SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Download to read offline
KONFLIK IZIN IUPHHK-HT PT. RAAP DI PULAU PADANG:
             POTRET BURAM PENATAAN RUANG & KELOLA HUTAN DI INDONESIA
                                   Oleh : Teguh Yuwono, S. Hut. M.Sc.
               (Disarikan dari beragam sumber & diskusi dengan LSM Riau - Masyarakat Pulau Padang)



Intisari/Resume
SK 327/menhut-II/2009 tentang Izin Perluasan Areal IUPHHK-HT PT. RAPP di Pulau Padang, Kabupaten
Kepulauan Meranti, Riau yang saat ini menjadi salah satu permasalahan di dunia kehutanan Indonesia
ternyata menyimpan banyak permasalahan. Banyak temuan fakta dan data yang selama ini belum
terungkap dan tidak dipertimbangkan dalam proses perijinan (khususnya penyusunan AMDAL),
pengambilan keputusan, dan implementasinya, sehingga izin tersebut perlu ditinjau ulang.
Beberapa temuan fakta dan data tersebut adalah sebagai berikut:
 1. Proses penyusunan AMDAL yang bertentangan dengan amanah PP 27/1999 pasal 16 ayat 4
     tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, khususnya ketidaksesuaian peruntukan
     kawasan hutan yang dicadangkan sebagai areal HTI dengan dokumen TGHK, RTRWN, RTRWP Riau
     (Perda No. 10 tahun 1994), dan RTRWK Bengkalis (Perda No. 19 tahun 2004).(penjelasan lengkap
     baca Lampiran 1).
 2. Menurut Tim penyusun AMDAL PT. RAPP kedalaman lahan gambut di Pulau Padang hanya < 2.5
     meter. Sedangkan menurut penelitian Tim Fakultas Kehutanan UGM tahun 2011, kedalaman lahan
     gambut di sebagian besar areal di Pulau Padang > 3 m bahkan untuk areal yang menjauhi pantai >
     6,5 meter (Karyanto dkk. 2011). Pulau Padang juga merupakan lokasi kajian utama dari Dr. Michael
     Allen Brady (1997), sekarang Executive Director GOFC-GOLD (Global Observation of Forest and
     Land Cover Dynamics (GOFC-GOLD)--GOFC-GOLD adalah Panel of the Global Terrestrial Observing
     System (GTOS), yang disponsori oleh FAO, UNESCO, WMO, ICSU and UNEP--, yang melaporkan
     bahwa sebagian besar kedalaman lahan gambut di Pulau Padang bahkan berkisar antara 9 – 12
     meter, sehingga termasuk ekosistem lahan gambut dalam. (penjelasan lengkap baca di Lampiran
     2 dan 3).
     Menurut ketentuan perundang-undangan kawasan lahan gambut dengan kedalaman > 3 m
     termasuk kawasan lindung dan tidak diperuntukkan untuk pengusahaan HTI karena berpotensi
     merusak kawasan tersebut.
 3. Sebagian besar kawasan pemukiman dan kebun karet masyarakat Pulau Padang berada pada
     ketinggian 1-6 m dpl (di atas permukaan air laut) sehingga adanya rencana HTI dengan sistem
     kanalisasi besar-besaran berpotensi menyebabkan percepatan tenggelamnya Pulau Padang akibat
     subsidensi lahan gambut dan meningkatnya pemukaan laut akibat pemanasan global (penjelasan
     lengkap baca di Lampiran 2).
 4. Terdapat indikasi pembentukan opini terhadap pengambilan keputusan mengenai pembangunan HTI
     di Pulau Padang yang dilakukan pihak perusahaan dengan cara “manipulasi interpretasi” citra
     Landsat tahun 2002 terkait dengan tingkat deforestasi di Pulau Padang. Seolah-olah kawasan hutan
     di Pulau Padang mengalami deforestasi yang tinggi sehingga perlu dikonversi menjadi HTI. Padahal
     fakta di lapangan menunjukkan bahwa daerah yang dianggap mengalami deforestasi tersebut
     merupakan kebun karet dan kebun sagu rakyat serta daerah pemukiman yang telah dihuni oleh >
     35.000 orang yang mulai menempati Pulau Padang sejak akhir abad 19. Lebih lanjut, menurut
     interpretasi peta Citra Landsat tahun 2002 dan 2010 oleh Tim Fakultas Kehutanan UGM tingkat
     deforestasi di Pulau Padang periode 2002 – 2010 masuk kategori kecil/minim. (penjelasan lengkap
     baca di Lampiran 2 dan 4).
 5. Pulau Padang dengan luas 1.109 km2—(menurut UU 27/2007 termasuk kriteria Pulau Kecil)—
     memiliki banyak sekali contoh budidaya tananaman keras (karet, sagu) pada ekosistem lahan
     gambut dalam yang telah berlangsung selama puluhan tahun dengan tata kelola air menggunakan
     kanal berukuran kecil, dan menjadi andalan ekonomi Pulau Padang. Model/pola pengelolaan
ekosistem lahan gambut dalam berbasis masyarakat di Pulau Padang yang terbukti mampu
     menjamin keseimbangan ekosistem lahan gambut dalam, tidak banyak dijumpai di Indonesia.
     Berkenaan dengan kondisi riil di Pulau Padang, langkah terbaik yang diambil ke depan adalah
     mensinergikan berbagai pihak dan inisiatif guna menjadikan pengelolaan ekosistem lahan gambut
     dalam oleh masyarakat di Pulau Padang yang terbukti mampu menopang kehidupan > 35.000
     orang untuk dipromosikan sebagai:
       a. Model pembelajaran pengelolaan ekosistem gambut dalam (deep peatland farming system)
           berbasis masyarakat pada kawasan penyangga (buffer zone).
       b. Pembanding (benchmark) terhadap kelestarian ratusan ribu Ha lahan gambut yang di drainase
           secara besar-besaran oleh HTI di Sumatera.
       c. Model percontohan perbaikan tata kelola (good governance) di bidang kehutanan, tata kelola
           lahan gambut, dan tata kelola pulau kecil yang berbasis masyarakat.
       d. Model percontohan pengelolaan hutan alam pada ekosistem lahan gambut dalam untuk tujuan
           produksi, konservasi, dan ecotourism.
       e. Ikon best practices dalam pengelolaan ekosistem gambut dalam berbasis masyarakat yang
           berpeluang menjadi kawasan warisan nasional (national heritage), ditengah pesimisme
           terhadap isu kegagalan pengelolaan lahan gambut di Indonesia di tingkat Internasional.
    6. Permasalahan Pulau Padang merupakan representasi dari berbagai permasalahan
         ketidaksikronan peraturan tata ruang dan tata kelola hutan, pelanggaran proses perijinan, dan
         potensi pemalsuan data biofisik pada tingkat tapak oleh Panel Expert yang terjadi di bumi
         Nusantara. Sehingga harus menjadi tonggak awal menuju perbaikan tata kelola kehutanan, tata
         kelola lahan gambut, dan tata kelola pulau kecil sehingga keberhasilan pemecahan masalah
         Pulau Padang dapat bagi model untuk pemecahan masalah serupa yang banyak terjadi di
         Indonesia.



      Menyikapi adanya permasalahan konflik di Pulau Padang antara masyarakat
dengan PT. RAPP terkait lahirnya SK 327/Menhut-II/2009 tersebut, berikut ini adalah
beberapa catatan, fakta dan data yang selama ini belum terungkap yang dapat
dirangkum penulis berdasarkan kajian aspek legal, dan didukung beberapa hasil
penelitian maupun diskusi intensif dengan LSM Riau / masyarakat Pulau Padang yang
saat ini sedang melakukan demonstrasi di depan Gedung DPR RI.
      Harapan penulis semoga fakta dan data ini dapat membantu para pihak yang
berkepentingan (khususnya Kementerian Kehutanan RI dan Dewan Kehutanan
Nasional) untuk mengambil langkah dan kebijakan yang tepat sehingga permasalahan
ini dapat diselesaikan dengan baik dan tidak menyebabkan potensi meledaknya konflik
dalam eskalasi yang lebih besar di kemudian hari.

A. Pendahuluan: Sekilas tentang Pulau Padang
•   Letak Geografis & Adminsistratif
    Berdasarkan letak geografis, Pulau Padang terletak di sebelah timur Pulau
Sumatera dipisahkan dengan Selat Panjang, dengan batas wilayah sebagai berikut:
    - Sebelah barat dengan Pulau Sumatera
    - sebelah timur dengan Pulau Merbau,
    - sebelah tenggara dengan Pulau Rantau, dan
    - sebelah utara dengan Pulau Bengkalis.
Panjang Pulau Padang dari utara ke selatan adalah 60 km, lebarnya 29 km dan
sebagian besar merupakan areal dengan topografi datar/landai dengan ketinggian
antara 0 – 6 m dpl.
       Berdasarkan wilayah administratif pemerintahan, Pulau Padang termasuk wilayah
Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau. Kabupaten Kepulauan
Meranti merupakan kabupaten termuda di propinsi Riau yang baru berdiri tahun 2009
sebagai pemekaran wilayah Kabupaten Bengkalis. Wilayah Kabupaten kepulauan Meranti
terdiri dari 13 Pulau-pulau kecil yaitu pulau Tebingtinggi, Pulau Padang, Pulau Merbau,
Pulau Ransang, Pulau Topang, Pulau Manggung, Pulau Panjang, Pulau Jadi, Pulau
Setahun, Pulau Tiga, Pulau Baru, Pulau Paning, dan Pulau Dedap.
       Sebagai daerah Kepulauan, Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan daerah yang
terdiri dari dataran-dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,4 meter di
atas permukaan laut. Di daerah ini juga terdapat beberapa sungai dan tasik (danau)
seperti Sungai Suir dan Tasik Nembus di Pulau Tebingtinggi; Sungai Merbau, Sungai
Selat Akar dan Tasik Putri Puyu di Pulau Padang; Tasik Air Putih dan Tasik Penyagun di
Pulau Rangsang. Gugusan daerah kepulauan ini terdapat beberapa pulau besar seperti
Pulau Tebingtinggi (1.438,83 km²), Pulau Rangsang (922,10 km²), Pulau Padang
(1.109 km2) dan Pulau Merbau (1.348,91 km²).
       Sebelum pemekaran, Kecamatan Merbau terdiri dari Pulau Padang, Pulau Merbau
dan Pulau Dedap. Namun setelah pemekaran Kecamatan Merbau tinggal Pulau Padang
dan Pulau Dedap. Pulau Padang terdiri dari 13 desa dan 1 kelurahan, dan semuanya
termasuk wilayah Kecamatan Merbau. Sedangkan untuk wilayah Pulau Dedap (luas
sekitar 2 ha) kondisinya tidak berpenghuni. Nama-nama desa yang terdapat di Pulau
Padang dari sisi utara ke selatan adalah sebagai berikut: Tanjung Padang, Dedap,
Kudap, Bandul, Selat Akar, Mengkopot, Mengkirau, Bagan Melibur, Kelurahan Teluk
Belitung, Mekarsari, Pelantai, Meranti Bunting, Tanjung Kulim dan Lukit.

