Dokumen tersebut membahas peran dan fungsi pemimpin dalam manajemen konflik, termasuk strategi penyelesaian konflik seperti kompromi, kompetisi, akomodasi, dan kolaborasi. Dokumen tersebut juga memberikan contoh kasus konflik antara perawat dan kepala ruangan rumah sakit serta solusi penyelesaiannya dengan kompromi.
Peran dan fungsi pemimimpin dalam manajemen konflik
1. PERAN DAN FUNGSI PEMIMIMPIN DALAM
MANAJEMEN KONFLIK
Disusun Oleh :
1. Rizki Sefriyanto (108114024)
2. Iqbal Aziz D (108114025)
3. Rizki Noorfian (108114026)
4. Indra Hartono (108114027)
5. Luciana R (108114028)
6. Safitri Dewi (108114029)
7. Eka Mailina I (108114030)
8. Laelatul M (108114031)
9. Alfiani D W (108114032)
10. Syarah Eka P (108114033)
11. Tri Puji Rahayu (108114034)
12. Siti Marfungah (108114035)
13. Siti Nur’aeni (108114036)
14. Wisnu Aji S (108114037)
15. Ahmad Faqih F (108114039)
16. Nina Herlina (108114040)
17. Desi Ika Putri (108114041)
18. Fidya P (108114042)
19. Sellvy K (108114043)
20. Rulieti (108114044)
21. Sutrimo (108114045)
22. Sulistia Rini (108114046)
23. Yahya Saiful R (108114047)
24. Sumintri (108114048)
S1 KEPERAWATAN
STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2015/2016
2. Peran dan Fungsi Pemimimpin Dalam Manajemen Konflik
A. PENGERTIAN
Pemimpin adalah suatu lakon atau peran atau ketua dalam sistem dalam suatu
organisasi atau kelompok. Sedangkan kepemimpinan merupakan kemampuan yang
dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja guna mencapai
tujuan dan sasaran. (Suyanto, S.Kp, M.Kep. 2009). Pemimpin adalah seorang yang akan
diikuti atau dipatuhi oleh orang lain secara sukarela atau tanpa paksaan. (Lundberg, 1982)
Jadi pemimpin adalah orang yang memimpin atau seseorang yang mempergunakan
wewenang dan mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya
dalam mencapai tujuan organisasi.
B. PENGERTIAN KONFLIK
Deutsch dikutip dari Monica (1998) mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan
atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman keseimbangan antara perasaan,
pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang. Marquis & Huston (2010) mendefinisikan konflik
sebagai perselisihan internal atau ekternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai, atau
perasaan antara dua orang atau lebih.
Jadi konflik adalah suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya perbedaan pendapat
atau perbedaan cara pandang antara individu yang saling berinteraksi yang dimulai dari
dalam individu itu sendiri, antar kelompok dan antarorganisasi.
C. PERAN PEMIMPIN DALAM MANAJEMEN KONFLIK
Peran pemimpin dalam manajemen konflik menurut Nurhidayah , 2012:181
1. Pemimpin menganalisa jumlah dan tipe konflik yang terjadi sehingga bisa fokus
dalam mengatasinya.
2. Manajer seharusnya mengevaluasi setiap level konflik yang terjadi dan melihat
apakah manajer dan bawahannya kuat dalam menghadapi konflik.
3. Ketika manajer terlibat konflik seharusnya berpikir eksplisit. Dalam negosiasi,
manajer perlu menentukan dan mengidentifikasi isu yang pasti akan dinegosiasikan.
4. Manajer seharusnya hati-hati menentukan apakah sikap dalam negosiasi telah
memenuhi standar normal sebelum bernegosiasi.
3. 5. Manajer seharusnya tidak terlalu tertekan dalam mempersiapkan sebuah negosiasi.
6. Jika seorang manajer melibatkan pihak ketiga dalam penanganan konflik mereka
harus mengontrol proses dan hasil dari perdebatan/diskusi
D. FUNGSI PEMIMPIN DALAM MANAJEMEN KONFLIK
1. Fungsi Instruktif
Fungsi instruktif adalah komunikasi satu arah dengan kemampuan pimpinan
menggerakkan orang lain agar melaksanakan perintah, yang bersumber dari keputusan
yang telah ditetapkan dimana pemimpin harus bisa memutuskan penyelesaian konflik
dengan tepat dan bijaksana. Dalam penyelesaian konflik, ketika pemimpin sudah
mencari penyebab konflik, menganalisis masalah tersebut dan memutuskan cara
penyelesaiannya, bawahan yang mengalami konflik harus menjalankan perintah
pemimpinnya untuk menyelesaikan konflik.
