2, SM, Sukrasno, Hapzi Ali, Vision and Company Mission Longterm Objective Corporate Culture Corporate Governance and The Agency Theory, Universitas Mercu Buana, 2018.pdf
Dokumen tersebut membahas tentang visi dan misi perusahaan, tujuan jangka panjang, budaya perusahaan, tata kelola perusahaan, dan teori keagenan serta memberikan contoh implementasinya di Kementerian Keuangan."
Similar to 2, SM, Sukrasno, Hapzi Ali, Vision and Company Mission Longterm Objective Corporate Culture Corporate Governance and The Agency Theory, Universitas Mercu Buana, 2018.pdf
Similar to 2, SM, Sukrasno, Hapzi Ali, Vision and Company Mission Longterm Objective Corporate Culture Corporate Governance and The Agency Theory, Universitas Mercu Buana, 2018.pdf (20)
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
2, SM, Sukrasno, Hapzi Ali, Vision and Company Mission Longterm Objective Corporate Culture Corporate Governance and The Agency Theory, Universitas Mercu Buana, 2018.pdf
1. Universitas Mercu Buana
Mata Kuliah: Strategic Management
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
Nama Mahasiswa: Sukrasno
NIM: 55117120110
VISION AND COMPANY MISSION, LONGTERM OBJECTIVE, CORPORATE CULTURE,
CORPORATE GOVERNANCE DAN THE AGENCY THEORY
1) Visi dan Misi Perusahaan
a. Visi perusahaan (company vision)
Visi perusahaan merupakan keinginan perusahaan yang bersifat ideal yang dirumuskan secara
seksama, yang menentukan arah atau keadaan masa depan. Para peneliti melihat visi sebagai
hal yang penting untuk kepemimpinan, implementasi strategi dan perubahan (Doz &
Prahalad, 1987; Hunt, 1991; Robbins & Duncan, 1988; Sashkin, 1998).
Adapun tujuan penetapan visi perusahaan, yaitu:
Mencerminkan sesuatu yang akan dicapai perusahaan.
Memiliki orientasi pada masa depan perusahaan.
Menimbulkan komitmen tinggi dari seluruh jajaran dan lingkungan perusahaan.
Menentukan arah dan fokus strategi perusahaan yang jelas.
Menjamin kesinambungan kepemimpinan organisasi perusahaan.
b. Misi perusahaan (company mission)
Menurut Wheelen sebagaimana dikutip oleh Wibisono (2006, p. 46-47), misi merupakan
rangkaian kalimat yang menyatakan tujuan atau alasaneksistensi organisasi yang memuat apa
yang disediakan oleh perusahaan kepada masyarakat, baik berupa produk ataupun jasa.
Sedangkan menurut Drucker (2000:87), pada dasarnya misi merupakan alasan mendasar
eksistensi suatu organisasi.
Perumusan misi merupakan realisasi yang akan menjadikan suatu organisasi mampu
menghasilkan produk dan jasa berkualitas yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan
pelanggannya (Prasetyo dan Benedicta, 2004:8).
Dengan demikian, rangkaian kalimat dalam misi perusahaan sebaiknya dinyatakan dalam
satu bahasa dan komitmen yang mudah dimengerti dan dirasakan relevansinya oleh semua
pihak yang terkait. Untuk menjamin bahwa misi yang telah dicanangkan merupakan sebuah
misi yang bagus, misi tersebut harus memenuhi kriteria:
1. Cukup luas untuk dapat diterapkan selama beberapa tahun sejak saat ditetapkan.
2. Cukup spesifik untuk mengkomunikasikan arah.
3. Fokus pada kompetensi atau kemampuan yang dimiliki perusahaan.
4. Bebas dari jargon dan kata-kata yang tidak bermakna.
2) Sasaran Jangka Panjang (Longterm Objective)
Hakikat sasaran jangka Panjang perusahaan haruslah bersifat kuantitatif, terukur, realistis, dapat
dipahami, menantang, bertahap, dapat dicapai, dan sejalan dengan unit-unit organisasi. Setiap
tujuan harus dikaitkan dengan kerangka waktu. Tujuan umumnya dinyatakan dalam istilah-istilah
serta pertumbuhan aktiva, pertumbuhan penjualan, keuntungan, pangsa pasar, seberapa besar
dan sifat diversifikasi, seberapa besar dan sifat integrasi vertikal, penghasilan per saham, dan
tanggung jawab sosial. Tujuan yang dinyatakan dengan jelas memberikan banyak keuntungan.
