1. MK : BUDAYA LAHAN KERING
KEPULAUAN DAN PARIWISATA (MK
PENCIRI UNIVERSITAS BLOK
KEPULAUAN)
FONNY J.L RISAMASU
2. PEMANFAATAN HUTAN
MANGROVE
• Lebih dari 70 macam produk langsung dan tak langsung
mangrove yang dimanfaatkan manusia (Saenger et.al, 1983)
• Memiliki nilai estetika sebagai wahana wisata alam
• Produk tidak langsung dari ekosistem mangrove
Sumber Produk
Ikan Blodok (beberapa jenis) Makanan, Pupuk
Krustasea (udang dan kepiting) Makanan
Moluska (kerang, remis, tiram) Makanan
Lebah Madu, Lilin
Burung Makanan, Bulu, Rekreasi
Reptil Kulit, Makanan, Rekreasi
Fauna lainnya (amfibi, dan serangga) Makanan, Rekreasi
3. Produk langsung dari ekosistem mangrove
Kegunaan Produk
Bahan Bakar
Kayu bakar untuk masak; Kayu bakar untuk memanggang ikan; Kayu
bakar untuk memanaskan lembaran karet; Kayu bakar untuk
membakar batu bata; Arang; Alkohol
Konstruksi
Kayu untuk tangga; Kayu untuk konstruksi berat (contoh : jembatan);
Kayu penjepit jalan kereta api; Tiang penyangga terowongan
pertambangan; Tiang pancang geladak; Tiang dan galah untuk
bangunan
Bahan untuk lantai, papan bingkai; Material untuk membuat kapal;
Pagar; Pipa air; Serpihan kayu; Lem
Memancing
Pancing untuk menangkap ikan; Pelampung pancing; Racun ikan;
Bahan untuk pemeliharaan jaring; Tempat berlindung untuk ikan-ikan
tertentu
Pertanian Makanan ternak; Pupuk hijau
Pemanfaatan hutan mangrove
4. No. Kegiatan Dampak
1. Tebang habis • Berubahnya komposisi tumbuhan mangrove
• Tidak berfungsinya daerah mencari makanan dan pengasuhan
2. Pengalihan aliran air tawar, misalnya
pada pembangunan irigasi
• Peningkatan salinitas hutan (rawa) mangrove
• Menurunnya tingkat kesuburan hutan
3. Pembuangan sampah padat • Kemungkinan terlapisnya pneumatofora mengakibatkan
matinya pohon mangrove.
• Perembesan bahan-bahan pencemaran dalam sampah padat.
4. Pencemaran minyak tumpahan Kematian pohon mangrove
5. Penambangan dan ekstraksi mineral
di dalam hutan
Kerusakan total ekosistem sehingga memusnahkan daerah asuhan
6. Penambangan dan ekstraksi mineral
di daratan sekitar hutan mangrove
Pengendapan sedimen yang berlebihan yang mematikan pohon
7. Konversi menjadi lahan pertanian,
perikanan
• Mengancam regenerasi stok ikan dan udang di perairan lepas
pantai yang memerlukan hutan mangrove
• Pencemaran laut oleh bahan pencemar yang sebelumnya diikat
oleh substrat hutan mangrove
• Pendangkalan perairan pantai
• Instrusi garam
• Erosi garis pantai
8. Pembuangan sampah cair Penurunan kandungan oksigen terlarut, timbul H2S
Dampak aktivitas manusia terhadap ekosistem mangrove
Sumber: Bengen (2001)
5. PEMANFAATAN LAMUN
• Tempat kegiatan
budidaya laut berbagai
jenis ikan, kerang-
kerangan dan tiram
• Tempat rekreasi atau
parawisata
• Sumber pupuk hijau
7. No. Kegiatan Dampak
1. Pengerukan dan pengurugan
untuk kegiatan di pinggir laut,
pelabuhan, industrial estate,
saluran navigasi
• Perusakan total padang lamun sebagai lokasi
pengerukan dan pengurugan
• Perusakan habitat di lokasi pembuangan hasil
pengerukan.