•   Kependudukan & Perekonomian
      Pulau Padang sejak zaman Kolonial sudah dihuni oleh masyarakat. Hal ini terlihat
pada Peta yang dibuat pada tahun 1933 oleh pemerintah Kolonial Belanda. Dalam peta
tersebut telihat letak beberapa perkampungan yang sudah ada sejak dibuatnya peta
tersebut seperti Tandjoeng Padang, Tg. Roembia, S. Laboe, S. Sialang Bandoeng,
Meranti Boenting, Tandjoeng Kulim, Lukit, Gelam, Pelantai , S. Anak Kamal dan lain-lain.
Dari waktu ke waktu desa Lukit dan desa-desa lain di Pulau Padang, sebagaimana telah
disebut di atas semakin ramai didiami oleh masyarakat, baik penduduk asli pedalaman
suku Akid/Sakai, Melayu, Suku Jawa, dan Cina.
      Jumlah penduduk Pulau Padang pada bulan Januari 2011 sebanyak 35.224 jiwa
(atau 8206 KK)(Sumber: UPTD Kependudukan dan Catatan Sipil Kec. Merbau April 2011).
Meskipun terdiri dari berbagai suku dan etnis antara lain; Melayu, Jawa, Akid/Sakai, Cina
dan lain-lain namun masyarakat hidup dalam kerukunan antar sesama dan kedamaian
meski berbeda suku dan agama.
      Berdasarkan mata pencahariannya, hampir secara keseluruhan sumber kehidupan
mereka menggantungkan diri pada hasil hutan, perkebunan karet, sagu,
pertanian/palawija, yang sudah dilakukan secara turun temurun sejak zaman
kolonialisme Belanda. Bahkan untuk perkebunan sagu dan karet berkelanjutan sampai
turun temurun beberapa generasi, dimana di sebagian tempat umur pohon karet sudah
mencapai 80-100 tahun yang sampai saat ini masih berproduksi. Kecenderungan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari adalah berkebun, bercocok tanam,
mengembangkan perkebunan karet atau mencari kayu di hutan, nelayan, berdagang
maupun buruh lepas.
     Sampai saat ini, masyarakat masih tetap bergantung hidup dengan hasil hutan
dan lahan perkebunan, baik karet atau sagu. Hal ini dapat dibuktikan dengan bahan
baku dasar perumahan warga yang mendiami Pulau Padang 95 persen berasal dari
kayu hutan.

•   Kepemilikan Lahan/Tanah
      Sejak dahulu kepemilikan lahan/tanah penduduk di Pulau Padang memiliki ciri
khas tersendiri, yang sangat jauh berbeda dengan kepemilikan tanah di Pulau Jawa.
Bagi masyarakat Pulau Padang kepemilikan cukup hanya dengan bermusyawarah antar
sesama warga (kelompok) yang bersepakat           mengambil sebuah kawasan dan
kemudian cara penentuannya adalah dengan undian. Sampai saat ini pun mayoritas
masyarakat tidak memiliki SKT kepala desa (alas Hak) untuk perumahan dan Kebun
karet yang mereka miliki atau lahan-lahan baru yang mereka jadikan untuk perkebunan
baru. Namun demikian secara turun temurun masing-masing mengakui bahwa
‘LAHAN/KEBUN’ tersebut dulunya miliknya si Polan, maka sampai hari ini pun tanah
tersebut adalah milik ahli waris si Polan.

•    Struktur Tanah
      Pulau Padang merupakan lahan/tanah rawa gambut dengan ketebalan gambut
mencapai 6 meter lebih. Hasil uji pengeboran 4 kilometer dari bibir pantai tepatnya di
RT 01 RW 03 dusun 03 desa Lukit. Dan pada jarak 5 kilo meter dari bibir pantai
mencapai kedalaman gambut mencapai 5.8 meter.
      Kondisi di atas didukung data hasil penelitian Tim Fakultas Kehutanan UGM pada
tahun 2011, (dengan menggunakan pendekatan pengeboran tanah pada 70 titik
koordinat), lahan gambut di Pulau Padang termasuk lahan gambut dalam dengan
kedalaman > 3 meter, bahkan di sebagian besar lokasi pengeboran kedalaman lahan
gambutnya > 6,5 meter (Karyanto, Oka dkk. 2011). Pulau Padang juga menjadi lokasi
kajian utama disertasi Dr. Michael Allen Brady dari Universitas British Columbia
(sekarang menjabat Executive Director GOFC-GOLD (Global Observation of Forest and
Land Cover Dynamics (GOFC-GOLD) --GOFC-GOLD adalah Panel of the Global Terrestrial
Observing System (GTOS), yang disponsori oleh FAO, UNESCO, WMO, ICSU and UNEP-,
menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan Pulau Padang memiliki kedalaman
gambut 9 – 12 meter.
•    Kondisi Biofisik & Hutan
      Pulau Padang termasuk dalam formasi hutan gambut, dengan jenis-jenis pohon
penyusun tegakannya antara lain: meranti rawa (Pharashorea sp), ramin (Gonystilus
bancanus), punak (Tetramerista glabra), meranti batu (Shorea uliginosa), bintangur
(Callophyllum sp), meranti (Shorea sp), dan geronggang (Cratoxylon arborences).
      Berkenaan dengan kondisi biofisik dan keanekaragaman biodiversity di Pulau
Padang, Kementerian Kehutanan menetapkan sebagian kawasan Pulau Padang
khususnya di bagian tengah Pulau Padang yang merupakan kubah gambut sebagai
Suaka Margasatwa Tasik Tanjung Padang dengan luas 16.068 ha.

B. Kronologis Perizinan HTI PT. RAPP Di Pulau Padang
      Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 130/Kpts-II/1993 tanggal 27
Februari 1993 yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Nomor 137/Kpts-II/1997
tanggal 10 Maret 1997 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.356/Menhut-
II/2004 tanggal 1 Oktober 2004, PT. RAPP diberikan IUPHHK-HTI pada hutan Produksi ±
235.140 hektar. Areal izin PT. RAPP berdasarkan SK tersebut di atas, berada di empat
Kabupaten di Propinsi Riau yakni; Kabupaten Kampar, Kabupaten Siak, Kabupaten
Pelalawan dan Kabupaten Kuantan Singingi.
      Pada tahun 2009 PT. RAPP berdasar SK. No.327/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni
2009, mendapatkan areal perluasan HTI seluas 115.025 Ha sehingga saat ini luas areal
PT. RAPP adalah 350.165 Ha, (termasuk areal seluas 41.205 ha yang berada di Pulau
Padang yang saat ini sedang dipermasalahkan oleh masyarakat Pulau Padang).

C. Dinamika Konflik di Pulau Padang
      Sejak lahirnya SK 327/Menhut-II/2009, masyarakat Pulau Padang mulai bulan
Desember 2009 sampai dengan saat ini (Januari 2012) secara terus menerus
melakukan penolakan beroperasinya PT. RAPP di Pulau Padang mulai skala lokal di
tingkat kabupaten (Bupati & DPRD), Propinsi (Gubernur & DPRD), aksi pembakaran alat
berat PT. RAPP, sampai puncak eskalasinya dengan adanya aksi “jahit mulut” dan
kemah massal masyarakat Pulau Padang di depan Gedung DPR RI sejak pertengahan
bulan Desember 2011 dan sampai saat ini mereka belum berniat untuk kembali ke
Pulau Padang sebelum tuntutannya dikabulkan oleh pemerintah c.q. Kementerian
Kehutanan.
(penjelasan lengkap tentang kronologis aksi masyarakat Pulau Padang dapat dibaca
pada Lampiran 5).