Tujuan tersebut memberikan arah, memberikan sinergi, membantu dalam evaluasi, menentukan
2. prioritas, mengurangi ketidakpastian, meminimalkan konflik, merangsang pengerahan tenaga,
dan membantu dalam mengalokasikan sumber daya dan merancang pekerjaan.
Longterm objectives diperlukan baik pada tingkat korporat, divisi, maupun fungsional dalam
sebuah organisasi. Sasaran tersebut penting sebagai alat ukur kinerja manajerial. Untuk mencapai
kemakmuran jangka panjang, para perencana strategis umumnya menetapkan perencana jangka
panjang dalam tujuh bidang, yaitu:
a. Profitabilitas perusahaan
b. Produktivitas perusahaan
c. Posisi kompetitif perusahaan
d. Pengembangan karyawan
e. Hubungan perusahaan dengan karyawan
f. Kepemimpinan teknologi
g. Tanggung jawab kepada masyarakat
3) Budaya Perusahaan (Corporate Culture)
Corporate Culture adalah sekumpulan pengetahuan, keyakinan, seni,moral, hukum, adat,
kapabilitas dan kebiasaan yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota sebuah perkumpulan
atau komunitas tertentu (Edward B. Taylor, 1871).
Corporate Culture dibuat berdasarkan nilai-nilai yang diyakini benar oleh segenap anggota
perusahaan dan selaras dengan visi dan misi perusahaan tersebut.
Fungsi Corporate Culture antara lain adalah sebagai perekat sosial dalam mempersatukan
anggota perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan berupa ketentuan dan atau nilai-nilai
yang harus diterapkan dan dilakukan oleh para anggota perusahaan.
Manfaat corporate culture bagi perusahaan dan bagi karyawan:
- Bagi perusahaan, corporate culture dapat menciptakan SDM yang memiliki integritas,
pengetahuan, keahlian/keterampilan maupun sikap, perilaku dan moral yang baik sehingga
mampu mendorong tercapainya visi dan misi perusahaan.
- Bagi karyawan, corporate culture akan menjadi acuan/pedoman berperilaku dalam
melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas sehari-hari
sehingga mampu berperan memberikan kontribusi optimal terhadap pencapaian visi dan misi
perusahaan.
4) Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Corporate governance dapat didefinisikan sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam
menjalankan perusahaan, dengan tujuan akhir meningkatkan nilai/keuntungan pemegang saham
(shareholders) dengan sedapat mungkin tetap memperhatikan kepentingan semua pihak yang
terkait (stakeholders) (Faisal Basri, 2009, 266).
Penerapan good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik) harus dimulai pertama-
tama dari pembenahan struktur dan sistem pengelolaan, melalui pemberdayaan organ-organ
perusahaan itu sendiri, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), komisaris, dan direktur.
Berikutnya adalah melalui upaya agar perusahaan bisa mengakomodasikan kepentingan-
kepentingan stakeholders yang terkait dengan perusahaan. Pengertian stakeholders ini dapat di
bagi dua yaitu stakeholders utama (primary) dan kedua (secondary). Stakeholders utama yaitu
para pemegang saham dan investor, karyawan dan manajer, pelanggan, pemasok, rekanan bisnis,
serta masyarakat setempat. Stakeholders kedua yaitu pemerintah, masyarakat umum (khususnya
yang kepentingannya terkait dengan perusahaan), institusi-institusi umum, lembaga-lembaga
swadaya masyarakat (NGO), media, akademisi, kelompok asosiasi bisnis, dan pesaing.
