Habitat dugong adalah padang lamun dimana lamun merupakan makanannya. Lamun yang dimakan oleh dugong tidak hanya pucuk daunnya saja tetapi juga sampai ke akar akarnya dengan cara di’buldozer’. Keberadaan luasan lamun di indonesia semakin menyempit baik disebabkan oleh adanya degradasi lingkungan maupun karena alih fungsi dari ekosistem perairannya. Semakin menyempitnya luasan ekosistem lamun berakibat langsung terhadap keberadaan populasi dugong. Selain itu, tekanan terhadap dugong itu sendiri juga semakin meningkat terutama melalui pemanfaatan / penangkapan untuk diambil daging, gigi taring, tulang, dan air matanya.
Semua bagian dari tubuh dugong bernilai ekonomi tinggi, seperti dagingnya untuk dikonsumsi, gigi taringnya untuk pipa rokok, dan air matanya untuk parfum. Menurut Kiswara (2016); sebelum tahun 1990, populasi dugong di perairan Indonesia ada 10.000 ekor, pada tahun 1990 tinggal 1000 ekor, dan kini mungkin tersisa sedikit sekali.
1. PADANG LAMUN DAN DUGONG DI BINTAN:
PEMBELAJARAN DARI RISET DASAR KE
PENGELOLAAN DI PESISIR TIMUR P. BINTAN
Malikusworo Hutomo
Yayasan LAMINA
Email: malikusworo.hutomo@gmail.com
Lokakarya Konservasi Dugong
dan Lamun
Bintan, 14 Maret 2013
2. • Lamun : Tumbuhan berbunga (Spermatophyta) yang hidup di
perairan laut, berbiji satu (monokotil) dan terdiri dari
3 bagian utama, yakni : daun, rimpang (rhizome)
dan akar. Berbiak dengan biji dan tunas,
• Padang lamun : Hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu
area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau
lebih, dengan kerapatan padat atau jarang,
• Ekosistem Lamun : sistem hubungan timbal balik antar
berbagai komponen biotik dan komponen abiotik
di dalam wilayah padang lamun tertentu,
• Habitat : Perairan dangkal, berasosiasi dengan terumbu karang
di muara sungai/estuarin denga substrat pasir, pasir-
lumpuran, lumpur lunak dan karang, salinitas cukup
tinggi, dan cahaya dapat menembus dasar perairan
LAMUN (Sea grass) ?
3. FungsiLuaran
• Ikan dan invertebrata
• Memproteksi gelombang
dan arus kencang
• Karbon dan Nitrogen
• Pembesaran ikan
• Zat hara organik
• Pembesaran
ikan dan krustase
TERUMBU KARANG
• Pemecah gelombang,
• Penyedia habitat bagi biota,
makanan dan pemijahan
• Pengguna zat hara efisien
LAMUN
• Perangkap sedimen
• Tempat pemijahan, mencari
makanan dan asuhan
• Produsen zat hara
MANGROVE
• Pencegah erosi,
• Daerah asuhan
• Produsen zat hara
Hubungan antara mangrove, lamun dan terumbu karang ( Diadaptasi dari: Hinrichsen, D.,1998)
Mangrove, seagrass, and coral reef living in harmony
4. Kenapa Bintan Timur ?
• Biodiversitas lamun tinggi, terdapat
10 spesies dari 12 yang ada di tropis;
Luas : ± 1500 ha
• Bidoversitas biota lain di padang
lamun tinggi.
- Ikan :44 sp; 13 sp. ikan target
- Moluska : 10 sp;
- Holuturia (teripang); 5 species.
• Ekosistim lain di sekitarnya (mangrove
dan terumbu Karang) masih berada
dalam Kondisi baik.