D. Fakta dan Temuan Terkait Izin IUPHHK-HT PT. RAPP
     Berikut ini adalah beberapa temuan fakta, data dan informasi yang berkenaan
dengan konflik izin IUPHHK-HT PT. RAPP di Pulau Padang yang berhasil dirangkum
penulis dari kajian aspek legal, dan didukung beberapa penelitian dan diskusi dengan
LSM / masyarakat Pulau Padang, yaitu:
1. Proses lahirnya SK. 327/Menhut-II/2009 bermasalah mulai dari tahap perizinan
   (penyusunan AMDAL), pengambilan keputusan dan implementasinya.
    a. Proses AMDAL yang bertentangan dengan PP 27/1999 pasal 16 ayat 4
       tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, khususnya
       ketidaksesuaian peruntukan kawasan hutan yang dicadangkan sebagai areal HTI
       dengan dokumen TGHK, RTRWN, RTRWP Riau (Perda No. 10 tahun 1994), dan
       RTRWK Bengkalis (Perda No. 19 tahun 2004). (penjelasan lebih lanjut baca
       pada Lampiran 1. Penyimpangan Perijinan di Pulau Padang).
    b. Dalam pengambilan data-data di lapangan saat penyusunan AMDAL tim
       penyusun tidak mengambil sampel biofisik lapangan sesuai dengan ketentuan
       perundang-undangan yang berkaitan dengan AMDAL, antara lain :
        i.   Tim penyusun AMDAL tidak melakukan pengukuran sampel kedalaman
             lahan gambut secara representatif dan akurat.
              • Menurut data ANDAL kedalaman gambut di areal pencadangan HTI
                 secara umum < 2,5 m, dan sebagian kecil saja yang ketebalan
                 gambutnya antara 2,5 – 5 meter (sumber: Dokumen ANDAL Areal
                 tambahan PT. RAPP, 2006 halaman V-32), .
              • Menurut hasil penelitian Fakultas Kehutanan UGM kedalaman gambut
                 (sebanyak 70 titik bor) di Pulau Padang > 3 meter, bahkan dibanyak
                 tempat kedalaman gambutnya > 6,5 meter). (Penjelasan lebih
                 lanjut silahkan dibaca pada Lampiran 2. Pengelolaan Landsekap
                 Pulau Padang halaman 18)
              • Menurut Disertasi Michael Allen Brady Universitas British Columbia
                 (sekarang menjabat Executive Director GOFC-GOLD             (Global
                 Observation of Forest and Land Cover Dynamics (GOFC-GOLD) --
                 GOFC-GOLD adalah Panel of the Global Terrestrial Observing System
                 (GTOS), yang disponsori oleh FAO, UNESCO, WMO, ICSU and UNEP--
                 yang mengambil Pulau Padang sebagai site kajian utama,
                 menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan Pulau Padang memiliki
                 kedalaman gambut 9 – 12 meter. (penjelasan lebih lanjut tentang
                 Disertasi tersebut silahkan dilihat pada Lampiran 2 halaman 16
                 dan Lampiran 3.)

           Menurut Keppres 32/1999, dan PP No. 47/1997, kawasan gambut dengan
           kedalaman > 3 meter yang berada di hulu sungai dan rawa termasuk
           kawasan lindung. Menurut Keppres 32/1999 pasal 37 ayat 1 tentang
           Pengendalian Kawasan Lindung, menyebutkan bahwa di dalam kawasan
           lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya, kecuali yang tidak
           mengganggu fungsi lindung. Pengusahaan HTI skala besar yang
           menggunakan sistem land clearing dan silvikultur THPB (Tebang Habis
           Permudaan Buatan) dengan pola massif akan berpotensi menimbulkan
dampak negatif terhadap keberlangsungan fungsi kawasan lindung di Pulau
        Padang.

  ii.   Tim penyusun AMDAL tidak melakukan survey sosial pada masyarakat
        terdampak akibat operasional HTI (sesuai PP 27/1999 pasal 34),
        khususnya di Desa Lukit dimana sebagian besar areal HTI termasuk wilayah
        administratif desa tersebut. Tetapi lokasi survey sosial Tim penyusun
        AMDAL justru ke Desa Tanjungkulim dan Desa Kurau yang lokasinya
        berada diluar areal HTI. (sumber: Dokumen ANDAL Areal Tambahan PT.
        RAPP Halaman V-68 s.d. V-82 dan wawancara dengan masyarakat Desa
        Lukit di depan Gedung DPR RI).
 iii.   Terdapat sikap yang sangat tidak kooperatif dari pihak PT. RAPP terhadap
        akses dokumen ANDAL bagi para multi pihak di Pekanbaru (khususnya LSM
        dan masyarakat terkena dampak), padahal dokumen ANDAL merupakan
        dokumen publik.

c. Hasil interpretasi Tim Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 2011, berbasis peta
    citra SRTM 30 dengan koreksi ground-check ketinggian tajuk tegakan pohon
    pada 130 titik di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan
    pemukiman dan kebun karet berada pada 1-6 m dpl (di atas permukaan air
    laut) sehingga adanya rencana HTI dengan kanalisasi besar-besaran berpotensi
    menyebabkan percepatan tenggelamnya Pulau Padang akibat subsidensi dan
    meningkatnya pemukaan laut akibat pemanasan global. (penjelasan lebih
    lanjut silahkan dibaca pada Lampiran 2.)
    Indikasi ini sudah terbukti di lapangan, dimana masyarakat Pulau Padang dalam
    beberapa tahun terakhir ini sudah mengalami bencana banjir rob/pasang air
    laut. Padahal sampai dengan saat ini belum ada pembelajaran tentang dampak
    kanalisasi HTI skala besar terhadap keseimbangan ekosistem pulau-pulau kecil.
d. Telah terjadi pembentukan opini oleh PT. RAPP berkaitan dengan tingkat
    deforestasi di kawasan Pulau Padang yang dilakukan saat forum Sosialisasi
    kepada komponen masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti tanggal 30
    Oktober 2010:
   i.    Menurut analisis peta Citra Landsat tahun 2002 yang dilakukan PT. RAPP,
         kawasan kebun karet dan kebun sagu (yang dikelola masyarakat Pulau
         Padang selama puluhan tahun) diidentifikasi sebagai areal deforestasi,
         sehingga tingkat deforestasi di Pulau Padang termasuk kategori tinggi.
         Kenyataan ini akan dapat mempengaruhi para pihak yang berkepentingan
         dalam mengambil keputusan yang berpotensi menguntungkan PT. RAPP
         terutama dalam menentukan arah kebijakan pengelolaan Pulau Padang di
         masa depan. (penjelasan lebih lanjut dapat dibaca pada Lampiran 4.
         Sosialisasi PT. RAPP di Kabupaten Kepulauan Meranti bulan Oktober
         2010 pada halaman 3.)
ii.   Menurut hasil analisis peta citra Landsat pada tahun 2002 dan Citra Landsat
        tahun 2010 yang dilakukan oleh Fakultas Kehutanan UGM, ternyata laju
        deforestasi di Pulau Padang selama rentang waktu 2002-2010 sangat
        minimum. (penjelasan lebih lanjut dapat dibaca pada Lampiran 2.
        Halaman 23)
e. Kontroversi kriteria areal yang dapat dijadikan IUPHHKHT/HTI (1). UU 41/1999
   tentang Kehutanan; (2). PP 6/1999 tentang Pengusahaan Hutan dan
   Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi; (3). Peraturan Pemerintah
   Nomor 34 Tahun 2002, Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana
   Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan; (4).
   Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
   Lindung; (5). Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 10.1/Kpts-II/2000 Tentang
   Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman;
   (6). Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 21/Kpts-II/2001 Tentang Kriteria Dan
   Standar Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Pada Hutan
   Produksi; dan (7). Keputusan Menteri Kehutanan No: SK. 101/Menhut-II/2004,
   jo P.05/Menhut-II/2004 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman
   untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas).
   Dalam peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Perizinan HTI
   sebagaimana pada di atas, terdapat perubahan yang signifikan khususnya
   tentang kriteria areal yang dapat dicadangkan untuk pembangunan HTI.
   Apabila menurut Permenhut P. 05/Menhut-II/2004 jo P.78/Menhut-II/2006,
   areal yang dicadangkan sebagai areal HTI berasal dari kawasan hutan tidak
   produktif yang berupa lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak
   belukar, menurut Permenhut P.19/2007 jo P. 60/2007 jo P. 11/2008
   persyaratannya dikaburkan/diperlunak (“dibuat dalam kalimat mengambang”)
   menjadi areal HTI diutamakan pada kawasan hutan produksi yang tidak
   produktif (dimana menurut Permenhut P.11/Permenhut-2008 kawasan
   hutan produksi yang tidak produktif adalah sebagai hutan yang dicadangkan
   oleh Menteri Kehutanan sebagai areal pembangunan hutan tanaman)
   padahal menurut kaidah teknik kehutanan seharusnya kriteria penentuan
   kawasan hutan yang tidak produktif didasarkan pada besaran potensi hutan/ha).
f. Pulau Padang dengan luas ± 111.500 ha (± 1.115 km2) termasuk dalam
   katagori pulau kecil. Berdasarkan UU No 27/2007 pasal 1 ayat 3 yang
   dimaksud Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan
   2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya. Di
   dalam UU No 27/2007 pasal 23 ayat 2 dinyatakan Pemanfaatan pulau-pulau
   kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih
   kepentingan berikut: a). konservasi; b). pendidikan dan pelatihan; c). penelitian
   dan pengembangan; d). budidaya laut; e). pariwisata; f). usaha perikanan dan
   kelautan dan industri perikanan secara lestari; g). pertanian organik; dan/atau
   h). peternakan. Pada pasal 23 ayat 3, kegiatan lain diperbolehkan namun wajib
memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan, memperhatikan kemampuan
       sistem tata air setempat, dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
       Mendasar pada pasal 23 UU No 27/2007 tersebut, maka pengelolaan kawasan
       Pulau Padang tidak diperuntukan untuk kegiatan pengusahaan hutan.
    g. SK 327/Menhut-II/2009 tentang Perluasan HTI PT. RAPP di Pulau Padang ada
       indikasi terkesan “dipaksakan” waktu terbitnya, dimana SK 327/Menhut-II/2009
       tersebut dikeluarkan pada tanggal 12 Juni 2009. Hal ini patut menjadi perhatian
       mengingat saat terbitnya SK tersebut menjelang berakhirnya masa jabatan M.S.
       Kaban sebagai Menteri Kehutanan.

2. Di Pulau Padang terdapat banyak sekali contoh budidaya tananaman keras (karet,
   sagu) yang telah berlangsung puluhan tahun pada kawasan gambut dalam dengan
   tata kelola air menggunakan kanal berukuran kecil, dan menjadi andalan ekonomi
   Pulau Padang. Rencana pembangunan HTI dengan sistem kapitalisasi perusahaan
   modal besar telah mengubah dinamika kehidupan masyarakat Pulau Padang yang
   selama mengelola lahan gambut secara arif dan berlangsung kondusif, menjadi
   berpotensi adanya konflik horizontal terbuka.