5) The Agency Theory (Teori Keagenan)
3. Teori Keagenan adalah konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara principals dan agents.
Pihak principals adalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain, yaitu agent, untuk
melakukan semua kegiatan atas nama principals dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan
(Jensen dan Smith, 1984).
Masalah Keagenan (Agency Problem) adalah masalah yang mungkin timbul antara Pemegang Saham
(Principal) dengan Manajemen (Agent). Masalah Keagenan biasanya terjadi ketika ada konflik
kepentingan (Conflict of Interest) dalam hal kebijakan yang harus dilakukan di dalam sebuah
hubungan keagenan (Agency Relationship).
Teori keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Teori
keagenan menyangkut hubungan kontraktual antara anggota-anggota di perusahaan. Jensen dan
Meckling (1976) menjelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika satu orang atau lebih (principal)
mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan
wewenang pengambilan keputusan. Yang disebut principal adalah pemegang saham atau investor dan
yang dimaksud agent adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Inti dari hubungan keagenan
adalah adanya pemisahan fungsi antara kepemilikan di investor dan pengendalian di pihak
manajemen.
Menurut Eisenhardt dalam Bayu (2010), teori keagenan menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu:
(1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest)
(2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality)
(3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse).
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut sebagai manusia akan berindak opportunistik, yaitu
mengutamakan kepentingan pribadinya (Haris, 2004). Pihak agent termotivasi untuk memaksimalkan
fee kontraktual yang diterima sebagai sarana dalam pemenuhan kebutuhan ekonomis dan
psikologisnya. Sebaliknya, pihak principal termotivasi untuk mengadakan kontrak atau
memaksimalkan returns dari sumber daya untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang
selalu meningkat. Konflik kepentingan ini terus meningkat karena pihak principal tidak dapat
memonitor aktivitas agent sehari-hari untuk memastikan bahwa agent bekerja sesuai dengan
keinginan para pemegang saham. Sebaliknya, agent sendiri memiliki lebih banyak informasi penting
mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang
memicu timbulnya ketidakseimbangan informasi antara principal dan agent (asimetri informasi).
Contoh Implementasi pada DJA Kemenkeu
Saya bekerja pada Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) yang merupakan salah satu unit eselon I di
bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sebagai organisasi birokrasi, tentu terdapat perbedaan
implementasi konsep-konsep tersebut pada Kementerian Keuangan dibandingkan dengan
implementasi di perusahaan/organisasi bisnis. Secara singkat akan saya coba gambarkan
implementasi konsep Vision and Company Mission, Longterm Objective, Corporate Culture, Corporate
Governance, dan The Agency Theory pada Kemenkeu sebagai berikut:
1. Vision and Company Mission
Visi Kemenkeu: Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
inklusif di abad ke-21.
Misi Kemenkeu: Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementerian Keuangan mempunyai 5 (lima)
misi yaitu:
1) Mencapai tingkat kepatuhan pajak, bea dan cukai yang tinggi melalui pelayanan prima dan
penegakan hukum yang ketat;
2) Menerapkan kebijakan fiskal yang prudent;
3) Mengelola neraca keuangan pusat dengan risiko minimum;
4) Memastikan dana pendapatan didistribusikan secara efisien dan efektif;
5) Menarik dan mempertahankan talent terbaik di kelasnya dengan menawarkan proposisi nilai
pegawai yang kompetitif.
4. 2. Longterm Objective
Tujuan Jangka Panjang Kemenkeu dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) 5 tahunan. Untuk
periode 2015-2019, Renstra Kemenkeu diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor
466/KMK.01/2015. Penyusunan KMK tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan
dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga 2015-2019. Renstra Kemenkeu 2015-
2019 tersebut antara lain memuat program dan target kinerja 2015-2019 disertai perkiraan
pendanaan yang diperlukan untuk melaksanakan program-program tersebut.