2. Fungsi Konsultatif
Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan pimpinan,
akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga
kepemimpinan berlansung efektif. Fungsi ini mengharuskan pimpinan belajar menjadi
pendengar yang baik, yang biasanya tidak mudah melaksanakannya, mengingat
pemimpin lebih banyak menjalankan peranan sebagai pihak yang didengarkan.
3. Fungsi Partisipasi
Fungsi partisipasi hanya akan terwujud jika pemimpin mengembangkan
komunikasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran pendapat, gagasan dan
pandangan dalam memecahkan masalah-masalah, yang bagi pimpinan akan dapat
dimanfaatkan untuk mengambil keputusan-keputusan.
4. Fungsi Delegasi
Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan, pemimpin harus bersedia
dapat mempercayai orang-orang lain, sesuai dengan posisi/jabatannya, apabila diberi
pelimpahan wewenang. Sedang penerima delegasi harus mampu memelihara
kepercayaan itu, dengan melaksanakannya secara bertanggung jawab.
5. Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses atau efektif
mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang
efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.
4. E. STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
1. Kompromi atau negosiasi
Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling
menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. Enyelesaian strategi ini sering
diartikan sebagai “lose-lose situation”. Kedua unsur yang terlibat meyerah dan
menyepakati hal yang telah dibuat. Di dalam manajemen keperawatan, strategi ini
sering digunakan oleh middle dan top manajer keperwatan. (Nursalam, 2009:127)
Ketika masing-masing pihak yang berkonflik berusaha mengalah dalam satu
atau lain hal, terjadilah tindakan berbagi, yang mendatangkan kompromi. Dalam
maksud kompromis (compromising), tidak jelas siapa yang menang siapa yang kalah.
Alih-alih, muncul kesediaan dari pihak-pihak yang berkonflik untuk membatasi objek
konflik dan menerima solusi meski sifatnya sementara. Karena itu ciri khas maksud
kompromis adalah bahwa masing-masing pihak rela menyerahkan sesuatu atau
megalah.contohnya bisa berupa kesediaan untuk menerima kenaikan gaji 2 dollar per
jam dan bukannnya 3 dollar, untuk menerima kesepakatan parsial dengan sudut
pandang tertentu, dan untuk mengaku turut bertanggungjawab atas sebuah
pelanggaran. (Robbins, 2008:182)
2. Kompetensi
Strategi ini dapat diartikan sebagai “win/lose” penyelesaian konflik.
Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang
menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah
kemarahan, putus asa, dan keinginan untuk perbaikan di masa mendatang. (Nursalam,
2009:127)
Ketika seseorang berusaha memperjuangkan kepentingannya sendiri, tanpa
memedulikan dampaknya atas pihak lain yang berkonflik, orang dapat kita katakan
sedang bersaing (competing). Contoh dari perilaku ini mencakup maksud untuk
mencapi tujuan anda dengan mengurbankan tujuan orang lain, berupaya meyakinkan
orang lain bahwa kesimpulan anda benar dan kesimpulan ia salah, dan mencoba
membuat orang lain dipesalahkan atas suatu masalah. (Robbins, 2008:181)
3. Akomodasi
Ketika salah satu pihak berusaha menyenangkan hati lawannya, pihak tersebut
kiranya akan bersedia menempatkan kepentingan lawan diatas kepentingannya
sendiri. Dengan kata lain, agar hubungan tetap terpelihara, salah satu pihak bersedia
berkurban. Kita menyebut maksud ini sebagai akomodatif (accommodating).
5. Contohnya adalah kesediaan untuk mengurbankan kepentingan Anda sehingga tujuan
pihak lain dapat tercepai, mendukung pendapat orang lain meskipun Anda sebenarnya
enggan, serta memaafka seseorang atas suatu pelanggaran dan membuka pintu bagi
pelanggaran selanjutnya. (Robbins, 2008:182)
Istilah lain yang sering digunakan adalah “cooperative”. konflik ini berlawanan
dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha mengakomodasi
permasalahan, dan memberi kesempatan pada orang lain untuk menang. Masalah
utama pada strategi ini sebenarnya tidak terselesaikan strategi ini biasanya digunakan
dalam politik untuk merebut kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya. (Nursalam,
2009:127)
4. Smootting
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi kompnen
emosional dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang terlibat dalam konflik
berupaya mencari kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan
introspeksi diri. Strategi ini bisa diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk
konflik yang besar, misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi,tidak dapat
dipergunakan. (Nursalam, 2009:128)
5. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah
yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalah.