• Dampak sekunder pada perairan meningkatkan
kekeruhan air dan terlapisnya insang hewan air.
2. Pencemaran limbah industry Lamun melalui proses biological magnification mampu
mengakumulasi logam berat.
3. Pembuahan sampah organik
(Sewage)
Penurunan kadar oksigen terlarut, mengganggu lamun
dan hewan air.
Eutrofikasi menyebabkan blooming fitoplankton yang
menempel di daun lamun dan kekeruhan menghalangi
cahaya.
4. Pencemaran oleh limbah
pertanian
Pestisida, mematikan hewan yang berasosiasi dengan
padang lamun, Pupuk
Mengakibatkan eutrofikasi
5. Pencemaran minyak Lapisan minyak pada daun lamun menghalangi cahaya
untuk berfotosintesis
Dampak aktivitas manusia terhadap ekosistem padang lamun (seagrass)
Sumber: Bengen (2001)
8. ANCAMAN TERUMBU KARANG
1. Ancaman biologi :
pemangsa karang
(Acanthaster planci)
2. Ancaman alam : badai,
tsunami, gempa bumi,
perubahan permukaan air
laut, kenaikan atau
penurunan suhu, dan
penyakit
9. 3. Ancaman dan dampak manusia
Kegiatan Dampak Potensial
• Penangkapan ikan karang dengan atau tanpa
bahan peledak
• Perusakan habitat dan kematian masal hewan terumbu
• Pembuangan limbah panas • Meningkatnya suhu air 5 – 10 0
C diatas suhu ambient,
dapat mematikan karang dan biota lainnya
• Pengundulan hutan di lahan atas • Sedimen hasil erosi dapat mencapai terumbu karang di
sekitar muara sungai, sehingga mengakibatkan kekeruhan
yang dapat menghambat difusi oksigen ke dalam polip
karang.
• Pengerukan di sekitar terumbu karang • Meningkatnya kekeruhan yang mengganggu pertumbuhan
karang
• Keparawisataan • Peningkatan suhu air karena buangan air pendingin dan
pembangkit listrik dari perhotelan
• Pencemaran limbah manusia yang dapat menyebabkan
eutrofikasi
• Kerusakan fisik karang oleh jangkar kapal
• Rusaknya karang oleh penyelam
• Koleksi dan keanekaragaman biota karang menurun
• Penangkapan ikan his dengan menggunakan
bahan beracun seperti Kalsium Sianida)
• Mengakibatkan ikan pingsan, mematikan karang dan biota
avertebrata.
• penangkapan ikan dengan bahan peledak • Mematikan ikan tanpa diskriminasi, karang dan biota
avertebrata yang tidak bercangkang (anemon)
10. Pengelolaan Ekosistem Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang
1. Konservasi habitat
2. Rehabiltasi habitat yang rusak dan sumberdaya :
a. Terumbu karang melalui pengembangan teknologi
transplantasi karang, terumbu karang buatan
(TKB), budidaya karang dan sea ranching.