3. Corporate Culture
Budaya Organisasi Kemenkeu tercermin dalam Nilai-Nilai Kementerian Keuangan yang ditetapkan
melalui KMK Nomor 312/KMK.01/2011. Nilai-Nilai Kementerian Keuangan tersebut meliputi:
1) Integritas
Dalam Integritas terkandung makna bahwa dalam berpikir, berkata, berperilaku, dan
bertindak, Pimpinan dan seluruh Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan
melakukannya dengan baik dan benar serta selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-
prinsip moral.
2) Profesionalisme
Dalam ProfesionaIisme terkandung makna bahwa dalam bekerja, Pimpinan dan seluruh PNS
di lingkungan Kementerian Keuangan melakukannya dengan tuntas dan akurat berdasarkan
kompetensi terbaik dan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi.
3) Sinergi
Dalam Sinergi terkandung makna bahwa Pimpinan dan seluruh PNS di lingkungan
Kementerian Keuangan memiliki komitmen untuk membangun dan memastikan hubungan
kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku
kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkuaIitas.
4) Pelayanan
Dalam Pelayanan terkandung makna bahwa dalam memberikan pelayanan, Pimpinan dan
seluruh Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Keuangan melakukannya untuk
memenuhi kepuasan pemangku kepentingan dan dilaksanakan dengan sepenuh hati,
transparan, cepat, akurat, dan aman.
5) Kesempurnaan
Dalam Kesempurnaan terkandung makna bahwa Pimpinan dan seluruh Pegawai Negeri Sipil
di lingkungan Kementerian Keuangan senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang
untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.
4. Corporate Governance
Kemenkeu telah dan terus melakukan perbaikan berkelanjutan dalam bidang tata kelola.
Beberapa hal yang dicapai terkait dengan upaya peningkatan good governance, antara lain:
1) Tata Kelola
Dalam rangka menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, Kemenkeu telah menyusun
laporan keuangan dengan mengacu kaidah tata kelola sesuai standar akuntansi pemerintahan
yang berlaku. Untuk menjamin kualitas penyajian laporan keuangan (LK) Kementerian
Keuangan telah memenuhi ketentuan yang berlaku, telah dilakukan kegiatan pengawasan
melalui kegiatan monitoring, dan reviu, serta melakukan pendampingan penyusunan LK unit
eselon I maupun LK kementerian dan pendampingan audit BPK RI.
2) Manajemen Risiko
Dalam bidang manajemen risiko, Kemenkeu telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 191/PMK.09/2008. Kemenkeu terus menerus melakukan perbaikan manajemen risiko
yang dibahas dalam forum strategis level pimpinan.
3) Pengendalian Intern
5. Kemenkeu telah mengimplementasikan konsep Three Lines of Defense, yaitu model
pengawasan dan pengendalian intern yang memandang manajemen/pemilik proses bisnis
sebagai lini pertahanan pertama, unit kepatuhan internal sebagai lini pertahanan kedua, dan
Inspektorat Jenderal sebagai lini pertahanan ketiga dengan ditetapkannya serangkaian
kebijakan berupa KMK Nomor 152/KMK.09/2011 jo. Nomor 435/KMK.09/2012 tentang
Peningkatan Penerapan Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan dan
Nomor 32/KMK.09/2013 tentang Kerangka Kerja dan Pedoman Teknis Pemantauan
Pengendalian Intern. Kemudian sebagai tindak lanjut dari ditetapkannya KMK tersebut, maka
dibentuklah Unit Kepatuhan Internal (UKI) sampai dengan level satuan kerja dan peningkatan
kapasitas pegawai melalui diklat Akselerasi Implementasi UKI.
