa untuk melakukan demontrasi
pada pemerintah orde baru. Oleh karena itu
beberapa surat kabar dilarang terbit
termasuk Kompas dan di ijinkan terbit
kembali setelah permintaan maaf. Para
wartawan diingatkan untuk mentaati kode
etik jurnalistik.
Pers setelah peristiwa malari
cenderung pers yang mewakili penguasa,
17. E. Era reformasi (1998 –
sekarang )
Kalangan pers dapat bernafas lega ketika di era
reformasi ini mengeluarkan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia dan UU No. 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam UU
pers tersebut dijamin bahwa kemerdekaan pers sebagai hak
asasi warga Negara (pasal 4). Jadi tidak perlu surat izin
usaha penerbitan pers (SIUPP). Dalam UU ini juga dijamin
tidak ada penyensoran, pembreidelan, dan pelarangan
penyiaran sebagaimana bunyi pasal 4 (ayat 2).
Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di
depan hukum, wartawan memiliki hak tolak, yaitu wartawan
utuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan
narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
Tujuan Hak Tolak adalah agar wartawan dapat melindungi
sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan
identitas sumber informasi. Hak itu dapat digunakan jika
wartawan dimintai keterangan pejabat penyidik atau
menjadi saksi di pengadilan. Tapi hak tolak tidak berlaku
atau dapat dibatalkan demi keamanan, keselamatan Negara,
18. Dengan adanya kebebasnan pers
maka tantangan terberat adalah
datang dari kebebasan pers itu
sendiri, artinya sanggupkah seorang
wartawan atau sebuah perusahaan
penerbitan untuk tidak menodai arti
kebebasan itu dengan tidak
menerima pemberian atau godaangodaan material yang berhubungan
dengan sebuah berita atau publikasi