5. • Potensi wisata bahari untuk turis manca
negara (Singapura dan malaysia) tinggi,
- Lokasi mudah dijankau
- Transportasi sangat Lancar
- Banyak resort dan restoran,
• Potensi perikanan tinggi, dan merupakan
tempat mata pencaharian dari 60 %
rumah tangga nelayan,
• Sudah ada Jaringan kerja sama:
- Pemda Pengembangan Konservasi laut
- DKP Coremap II (Mapur, East-Bintan
Marine management area)
- UNEP East Bintan seagrass demonstration
site
Kenapa Bintan Timur ?
6. Lamun dan ekosistim di sekitarnya
Menghadapi ancaman besar :
- Penambangan Pasir laut,
- Pembukaan lahan dan pem-
bangunan fisik resort/
restoran tidak terencana dan
tertata dengan baik
- Aktifitas perikanan tidak
ramah lingkungan,
Eutrofikasi, Nilai estetika
menurun, erosi (perubahan pola
arus), Kunjungan turis menurun,
Lapangan pekerjaan hilang
PERLU PENGELOLAAN
BERKELANJUTAN YANG
DIDASARI INFORMASI ILMIAH
DARI HASIL PENELITIAN YANG
AKURATAncaman terhadap ekosistim di P. Bintan
Kenapa Bintan Timur ?
7. TUJUAN DAN SASARAN RISET
• Mengumpulkan data dan informasi tentang:
- Karakteristik padang lamun dan biota yang
berasosiasi serta kondisi ekosistem lain yang
terkait serta potensi dan pemanfaatannya,
- karakterisitik sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat setempat, kelembagaan, serta
kewenangan hukum
• Identifikasi issues pengelolaan, konflik
kepentingan dari berbagai stake holder dan
ancaman terhadap ekosistim lamun;
• Merangkum dan menganalisis data dan informasi
tersebut sebagai landasan penyusunan rencana
pengelolaan,
• Terkumpulnya profil ekosistem lamun Bintan Timur
dan biota asosianya serta ekosistem lain;
• Terkumpulnya profil sosekbud serta kelembagaan
dan peraturan perundangan yang bekaitan
dengan pengelolaaan sumberdaya pesisir;
• Diketahuinya skala kegiatan yang mengancam
keberlanjutan produktivitas ekosisten lamun serta
akar masalah penyebab terjadinya ancaman;
• Terwujudnya draf rencana zonasi pengelolaan
berkelanjutan ekosistim lamun dan ekosistim
lainnya di wilayah pesisr P. Bintan baguan timur.
8. METODOLOGI (lanjutan .
. .)
Cluster analysis citra satelit
Transek di lapanagn dan pengisian data
Analisa citra satelit dan perbandingan dengan Pengamatan lapangan Wawancara dan
konsultasi publik
9. Output yang diharapkan 1. Peta-peta digital multi-temporal
sebaran habitat/ekosistim
(mangrove, lamun dan Terumbu
karang) dan kecenderungan
perubahan.
2. Data dan informasi tentang kondisi
bioekologi sumberdaya di lokasi
pengamatan mencakup keaneka-
ragaman jenis, sebaran, dominasi,
kerapatan, standing stock dan
potensi Lamun.
3. Data dan informasi tentang kondisi
sosekbud masyarakat, mencakup
data baku sosek, kearifan lokal,
pertikaian kepentingan,
Kelembagaan, peraturan-peraturan,
tumpang tindih peraturan, solusi/
pemecahan, dan sebagainya.
4. Rencana zonasi pengelolaan
ekosistim lamun
10. PERSONAL PENELITI
k e Lagoi
ke Tanjung Pinang
Sei Kawal
S.Karubi
Karubi
Bopeng
Mengkuros
Kuros
Sungai Angus
Kp. P. Pucung
S. Tl. D
ala
m
S
.
