MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
Siklus respon seksual
1. SIKLUS RESPON SEKSUAL DAN FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI SEKSUAL
Disusun oleh :
Kelompok 7
1. Yahya Saiful R
2. Eka Mailina Indriati
3. Retno Dwi Jayanti
4. Aisah Fitriani
5. Anah Nur Aliyah
6. Siti Karina H
Program Studi SI Keperawatan
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKES)
Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap
2014/2015
2. A. Siklus ResponSeksual
Siklus respon seksual adalah tahapan yang terjadi saat kita melakukan kegiatan
seksual. Secara ilmiah siklus respon seksual diartikan sebagai perubahan fisik dan
emosional yang terjadi saat seseorang terangsang dan merangsang secara seksual melalui
kegiatan seksual. Siklus respon seksual dapat Anda rasakan saat berhubungan seksual dan
masturbasi.
Siklus respon seksual dengan fase-fase excitement, plateu, orgasmus dan resolusi.
Fase-fase ini adalah akibat dari vasokontriksik dan miotonia, yang merupakan respon
fisiologis dasar dari rangsangan seksual (master dan johnson, 1996).
Menurut Master dan Johnson (1966) siklus respon seksual terdiri dari fase
excitement, plateu, orgasmus, dan resolusi.
1. Tahap Excitement (peningkatan bertahap dalam rangsangan seksual)
Yang terjadi pada wanita pada tahap ini adalah:
Lubrikasi vaginal: yaitu dinding vagina berkeringat
Ekspansi 2/3 bagian dalam rongga vagina (lorong vagina membuka)
Peningkatan sensitivitas dlam pembesaran klitoris serta labia
Terjadi ereksi puting dan peningkatan ukuran payudara
Yang terjadi pada pria pada tahap ini adalah:
Ereksi penis (penambahan besar penis dari yang sebelumnya)
Penebalan dan elevasi skrotum
Pembesaran skrotum
Ereksi puting susu dan pembengkakan (tumescence)
2. Tahap Plateu (penguatan respon fase exicetement)
Yang terjadi pada wanita pada tahap ini adalah:
Pembesaran klitoris (retraksi klitoris di bawah topi klitoris)
Pembentukan platform orgasmus: pembengkakan 1/3 luar vagina dan labia
minora
Elevasi serviks dan uterus: perubahan warna kulit yang tampak hidup pada
labia minora
3. Pembesaran areola dan payudara
Peningkatan tegangan otot dan pernafasan
Peningkatan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi
pernafasan
Yang terjadi pada pria pada tahap ini adalah:
Peningkatan ukuran glans (ujung) penis
Peningkatan intensitas warna glans
Elevasi dan peningkatan 50% ukuran testis
Peningkatan tegangan otot dan pernafasan
Peningkatan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi
pernafasan
3. Tahap Orgasmus (penyaluran kumpulan darah dan tegangan otot)
Yang terjadi pada wanita pada tahap ini adalah:
Kontraksi volunter platformorgasmik, uterus, rektal, spinter uretral, dan
kelompok otot lain
Hiperventilasi dan peningkatan frekuensi jantung
Memuncaknya frekuensi jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan
Yang terjadi pada pria pada tahap ini adalah:
Penutupan sfinter urinarius internal
Sensasi ejakulasi yang terjadi tertahankan
Kontraksi duktus deferens vesikel seminalis prostat dan duktus ejakulatorius
Relaksasi sfinter kandung kemih eksternal
Memuncaknya frekuensi jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan
Ejakulasi
4. Tahap Resolusi (fisiologis dan psikologis kembali ke dalam keadaan tidak terangsang)
Yang terjadi pada wanita pada tahap ini adalah:
Relaksasi bertahap pada dinding vagina
Perubahan warna yang cepat pada dinding labia minora
Berkeringat
Secara bertahap frekuensi jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan
kembali normal
4. Wanita mampu kembali mengalami orgasmus karena tidak mengalami periode
refraktori seperti yang terjadi pada pria
Yang terjadi pada pria pada tahap ini adalah:
Kehilangan eresi penis
Periode refraktori ketika dilanjutkan stimulasi menjadi tidak enak
Reaksi berkeringat
Penurunan testis
Secara bertahap frekuensi jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan
kembali normal.