b. Mangrove melalui reboisasi hutan mangrove
3. Penegakan hukum
4. Pengelolaan berbasis masyarakat
5. Pengaturan tata ruang pesisir dalam pemanfaatan kawasan
6. Penertiban ijin membangun di kawasan pesisir
7. Pelarangan penambangan karang dan pasir
8. Penyadaran masyarakat
9. Menciptakan mata pencahariabn alternatif, dll
11. PERMASALAHAN PENGELOLAAN WILAYAH DANPERMASALAHAN PENGELOLAAN WILAYAH DAN
SUMBERDAYA PESISIR DAN PPKSUMBERDAYA PESISIR DAN PPK
1. RAWAN BENCANA ALAM
- Abrasi, Erosi pantai, tsunami dll
2. SUMBERDAYA PPK BELUM DIKELOLA SECARA OPTIMAL
3. PENGELOLAAN KONSERVASI LAUT BELUM OPTIMAL
4. KETIDAKPASTIAN DAN KEKOSONGAN HUKUM
5. SUMBERDAYA KELAUTAN NON KONVENSIONAL BELUM DIKELOLA
SECARA OPTIMAL
6. BATAS WILAYAH LAUT DENGAN NEGARA TETANGGA BELUM
DISEPAKATI
7. KONFLIK KEPENTINGAN
12. Pengertian Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau—
Pulau Kecil adalah suatu proses
perencanaan, pemanfaatan, pengawasan,,
dan pengendalian Sumberdaya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara
ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu
pengetahuan dan manajemen untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
(UU 27/2007)
13. Melindungi, mengkonservasi,
merehabilitasi, memanfaatkan
dan memperkaya sumberdaya
pesisir dan pulau-pulau kecil serta
sistem ekologisnya secara
berkelanjutan
Memperkuat peran serta masyarkat
dan lembaga pemerintah serta
mendorong inisiatif masyarkat dalam
pengelolaan sumberdaya pesisir dan
pulau-pulau kecil agar tercapai
keadilan, keseimbangan dan
berkelanjutan
Tujuan Pengelolaan Kawasan Pesisir (menurut Pasal 4 UU No. 27 Tahun 2007
ttg Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- -pulau Kecil
Menciptakan keharmonisan dan
sinergi antara pemerintah pusat
dan daerah dalam pengelolaan
sumberdaya pesisir dan pulau-
pulau kecil
Meningkatkan nilai sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat melalui
pemanfaatan sumberdaya pesisir dan
pulau-pulau kecil
14. Tujuan Pengelolaan
1. Mengurangi laju kerusakan
sumberdaya pesisir dan habitatnya
dari aktivitas manusia
2. Mengurangi konflik pemanfaatan
3. Menjaga proses-proses ekologis
utama sistem pendukung mahluk
hidup, dan keanekaragaman biologis
di wilayah pesisir dan lautan
4. Mendorong perbaikan kesejahteraan
masyarakat
15. RENCANA ZONASI
Berperan dalam menetapkan arahan,,
struktur dan pola ruang penggunaan
sumber daya pesisir dari tiap zona pada
kawasan perencanaan yang menentukan
Zona merupakan ruang dimana kebijakan
di implementasikan
RENCANA PENGELOLAAN (Management
Plan)
Berperan untuk menyusun kerangka kebijakan,,
prosedur dan tanggung jawab untuk koordinasi
pengambilan keputusan diantara berbagai
lembaga/instansi pemerintah dalam rangka
persetujuan penggunaan sumberdaya atau
pembangunan di kawasankegiatan
perencanaan
RENCANA STRATEGIS
Berperan dalam menentukan visi dan
misi serta tujuan pengelolaan sumber
daya pesisir serta penerapan strategi
untuk mencapai tujuan
Bentuknya rumusan kebijakan daerah
mengenai pemanfaatan wilayah pesisir
RENCANA AKSI
(Action Plan)
Berperan dalam menyusun tata
waktu dan anggaran untuk satu
- tiga tahun untuk implementasi
berbagai kegiatan yang
diperlukan oleh instansi terkait
dan dunia usaha
16. PRINSIP-PRINSIP DASAR DALAM PENGELOLAAN PESISIR DAN
LAUTAN SECARA TERPADU
1. Wilpes adalah suatu sistem sumberdaya yang unik, perlu pedekatan
khusus dalam merencanakan dan mengelola pembangunannya