Ka mpa
Kampa
Sialang
Malangrapat
Telukdalam
Teluk Merbau
Bukit Balau
Teluk Asah
Berakit
P. Wangkang
P. Penyusu
P. Balau
P. Payung
P. Beralas Bakau
P. Beralas Pasir
KECAMATAN BINTAN TIMUR
KECAMATAN BINTAN TIMUR
KECAMATAN TELUK SEBONG
DESA BERAKIT
DESA MALANG RAPAT
DESA TELUK BAKAU
DESA GUNUNG KIJANG
120000118000116000114000112000110000108000mU
118000116000114000112000mU
110000108000mU
464 00 0 m T462 00 0460 00 0458 00 0456 00 0 m T
454 00 0 m T
450 00 0 m T
138000mU136000134000
138000mU136000134000132000130000128000
126000
124000122000
120000
448 00 0 m T 450 00 0 452 00 0 454 00 0 456 00 0 m T
S.
Ka
wal
S. Angus
Kawasan Konservasi
Wisata yang mengacu pada konservasi
Tidak diperbolehkan membangun resort
atau hotel yang dapat merubah rona asli
Lingkungan contor, wisata mangrove,
kehidupan nelayan dan pembuatan arang
bakau.
Kawasan Wisata Budidaya
Wisata yang dikembangkan berkonsep wisata agro
sebagai bentuk pengembangan usaha pertanian lahan
Kering, dengan komoditas, sawit, sayuran dan buah-
Buahan seperti nanas
Kawasan Wisata Pantai Terbatas
Dengan tetap terikat sebagai wilayah konservasi
Daerah ini boleh dikembangkan sebagai wisata
Pantai dengan peraturan yang ketat. Bentuk wisata
Yang mungkin dilakukan adalah wisata kuda, selam,
snorkling atau tracking
Kawasan Wisata Pantai Umum
Wisata pantai di sini diperuntukkan bagi pembangunan resort,
dan resoran, selain itu dapat untuk budidaya ikan.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah wisata kuda, atau
perahu dan menyelam
Outcome yang diharapkan rencana zonasi pengelolaan
berkelanjutan
11. HASIL PENELITIAN SEMENTARA
Gambar 1. Foto-foto menunjukkan kegiatan lapangan,
sampling di ekosistim lamun (Pengambilan posisi,
transek lamun, koleksi ikan menggunakan beam trawl
mini), serta penjelasan singkat cara pengisian kuesioner
kepada fasilitator lapangan, dan kegiatan diskusi group
(FGD) antara nara sumber (peneliti) dengan masyarakat
setempat.
27. Lamun Padat
Lamun Sedang
Pasir ditumbuhi lamun
Pasir dan pecahan karang
Hamparan pecahan karang
Pecahan karang dan batu
Pasir putih
Daratan
Laut
Isocluster analysis citra satelit Landsat 2004
28.
29. Kategori Matriks Nilai 1 Nilai 2.5 ~ 10
1. Ancaman
- Runoff (pertanian, pemukiman)
- Pengembangan pantai
- Pencemaran (Industri Rumah tangga)
- Ganguan Jangkar, baling-baling
- Resiko tumpahan minyak
- Aktifitas pelabuhan
- Sangat tinggi
- Tinggi sampai sedang dari
sejumlah sumber.