Strategi ini biasanya dipilih bila ketidak sepakatan membahayakan kedua pihak, biaya
penyelesaian lebih besar daripada menghindar, atau perlu orang ketiga dalam
menyelesaikannya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya .
(Nursalam, 2009:128)
Seseorang mungkin mengakui adanya konflik namun ia ingin menarik diri atau
menekannya. Contoh-contoh dari perilaku meghindar (avaiding) adalah mencoba
mengabaikan sesuatu konflik dan menghindari orang lain yang tidak bersepakat
dengan anda. (Robbins, 2008:182)
6. Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “win-win solution”. Dalam kolaborasi, kedua
unsur yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerjasama dalam mencapai
suatu tujuan. Karena keduanya meyakini akan tercapainya suatu tujuan yang telah
ditetapkan, masing-masing meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan
bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat
6. tidak mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan masalah, dan tidak adanya
kepercayaan dari kedua kelompok atau seseorang. (Nursalam, 2009:128)
Ketika setiap pihak yang berkomplik berkeinginan untuk bersama-sama
memperjuangkan kepentingan kedua belah pihak, dapat dikatakan mereka sedang
bekerjasama dan mengupayakan hasil yang sama-sama menguntungkan. Dalam
bekerja sama (collaborating), maksud para pihak adalah menyelesaikan masalah
dengan memperjelas perbedaan ketimbang mengakomodasi sudut pandang.
Contohnya adalah upaya untuk mencari solusi menang-menang yang memungkinkan
tujuan belah pihak sepenuhnya tercapai dan pencarian kesimpulan yang menyatakan
wawasan yang valid dari kedua belah pihak. (Robbins, 2008:181-182)
F. CONTOH KASUS
Tn.A dirawat sudah 3 hari di RSE dengan BPH dan hari ini tanggal 6 februari 2011
pkl 11:00 WIB dilaksanakan operasi.Opersi selesai pukul 13:00 WIB.Perawat di
Instruksikan oleh dokter untuk mengganti kateter Tn.A minimal 1x dalam 3 hari.Perawat
A dinstruksikan oleh CI untuk mengganti kateter Tn.A pada tanggal 9 Februari.Pada
tanggal 9-11 februari 2011 CI mengikuti rapat di Diklat RSE. Pada tanggal 9 Februari
tersebut Perawat A lalai/lupa untuk mengganti kateter Tn.A.Pada saat dokter visite ,Tn.A
di diagnose terkena ISK.Dokter langsung menanyakan kepada CI mengenai perawatan
kateter Tn.A apakah diganti secara rutin setiap 3 hari sekali.Dokter mengatakan bahwa CI
tidak becus dalam melakukan perawatan pada pasien..Pada tanggal 12 Februari 2011
setelah selesai mengikuti rapat, CI langsung menanyakan kepada Perawat A,apakah sudah
melakukan perawatan kateter sesuai yang di instruksikannya. Perawat A mengatakan
bahwa Ia lupa untuk mengganti kateter tersebut.Hal tersebut menyebabkan timbul konflik
antara Perawat A dengan CI dan antara Dokter dengan CI.
Penyelesaian Kasus
Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain :
1. Introspeksi diri
2. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat.
3. Identifikasi sumber konflik
4. Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang
tepat.
7. Dari kasus di atas penanganan konflik yang tepat yaitu menggunakan Metode
Kompromi dimana Sebagai Kepala Ruangan harus memanggil CI, Perawat A dan
mendengarkan penjelasan terlebih dahulu dari kedua belah pihak dan memberikan
sanksi kepada CI yang lupa mengingatkan kembali kepada perawat A pada tanggal 9
februari kemarin untuk melakukan penggantian kateter dan juga kepada perawat A yang
telah lalai melaksanakan tugasnya.
8. DAFTAR PUSTAKA
Winardi. 2000. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rineka Cipta.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39781/4/Chapter%20II.pdf