2. Air merupakan faktor keuatan penyatiu utama dalam ekosistem wilpes
3. Tata ruang daratan dan lautan harus direncanakan serta dikelola secara
terpadu
4. Daerah perbatasan antara laut dan darat hendaknya dijadikan fokus
utama dalam setiap program pengelolaan wilpes
5. Batas suatu wilayah pesisir harus ditetapkan berdasaran pada isu dan
permasalahan yang hendak dikelola serta bersifat adaptif
6. Pengelolaan wilpes adalah untuk mengkonversi sumberdaya milik
bersama
7. Pencegahan kerusakan akibat bencana alam dan konservasi
sumberdaya alam harus dikombinasikan dalam satu program PWPLT
8. Semua tingkat pemerintahan dalam suatu negara harus diikutsertakan
dalam perencanaan dan pengelolaan wilpes
9. Pendekatan pengelolaan disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam
17. 10. Evaluasi manfaaat ekonomi dan sosial dari ekosistem
pesisir serta partisipasi masyarakat dalam program
pengelolaan wilpes
11. Konservasi untuk pemanfatan berkelanjutan
12. Pengelolaan multiguna sangat tepat digunakan untuk
semu a sistem sumberdaya wilpes
13. Pemanfaatan multiguna merupakan kunci keberhasilan
dalam pembangunan wilpes secara berkelanjutan
14. Pengelolaan sumberdaya pesisir secara tradisional harus
dihargai
15. Analisis dampak lingkungan sangat penting bagi
pengelolaan wilpes secara efektif
19. Isu dan
permasalahan
Pendefenisian
Permasalaha
Aspirasi lokal
Nasional
Potensi sumberdaya
ekosistem
Peluang
Kendala
Tujuan dan
Sasaran
Pemantauan dan
Evaluasi
Mekanisme
Umpan balik
Pembangunan wilpes
berkelanjutan
Pelaksanaan
Rencana
Formulasi
Rencana
Gambar Proses Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan wilpes dan lautan
20. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM TAHAP
PERENCANAAN (IPPC, 1994)
1. Identifikasi isu dan permasalahan, kemudian menyusun tujuan dan
sasaran untuk menjawab permasalahan tersebut
2. Penentuan ruang lingkup spasial, waktu dan substansi dari
perencanaan
3. Identifikasi pihak-ihak terkait, dan melibatkan mereka dalam proses
pengelolaan yang ada
4. Analsis program, piranti kelembagaan, dan alat pengelolaan
5. Penyusunan seperangkat kegiatan (proyek) sesuai tujuan dan sasaran
yang telah dicanangkan serta kondisi sistem sosial-alamiah pesisir
yang ada
6. Pengumpulan dan analisis data saat ini dan mengevaluasi kebutuhan
akan informasi dan penelitian lebih lanjut
7. Pembuatan sistem pemantauan dan basis data terpadu
8. Penyediaan informasi bagi pembuat kebijakan untuk evaluasi
21. PROSES PERENCANAAN
• Proses perencanaan di Indonesia biasanya
dilakukan dalam hal : alokasi, pemanfaatan
dan evaluasi dari ruang dan sumberdaya
• Perencanaan terdiri atas tiga tingkatan yaitu
tingkat nasional, sektoral dan regional
(provinsi/kabupaten)
• Ketiga tingkat perencanaan tersebut
menentukan alokasi, pemanfaatan, dan
evaluasi dari segenap sumberdaya alam
wilayah pesisisr dan lautan.
22. Tingkatan proses perencanaan
1. Tingkat nasional : perencanaan merupakan
sebuah gambaran dasar pembangunanyang
disertai pertimbangan ekonomi dan keuangan
2. Tingkat sektoral : dilakukan olh departemen
teknis di tingkat pusat biasanya didasarkan
perkiraan keualaran sektoral menurut areal
geografis
3. Tingkat provinsi oleh semua provinsi
(BAPPEDA)
23. LEMBAGA TERKAIT DALAM
PENGELOLAAN
A. Lembaga Koordinasi
1. Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup/BAPEDAL
2. BAPPENAS
3. Departemen Dalam Negeri/Direktorat Jenderal
Pengembangan aerah (BANGDA)