E.    Usulan Pemecahan
Mendasar pada kondisi diatas, berkenaan dengan banyaknya fakta dan temuan baik
berkenaan dengan kejanggalan proses perizinan SK 327/Menhut-II/2009 dan disisi lain
adanya praktek pengelolaan lahan gambut dalam berbasis masyarakat, maka langkah
yang diusulkan untuk diambil pemerintah c.q. Kementerian Kehutanan RI adalah:
 1. Kementerian Kehutanan bukan sebatas membentuk tim mediasi namun
    membentuk Tim Verifikasi Independen dan multipihak, untuk meninjau kembali
    perizinan SK.327/Menhut-II/2009.
 2. Mensinergikan berbagai pihak dan inisiatif guna menjadikan pengelolaan ekosistem
    lahan gambut dalam oleh masyarakat di Pulau Padang yang terbukti mampu
    menopang kehidupan > 35.000 orang untuk dipromosikan sebagai:
    a. Model pembelajaran pengelolaan ekosistem gambut dalam (deep peatland
        farming system) berbasis masyarakat pada kawasan penyangga (buffer zone).
    b. Pembanding (benchmark) terhadap kelestarian ratusan ribu Ha lahan gambut
        yang di drainase secara besar-besaran oleh HTI di Sumatera.
    c. Model percontohan perbaikan tata kelola (good governance) di bidang
        kehutanan, tata kelola lahan gambut, dan tata kelola pulau kecil yang berbasis
        masyarakat.
    d. Model percontohan pengelolaan hutan alam pada ekosistem lahan gambut
        dalam untuk tujuan produksi, konservasi, dan ecotourism.
    e. Ikon best practices dalam pengelolaan ekosistem gambut dalam berbasis
        masyarakat yang berpeluang menjadi kawasan warisan nasional (national
heritage), ditengah pesimisme terhadap isu kegagalan pengelolaan lahan
gambut di Indonesia di tingkat Internasional.

                                            Yogyakarta, 7 Januari 2012

More Related Content

What's hot

Latihan imbuhan apitan
Latihan imbuhan apitanLatihan imbuhan apitan
Latihan imbuhan apitanwahida yeop
 
Imbuhan awalan_wongpeiyin
Imbuhan awalan_wongpeiyinImbuhan awalan_wongpeiyin
Imbuhan awalan_wongpeiyinwongpeiyin
 
Isi peribahasa yang betul berpandukan gambar
Isi peribahasa yang betul berpandukan gambarIsi peribahasa yang betul berpandukan gambar
Isi peribahasa yang betul berpandukan gambarSaidin Jamil
 
Surat panggilan mesyuarat ladap
Surat panggilan mesyuarat ladapSurat panggilan mesyuarat ladap
Surat panggilan mesyuarat ladapNor Asikin Ismail
 
Tentatif program unit beruniform 2013
Tentatif program unit beruniform 2013Tentatif program unit beruniform 2013
Tentatif program unit beruniform 2013Cikgu Hayati
 
Anak ikan yang suka menipu
Anak ikan yang suka menipuAnak ikan yang suka menipu
Anak ikan yang suka menipuTan Pei Lian
 
Pp052009 pengurusan stor kerajaan
Pp052009 pengurusan stor kerajaanPp052009 pengurusan stor kerajaan
Pp052009 pengurusan stor kerajaanaimm reka
 
PBS Sejarah: PERKEMBANGAN TINGKATAN 6 DI SMK SULTAN ISMAIL
PBS Sejarah: PERKEMBANGAN TINGKATAN 6 DI SMK SULTAN ISMAILPBS Sejarah: PERKEMBANGAN TINGKATAN 6 DI SMK SULTAN ISMAIL
PBS Sejarah: PERKEMBANGAN TINGKATAN 6 DI SMK SULTAN ISMAILMiza Farisah
 
PANDUAN PENGURUSAN FAIL TIMBUL.pdf
PANDUAN PENGURUSAN FAIL TIMBUL.pdfPANDUAN PENGURUSAN FAIL TIMBUL.pdf
PANDUAN PENGURUSAN FAIL TIMBUL.pdfmmog sq
 
Halatuju selepas spm
Halatuju selepas spmHalatuju selepas spm
Halatuju selepas spmsathis83
 
Minat membaca dikalangan rakyat malaysia -Rhe
Minat membaca dikalangan rakyat malaysia -RheMinat membaca dikalangan rakyat malaysia -Rhe
Minat membaca dikalangan rakyat malaysia -Rhemashran saudin
 
Ap 5 tahun 2014 pdf(penulisan surat rasmi)
Ap 5 tahun 2014 pdf(penulisan surat rasmi)Ap 5 tahun 2014 pdf(penulisan surat rasmi)
Ap 5 tahun 2014 pdf(penulisan surat rasmi)jasmi jaafar
 

What's hot (20)

Latihan imbuhan apitan
Latihan imbuhan apitanLatihan imbuhan apitan
Latihan imbuhan apitan
 
Karangan pengangkutan awam
Karangan pengangkutan awamKarangan pengangkutan awam
Karangan pengangkutan awam
 
Imbuhan awalan_wongpeiyin
Imbuhan awalan_wongpeiyinImbuhan awalan_wongpeiyin
Imbuhan awalan_wongpeiyin
 
Isi peribahasa yang betul berpandukan gambar
Isi peribahasa yang betul berpandukan gambarIsi peribahasa yang betul berpandukan gambar
Isi peribahasa yang betul berpandukan gambar
 
Kamus kata-ganda
Kamus kata-gandaKamus kata-ganda
Kamus kata-ganda
 
Surat panggilan mesyuarat ladap
Surat panggilan mesyuarat ladapSurat panggilan mesyuarat ladap
Surat panggilan mesyuarat ladap
 
Peribahasa Menengah 1
Peribahasa Menengah 1Peribahasa Menengah 1
Peribahasa Menengah 1
 
Tentatif program unit beruniform 2013
Tentatif program unit beruniform 2013Tentatif program unit beruniform 2013
Tentatif program unit beruniform 2013
 
B2 morfologi (membina ayat)
B2 morfologi (membina ayat)B2 morfologi (membina ayat)
B2 morfologi (membina ayat)
 
Jadual kelima mary
Jadual kelima maryJadual kelima mary
Jadual kelima mary
 
Anak ikan yang suka menipu
Anak ikan yang suka menipuAnak ikan yang suka menipu
Anak ikan yang suka menipu
 
Pp052009 pengurusan stor kerajaan
Pp052009 pengurusan stor kerajaanPp052009 pengurusan stor kerajaan
Pp052009 pengurusan stor kerajaan
 
PBS Sejarah: PERKEMBANGAN TINGKATAN 6 DI SMK SULTAN ISMAIL
PBS Sejarah: PERKEMBANGAN TINGKATAN 6 DI SMK SULTAN ISMAILPBS Sejarah: PERKEMBANGAN TINGKATAN 6 DI SMK SULTAN ISMAIL
PBS Sejarah: PERKEMBANGAN TINGKATAN 6 DI SMK SULTAN ISMAIL
 
Cerpen hutan rimba
Cerpen hutan rimbaCerpen hutan rimba
Cerpen hutan rimba
 
PANDUAN PENGURUSAN FAIL TIMBUL.pdf
PANDUAN PENGURUSAN FAIL TIMBUL.pdfPANDUAN PENGURUSAN FAIL TIMBUL.pdf
PANDUAN PENGURUSAN FAIL TIMBUL.pdf
 
Halatuju selepas spm
Halatuju selepas spmHalatuju selepas spm
Halatuju selepas spm
 
P.moral unit 8
P.moral unit 8P.moral unit 8
P.moral unit 8
 
Minat membaca dikalangan rakyat malaysia -Rhe
Minat membaca dikalangan rakyat malaysia -RheMinat membaca dikalangan rakyat malaysia -Rhe
Minat membaca dikalangan rakyat malaysia -Rhe
 
Ap 5 tahun 2014 pdf(penulisan surat rasmi)
Ap 5 tahun 2014 pdf(penulisan surat rasmi)Ap 5 tahun 2014 pdf(penulisan surat rasmi)
Ap 5 tahun 2014 pdf(penulisan surat rasmi)
 
Proposal Bantuan Dana
Proposal Bantuan DanaProposal Bantuan Dana
Proposal Bantuan Dana
 

Similar to 090112 konflik pulau padang potret buram tata ruang dan tata kelola hutan di indonesia

Surat STR menolak TIM MEDIASI
Surat STR menolak TIM MEDIASISurat STR menolak TIM MEDIASI
Surat STR menolak TIM MEDIASIPeople Power
 
Kronologis penolakan - di jakarta malam senin
Kronologis penolakan - di jakarta malam seninKronologis penolakan - di jakarta malam senin
Kronologis penolakan - di jakarta malam seninPeople Power
 
Pengelolaan Lansekap di Pulau Padang
Pengelolaan Lansekap di Pulau PadangPengelolaan Lansekap di Pulau Padang
Pengelolaan Lansekap di Pulau PadangPeople Power
 
Agustinus kastanya bahan presentase kki vi 2016
Agustinus kastanya bahan presentase kki vi 2016Agustinus kastanya bahan presentase kki vi 2016
Agustinus kastanya bahan presentase kki vi 2016Agus kastanya
 
Lamp. 2 eof rkt_2010_agustus_final_30nov2010_bahasa_final
Lamp. 2 eof rkt_2010_agustus_final_30nov2010_bahasa_finalLamp. 2 eof rkt_2010_agustus_final_30nov2010_bahasa_final
Lamp. 2 eof rkt_2010_agustus_final_30nov2010_bahasa_finalPeople Power
 
Teknik konservasi tanah dan air pada das
Teknik konservasi tanah dan air pada dasTeknik konservasi tanah dan air pada das
Teknik konservasi tanah dan air pada dasAsier La Ode
 
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutRpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutwalhiaceh
 