- Sangat rendah
2. Nilai
- Ada hewan dilindungi (dugong, penyu)
- Perikanan (habitat, kesuburan)
- Luasan dan kalitas Lamun
- Ada jenis lamun yang jarang
- Luas area tidak besar, dengan nilai
rendah untuk perikanan dan hewan
yang terancam (dugong, penyu)
- Lamun penting sebagai tempat asuhan dan
tempat mencari makan bagi perikanan dan
dugong
- Lamun penting di sejumlah kategori
3. Pengelolaan dapat dilakukan
Seberapa jauh intervensi dapat dilakukan
untuk pengelolaan lamun,
Kemampuan untuk membuat pengelo-
laan menjadi berarti dan berpengaruh
terhadap ekosttim lamun sangat rendah
Pengelolaan terhadap lamun dan prosesnya
mudah diterapkan, seperti
- Rencana pengelolaan perikanan,
- Zonasi daerah perlindungan laut.,
- Kontrol terhadap titik buangan limbah
4. Status dan perkembangan Tidak menambah informasi tentang
status dan perkembangan lamun secara
nyata
Status dan perkembangan lamun diketahui,
termasuk ;
- padang lamun yang mewakili tipe habitat,
- Informasi lamun yang ada sudah kadarluasa
dan tidak mendalam
5. Ketersediaan data lainnya Tidak ada progam monitoring biofisik di
lokasi
- Data biofisik lamun tersedia, seperti data
kualitas air
6. Mudah dicapai Lokasi terpencil, sulit dijangkau dan
mahal
Lokasi mudah dijangkau, fasilitas peniltian
dan kapal tersedia
34. PUBLIC AWARENESS
WE USED TO REGARD THE
SEAGRASSES AS USELESS
GARBAGE. NOW WE UNDERSTAND
HOW IMPORTANT THEY ARE FOR
OUR ENVIRONMENT AND FUTURE
LIFE
PAK BAHAR, FISHERMAN
35. Development of East Bintan Coastal
Resources Management Plan (EBCMRP)
• Conduct Small Workshop on
East Bintan Coastal Area
Zoning Plan development
Jakarta, 24 September 2008
• Paper Presented in the Workshop:
1. Implementation of Law No.27/2007 concerning
Coastal Area and Small Island Management
By Dr Sapta P. Ginting
2 Norm, Standard and Guide for Developing
Coastal Area Zoning Plan by Dr M Hutomo
3 Approach and Direction for Zoning Plan of
the East Bintan Coastal Area
by Dr. Sam Wothuyzen
36. DEVELOPEMNT OF EAST BINTAN COASTAL
RESOURCES MANAGEMENT PLAN (EBCMRP)
MEETING OF EBCOMBO (EAST
BINTAN COLLABORATIVE
MANAGEMENT BOARD)
PUBLIC HEARING
37. East Bintan Coastal Resources Management Plan
Bintan District Spatial Plan District
Regulation No. 14/2007
38. Bintan Coastal Zoning Plan as a
result of detailed survey
Seagrass Protection Zone)
Ship traffic Line Zone
Tourism Village Sub- Zone
Public Tourism Sub Zone
Coomercial Tourism Sub Zone
Ecotourism Sub-Zone
Limited Utilization Zone
Capture Fishery Zone
Diving Sub Zone
42. COMMUNITY BASED SEAGRASS MANAGEMENT
• Feasibility study on Alternative Income
Generation
• Establishment of Village Information,
Communication and Training Centre
• Establishment of Community-based Seagrass
Management Plan including Community
Sanctuary
46. THE DEVELOPEMNT OF SUSTAINABLE
TOURISM PLAN AND SPATIAL PLAN
• Guideline for Sustainable Tourism
• Tourism Product Development
• Sustainable Tourism Spatial Plan
48. LESSONS LEARNT
• Timeframe 3 years
• Support of scientific research
• Role of local government and community
–Political and financial support
–Individual Partner Commitment
–Local community participation and ownership
• Continuous Awareness raising programs
• Project Institutional Arrangement
- PEU, PIU (DM. FF, VM)
- EBCoMBo (line agencies, PS, NGOs, Academia) not effective
–Village Community group more effective
49. LESSONS LEARNT
• Alternative income generating activities
– Product feasibility and public participation
– Market availability?
• Legal protection/binding
– Village decree of community-based seagrass
sanctuary
– Proposed dugong as “flagship” animal
– Establishment of Tourism Village
– District decree as “legal umbrella”
50. Acknowledgement:
We are gratefully express our appreciation and
special thanks to the Head of Bintan District,
Riau Archipelago Province and the Head of
Research Center for Oceanography, Indonesian
Institute of Science, for their fully support
financially and politically to the implementation
of the project.
TRIKORA BEACH