4. Kantor Menteri Negara Riset dan
Teknologi/BPPT
5. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(BAKOSURTANAL
24. 6. LIPI
7. Panitia Koordinasi Wilayah Nasional
dan Dasar Laut/PANKORWILNAS
8. Badan Koordinasi Keamanan
Laut/BAKORKAMLA
9. LKMD
10. Bappeda Tk I dan II
25. B. Lembaga Sektoral
1. Departemen Kelautan dan Perikanan
2. Departemen Kehutanan
3.Departemen Perhubungan
4.Departemen Pertambangan dan Energi
5.Departemen Pertahanan dan Keamanan
6.Departemen Perdagangan dan Perindustrian
7.Departemen Pekerjaan Umum
8.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
9.Departemen Pariwisata
10. Menteri Koperasi
26. Setidaknya ada 14 sektor yang berkiprah di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil
27. PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERKAITAN
DENGAN PENGELOLAAN WILPES DAN LAUTAN
1. UU No. 4 Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia jo UU No.
17 Tahun 1985 tentang ratifikasi UNCLOS 1982
2. UU No.1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen
3. UU No. Tahun 1983 tentang penetapan kedaulatan untuk
mengelola perairan ZEE
4. UU No.4 Tahun 1982 tentang Pokok-pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup
5. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
dan Ekosistemnya
6. UU No. 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang
7. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil, dst
28. TAHAP IMPLEMENTASI
1. Menjamin bahwa struktur perencanaan sesuai dengan
implementasinya
2. Merancang pembangunan, mengoperasikan dan memelihara
bangunan fisik
3. Mengaplikasikan dan memodifikasikan peraturan seperti rencana
tata ruang
4. Menegakkan pelaksanaan strategi, peraturan dan baku mutu melalui
proses legal secara formal atau pendekatan persuasif, pendidikan dan
tradisi kemasyarakatan
5. Melibatkan peran serta kalangan swasta dan masyarakat umum
6. Identifikasi dan membuat perjanjian kotrak dengan lembaga sumber
dana untuk implementasikan program dan proyek
7. Melakukan pengamatan dan pemantauan proses-proses ekologisdan
sosial yang terjadi di wilpes dan interaksinya dengan kegiatan
manusia
8. Pemantauan dan evaluasi tingkat pencapaian hasil dari rencana
PWPLT
29. Penerapan Konsep Pembangunan Berkelanjutan
dalam pengelolaan wilpes dan lautan secara
terpadu
• Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk
memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau
menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987 dalam Dahuri,
dkk, 1996)
• Pembangunan berkelanjutan merupakan strategi
pembangunan yang membrikan semacam ambang batas pada
laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumberdaya alam
yang ada didalamnya.
• Ambang batas bersifat luwes (flexible) tergantung pada
kondisi teknologi dan sosial ekonomi pemanfaatan
sumberdaya alam dan kemampuan biofir untuk menerima
dampak kegiatan manusia.
30. • Pembangunan berkelanjutan adalah suatu
strategi pemanfaatan ekosistem alamiah
sedemikian rupa sehingga kapasitas
fungsional untuk memberikan manfaat bagi
kehidupan manusia tidak rusak.
• Konsep pembangunan berkelanjutan memiliki
4 dimensi a.l :
1. Dimensi ekologis : pemanfaatan sumberdaya
wilayah pesisir agar total dampak tidak
melebihi kapasistas fungsionalnya.
31. • Setiap ekosistem alamiah memiliki 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia
a.l : 1. Jasa-jasa pendukung kehidupan (udara, air bersih dan ruang
tempat hidup) ; 2. Jasa-jasa kenyamanan ( lokasi yang indah untuk
berekreasi); 3. Penyedia sumberdaya alam dapat diproduksi); 4. Penerima
limbah (kemampuan menyerap limbah dari kegiatan manusia, hingga
menjadi kondisi yang aman) (Ortolano, 1984 dalam Dahuri, dkk, 1996).