DirekturPIBappenas-PengantarLaunchingBukuRawa.pptx
DirekturPIBappenas-PengantarLaunchingBukuRawa.pptxDirekturPIBappenas-PengantarLaunchingBukuRawa.pptx
DirekturPIBappenas-PengantarLaunchingBukuRawa.pptxFitriHariyanti4
 
Surat kementri tentang penolakan tim MEDIASI
Surat kementri tentang penolakan tim MEDIASISurat kementri tentang penolakan tim MEDIASI
Surat kementri tentang penolakan tim MEDIASIPeople Power
 
Profil sumatera barat ditinjau dari astagatra
Profil sumatera barat ditinjau dari astagatraProfil sumatera barat ditinjau dari astagatra
Profil sumatera barat ditinjau dari astagatraRossiana Fazri
 
Makalah Full Paper
Makalah Full PaperMakalah Full Paper
Makalah Full PaperWindra Hardi
 
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdfVinnaYasin
 
RakerdaBKTRN-DitjenLautan.ppt
RakerdaBKTRN-DitjenLautan.pptRakerdaBKTRN-DitjenLautan.ppt
RakerdaBKTRN-DitjenLautan.pptOceanEnviro
 
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkuluMarhadi1995
 
Lamun dan Dugong
Lamun dan Dugong Lamun dan Dugong
Lamun dan Dugong Didi Sadili
 
PELESTARIAN SUMBERDAYA LAHAN GAMBUT
PELESTARIAN SUMBERDAYA LAHAN GAMBUTPELESTARIAN SUMBERDAYA LAHAN GAMBUT
PELESTARIAN SUMBERDAYA LAHAN GAMBUTAnnisaRangkuti
 
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016hadiarnowo
 

Similar to 090112 konflik pulau padang potret buram tata ruang dan tata kelola hutan di indonesia (20)

Hutan Bakau Kapuk
Hutan Bakau KapukHutan Bakau Kapuk
Hutan Bakau Kapuk
 
Kronologis 1
Kronologis 1Kronologis 1
Kronologis 1
 
Surat STR menolak TIM MEDIASI
Surat STR menolak TIM MEDIASISurat STR menolak TIM MEDIASI
Surat STR menolak TIM MEDIASI
 
Kronologis penolakan - di jakarta malam senin
Kronologis penolakan - di jakarta malam seninKronologis penolakan - di jakarta malam senin
Kronologis penolakan - di jakarta malam senin
 
Pengelolaan Lansekap di Pulau Padang
Pengelolaan Lansekap di Pulau PadangPengelolaan Lansekap di Pulau Padang
Pengelolaan Lansekap di Pulau Padang
 
Agustinus kastanya bahan presentase kki vi 2016
Agustinus kastanya bahan presentase kki vi 2016Agustinus kastanya bahan presentase kki vi 2016
Agustinus kastanya bahan presentase kki vi 2016
 
Lamp. 2 eof rkt_2010_agustus_final_30nov2010_bahasa_final
Lamp. 2 eof rkt_2010_agustus_final_30nov2010_bahasa_finalLamp. 2 eof rkt_2010_agustus_final_30nov2010_bahasa_final
Lamp. 2 eof rkt_2010_agustus_final_30nov2010_bahasa_final
 
Teknik konservasi tanah dan air pada das
Teknik konservasi tanah dan air pada dasTeknik konservasi tanah dan air pada das
Teknik konservasi tanah dan air pada das
 
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutRpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
 
DirekturPIBappenas-PengantarLaunchingBukuRawa.pptx
DirekturPIBappenas-PengantarLaunchingBukuRawa.pptxDirekturPIBappenas-PengantarLaunchingBukuRawa.pptx
DirekturPIBappenas-PengantarLaunchingBukuRawa.pptx
 
Surat kementri tentang penolakan tim MEDIASI
Surat kementri tentang penolakan tim MEDIASISurat kementri tentang penolakan tim MEDIASI
Surat kementri tentang penolakan tim MEDIASI
 
Profil sumatera barat ditinjau dari astagatra
Profil sumatera barat ditinjau dari astagatraProfil sumatera barat ditinjau dari astagatra
Profil sumatera barat ditinjau dari astagatra
 
Makalah Full Paper
Makalah Full PaperMakalah Full Paper
Makalah Full Paper
 
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
09062023 - PW (Perencanaan Pulau-Pulau Kecil 1).pdf
 
Bab1 pendahuluan
Bab1 pendahuluanBab1 pendahuluan
Bab1 pendahuluan
 
RakerdaBKTRN-DitjenLautan.ppt
RakerdaBKTRN-DitjenLautan.pptRakerdaBKTRN-DitjenLautan.ppt
RakerdaBKTRN-DitjenLautan.ppt
 
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
27759305 minapolitan-kabupaten-kaur-prov-bengkulu
 
Lamun dan Dugong
Lamun dan Dugong Lamun dan Dugong
Lamun dan Dugong
 
PELESTARIAN SUMBERDAYA LAHAN GAMBUT
PELESTARIAN SUMBERDAYA LAHAN GAMBUTPELESTARIAN SUMBERDAYA LAHAN GAMBUT
PELESTARIAN SUMBERDAYA LAHAN GAMBUT
 
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
Bahan tayang pwp3 wt-ddrtp 2016
 

More from People Power

Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019People Power
 
sahabat walhi riau by Tya
sahabat walhi riau by Tyasahabat walhi riau by Tya
sahabat walhi riau by TyaPeople Power
 
Kronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kampar
Kronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kamparKronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kampar
Kronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kamparPeople Power
 
Langkah langkah pemetaan pengingat pribadi
Langkah langkah pemetaan pengingat pribadiLangkah langkah pemetaan pengingat pribadi
Langkah langkah pemetaan pengingat pribadiPeople Power
 
Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013
Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013
Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013People Power
 
Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013
Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013
Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013People Power
 
Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...
Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...
Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...People Power
 
Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012
Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012
Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012People Power
 
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...People Power
 
Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.
Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.
Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.People Power
 
Rekayasa pembela kroni KORUPTOR
Rekayasa pembela kroni KORUPTORRekayasa pembela kroni KORUPTOR
Rekayasa pembela kroni KORUPTORPeople Power
 
Seruan penyelamatan bangsa
Seruan penyelamatan bangsaSeruan penyelamatan bangsa
Seruan penyelamatan bangsaPeople Power
 
22 juli 1996 22 juli 2011; 15 tahun DIRGAHAYU PRD
22 juli 1996   22 juli 2011; 15 tahun DIRGAHAYU PRD22 juli 1996   22 juli 2011; 15 tahun DIRGAHAYU PRD
22 juli 1996 22 juli 2011; 15 tahun DIRGAHAYU PRDPeople Power
 
Kronologis perluasan areal RAPP & 3.3 T Kerugian Negara
Kronologis perluasan areal RAPP & 3.3 T Kerugian NegaraKronologis perluasan areal RAPP & 3.3 T Kerugian Negara
Kronologis perluasan areal RAPP & 3.3 T Kerugian NegaraPeople Power
 
Statment pulau padang_9_juni
Statment pulau padang_9_juniStatment pulau padang_9_juni
Statment pulau padang_9_juniPeople Power
 

More from People Power (20)

Strategi advokasi
Strategi advokasiStrategi advokasi
Strategi advokasi
 
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
Kebijakan program perhutanan sosial 2015 2019
 
sahabat walhi riau by Tya
sahabat walhi riau by Tyasahabat walhi riau by Tya
sahabat walhi riau by Tya
 
Kronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kampar
Kronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kamparKronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kampar
Kronologis kejadian dugaan kriminalisasi petani di polres kampar
 
Kronologis 2
Kronologis 2Kronologis 2
Kronologis 2
 
Kronologis 4
Kronologis 4Kronologis 4
Kronologis 4
 
Kronologis 3
Kronologis 3Kronologis 3
Kronologis 3
 
Langkah langkah pemetaan pengingat pribadi
Langkah langkah pemetaan pengingat pribadiLangkah langkah pemetaan pengingat pribadi
Langkah langkah pemetaan pengingat pribadi
 
Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013
Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013
Daftar penerima dana hibah dan bansos 2013
 
Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013
Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013
Kronologi aksi Front Komunikasi Masyarakat Berdaulat Pulau Padang 8_januari_2013
 
Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...
Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...
Kesepakatan Antara Buruh dan tani tanggal 20 Des 2012 yang telah dilanggar Ol...
 
Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012
Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012
Bubarkan bp migas putusan sidang 36 puu 2012 migas - telah baca 13 nov 2012
 
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
Pendapat Hukum (Legal Opinion) Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (T...
 
Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.
Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.
Masyarakat PULAU PADANG Akan Lakukan ‘’AKSI BAKAR DIRI’’ Di Istana Negara.
 