Grafik siklus respon pada pria dan wanita
a. Siklus respon seksual pria
a. Siklus respon seksual wanita
5. B. Faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas antara lain:
1. Faktor Fisik
Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik,
karena bagaimanapun aktivitas seks bisa menimbulkan nyeri dan ketidaknyamanan.
Kondisi fisik dapat berupa penyakit ringan/berat, keletihan, medikasi maupun citra
tubuh. Citra tubuh yang buruk terutama disertai penolakan atau pembedahan yang
mengubah bentuk tubuh menyebabkan seseorang kehilangan gairah.
2. Faktor Hubungan
Masalah dalam berhubungan (kemesraan, kedekatan ) dapat mempengaruhi
hubungan seseorang untuk melakukan aktivitas seksual. Hal ini sebenarnya
tergantung dari bagaimana kemampuan mereka dalam berkompromi dan bernegosiasi
mengenai seksual yang dapat diterima dan menyenangkan.
3. Faktor Gaya Hidup
Gaya hidup disini meliputi penyalahgunaan alkohol dan aktivitas seks,
ketersediaan waktu mencurahkan perasaan dan berhubungan, dan penentuan waktu
yang tepat untuk aktivitas seks . Penggunaan alkohol dapat menyebabkan rasa
sejahtera atau gairah palsu dalam tahap awal seks dengan efek negatif yang jauh lebih
besar dibanding perasaan eforia palsu tersebut. Sebagian klien mungkin tidak
mengetahui bagaimana mengatur waktu antara bekerja dengan aktivitas
seksual,sehingga pasangan yang sudah merasa lelah bekerja merasa kalau aktivitas
seks merupakan beban baginya.
4. Faktor Harga Diri
Jika harga dirinya seksual tidak di perlihara dengan mengembangkan perasaan
yang kuat tentang seksual diri dan dengan mempelajari ketrampilan seksual,aktivitas
seksual mungkin menyebabkan perasaan negatif atau tekanan perasaan seksual
(Purnawan,2004).
5. Meningkatnya Seksualitas
Usia kematangan seksual bagi remaja putri pada saat usia haid pertama 13
tahun. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah
laku seksual tertentu, semakin tinggi dorongan seksual maka tingkat perilaku
seksualnya juga semakin tinggi.
6. 6. Penundaan Usia Perkawinan
Adanya undang-undang perkawinan yang menetapkan batas usia menikah
sedikitnya 17 tahun untuk wanita dan 20 tahun untuk pria. Norma sosial makin lama
makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, persiapan mental. Norma agama yang melarang untuk melakukan
hubungan seksual sebelum menikah.
7. Adanya Penyebaran Informasi dan Rangsangan Seksual Melalui Media
Dengan teknologi yang canggih memudahkan untuk mengakses media yang
merangsang seksualitas remaja.
8. Pergaulan yang Makin Bebas
Membuat perilaku seksual yang berbahaya semakin meningkat.
9. Ketaatan Beragama
Landasan agama yang kuat berpengaruh terhadap bentuk perilaku seksual
remaja.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon suami
1. Kesibukan
Dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosial menjadikan pasangan suami
istri lupa akan kebutuhan seks mereka, mereka lebih menikmati hidup apabila mereka
kebutuhan ekonominya dikatakan layak dan kebutuhan sosialnya terpenuhi. Mereka
rela pergi pagi-pagi dan pulang sudah larut malam. Intenitas bertemu juga jarang
walaupun mereka pergi kerja bersama-sama dan pulangnya pun bersama-sama. Tetapi
mereka jarang berkomunikasi dan mereka larut dalam pikiran masing-masing karena
kecapekan atau sebab lain mengenai masalah kerja.
2. Faktor Anak
Seringkali anak menjadi alasan klasik mengapa pasangan kita tidak mau diajak
berhubungan seks. Awal pernikahan sebelum ada kehadiran seorang anak, kegiatan
seks begitu menyenangkan, tetapi setelah ada kehadiran anak kegiatan itu pun
terhalang apalagi kalau anak kita masih kecil-kecil dan masih tidur sekamar
dengan kita.
7. 3. Faktor Fisik
Kesehatan adalah modal utama dalam hubungan seks, tanpa kesehatan seks
pun menjadi terhalang. Orang yang kesehatannya prima maka untuk memenuhi
kebutuhan akan seks tidak begitu terhalang. Lain lagi kalau kondisi orang itu sakit
atau kondisi fisik yang tidak sempurna, secara tidak langsung kebutuhan seks pun
terhambat karena keterbatasan tersebut.