• Berdasarkan 4 fungsi tsb, maka terdapat 3 persyaratan yang dapat
menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan a.l
1. Keharmonisan spasial : tidak seluruh wilayah bisa dijadikan zona
pemanfaatan, tapi harus diperuntukan untuk zona preservasi dan
konservasi
2. Kapasitas asimilasi : kemampuan ekosistem pesisir untuk menerima
sejumah limbah sebelum ada indikasi terjadi kerusakan lingkungan dan
atau kesehatan yang tidak dapat ditoleransi
3. Pemanfaatan berkelanjutan : pemanfaatan harus memperhatikan
kemampuan daya dukung sumberdaya agar bisa dimanfaatkan secara
berkelanjutan
32. 2. Dimensi Sosial Ekonomi
• Total permintaan terhadap sumberdaya alam
dan jasa-jasa lingkungan tidak melampaui
kemampuan suplai
• Pemanfaatan wilpes dan sumberdaya
alamnya dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
33. 3. Dimensi Sosial Politik
• Permasalahan kerusakan lingkungan bersifat
eksternalitas dimana pihak yang menderita
bukan si pembuat kerusakan tapi masyarakat
miskin dan lemah (penebangan hutan
mangrove secara tidak bertanggung jawab)
• Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
membutuhkan suasana politik yang
demokratis dan transparan
34. 4. Dimensi Hukum dan Kelembanggaan
• Pembangunan berkelanjutan mengisyaratkan
perlu pengendalian diri dari setiap manusia
untuk tidak merusak lingkungan
• Penerapan sistem peraturan dan perundang-
undangan yang berwibawa dan kosisten
• Menanam etika pembangunan berkelanjutan
bagi seluruh manusia di muka bumi melalui
nilai-nilai keagamaan.
35. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
• Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam
bidang penangkapan ikan dan budidaya hewan
dan tanaman air
• Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi
yang mencakup penangkapan/pengumpulan
hewan dan tanaman air yang hidup di
laut/perairan umum secara bebas.
• Perikanan budidaya adalah kegiatan ekonomi
yang terkait dengan pemeliharaan hewan dan
tanaman air yang hidup di laut/perairan umum
secara bebas.
36. PERMASALAHAN PENGELOLAAN
PERIKANAN
1. Kurangnya informasi tentang data perikanan ( data ekologi,
stok ikan, produksi/pendaratan hasil tangkapan, jumlah alat
tangkap dan jumlah nelayan.
2. Penurunan hasil tangkapan karena berkurangnya jumlah
nelayan, stok ikan menurun , tangkap lebih, penggunaan
alat tangkap yang bersifat merusak dan rusaknya lingkungan
habitat
3. Dukungan pemerintah masih terbatas ( kurangnya respons
pemerintah terhadap kemunduran hasil tangkapan)
4. Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam melindungi
sumberdaya perikanan
5. Pendidikan formal tentang lingkungan hidup
6. Memberdayakan dan meningkatkan partisipasi
37. KONSEP DASAR PENGELOLAAN
• Pengelolaan sumberdaya perikanan
membutuhkan informasi sebagai dasar untuk
menetapkan berbagai rencana dan aturan
untuk menata pemanfaatan sumberdaya ikan
1.Data biologi dan ekonomi setiap kegiatan
perikanan
2.Penanggulangan penyusutan stok
3.Rancangan kelembagaan dan regulasi
38. SUMBERDAYA IKAN
• Ikan dilaut milik siapa
• Milik bersama (common property) :
sumberdaya ikan milik bersama dan menajdi
tanggung jawab bersama dalam mengurus,
memelihara dan mempertahankan
kelestariannya.
• Mengapa harus dikelola :agar pemanfaatan
sumberdaya ikan tidak dilakukan secara
sembarangan
• Sumberdaya ikan bersifat dapat pulih
• Berapa banyak yang boleh dtangkap
39. Pengertian Pengelolaan Perikanan
• Pengertian pengelolaan perikanan : rangkaian
tindakan yang terorganisasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan terutama untuk
memanfaatkan dan memelihara sumberdaya
perikanan secara berkelanjutan
• Menurut FAO pengelolaan perikanan adalah
proses yang terpadu antara pengumpulan
informasi, melakukan analisis, membuat
perencanaan, melakukan konsultasi,
pengambilan keputusan, menentukan alokasi
sumberdaya, perumusan dan pelaksanaan.