Rekayasa pembela kroni KORUPTOR
Rekayasa pembela kroni KORUPTORRekayasa pembela kroni KORUPTOR
Rekayasa pembela kroni KORUPTOR
 
Seruan penyelamatan bangsa
Seruan penyelamatan bangsaSeruan penyelamatan bangsa
Seruan penyelamatan bangsa
 
Sk tim terpadu
Sk tim terpaduSk tim terpadu
Sk tim terpadu
 
22 juli 1996 22 juli 2011; 15 tahun DIRGAHAYU PRD
22 juli 1996   22 juli 2011; 15 tahun DIRGAHAYU PRD22 juli 1996   22 juli 2011; 15 tahun DIRGAHAYU PRD
22 juli 1996 22 juli 2011; 15 tahun DIRGAHAYU PRD
 
Kronologis perluasan areal RAPP & 3.3 T Kerugian Negara
Kronologis perluasan areal RAPP & 3.3 T Kerugian NegaraKronologis perluasan areal RAPP & 3.3 T Kerugian Negara
Kronologis perluasan areal RAPP & 3.3 T Kerugian Negara
 
Statment pulau padang_9_juni
Statment pulau padang_9_juniStatment pulau padang_9_juni
Statment pulau padang_9_juni
 

090112 konflik pulau padang potret buram tata ruang dan tata kelola hutan di indonesia