4. Faktor Psikologi
Tidak jarang kita jumpai banyak orang merasa stres karena apa yang menjadi
impiannya selama ini belum atau bahkan tidak terwujud, atau faktor pekerjaan di
kantor yang di bawah tekanan sehingga mudah sekali orang menjadi stress. Atau
seseorang yang sangat rentan mengalami stress karena masalah yang sebenarnya
masih bisa diatasinya. Apapun wujud dan sebab dari stres itu secara tidak langsung
akan mempengaruhi kehidupan seksnya. Mereka merasa tidak bergairah dalam
menjalani hidup apalagi seseorang yang mengalami stres berat.
5. Faktor Pasangan
Yang dimaksud disini adalah faktor suami atau istri, kadang kala kita sudah
menggebu dan sangat bergairah ingin sekali berhubungan suami istri atau bercinta
dengan pasangan . Dan tidak jarang pasangan kita menolak untuk diajak
berhubungan. Banyak alasan yang diutarakan karena penolakannya. Akibatnya gairah
kita yang tadinya membara menjadi dingin seketika karena penolakan pasangan kita.
6. Persepsi suami dan istri tentang pengaruh tubektomi terhadap respon seksual.
Respon seksual antara suami dan istri di anggap sebagai rasa suka cita bagi
setiap pasangan yang telah menikah. Setelah menikah mereka mendapatkan keturunan
dan mengikuti program pemerintah maka di wajibkan bagi ibu untuk melakukan
tubektomi bagi pasangan usia subur (PUS) dan wanita dengan kondisi kesehatan
yang mengharuskan untuk melakukan tubektomi. Istri sering mengalami kecemasan
pada saat memilih kontrasepsi tubektomi sehingga suami diikut sertakan dalam
konseling. Tujuan dilakukannya konseling kontrasepsi tubektomi di harapkan agar
suami mengerti secara terperinci dan jelas manfaat dari kontrasepsi tubektomi. Dari
penjelasan tersebut bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan resproduksi
serta aktif dalam penggunaan kontrasepsi ini (Pinem,2002). Pasangan yang memilih
metode tubektomi akan terbebas dari rasa kecemasan akan terjadinya kehamilan.
Ketakutan akan kehamilan apabila terlambat haid atau lupa belum melakukan
kontrasepsi seperti minum pil atau suntik sehingga dapat memicu permintaan untuk
8. dilakukan tubektomi. Wanita yang melakukan tubektomi akan merasa terbebas dari
kecemasan kehamilan, pasangan ini menikmati koitus dengan cara yang sebelumnya
tidak mereka lakukan. Pasangan ini juga akan terbebas dari kecemasan terhadap
biaya, karena tubektomi dilakukan sekali seumur hidup (Suzanne, 2008).
Peneliti mencatat bahwa wanita dan pasangannya lebih menikmati seks karena
mereka bebas dari rasa cemas atas potensi kehamilan yang tidak direncanakan. Hasil
penelitian diatas tidak menemukan secara jelas apa penyebab kondisi diatas, namun
dimungkinkan karena perasaan bebas dari rasa kecemasan ada terjadi kehamilan yang
tidak diinginkan (Okezone, 2010).
Hasil penelitian Smith menunjukkan bahwa wanita yang telah menjalani
prosedur tubektomi menunjukkan resiko rendah terhadap masalah-masalah seksual
tertentu (disfungsi seksual). Bahkan mereka cenderung lebih bahagia dengan
kehidupan seksualitas dari wanita lain yang tidak melakukan tubektomi. Salah satu
faktor yang menakutkan bagi wanita yang tubektomi adalah mengalami resiko
disfungsi seksual.
Secara fisiologis tidak ada alasan bahwa tubektomi akan menyebabkan
masalah seksual. Disamping itu hasil penelitian menemukan 36% wanita yang telah
menjalani tubektomi mendapat respon seksual yang sangat tinggi kepuasannya,
sedangkan pada wanita yang tidak menjalani tubektomi hanya 30% yang
menunjukkan rasa kepuasan terhadap respon seksual yang sangat tinggi (Sahid, 2008).