40. Tujuan Pengelolaan
1. Mempertahankan kelestarian sumberdaya
ikan dan kelanjutan kegiatan produksi
2. Meningkat kesejahteraan ekonomi dan sosial
nelayan
3. Menjamin upaya pemenuhan kebtuhan
masyarakat dan industri sumber makanan.
41. • Dalam praktek pelaksanaan pengelolaan pihak
pengelola harus dapat menentukan pilihan terbaik
mengenai : tingkat perkembangan perikanan yang
diijinkan, tingkat pemanfaatan, ukuran ikan yang
boleh ditangkap, lokasi penangkapan yang dapat
dimanfaatkan, bagaimana mengatur alokasi
keuangan untuk menyusun aturan/regulasi
pengelolaan, penegakan hukum (law inforcement),
pengembangan produksi, dsb.
• Tujuan pengelolaan dibedakan atas 4 macam yaitu
aspek biologi (jumlah tangkapan optimum), ekonomi
(tingkat pendapatan), soasial (sumber mata
pencaharian) dan rekreasi (pemancingan komersial,
hiburan dan pariwisata)
43. Pengelolan Sumberdaya Perikanan
Berbasis Masyarakat
• Pengelolaan sumberdaya perikanan (fishery
management) merupakan suatu upaya dalam
menjaga kesinambungan (sustainability)
sumberdaya perikanan
• Pengelolaan sumberdaya perikanan terdiri
atas tiga bagian yaitu
a. Pemerintah (Command and Control)
b. Community Based Management (CBM)
c. Co-management
44. 1. Model Command and Control merupakan
model konvensional. Artinya pemerintah yang
memegang seluruh kendali pengelolaan
sumberdaya perikanan (pengelolaan secara
sentraistik).
• Model pengelolaan ini tidak memberikan
kesempatan bagi nelayan atau pelaku usaha
perikanan tidak diberi kesempatan dalam
mengelolaa sumberdaya perikanan
• Pengelolaan oleh pemerintah didasarkan pada
tiga fungsi : fungsi alokasi, distribusi dan
stabilisasi.
45. • Fungsi alokasi melalui regulasi
• Fungsi distribusi merupakan upaya untuk
mewujudkan keadilan dan kewajaran
sesuai pengorbanan dan biaya yang
dibebankan pada setiap orang atau
kelompok
• Fungsi keadilan(stabilisasi) dilakukan
dalam bentuk keberpihakan pada yang
posisinya lemah
46. Kelemahan dari pengelolaan sumberdaya yang
berpusat pada pemerintah
1. Kelemahan pemerintah dalam menegakkan aturan
2. Kesulitan dalam penegakan hukum
3. Ketidaksesuaian antara aturan yang dibuat dan
kenyataan di lapangan
4. Muncul berbagai aturan yang saling bertentangan
5. Tingginya biaya transaksi
6. Banyaknya wewenang yang tersebar dibanyak instansi
7. Ketidakaturan data untuk mengambil keputusan
8. Kegagalan dalam merumuskan keputusan manajemen
47. 2. Community Based Management/CBM
(Pengelolaan Berbasis Masyarakat)
• Pengelolaan Berbasis Masyarakat (CBM)
merupakan pengelolaan sumberdaya
perikanan yang dilakukan sepenuhnya
oleh nelayan atau pelaku usaha
perikanan melalui organisasi yang
sifatnya informal.