  • 1. KONFLIK IZIN IUPHHK-HT PT. RAAP DI PULAU PADANG: POTRET BURAM PENATAAN RUANG & KELOLA HUTAN DI INDONESIA Oleh : Teguh Yuwono, S. Hut. M.Sc. (Disarikan dari beragam sumber & diskusi dengan LSM Riau - Masyarakat Pulau Padang) Intisari/Resume SK 327/menhut-II/2009 tentang Izin Perluasan Areal IUPHHK-HT PT. RAPP di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau yang saat ini menjadi salah satu permasalahan di dunia kehutanan Indonesia ternyata menyimpan banyak permasalahan. Banyak temuan fakta dan data yang selama ini belum terungkap dan tidak dipertimbangkan dalam proses perijinan (khususnya penyusunan AMDAL), pengambilan keputusan, dan implementasinya, sehingga izin tersebut perlu ditinjau ulang. Beberapa temuan fakta dan data tersebut adalah sebagai berikut: 1. Proses penyusunan AMDAL yang bertentangan dengan amanah PP 27/1999 pasal 16 ayat 4 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, khususnya ketidaksesuaian peruntukan kawasan hutan yang dicadangkan sebagai areal HTI dengan dokumen TGHK, RTRWN, RTRWP Riau (Perda No. 10 tahun 1994), dan RTRWK Bengkalis (Perda No. 19 tahun 2004).(penjelasan lengkap baca Lampiran 1). 2. Menurut Tim penyusun AMDAL PT. RAPP kedalaman lahan gambut di Pulau Padang hanya < 2.5 meter. Sedangkan menurut penelitian Tim Fakultas Kehutanan UGM tahun 2011, kedalaman lahan gambut di sebagian besar areal di Pulau Padang > 3 m bahkan untuk areal yang menjauhi pantai > 6,5 meter (Karyanto dkk. 2011). Pulau Padang juga merupakan lokasi kajian utama dari Dr. Michael Allen Brady (1997), sekarang Executive Director GOFC-GOLD (Global Observation of Forest and Land Cover Dynamics (GOFC-GOLD)--GOFC-GOLD adalah Panel of the Global Terrestrial Observing System (GTOS), yang disponsori oleh FAO, UNESCO, WMO, ICSU and UNEP--, yang melaporkan bahwa sebagian besar kedalaman lahan gambut di Pulau Padang bahkan berkisar antara 9 – 12 meter, sehingga termasuk ekosistem lahan gambut dalam. (penjelasan lengkap baca di Lampiran 2 dan 3). Menurut ketentuan perundang-undangan kawasan lahan gambut dengan kedalaman > 3 m termasuk kawasan lindung dan tidak diperuntukkan untuk pengusahaan HTI karena berpotensi merusak kawasan tersebut. 3. Sebagian besar kawasan pemukiman dan kebun karet masyarakat Pulau Padang berada pada ketinggian 1-6 m dpl (di atas permukaan air laut) sehingga adanya rencana HTI dengan sistem kanalisasi besar-besaran berpotensi menyebabkan percepatan tenggelamnya Pulau Padang akibat subsidensi lahan gambut dan meningkatnya pemukaan laut akibat pemanasan global (penjelasan lengkap baca di Lampiran 2). 4. Terdapat indikasi pembentukan opini terhadap pengambilan keputusan mengenai pembangunan HTI di Pulau Padang yang dilakukan pihak perusahaan dengan cara “manipulasi interpretasi” citra Landsat tahun 2002 terkait dengan tingkat deforestasi di Pulau Padang. Seolah-olah kawasan hutan di Pulau Padang mengalami deforestasi yang tinggi sehingga perlu dikonversi menjadi HTI. Padahal fakta di lapangan menunjukkan bahwa daerah yang dianggap mengalami deforestasi tersebut merupakan kebun karet dan kebun sagu rakyat serta daerah pemukiman yang telah dihuni oleh > 35.000 orang yang mulai menempati Pulau Padang sejak akhir abad 19. Lebih lanjut, menurut interpretasi peta Citra Landsat tahun 2002 dan 2010 oleh Tim Fakultas Kehutanan UGM tingkat deforestasi di Pulau Padang periode 2002 – 2010 masuk kategori kecil/minim. (penjelasan lengkap baca di Lampiran 2 dan 4). 5. Pulau Padang dengan luas 1.109 km2—(menurut UU 27/2007 termasuk kriteria Pulau Kecil)— memiliki banyak sekali contoh budidaya tananaman keras (karet, sagu) pada ekosistem lahan gambut dalam yang telah berlangsung selama puluhan tahun dengan tata kelola air menggunakan kanal berukuran kecil, dan menjadi andalan ekonomi Pulau Padang. Model/pola pengelolaan
  • 2. ekosistem lahan gambut dalam berbasis masyarakat di Pulau Padang yang terbukti mampu menjamin keseimbangan ekosistem lahan gambut dalam, tidak banyak dijumpai di Indonesia. Berkenaan dengan kondisi riil di Pulau Padang, langkah terbaik yang diambil ke depan adalah mensinergikan berbagai pihak dan inisiatif guna menjadikan pengelolaan ekosistem lahan gambut dalam oleh masyarakat di Pulau Padang yang terbukti mampu menopang kehidupan > 35.000 orang untuk dipromosikan sebagai: a. Model pembelajaran pengelolaan ekosistem gambut dalam (deep peatland farming system) berbasis masyarakat pada kawasan penyangga (buffer zone). b. Pembanding (benchmark) terhadap kelestarian ratusan ribu Ha lahan gambut yang di drainase secara besar-besaran oleh HTI di Sumatera. c. Model percontohan perbaikan tata kelola (good governance) di bidang kehutanan, tata kelola lahan gambut, dan tata kelola pulau kecil yang berbasis masyarakat. d. Model percontohan pengelolaan hutan alam pada ekosistem lahan gambut dalam untuk tujuan produksi, konservasi, dan ecotourism. e. Ikon best practices dalam pengelolaan ekosistem gambut dalam berbasis masyarakat yang berpeluang menjadi kawasan warisan nasional (national heritage), ditengah pesimisme terhadap isu kegagalan pengelolaan lahan gambut di Indonesia di tingkat Internasional. 6. Permasalahan Pulau Padang merupakan representasi dari berbagai permasalahan ketidaksikronan peraturan tata ruang dan tata kelola hutan, pelanggaran proses perijinan, dan potensi pemalsuan data biofisik pada tingkat tapak oleh Panel Expert yang terjadi di bumi Nusantara. Sehingga harus menjadi tonggak awal menuju perbaikan tata kelola kehutanan, tata kelola lahan gambut, dan tata kelola pulau kecil sehingga keberhasilan pemecahan masalah Pulau Padang dapat bagi model untuk pemecahan masalah serupa yang banyak terjadi di Indonesia. Menyikapi adanya permasalahan konflik di Pulau Padang antara masyarakat dengan PT. RAPP terkait lahirnya SK 327/Menhut-II/2009 tersebut, berikut ini adalah beberapa catatan, fakta dan data yang selama ini belum terungkap yang dapat dirangkum penulis berdasarkan kajian aspek legal, dan didukung beberapa hasil penelitian maupun diskusi intensif dengan LSM Riau / masyarakat Pulau Padang yang saat ini sedang melakukan demonstrasi di depan Gedung DPR RI. Harapan penulis semoga fakta dan data ini dapat membantu para pihak yang berkepentingan (khususnya Kementerian Kehutanan RI dan Dewan Kehutanan Nasional) untuk mengambil langkah dan kebijakan yang tepat sehingga permasalahan ini dapat diselesaikan dengan baik dan tidak menyebabkan potensi meledaknya konflik dalam eskalasi yang lebih besar di kemudian hari. A. Pendahuluan: Sekilas tentang Pulau Padang • Letak Geografis & Adminsistratif Berdasarkan letak geografis, Pulau Padang terletak di sebelah timur Pulau Sumatera dipisahkan dengan Selat Panjang, dengan batas wilayah sebagai berikut: - Sebelah barat dengan Pulau Sumatera - sebelah timur dengan Pulau Merbau, - sebelah tenggara dengan Pulau Rantau, dan - sebelah utara dengan Pulau Bengkalis.
  • 3. Panjang Pulau Padang dari utara ke selatan adalah 60 km, lebarnya 29 km dan sebagian besar merupakan areal dengan topografi datar/landai dengan ketinggian antara 0 – 6 m dpl. Berdasarkan wilayah administratif pemerintahan, Pulau Padang termasuk wilayah Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau. Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kabupaten termuda di propinsi Riau yang baru berdiri tahun 2009 sebagai pemekaran wilayah Kabupaten Bengkalis. Wilayah Kabupaten kepulauan Meranti terdiri dari 13 Pulau-pulau kecil yaitu pulau Tebingtinggi, Pulau Padang, Pulau Merbau, Pulau Ransang, Pulau Topang, Pulau Manggung, Pulau Panjang, Pulau Jadi, Pulau Setahun, Pulau Tiga, Pulau Baru, Pulau Paning, dan Pulau Dedap. Sebagai daerah Kepulauan, Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan daerah yang terdiri dari dataran-dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata sekitar 1-6,4 meter di atas permukaan laut. Di daerah ini juga terdapat beberapa sungai dan tasik (danau) seperti Sungai Suir dan Tasik Nembus di Pulau Tebingtinggi; Sungai Merbau, Sungai Selat Akar dan Tasik Putri Puyu di Pulau Padang; Tasik Air Putih dan Tasik Penyagun di Pulau Rangsang. Gugusan daerah kepulauan ini terdapat beberapa pulau besar seperti Pulau Tebingtinggi (1.438,83 km²), Pulau Rangsang (922,10 km²), Pulau Padang (1.109 km2) dan Pulau Merbau (1.348,91 km²). Sebelum pemekaran, Kecamatan Merbau terdiri dari Pulau Padang, Pulau Merbau dan Pulau Dedap. Namun setelah pemekaran Kecamatan Merbau tinggal Pulau Padang dan Pulau Dedap. Pulau Padang terdiri dari 13 desa dan 1 kelurahan, dan semuanya termasuk wilayah Kecamatan Merbau. Sedangkan untuk wilayah Pulau Dedap (luas sekitar 2 ha) kondisinya tidak berpenghuni. Nama-nama desa yang terdapat di Pulau Padang dari sisi utara ke selatan adalah sebagai berikut: Tanjung Padang, Dedap, Kudap, Bandul, Selat Akar, Mengkopot, Mengkirau, Bagan Melibur, Kelurahan Teluk Belitung, Mekarsari, Pelantai, Meranti Bunting, Tanjung Kulim dan Lukit. • Kependudukan & Perekonomian Pulau Padang sejak zaman Kolonial sudah dihuni oleh masyarakat. Hal ini terlihat pada Peta yang dibuat pada tahun 1933 oleh pemerintah Kolonial Belanda. Dalam peta tersebut telihat letak beberapa perkampungan yang sudah ada sejak dibuatnya peta tersebut seperti Tandjoeng Padang, Tg. Roembia, S. Laboe, S. Sialang Bandoeng, Meranti Boenting, Tandjoeng Kulim, Lukit, Gelam, Pelantai , S. Anak Kamal dan lain-lain. Dari waktu ke waktu desa Lukit dan desa-desa lain di Pulau Padang, sebagaimana telah disebut di atas semakin ramai didiami oleh masyarakat, baik penduduk asli pedalaman suku Akid/Sakai, Melayu, Suku Jawa, dan Cina. Jumlah penduduk Pulau Padang pada bulan Januari 2011 sebanyak 35.224 jiwa (atau 8206 KK)(Sumber: UPTD Kependudukan dan Catatan Sipil Kec. Merbau April 2011). Meskipun terdiri dari berbagai suku dan etnis antara lain; Melayu, Jawa, Akid/Sakai, Cina dan lain-lain namun masyarakat hidup dalam kerukunan antar sesama dan kedamaian meski berbeda suku dan agama. Berdasarkan mata pencahariannya, hampir secara keseluruhan sumber kehidupan mereka menggantungkan diri pada hasil hutan, perkebunan karet, sagu,
  • 4. pertanian/palawija, yang sudah dilakukan secara turun temurun sejak zaman kolonialisme Belanda. Bahkan untuk perkebunan sagu dan karet berkelanjutan sampai turun temurun beberapa generasi, dimana di sebagian tempat umur pohon karet sudah mencapai 80-100 tahun yang sampai saat ini masih berproduksi. Kecenderungan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari adalah berkebun, bercocok tanam, mengembangkan perkebunan karet atau mencari kayu di hutan, nelayan, berdagang maupun buruh lepas. Sampai saat ini, masyarakat masih tetap bergantung hidup dengan hasil hutan dan lahan perkebunan, baik karet atau sagu. Hal ini dapat dibuktikan dengan bahan baku dasar perumahan warga yang mendiami Pulau Padang 95 persen berasal dari kayu hutan. • Kepemilikan Lahan/Tanah Sejak dahulu kepemilikan lahan/tanah penduduk di Pulau Padang memiliki ciri khas tersendiri, yang sangat jauh berbeda dengan kepemilikan tanah di Pulau Jawa. Bagi masyarakat Pulau Padang kepemilikan cukup hanya dengan bermusyawarah antar sesama warga (kelompok) yang bersepakat mengambil sebuah kawasan dan kemudian cara penentuannya adalah dengan undian. Sampai saat ini pun mayoritas masyarakat tidak memiliki SKT kepala desa (alas Hak) untuk perumahan dan Kebun karet yang mereka miliki atau lahan-lahan baru yang mereka jadikan untuk perkebunan baru. Namun demikian secara turun temurun masing-masing mengakui bahwa ‘LAHAN/KEBUN’ tersebut dulunya miliknya si Polan, maka sampai hari ini pun tanah tersebut adalah milik ahli waris si Polan. • Struktur Tanah Pulau Padang merupakan lahan/tanah rawa gambut dengan ketebalan gambut mencapai 6 meter lebih. Hasil uji pengeboran 4 kilometer dari bibir pantai tepatnya di RT 01 RW 03 dusun 03 desa Lukit. Dan pada jarak 5 kilo meter dari bibir pantai mencapai kedalaman gambut mencapai 5.8 meter. Kondisi di atas didukung data hasil penelitian Tim Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 2011, (dengan menggunakan pendekatan pengeboran tanah pada 70 titik koordinat), lahan gambut di Pulau Padang termasuk lahan gambut dalam dengan kedalaman > 3 meter, bahkan di sebagian besar lokasi pengeboran kedalaman lahan gambutnya > 6,5 meter (Karyanto, Oka dkk. 2011). Pulau Padang juga menjadi lokasi kajian utama disertasi Dr. Michael Allen Brady dari Universitas British Columbia (sekarang menjabat Executive Director GOFC-GOLD (Global Observation of Forest and Land Cover Dynamics (GOFC-GOLD) --GOFC-GOLD adalah Panel of the Global Terrestrial Observing System (GTOS), yang disponsori oleh FAO, UNESCO, WMO, ICSU and UNEP-, menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan Pulau Padang memiliki kedalaman gambut 9 – 12 meter.