4) Pencegahan dan Penindakan Korupsi
Dalam bidang pencegahan, Kemenkeu terus berkomitmen melakukan upaya pencegahan dan
penindakan korupsi diantaranya dengan penerapan konsep Three Lines of Defense,
memberikan edukasi pencegahan dan pemberantasan korupsi baik kepada pejabat/pegawai
Kemenkeu, para stakeholders maupun kepada masyarakat umum, membangun dan
mengimplementasikan Whistle Blowing System (WiSe), membuat MoU dengan institusi
penegak hukum (KPK, Kepolisian, Kejaksaan). Selain itu, Kemenkeu telah berhasil menyusun
Peta Rawan Korupsi, membuat kebijakan pengendalian gratifikasi, pengembangkan program
zona integritas dengan menetapkan unit kerja berpredikat Wilayah Bersih dari
Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBK/WBBM), membangun aplikasi LP2P berbasis
Web (e-LP2P) untuk memberikan kemudahan bagi para pejabat/pegawai di lingkungan
Kemenkeu untuk mengisi dan menyampaikan LP2P secara online, serta bekerja sama dengan
PPATK dalam rangka memonitor transaksi keuangan mencurigakan para pejabat/pegawai.
5) The Agency Theory
Beberapa ahli seperti Lane berpendapat bahwa teori keagenan dapat diterapkan dalam
organisasi publik. Menurutnya, negara demokrasi modern didasarkan pada serangkaian
hubungan prinsipal-agen (Lane, 2000:12-13). Hal senada dikemukakan oleh Moe (1984) yang
menjelaskan konsep ekonomika organisasi sektor publik dengan menggunakan teori
keagenan. Sementara Bergman & Lane (1990) menyatakan bahwa kerangka hubungan
prinsipal agen merupakan suatu pendekatan yang sangat penting untuk menganalisis
komitmen-komitmen kebijakan publik. Pembuatan dan penerapan kebijakan publik berkaitan
dengan masalah-masalah kontraktual, yakni informasi yang tidak simetris (asymmetric
information), moral hazard, dan adverse selection.
Menurut Moe (1984), di pemerintahan terdapat suatu keterkaitan dalam kesepakatan-
kesepakatan principal-agent yang dapat ditelusuri melalui proses anggaran, yaitu: pemilih-
legislator, legislator-pemerintah, Menteri Keuangan-Pengguna Anggaran, perdana menteri
(Presiden dalam konteks Indonesia)-birokrat, dan pejabat-pemberi pelayanan.
Hal yang sama dikemukakan juga oleh Gilardi (2001) dan Strom (2000), yang melihat
hubungan keagenan sebagai hubungan pendelegasian (chains of delegation), yakni
pendelegasian dari masyarakat kepada wakilnya di parlemen, dari parlemen kepada
pemerintah, dari pemerintah sebagai satu kesatuan kepada seorang menteri, dan dari
pemerintah kepada birokrasi. Hubungan tersebut tidaklah selalu mencerminkan hirarki, tetapi
dapat saja berupa hubungan pendelegasian, seperti yang dinyatakan oleh Andvig et al. (2001)
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa penerapan teori keagenan pada
organisasi publik seperti Kementerian lebih complicated dibanding pada perusahaan swasta.
Pihak eksekutif merupakan agen bagi legislatif dan publik (dual accountability) dan legislatif
agen bagi publik. Konsep perwakilan (representativeness) dalam penganggaran tidak
sepenuhnya berjalan ketika kepentingan publik tidak terbela seluruhnya oleh karena adanya
perilaku oportunistik (moral hazard) legislatif. Di sisi lain, publik menganggap bahwa eksekutif
sebagai agen cenderung menjadi “budget maximizer” karena berperilaku oportunistik
(adverse selecation dan moral hazard sekaligus).
6. Daftar Pustaka:
1. Hapzi, 2018. Modul 2 Strategic Management, Vision and Company Mission, Longterm Objective,
Corporate Culture, Corporate Governance dan The Agency Theory, Universitas Mercu Buana
Jakarta.
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian
Keuangan 2015-2019.
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 312/KMK.01/2011 tentang Nilai-Nilai Kementerian
Keuangan.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.09/2008 tentang Penerapan Manajemen Risiko di
Lingkungan Departemen Keuangan.
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 152/KMK.09/2011 jo. Nomor 435/KMK.09/2012 tentang
Peningkatan Penerapan Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan.
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 32/KMK.09/2013 tentang Kerangka Kerja dan Pedoman
Teknis Pemantauan Pengendalian Intern.