• Contoh : Sistem Sasi di Maluku; Awig-
Awig di Lombok
48. Kelebihan Model CBM
1. Tingginya rasa kepemilikan terhadap
sumberdaya
2. Aturan-aturan yang dibuat realistis secara
sosial dan ekologi, sehingga dapat diterima
dan dijalankan masyarakat
3. Rendahnya biaya transaksi dalam
pengelolaan sumberdaya karena dilakukan
oleh masyarakat sendiri seperti kegiatan
pengawasan
49. Kelemahan Model CBM
1. Tidak mampu mengatasi masalah
interkomunitas
2. Bersifat lokal
3. Sulit mencapai skala ekonomi karena bersifat
lokal dan hanya dianut suatu masyarakat
4. Tingginya biaya institusionalisasi utnuk
proses edukasi, penyadaran dan sosialisasi
kepada masyarakat
50. 3. Model Co-Management
• Co-Management adalah pembagian atau
pendistribusian tanggung jawab dan
wewenang antara pemerintah dan
masyarakat lokal dalam mengelola
sumberdaya perikanan
• Dalam model ini pemerintah dan masyarakat
turut bertanggung jawab dalam seluruh
tahapan pengelolaan sumberdaya perikanan.
Dalam hal ini pemerintah dan masyarakat
adalah mitra sejajar.
51. Hirarki Co-management
• Co-management perikanan terdiri dari beberapa
bentuk pola kemitraan serta derajat pembagian
wewenang dan tanggung jawab antara masyarakat
dan pemerintah
• Hirarki dimulai dari 1. pemerintah hanya
berkonsultasi dengan masyarakat nelayan sebelum
suatu peraturan pengelolaan sumberdaya perikanan
dirumuskan dan dijalankan. 2. Nelayan merancang,
mengimplementasi, dan menegakkan hukum dan
aturan dengan dibantu oleh pemerintah
52. Variasi Co-management
1. Peranan pemerintah dan masyarakat dalam
pengambilan keputusan
2. Bentuk tugas dan fungsi manajemen
3. Tahap proses manajemen ketika kerjasama
pengelolaan terwujud
53. 10 Bentuk Co-management (Pomeroy dan
Berkes (1997) dalam Nikijuluw (2002)
1. Masyarakat hanya memberikan informasi kepada pemerintah
sebagai bahan perumusan manajemen
2. Masyarakat dikonsultasi oleh pemerintah
3. Masyarakat dan pemerintah saling kerjasama
4. Masyarakat dan pemerintah saling berkomunikasi
5. Masyarakat dan pemerintah saling tukar informasi
6. Masyarakat dan pemerintah saling memberi nasihat dan saran
7. Masyarakat dan pemerintah melakukan kegiatan atau aksi
bersama
8. Masyarakat dan pemerintah bermitra
9. Masyarakat mengawasai aturan yang dibuat pemerintah
10. Masyarakat lebih berperan aktif melakukan koordinasi antar
lokasi atau daerah dan dibantu pemerintah
54. 5 Bentuk Co-management menurut Sen dan
Nielsen (1996) dalam Nikijuluw (2002)
1. Instruktif : tidak banyak informasi yang ditukarkan antara
pemerintah dan masyarakat (pemerintah lebih dominan).
Contoh : Co-management Perairan umum di Bangladesh, Co-
management Danau Kariba di Zambia.
2. Konsultasi : Masyarakat mendampingi pemerintah dalam
menjalankan co-management (Posisi antara pemerintah dan
masyarakat hampir sama). Contoh . Danau Malombe di Malawi.
3. Koperasi : posisis pemerintah dan masyarakat sama. Contoh:
Kawasan lindung laut di P. San-Salvador Filipina, Kawasan Hak
Ulayat di Fiji
4. Pengarahan/pendampingan/advokasi : peran masyarakat lebih
besar dari pemerintah. Contoh : Regulasi waktu penangkapan di
Denmark
5. Informasi : peran pemerintah lebih sedikit dari masyarakat.
Contoh :Organisasi produsen Ikan Sebelah di Belanda
55. • Tugas Co-management berbeda pada setiap
co-management. Perbedaan tergantung pada
bentuk, tujuan dan skala co-management.
• Tugas tersebut mencakup : Perumusan
kebijakan, Estimasi potensi sumberdaya,
Penentuan hak-hak pemanfaatan
sumberdaya, Pengaturan cara penangkapan
ikan, pengaturan pasar, pemantauan,
pengendalian dan penegakkan hukum.
• Tahap proses manajemen : perencanaan,
implementasi dan evaluasi