  • 5. Kondisi Biofisik & Hutan Pulau Padang termasuk dalam formasi hutan gambut, dengan jenis-jenis pohon penyusun tegakannya antara lain: meranti rawa (Pharashorea sp), ramin (Gonystilus bancanus), punak (Tetramerista glabra), meranti batu (Shorea uliginosa), bintangur (Callophyllum sp), meranti (Shorea sp), dan geronggang (Cratoxylon arborences). Berkenaan dengan kondisi biofisik dan keanekaragaman biodiversity di Pulau Padang, Kementerian Kehutanan menetapkan sebagian kawasan Pulau Padang khususnya di bagian tengah Pulau Padang yang merupakan kubah gambut sebagai Suaka Margasatwa Tasik Tanjung Padang dengan luas 16.068 ha. B. Kronologis Perizinan HTI PT. RAPP Di Pulau Padang Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 130/Kpts-II/1993 tanggal 27 Februari 1993 yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Nomor 137/Kpts-II/1997 tanggal 10 Maret 1997 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.356/Menhut- II/2004 tanggal 1 Oktober 2004, PT. RAPP diberikan IUPHHK-HTI pada hutan Produksi ± 235.140 hektar. Areal izin PT. RAPP berdasarkan SK tersebut di atas, berada di empat Kabupaten di Propinsi Riau yakni; Kabupaten Kampar, Kabupaten Siak, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Kuantan Singingi. Pada tahun 2009 PT. RAPP berdasar SK. No.327/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009, mendapatkan areal perluasan HTI seluas 115.025 Ha sehingga saat ini luas areal PT. RAPP adalah 350.165 Ha, (termasuk areal seluas 41.205 ha yang berada di Pulau Padang yang saat ini sedang dipermasalahkan oleh masyarakat Pulau Padang). C. Dinamika Konflik di Pulau Padang Sejak lahirnya SK 327/Menhut-II/2009, masyarakat Pulau Padang mulai bulan Desember 2009 sampai dengan saat ini (Januari 2012) secara terus menerus melakukan penolakan beroperasinya PT. RAPP di Pulau Padang mulai skala lokal di tingkat kabupaten (Bupati & DPRD), Propinsi (Gubernur & DPRD), aksi pembakaran alat berat PT. RAPP, sampai puncak eskalasinya dengan adanya aksi “jahit mulut” dan kemah massal masyarakat Pulau Padang di depan Gedung DPR RI sejak pertengahan bulan Desember 2011 dan sampai saat ini mereka belum berniat untuk kembali ke Pulau Padang sebelum tuntutannya dikabulkan oleh pemerintah c.q. Kementerian Kehutanan. (penjelasan lengkap tentang kronologis aksi masyarakat Pulau Padang dapat dibaca pada Lampiran 5). D. Fakta dan Temuan Terkait Izin IUPHHK-HT PT. RAPP Berikut ini adalah beberapa temuan fakta, data dan informasi yang berkenaan dengan konflik izin IUPHHK-HT PT. RAPP di Pulau Padang yang berhasil dirangkum penulis dari kajian aspek legal, dan didukung beberapa penelitian dan diskusi dengan LSM / masyarakat Pulau Padang, yaitu:
  • 6. 1. Proses lahirnya SK. 327/Menhut-II/2009 bermasalah mulai dari tahap perizinan (penyusunan AMDAL), pengambilan keputusan dan implementasinya. a. Proses AMDAL yang bertentangan dengan PP 27/1999 pasal 16 ayat 4 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, khususnya ketidaksesuaian peruntukan kawasan hutan yang dicadangkan sebagai areal HTI dengan dokumen TGHK, RTRWN, RTRWP Riau (Perda No. 10 tahun 1994), dan RTRWK Bengkalis (Perda No. 19 tahun 2004). (penjelasan lebih lanjut baca pada Lampiran 1. Penyimpangan Perijinan di Pulau Padang). b. Dalam pengambilan data-data di lapangan saat penyusunan AMDAL tim penyusun tidak mengambil sampel biofisik lapangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan AMDAL, antara lain : i. Tim penyusun AMDAL tidak melakukan pengukuran sampel kedalaman lahan gambut secara representatif dan akurat. • Menurut data ANDAL kedalaman gambut di areal pencadangan HTI secara umum < 2,5 m, dan sebagian kecil saja yang ketebalan gambutnya antara 2,5 – 5 meter (sumber: Dokumen ANDAL Areal tambahan PT. RAPP, 2006 halaman V-32), . • Menurut hasil penelitian Fakultas Kehutanan UGM kedalaman gambut (sebanyak 70 titik bor) di Pulau Padang > 3 meter, bahkan dibanyak tempat kedalaman gambutnya > 6,5 meter). (Penjelasan lebih lanjut silahkan dibaca pada Lampiran 2. Pengelolaan Landsekap Pulau Padang halaman 18) • Menurut Disertasi Michael Allen Brady Universitas British Columbia (sekarang menjabat Executive Director GOFC-GOLD (Global Observation of Forest and Land Cover Dynamics (GOFC-GOLD) -- GOFC-GOLD adalah Panel of the Global Terrestrial Observing System (GTOS), yang disponsori oleh FAO, UNESCO, WMO, ICSU and UNEP-- yang mengambil Pulau Padang sebagai site kajian utama, menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan Pulau Padang memiliki kedalaman gambut 9 – 12 meter. (penjelasan lebih lanjut tentang Disertasi tersebut silahkan dilihat pada Lampiran 2 halaman 16 dan Lampiran 3.) Menurut Keppres 32/1999, dan PP No. 47/1997, kawasan gambut dengan kedalaman > 3 meter yang berada di hulu sungai dan rawa termasuk kawasan lindung. Menurut Keppres 32/1999 pasal 37 ayat 1 tentang Pengendalian Kawasan Lindung, menyebutkan bahwa di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya, kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung. Pengusahaan HTI skala besar yang menggunakan sistem land clearing dan silvikultur THPB (Tebang Habis Permudaan Buatan) dengan pola massif akan berpotensi menimbulkan
  • 7. dampak negatif terhadap keberlangsungan fungsi kawasan lindung di Pulau Padang. ii. Tim penyusun AMDAL tidak melakukan survey sosial pada masyarakat terdampak akibat operasional HTI (sesuai PP 27/1999 pasal 34), khususnya di Desa Lukit dimana sebagian besar areal HTI termasuk wilayah administratif desa tersebut. Tetapi lokasi survey sosial Tim penyusun AMDAL justru ke Desa Tanjungkulim dan Desa Kurau yang lokasinya berada diluar areal HTI. (sumber: Dokumen ANDAL Areal Tambahan PT. RAPP Halaman V-68 s.d. V-82 dan wawancara dengan masyarakat Desa Lukit di depan Gedung DPR RI). iii. Terdapat sikap yang sangat tidak kooperatif dari pihak PT. RAPP terhadap akses dokumen ANDAL bagi para multi pihak di Pekanbaru (khususnya LSM dan masyarakat terkena dampak), padahal dokumen ANDAL merupakan dokumen publik. c. Hasil interpretasi Tim Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 2011, berbasis peta citra SRTM 30 dengan koreksi ground-check ketinggian tajuk tegakan pohon pada 130 titik di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan pemukiman dan kebun karet berada pada 1-6 m dpl (di atas permukaan air laut) sehingga adanya rencana HTI dengan kanalisasi besar-besaran berpotensi menyebabkan percepatan tenggelamnya Pulau Padang akibat subsidensi dan meningkatnya pemukaan laut akibat pemanasan global. (penjelasan lebih lanjut silahkan dibaca pada Lampiran 2.) Indikasi ini sudah terbukti di lapangan, dimana masyarakat Pulau Padang dalam beberapa tahun terakhir ini sudah mengalami bencana banjir rob/pasang air laut. Padahal sampai dengan saat ini belum ada pembelajaran tentang dampak kanalisasi HTI skala besar terhadap keseimbangan ekosistem pulau-pulau kecil. d. Telah terjadi pembentukan opini oleh PT. RAPP berkaitan dengan tingkat deforestasi di kawasan Pulau Padang yang dilakukan saat forum Sosialisasi kepada komponen masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti tanggal 30 Oktober 2010: i. Menurut analisis peta Citra Landsat tahun 2002 yang dilakukan PT. RAPP, kawasan kebun karet dan kebun sagu (yang dikelola masyarakat Pulau Padang selama puluhan tahun) diidentifikasi sebagai areal deforestasi, sehingga tingkat deforestasi di Pulau Padang termasuk kategori tinggi. Kenyataan ini akan dapat mempengaruhi para pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan yang berpotensi menguntungkan PT. RAPP terutama dalam menentukan arah kebijakan pengelolaan Pulau Padang di masa depan. (penjelasan lebih lanjut dapat dibaca pada Lampiran 4. Sosialisasi PT. RAPP di Kabupaten Kepulauan Meranti bulan Oktober 2010 pada halaman 3.)
  • 8. ii. Menurut hasil analisis peta citra Landsat pada tahun 2002 dan Citra Landsat tahun 2010 yang dilakukan oleh Fakultas Kehutanan UGM, ternyata laju deforestasi di Pulau Padang selama rentang waktu 2002-2010 sangat minimum. (penjelasan lebih lanjut dapat dibaca pada Lampiran 2. Halaman 23) e. Kontroversi kriteria areal yang dapat dijadikan IUPHHKHT/HTI (1). UU 41/1999 tentang Kehutanan; (2). PP 6/1999 tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi; (3). Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002, Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan; (4). Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; (5). Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 10.1/Kpts-II/2000 Tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman; (6). Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 21/Kpts-II/2001 Tentang Kriteria Dan Standar Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi; dan (7). Keputusan Menteri Kehutanan No: SK. 101/Menhut-II/2004, jo P.05/Menhut-II/2004 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas). Dalam peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Perizinan HTI sebagaimana pada di atas, terdapat perubahan yang signifikan khususnya tentang kriteria areal yang dapat dicadangkan untuk pembangunan HTI. Apabila menurut Permenhut P. 05/Menhut-II/2004 jo P.78/Menhut-II/2006, areal yang dicadangkan sebagai areal HTI berasal dari kawasan hutan tidak produktif yang berupa lahan kosong, padang alang-alang dan atau semak belukar, menurut Permenhut P.19/2007 jo P. 60/2007 jo P. 11/2008 persyaratannya dikaburkan/diperlunak (“dibuat dalam kalimat mengambang”) menjadi areal HTI diutamakan pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif (dimana menurut Permenhut P.11/Permenhut-2008 kawasan hutan produksi yang tidak produktif adalah sebagai hutan yang dicadangkan oleh Menteri Kehutanan sebagai areal pembangunan hutan tanaman) padahal menurut kaidah teknik kehutanan seharusnya kriteria penentuan kawasan hutan yang tidak produktif didasarkan pada besaran potensi hutan/ha). f. Pulau Padang dengan luas ± 111.500 ha (± 1.115 km2) termasuk dalam katagori pulau kecil. Berdasarkan UU No 27/2007 pasal 1 ayat 3 yang dimaksud Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya. Di dalam UU No 27/2007 pasal 23 ayat 2 dinyatakan Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut: a). konservasi; b). pendidikan dan pelatihan; c). penelitian dan pengembangan; d). budidaya laut; e). pariwisata; f). usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari; g). pertanian organik; dan/atau h). peternakan. Pada pasal 23 ayat 3, kegiatan lain diperbolehkan namun wajib
  • 9. memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan, memperhatikan kemampuan sistem tata air setempat, dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan. Mendasar pada pasal 23 UU No 27/2007 tersebut, maka pengelolaan kawasan Pulau Padang tidak diperuntukan untuk kegiatan pengusahaan hutan. g. SK 327/Menhut-II/2009 tentang Perluasan HTI PT. RAPP di Pulau Padang ada indikasi terkesan “dipaksakan” waktu terbitnya, dimana SK 327/Menhut-II/2009 tersebut dikeluarkan pada tanggal 12 Juni 2009. Hal ini patut menjadi perhatian mengingat saat terbitnya SK tersebut menjelang berakhirnya masa jabatan M.S. Kaban sebagai Menteri Kehutanan. 2. Di Pulau Padang terdapat banyak sekali contoh budidaya tananaman keras (karet, sagu) yang telah berlangsung puluhan tahun pada kawasan gambut dalam dengan tata kelola air menggunakan kanal berukuran kecil, dan menjadi andalan ekonomi Pulau Padang. Rencana pembangunan HTI dengan sistem kapitalisasi perusahaan modal besar telah mengubah dinamika kehidupan masyarakat Pulau Padang yang selama mengelola lahan gambut secara arif dan berlangsung kondusif, menjadi berpotensi adanya konflik horizontal terbuka. E. Usulan Pemecahan Mendasar pada kondisi diatas, berkenaan dengan banyaknya fakta dan temuan baik berkenaan dengan kejanggalan proses perizinan SK 327/Menhut-II/2009 dan disisi lain adanya praktek pengelolaan lahan gambut dalam berbasis masyarakat, maka langkah yang diusulkan untuk diambil pemerintah c.q. Kementerian Kehutanan RI adalah: 1. Kementerian Kehutanan bukan sebatas membentuk tim mediasi namun membentuk Tim Verifikasi Independen dan multipihak, untuk meninjau kembali perizinan SK.327/Menhut-II/2009. 2. Mensinergikan berbagai pihak dan inisiatif guna menjadikan pengelolaan ekosistem lahan gambut dalam oleh masyarakat di Pulau Padang yang terbukti mampu menopang kehidupan > 35.000 orang untuk dipromosikan sebagai: a. Model pembelajaran pengelolaan ekosistem gambut dalam (deep peatland farming system) berbasis masyarakat pada kawasan penyangga (buffer zone). b. Pembanding (benchmark) terhadap kelestarian ratusan ribu Ha lahan gambut yang di drainase secara besar-besaran oleh HTI di Sumatera. c. Model percontohan perbaikan tata kelola (good governance) di bidang kehutanan, tata kelola lahan gambut, dan tata kelola pulau kecil yang berbasis masyarakat. d. Model percontohan pengelolaan hutan alam pada ekosistem lahan gambut dalam untuk tujuan produksi, konservasi, dan ecotourism. e. Ikon best practices dalam pengelolaan ekosistem gambut dalam berbasis masyarakat yang berpeluang menjadi kawasan warisan nasional (national
  • 10. heritage), ditengah pesimisme terhadap isu kegagalan pengelolaan lahan gambut di Indonesia di tingkat Internasional. Yogyakarta, 7 Januari 2012